Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa :HILAL HADI……..…………………………………………………………


Nomor Induk Mahasiswa/ NIM :048702311.....……………………………………………………………
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201/Hukum Tata Negara……………………..……….
Masa Ujian :2023/2024 Genap (2024.1)………………………………………..
Kode/Nama UT Daerah :17/ JAMBI….……………………………………………………………..

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
SOAL: 1.
Pertanyaan :
1. Berdasarkan kasus di atas, klasifikasikan yang merupakan sumber hukum materiil dan
formil dalam hukum tata negara.
2. Selain peraturan perundang-undangan tersebut di atas, adakah sumber hukum lain
pembentuk Hukum Tata Negara? Sebut dan analisis peran dari sumber tersebut.
Jawaban:
1). Menurut Jimly Asshiddiqie sebagaimana dikutip Sumber Hukum Materiil dan Sumber
Hukum Formal, sumber hukum berasal dari dasar hukum, landasan hukum ataupun payung
hukum. Adapun dasar hukum atau landasan hukum adalah norma hukum yang mendasari
suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat
dibenarkan secara hukum. Masih dalam artikel yang sama, sumber hukum menunjuk pada
pengertian tempat dari mana asal muasal suatu nilai atau norma itu berasal. Secara umum,
sumber hukum dibagi menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
Begitu pula dengan sumber hukum tata negara adalah terdiri dari dua bagian, yaitu sumber
hukum tata negara formil dan materiil.
Sumber Hukum Tata Negara Materiil
Sumber hukum tata negara materiil adalah sumber yang menentukan isi kaidah hukum tata
negara. Menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip Ni’matul Huda dalam Hukum Tata
Negara Indonesia, sumber hukum tata negara materiil ini terdiri atas (hal. 32):
1. Dasar dan pandangan hidup bernegara;
2. Kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat dirumuskannya kaidah hukum
tata negara.
Adapun, menurut Jimly Asshiddiqie dalam Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, sumber
hukum tata negara materiil adalah Pancasila. Menurut Jimly, pandangan hidup bangsa
Indonesia tercermin dalam perumusan sila-sila Pancasila yang dijadikan falsafah hidup
bernegara. Sebagai sumber hukum materiil, Pancasila harus dilaksanakan oleh dan dalam
setiap peraturan hukum Indonesia (hal. 197).
Sejalan dengan pendapat Jimly, Pasal 2 UU 12/2011 juga menegaskan bahwa Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara. Artinya, Pancasila merupakan sumber
hukum materiil, termasuk dalam bidang hukum tata negara.
Sumber Hukum Tata Negara Formil
1. Konstitusi
Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi adalah hukum dasar, norma dasar, dan sekaligus
paling tinggi kedudukannya dalam sistem bernegara (hal. 200). Konstitusi sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu konstitusi dalam arti tertulis dan konstitusi tidak tertulis.
a. Konstitusi tertulis
Konstitusi tertulis adalah konstitusi dalam arti sempit, yang biasa dikenal sebagai
undang-undang dasar (hal. 200). Di Indonesia, UUD 1945 merupakan sumber hukum
dasar tertulis yang mengatur persoalan kenegaraan sekaligus landasan hukum bagi
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan di bawahnya (hal. 198).
b. Konstitusi tidak tertulis
Konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi dalam arti luas, yang hidup dalam kesadaran
hukum dan praktik penyelenggaraan negara yang diidealkan (hal. 202).
2. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan menurut Jimly Asshiddiqie, adalah peraturan
tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, ditetapkan oleh
legislator dan regulator atau lembaga pelaksana undang-undang yang memiliki
kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan tertentu.
Adapun menurut Ni’matul Huda, peraturan perundang-undangan (atau disebut juga
sebagai perundang-undangan) adalah hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu
oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menurut Pasal 7 UU 12/2011
terdiri dari:
a. UUD 1945;
b. Tap MPR;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Perda Provinsi; dan
g. Perda Kabupaten/Kota.
Selain yang disebut menurut Pasal 7 di atas, juga terdapat peraturan yang dibuat oleh
MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang
dibentuk undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Gubernur,
Bupati/Walikota, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Desa atau yang setingkat,
sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 UU 12/2011.
3. Hukum Adat Ketatanegaraan
Hukum adat ketatanegaraan adalah hukum asli bangsa Indonesia di bidang
ketatanegaraan adat. Contoh: ketentuan mengenai swapraja, persekutuan-persekutuan hukum
kenegaraan asli seperti desa, gampong, dan mengenai peradilan agama.
4. Konvensi Ketatanegaraan
Menurut Bagir Manan, konvensi atau (hukum) kebiasaan ketatanegaraan adalah
hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara untuk melengkapi,
menyempurnakan, dan menghidupkan atau mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-
undangan atau hukum adat ketatanegaraan.
Contoh konvensi ketatanegaraan selengkapnya dapat Anda baca dalam Pengertian
Konvensi Ketatanegaraan dan Contohnya di Indonesia.
5. Yurisprudensi Ketatanegaraan
Yurisprudensi adalah kumpulan putusan-putusan pengadilan mengenai persoalan
ketatanegaraan, yang setelah disusun secara teratur memberikan kesimpulan adanya
ketentuan hukum tertentu yang ditemukan atau dikembangkan oleh badan peradilan.
Meskipun di Indonesia, putusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat, namun yurisprudensi mempunyai kekuatan yang cukup meyakinkan.
6. Hukum Perjanjian Internasional Ketatanegaraan
Hukum perjanjian internasional ketatanegaraan terdiri dari traktat (treaty) yang telah
diratifikasi, perjanjian internasional yang diadakan pemerintah atau lembaga eksekutif
(executive agreement) dengan pemerintah lain yang tidak memerlukan ratifikasi, yang
menentukan segi hukum ketatanegaraan bagi masing-masing negara yang terikat di
dalamnya, dapat menjadi sumber hukum formal tata negara.
7. Doktrin Ketatanegaraan
Doktrin ketatanegaraan adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata negara yang
ditemukan dan dikembangkan dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan
pemikiran seksama berdasarkan logika formal yang berlaku. Pendapat para sarjana hukum
terkemuka atau doktrin merupakan sumber tambahan yang cukup penting, karena meskipun
bukan sumber hukum langsung, namun doktrin membantu hakim dalam mengambil
keputusan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber hukum tata negara di
Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu pertama, sumber hukum tata negara materiil yang terdiri
dari Pancasila, dasar dan pandangan hidup bernegara, serta kekuatan-kekuatan politik yang
berpengaruh pada saat dirumuskannya kaidah hukum tata negara. Kedua, sumber hukum tata
negara formil yang terdiri dari konstitusi, peraturan perundang-undangan, hukum adat
ketatanegaraan, konvensi ketatanegaraan, yurisprudensi ketatanegaraan, hukum perjanjian
internasional ketatanegaraan dan doktrin ketatanegaraan.

2). Salah satu aspek penyelidikan dan pengajaran ilmu hukum adalah mengenai sumber-
sumber hukum. Penyelidikan sumber hukum adalah bagaimana dan di mana tempat atau asal
peraturan hukum diambil atau gunakan sebagai pedoman hidup suatu negara. Perkataan
“sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”, “landasan hukum”,
ataupun “payung hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau
legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum
tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum.
Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat
dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.29 TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan mengunakan istilah sumber tertib
hukum, yaitu:
(1) Pancasila, sumber dari segala sumber hukum;
(2) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
(3) Dekrit Prseiden 5 Juli 1959;
(4) Undang-Undang Dasar;
(5) Surat Perintah 11 Maret 1966.30
Pengertian sumber hukum berdasarkan Pasal 1 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai
berikut:
1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan;
2) Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis;
3) Sumber hukum dasar nasional adalah:
(i) Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan
(ii) batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam bahasa Inggris sumber
hukum disebut source of law. Kata sumber hukum sering digunakan dalam
beberapa arti, tergantung dari sudut mana orang melihatnya, pelajaran hukum
juga dipelajari oleh para ahli ekonomi, sejarah, sosiologi, kemasyarakatan,
antropologi, ilsafat dan ilmu sosial lainya.
Begitu juga dengan pengertian sumber hukum dapat ditinjau dari beberapa
ilmu sosial tersebut di atas, hal ini yang menyebabkan pengertian sumber hukum
mempunyai beberapa arti. Van Apeldoorn membedakan empat macam sumber hukum
yaitu:
(1) sumber hukum dalam arti historis. Ahli sejarah memakai sumber hukum dalam 2
arti: pertama, dalam arti sumber pengenalan hukum yakni semua tulisan, dokumen,
inskripsi dan sebagainya. Kedua, dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk
undang-undang memperoleh bahan dalam membentuk undangundang;
(2) sumber hukum dalam arti sosiologis sumber hukum ialah faktor-faktor yang
menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan ekonomi, pandangan agama dan
psikologis;
(3) sumber hukum dalam arti ilosois, dalam arti ini dipakai dalam 2 (dua) arti yaitu:
pertama, sebagai sumber isi hukum, dinyatakan isi hukum berasal darimana, ada tiga
pandangan yang menjawab pertayaan ini, yaitu pandangan theocratis yang
menyatakan isi hukum berasal dari Tuhan, pandangan hukum kodrat isi hukum
berasal dari akal manusia. Pandangan mashab historis isi hukum berasal dari
kesadaran hukum. kedua, sebagai sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa
hukum mempuyai kekuasaan mengikat dan mengapa kita harus tunduk pada hukum;
(4) Sumber hukum dalam arti formil, adalah peristiwa-peristiwa, darimana timbulnya
hukum yang berlaku, yang mengikat hakim dan penduduk, sumber dilihat dengan cara
terjadinya hukum positif yang dituangkan dalam undang-undang, kebiasaan, traktat
atau perjanjian antar negara.31 Menurut E.Utrecht, terdapat dua macam pengertian
sumber hukum (sources of law), yaitu sumber hukum dalam arti formal atau formele
zein (source of law in its formal sense) dan sumber hukum dalam arti substansial,
material atau in materiele zin (source of law in its material sense).
Sumber hukum dalam arti formal ialah tempat formal dalam bentuk tertulis
dari mana suatu kaedah hukum diambil, sedangkan sumber hukum dalam arti material
adalah tempat dari mana norma itu berasal, baik yang berbentuk tertulis ataupun yang
tidak tertulis Pengertian sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo, yaitu:
(1) sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya
kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya,
(2) menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang
sekarang berlaku seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain, (3) sebagai
sumber hukum berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum (penguasa atau masyarakat),
(4) sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,
undang-undang, lontar, batu tertulis dan sebagainya
(5) sebagai sumber terjadinya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.33
Menurut Joeniarto, sumber hukum dapat dibedakan dalam tiga pengertian. pertama,
sumber hukum dalam pengertian sebagai asal hukum positif, wujudnya dalam bentuk
konkrit ialah berupa “keputusan dari yang berwenang” untuk mengambil keputusan
mengenai soal yang bersangkutan. kedua, sumber hukum dalam pengertian sebagai
tempat ditemukannya aturan-aturan hukum positif.
Wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan tertulis
atau tidak tertulis. ketiga, selain perkataan sumber hukum dihubungkan dengan
filsafat, sejarah, dan juga masayrakat, sehingga mendapatkan sumber hukum ilosois,
sumber hukum historis dan sumber hukum sosiologis
Soal 2.
Pertanyaan :
1. Berikan analisis anda mengapa Indonesia menganut dan menerapkan sistem bentuk
republik?
2. Berikan analisis Anda mengapa monarki tidak sesuai untuk ditetapkan di Indonesia?
Jawab:
1). Negara berbentuk republik konstitusional adalah sebuah negara di mana kepala negara
dan kepala pemerintahan dipegang oleh presiden, tetapi kekuasaan presiden dibatasi oleh
konstitusi. Secara konstitusional, Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik
sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang Dasar atau UUD 1945 pasal 1 ayat 1
yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik". Mengapa
Indonesia memilih bentuk republik? Terdapat sejumlah alasan Indonesia menganut bentuk
negara republik, khususnya republik konstitusional.
Republik Identik dengan Kedaulatan Rakyat Alasan yang mendasari indonesia
memilih bentuk pemerintahan republik konstitusional adalah bentuk negara kesatuan republik
mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat. Bentuk republik identik dengan kedaulatan
rakyat berarti memiliki dasar yang teguh untuk menyusun sistem pemerintahan berdasarkan
pertanggungjawaban yang luas dan kekal. Kedaulatan rakyat adalah pemerintahan rakyat
yang dijalankan menurut peraturan yang telah dimufakati dengan bermusyawarah. Negara
republik diharapkan dapat mewujudkan persamaan kedudukan bagi setiap warga negara,
terpenuhinya hak-hak sosial, ekonomi, dan politik warga negara, serta mengaktifkan peran
warga negara dalam menjaga kedaulatan negara.

2) Bentuk Monarki tidak Ideal Diterapkan di Indonesia Bentuk monarki adalah bentuk
kekuasaan atas orang banyak yang dilakukan oleh satu orang yaitu raja atau oligarki.
Mohammad Hatta berpendapat bahwa bentuk pemerintahan monarki bukan bentuk
pemerintahan yang ideal untuk diterapkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan pemerintahan
negara yang berdasarkan kedaulatan perseorangan tidak dapat menanamkan sendi yang kuat
dan kekal terhadap kedudukan negara. Pada hakikatnya, bentuk pemerintahan yang
didasarkan pada kedaulatan rakyat lebih tangguh karena dijunjung oleh tanggung jawab
bersama.
Unitarisme merupakan Cita-cita Gerakan Kemerdekaan Mohammad Yamin
mengemukakan alasan yang mendukung Indonesia memilih bentuk republik. Salah satunya
adalah unitarisme atau keinginan membentuk negara kesatuan sudah menjadi cita-cita
gerakan kemerdekaan sejak awal.
Sehingga tidak akan memberi tempat untuk provinsialisme. Unitarisme juga
mencegah adanya tenaga di daerah untuk membentuk negara federal. Selain itu, dari sudut
pandang geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila berbentuk
negara kesatuan. Indonesia Menolak Bentuk Federal Indonesia pernah menganut bentuk
federal pada masa kekuasaan Belanda. saat itu Indonesia terbagi kekuasaannya menurut
daerah-daerah.
Indonesia tidak menyetujui bentuk negara federal karena ingin bersatu sebagai negara
kesatuan. Tiga faktor yang menyebabkan Indonesia tidak memilih bentuk federal adalah:
Belanda yang menerapkan sistem pemerintahan federal menganut kapitalisme. Pemuda
Indonesia pada masa itu melihat hal tersebut sebagai hal yang tidak sepatutnya ditiru. Hal ini
dikarenakan kapitalisme melahirkan kelas borjuis dari penjajah dan kelas proletar dari pihak
terjajah.
Federalisme Belanda memperlakukan masyarakat pribumi dengan perlakuan yang
tidak semestinya, sehingga para pendiri negara atau founding fathers menerapkan sistem
republik yang membuat masyarakat memiliki kewenangan dalam sistem pemerintahan.
Pemerintahan yang bersifat unitarisme sangat mudah diaplikasikan di Indonesia karena
memiliki struktur dasar yang sudah ada sejak dahulu.

Soal 3
Pertanyaan :
1. Pemerintahan presidensial menganut asas Trias Politica. Berikan analisis Anda bahwa
Indonesia sudah menerapkan asas tersebut.
2. Berikan analisis Anda bahwa sistem pemerintahan presidensial murni tidak selalu mudah
direalisasikan dalam pemerintahan Indonesia
Jawaban:
a). Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya politik tiga serangkai.
Sederhananya, Trias Politica adalah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan.
Menurut Wahyu Eko Nugroho dalam jurnalnya yang berjudul Implementasi Trias Politica
dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia, menerangkan bahwa Trias Politica adalah sebuah
ide bahwa sebuah pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih
kesatuan kuat yang bebas. Adapun tujuannya dari konsep Trias Politica ini adalah untuk
mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut.
Konsep Trias Politica ditemukan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris yang
kemudian Trias Politica dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul
“L’Esprit des Lois”. Adapun inti dari konsep pemisahan Trias Politica atau pemisahan
kekuasaan adalah membagi suatu pemerintahan negara menjadi 3 jenis kekuasaan, yaitu
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Indonesia, sebagai negara demokrasi, termasuk salah satu
negara yang menganut konsep ini.
Penerapan Trias Politica di Indonesia
Terkait penerapannya di Indonesia, berikut ini kami jelaskan satu per satu
penerapannya berdasarkan setiap pembagian kekuasaan:
1. Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Terdapat 3
lembaga yang diberi kewenangan legislatif di Indonesia, antara lain Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan
Daerah (DPD).
2. Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan roda
pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan ini dipegang oleh Presiden. Akan tetapi, mengingat
kegiatan menjalankan undang-undang tidak mungkin dijalankan seorang diri, Presiden
memiliki kewenangan untuk mendelegasikan tugas eksekutif kepada pejabat pemerintah
lainnya, yakni para menteri.
3. Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-
undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya atau sederhananya adalah
kekuasaan kehakiman.
Ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Fungsi yudikatif di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dan
Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi atau
pengadilan negara terakhir dan tertinggi, yang salah satu fungsinya adalah untuk membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali. Sementara salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah melakukan uji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Perlu diketahui, selain ketiga pembagian
kekuasaan tersebut di atas, di Indonesia juga terdapat kekuasan eksaminatif sebagaimana
diamanatkan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, yaitu sebagai kekuasaan yang berfungsi untuk
memeriksa keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

b). Sistem presidensial murni di Indonesia masih sulit diwujudkan selama sistem
multipartai masih berlaku di Indonesia, pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam
Indonesia, Sri Hastuti Puspitasari
"Sistem presidensial kita memang dibangun di atas bayang-banyang sistem
parlementer sehingga perlu penataan ulang. Sistem multipartai secara teori sulit cocok
dengan dengan sisitem presidensial,"
kata Sri Hastuti Puspitasari di Yogyakarta, Jumat. Selain itu, kata dia, Undang-Undang
Dasar (UUD) secara substansial juga cenderung mendorong sistem parlementer. Dengan
demikian sistem pemerintahan di Indonesia dikatakan menganut sistem presidensial semi
parlementer.
"Hal itu terlihat dengan masih sangat kuatnya peran parlemen dalam menjalankan
fungsi pengawasan bahkan ketika bernegosiasi dengan kebijakan pemerintah," katanya.
Menurut dia, Amerika Serikat (AS) dapat menjadi preseden yang baik dalam penerapan pola
sistem presidensial yang ideal. Di AS peran kongres (parlemen) tidak terlalu superior seperti
di Indonesia yang sering kali mampu menyulitkan terealisasinya kebijakan pemerintah.
Sementara itu, menurut dia, Undang-Undang (UU) tantang Pemilihan Umum yang
mengatur kepartaian di Indonesia harus direvisi agar lebih mampu menekan partai peserta
pemilu dengan meningkatkan "parliamentary threshold". Dengan jumlah parpol yang sedikit
akan efektif mendukung terbentuknya sistem presidensial.
"Untuk mencapai sistem presidensial yang murni, setidaknya partai yang bertarung
dalam pemilu harus berjumlah kurang dari 10 partai, sebab partai dalam jumlah yang
banyak tidak akan pernah mampu memenuhi 50 persen plus satu "Presidential Threshold"
dan akhirnya harus berkoalisi," kata dia. Sedikitnya ada 44 negara, termasuk Indonesia,
yang menerapkan sistem presidensial. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya
ditemani Filipina dan Myanmar yang menerapkan sistem itu.
Sedangkan di benua Amerika, sebagian besar negaranya menerapkan sistem
presidensial seperti Amerika Serikat (AS), Brasil, Meksiko, Argentina, Chile, Bolivia,
Uruguay, Paraguay, Venezuela, Costa Rica, Ekuador, El Salvador, Guatemala, Colombia,
Honduras, dan Nicaragua. Di Asia terdapat Afghanistan dan Turkmenistan. Sementara di
Afrika antara lain ada Sudan, Sudan Selatan, Angola, Zambia, Gambia, Ghana, Liberia,
Sierra Lione, dan Zimbabwe.

Referensi:

1. Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jilid I. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI. 2006;

2. Ni’matul Huda. Hukum Tata Negara Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Press, 2012.

3. Hatta, Mohammad. 2014. Kedaulatan Rakyat, Demokrasi, dan Otonomi. Yogyakarta: Kreasi Wacana

4. Busroh, Abu Daud. 1990. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara

5. Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2,
Desember 2016;

6. Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005;

7. W. E. Nugroho. Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. Gema Keadilan. Vol. 1, No. 1, Oktober
2014;

8. Mahkamah Agung, Tugas Pokok dan Fungsi, yang diakses pada 4 Mei 2023, pukul 13.00 WIB;

9. Mahkamah Konstitusi, Kedudukan dan Kewenangan, yang diakses pada 4 Mei 2023, pukul 13.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai