10300118089
MAKASSAR
2020
PENDAHULUAN
Menindaklanjuti amanah dari ketentuan pasal 18 ayat (3) UU NO. 11 Tahun 2011
dalam ihwal urgensi pembentukan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur ketentuan
ketenutan lebih lanjut tata cara mempersiapkan RUU, Presiden RI menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005 Tentang Cara Mempersiapkan Rancangan UU,
Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, Racangan Peraturan Presiden.3
1
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada(2010), hal.1
2
Farida, Maria, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta:Kanisius 2007, hal.2
3
Ibid hal. 17
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
PEMBAHASAN
4
Soehino, Hukum Tata Negara (Sumber-Sumber Hukum Tata Negara Indonesia), Liberty, Yogyakarta, 1985,
Hal 49
5
Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta, 2000, Hal. 15
Program Legislasi Nasional/Prolegnas.6 Secara defenitif Program Legislasi
Nasional dirumuskan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu sebagai instrumen
perencanaan program pembentukan peraturan perundang-undangan/undang-
undang yang didukung dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar
yang meliputi semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-
undangan. Undang-undang menuntut kesempurnaan dalam arti susunan,
bahasa, istilah dan sebagainya agar tidak timbul ambigu dalam penerapannya.
Ambigu atau ketidak jelasan arti dalam suatu undang-undang akan rentan
dengan pelanggaran rasa keadilan dalam masyarakat. Padahal kebaikan public
hendaknya menjadi tujuan legislator dalam membentuk undang-undang.
Pembentukan undang-undang dapat dilakukan dengan dua system, yakni
system lengkap dan system umum.7 Sistem lengkap adalah undang-undang
dibuat dengan pasal-pasal yang lengkap, terperinci, jelas dan lebih banyak
mengarah kehukuman dalam bentuk kodifikasi . Sedangkan, system umum
adalah system pembutan undang-undang dengan hanya mengisi pokok-
pokoknya saja, pada system umum ini, harus dibuat peraturan pelaksanaan
atau aturan yang lebih rendah sebagai rincian atau penafsiran undang-undang
umum.
Rancangan undang-undang dapat diajukan oleh Dewan perwakilan Rakyat
ataupun presiden. Tidak ada batasan atau keharusan bahwa rancangan harus
dari tangan Dewan perwakilan Rakyat. Diatur dalam Pasal 17 bahwa
rancangan undang-undang baik berasal dari dewan perwakilan rakyat maupun
dari presiden disusun berdasarkan program legislasi nasional.
2. Pembahasan
Pembahasan RUU terdiri dari dua tingkat pembicaraan, tingkat pertama
dalam rapat komisi, rapat Baleg ataupun Pansus. Sedangkan pembahasan
tingkat dua dalam rapat paripurna DPR.
Pembicaraan tingkat satu dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1) Pandangan fraksi-fraksi atau pandangan fraksi-fraksi dan DPD apabila
RUU berkaitan dengan kewenangan DPD. Hal ini bila RUU berasal
dari presiden. Sedangkan bila RUU berasal dari DPR, pembicaraan
6
Prolegnas ini yang menggarap seluruh perencanaan program legislasi yang akan dibentuk dan digodok
bersama, baik oleh pemerintah maupun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
7
Rosjidi Ranggawidjaja, Op Cit, Hal 65
tingkat satu didahului dengan pandangan dan pendapat presiden atau
pandangan presiden dan DPD dalam hal RUU berhubungan dengan
kewenangan DPD.
2) Tanggapan presiden atas pandangan fraksi atau tanggapan pimpinan
alat kelengkapan DPR atas pandangan presiden.
3) Pembahasan RUU oleh DPR dan presiden berdasarkan Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM)
Menteri yang ditugasi membahas RUU di DPR segera melaporkan RUU telah
disetujui atau tidak disetujui oleh DPR. Selanjutnya apabila RUU tersebut tidak
mendapat persetujuan bersama presiden dan DPR maka RUU tersebut tidak dapat
diajukan kembali pada masa sidang yang sama.
Setelah disetujui dalam rapat paripurna, sebuah RUU akan dikirimkan kepada
Sekretariat Negara untuk ditandatangani oleh presiden, diberi nomor dan
diundangkan.
3. Pengesahan/Penetapan
Negara Indonesia adalah negara hukum. Segala aspek kehidupan dalam
bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus berdasarkan atas hukum. Negara berkewajiban melaksanakan
pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan
berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak
dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945(UUD NRI Tahun 1945). 8 Jika
dikorelasikan dengan prosedur pembentukan UU, salah satu prosedurnya
adalah pengesahan. Marida Farida Indrati Soeprapto mengatakan bahwa suatu
undang-undang yang sudah disahkan baru dapat berlaku mengikat umum
apabila diundangkan dalam suatu lembaran negara.9 Sementara pengesahan
adalah tahap yang mengesahkan dan menetapkan UU yang sebelumnya masih
dalam bentuk RUU. Dengan demikian, segala kewajiban negara, kegiatan
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan tidak
dapat dilaksanakan berdasarkan hukum dalam hal ini UU, jika UU tersebut
masih berbentuk RUU sehingga tidak diakui secara hukum jika belum
disahkan atau ditetapkan menjadi UU.
4. Pengundangan
Tahapan pengundangan merupakan wewenang Pemerintah untuk
mengundangkan undang-undang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
8
Sistem hukum nasional adalah suatu sistem hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya serta
saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul
dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(Penjelasan Pasal 17 Undang-Undang Nomor12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).
9
Tri Jata Ayu Pramesti, Apakah UU yang Baru Disahkan oleh Presiden Otomatis Langsung Berlaku?, 30
September 2014, dikutip dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt541eaf939db4b/apakah-uu-
yang-baru-disahkan-oleh-presiden-otomatis-langsung-berlaku/, pada 28 Oktober 2020, pukul 09:43 WITA.
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.10 Pengundangan adalah
penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara (LN), yakni
untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m yakni
untuk penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN. Sebelum sebuah UU
ditempatkan dalam LN dan TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu
membubuhkan tanda tangan dan memberikan nomor LN dan TLN pada
naskah UU. Tujuan dari pengundangan ini adalah untuk memastikan setiap
orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka. Setiap peraturan
perundang-undangan harus diundangkan dengan maksud agar setiap orang
tanpa kecuali dapat mengetahuinya. 11
Peraturan Perundang-undangan termasuk harus diundangkan dengan
menempatkannya dalam: 12
a. Lembaran Negara Republik Indonesia;
b. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;
c. Berita Negara Republik Indonesia;
d. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
e. Lembaran Daerah;
f. Tambahan Lembaran Daerah; atau
g. Berita Daerah.
10
Hendrik hattu, 2011. Tahapan Undang-undang Responsif. Mimbar Hukum Volume 23, Nomor 2, hlm 418.
11
Dr. Roy Marthen Moonti, SH.,MH., 2017. Ilmu perundangan-undangan. Cetakan pertama. Keretakupa,
Makassar. Hlm. 38.
12
Pasal 85 UU 12/2011.
13
Pasal 82 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU 12/2011
menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.14
14
Pasal 83 UU 87/2011
15
Pasal 84 ayat (1) dan (2) UU 12/2011.
16
Pasal 85 UU 12/2011.
17
Pasal 6 ayat (1) dan (2) Perpres 1/2007
18
Pasal 6 ayat (3) Perpres 1/2007
19
Pasal 7 ayat (1) dan (2) Perpres 1/2007
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bahwa yang dapat mengajukan rancangan Undang-Undang adalah Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Presiden
(Pemerintah).
2. Bawa upaya menciptakan good governance dalam pembentukan Undang-
Undang maka diperlukan beberapa hal, (1) Partisipasi masyarakat, (2)
penguatan pengetahuan di bidang legislasi, (3) Menghindari kepentingan
kelompok politik tertentu, (4) Sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik, dan (5) Judicial Rewiew
Saran
1. Bahwa diharapkan fungsi legislasi dapat berjalan sesuai fungsi legislasi yang
sebenarnya, yakni peran dan fungsi DPR/DPD lebih optimal dalam melakukan
agenda pembentukan Undang-Undang, mengingat selama ini agenda Program
Legislasi Nasional lebih banyak peran Pemerintah dalam hal mengajukan
Rancangan Undang-Undang.
2. Bahwa upaya-upaya dalam optimalisasi Good Governance perlu dikonkritkan
dalam upaya program legislasi nasional, sehingga kwalitas legislasi mampu
diterima oleh masyarakat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang