Anda di halaman 1dari 6

MATERI LEGAL DRAFTING “Gambaran Umum Perencanaan Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan”

Sebagaimana telah bergabung dalam sebuah keanggotaan lembaga legislatif, kita semua
dituntut untuk mengetahui dan memahami secara harfiah salah satu fungsi utama sebuah
lembaga legislatif yaitu fungsi legislasi (fungsi yang berorientasi pada pembuatan suatu
peraturan). Demi menjalankan fungsi tersebut, seorang anggota lembaga legislatif mau tidak mau
harus mengerti bagaimanakah legal drafting (proses perancangan pembuatan peraturan
perundang-undangan) dilaksanakan. Dalam tulisan singka saya ini, saya akan memaparkan
secara umum mengenai pengertian dasar peraturan perundang-undangan dan mekanisme legal
drafting.
Memahami legal drafting sangatlah diperlukan, mengingat Pasal 1 ayat (3) Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), yang menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Secara otomatis, apapun hal yang ada di Indonesia, haruslah
berdasarkan atau dilandasi oleh aturan hukum. Dan sebuah produk hukum yang baik, dapat
dibuat dengan pemahaman dan proses legal drafting yang baik.
Dalam memahami legal drafting yang baik, landasan hukum yang harus dikuasai adalah
Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 (UU No. 12 Tahun 2011)
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU No. 12 Tahun 2011 ini adalah
Undang-Undang yang mengganti Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 10 Tahun
2004 (UU No. 10 Tahun 2004) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahap perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Selanjutnya
penjelasan dalam Pasal 1 ayat (2) UU tersebut mengenai Peraturan Perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
Sebelum beranjak lebih jauh lagi, terlebih dahulu sebaiknya kita mengenali Jenis dan
Hierarki[1] Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12
Tahun 2011, sebagai berikut:
1. UUD 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Raykat;
3. UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden (Pasal 1 ayat (3)). Dan, materi
muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang adalah sbb: (Pasal 10 ayat (1))
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
b. Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (Pasal 1 ayat (4)).
Perpu juga diatur di dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang.
Pada dasarnya penetapan Perpu oleh Presiden adalah untuk mencegah adanya kekosongan
hukum (legal vacuum) dan dibuat dalam keadaan memaksa atau genting (sesuai penilaian
subjektif dari Presiden). Akan tetapi, Perpu ini hanya bersifat sementara. Sebuah Perpu harus
segera diajukan persertujuannya kepada DPR. Apabila DPR setuju, Perpu tersebut akan dibahas
dan ditetapkan menjadi UU. Dan apabila DPR tidak menyetujui Perpu tersebut, Perpu tersebut
akan dicabut.
Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 1 ayat (5)).
Sedangkan, Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (Pasal 1 ayat (6)).
Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernbur (Pasal 1 ayat
(7)). Dan, Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/ Walikota (Pasal 1 ayat (8)).
Selanjutnya, demi terciptanya suatu produk hukum yang baik dari Peraturan Perundang-
undangan, haruslah berdasarkan asas pembentukan peraturan yang baik yang diatur dalam Pasal
5 adalah sebagai berikut:
a. Kejelasan tujuan;
- Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas
yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
- Bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Keseuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan;
- Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan;
d. Dapat dilaksanakan;
- Bahwa setiap Pembentukan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun
yuridis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
- Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan; dan
- Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang
jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g. Keterbukaan.
- Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Materi muatan suatu Peraturan Perundang-undangan pun harus mencerminkan asas:
a. Pengayoman;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan untuk menciptakan ketentaraman masyarakat.
b. Kemanusiaan;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proposional.
c. Kebangsaan;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Kekeluargaan;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
f. Bhineka Tunggal Ika;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agam, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proposional bagi setiap warga negara.
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender, atau status sosial.
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/ atau
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
- Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keselarasan, antara kepentingan individu, masayarakat dan kepentingan bangsa
dan negara.

Setelah mengetahui beberapa pemaparan umum dan singkat mengenai Peraturan


Perundang-undangan, saatnya kita memasuki proses perencanaan suatu Peraturan Perundang-
undangan. Bila kita berbicara mengenai perencanaan peraturan perundang-undangan, kita akan
mengenali beberapa istilah sebagai berikut:
1. Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yaitu perencanaan penyusunan suatu Undang-Undang.
Penyusunan prolegnas sendiri untuk jangka 5 tahun, dilaksanakan oleh DPR dan Presiden.
2. Program Penyusunan Peraturan Pemerintah, yaitu perencanaan penyusunan peraturan
pemerintah.
Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari kementerian dan/ lembaga pemerintah non-
kementerian sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 27)
3. Program Perencanaan Peraturan Presiden, yaitu suatu program dari perencanaan peraturan yang
dibuat oleh Presiden.
4. Program Legislasi Daerah (Prolegda), yaitu suatu program penyusunan Peraturan Daerah
Provinsi maupun Kabupaten/ Kota. Penyusunan sebuah prolegda sendiri dilakukan untuk jangka
waktu 1 tahun.
[1] Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Peraturan Perundang-undangan yang
didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai