Dapat saya anaisis ilmu Perundang-undangan, science of legislation
(wetgevingswetenschap), diturunkan dari Ilmu Pengetahuan Perundang- undangan (Gesetzgebungswissenschaft). Ilmu Pengetahuan Perundang- undangan merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari tentang pembentukan peraturan negara. Istilah “Ilmu Pengetahuan Perundang- undangan di Indonesiadiajukan oleh A. Hamid S. Attamimi (1975), melahirkan istilah Ilmu Perundang-undangan yang sekarang banyak digunakan dalam ilmu hukum. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan merupakan ilmu ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi, secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yakni: 1. Teori Perundang-undangan, yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian, dan bersifat kognitif. 2. Ilmu Perundang-undangan, yang berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif. Ilmu Perundang-undangan yang berorientasi kepada melakukan perbuatan pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif mengikuti ketentuan-ketentuan hukum tata negara dan hukum administrasi, sedangkan Teori Perundang-undangan berorientasi kepada membentuk pengertian-pengertian dan menjernihkannya serta bersifat kognitif menyangkut dasar-dasar bagi hukum di bidang perundang-undangan positif Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku (Bagir Manan dan Kuntana Magnar 1987). Secara otentik Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011). Peraturan perundang-undangan (wet in materiele zin) mengandung tiga unsur: (a) norma hukum (rechtsnormen); (b) berlaku ke luar (naar buiten werken); dan (c) bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin) (A.Hamid S. Attamimi 1990). Dengan demikian unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian peraturan perundang- undangan: Bentuknya, yakni peraturan tertulis (untuk membedakan dengan peraturan yang tidak tertulis). Pembentuknya, ialah lembaga negara atau pejabat yang berwenang di bidang perundang- undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Sifat mengikatnya, yakni mengikat secara umum. Dimaksud dengan ”yang berwenang di bidang perundang-undangan” adalah baik berwenang secara atribusi maupun berwenang secara delegasi. Lebih lanjut dikemukakan pada uraian berikutnya. Dimaksud dengan ”mengikat secara umum” berkenaan dengan norma hukum yang terkandung di dalamnya, yakni norma hukum bersifat umum dalam arti luas dan berlaku ke luar. Norma hukum yang bersifat umum, dari segi subyeknya adalah norma hukum yang dialamatkan (ditujukan) kepada setiap orang atau orang- orang Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompokan besar yaitu: kelompok I: Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) Kelompok II: Staatsgrundgesetz (aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara) Kelompok III: Formell Gesettz (undang-undang „formal‟) Kelompok IV: Verordnung & Autinome Hans Kelsen berpendapat bahwa normanorma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu Norma Dasar (Grundnorm) Ada 4 asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1. Asas legalitas 2. Asas hukum tinggi mengesampingkan hukum rendah (Lex superior derogat legi inferior) 3. Asas hukum khusus mengesampingkan hukum umum (Lex specialis derogat legi generali) 4. Asas hukum baru mengesampingkan hukum lama (Lex posterior derogat legi priori) Prosesnya cukup panjang dan diperlukan orang-orang berkompeten untuk menyusunnya. Mereka minimal mengetahui dasar-dasar penyusunannya yaitu asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, kewenangan pembentuk peraturan perundang-undangan, jenis dan hirarkinya, sampai materi muatannya. Berkaitan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dijelaskan dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011. Mengutip Buku PPKn Kelas VII (Kemdikbud 2014), asas-asas tersebut adalah: a. Kejelasan tujuan. Asas ini menyatakan setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Asas ini menyatakan bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang. c. Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan. Asas tersebut menjelaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Hirarki penting untuk dipahami agar menghindari peraturan perundang-undangan yang disusun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu, materi muatan dalam peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan perundang-undangan. d. Dapat dilaksanakan. Asas ini menyatakan untuk setiap pembentukan peraturan perundang- undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, atau yuridis. e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas tersebut menjelaskan bahwa setiap peraturan- undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. f. Kejelasan rumusan. Asas ini menggarisbawahi bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. g. Keterbukaan. Asas keterbukaan menjelaskan dalam pembentukan peraturan perundang- undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan.
Hirarki UU NO 12 TAHUN 2012 Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). UU NO 12 TAHUN 2012 Pasal 8 (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sesuai urutan dari yang tertinggi adalah: • Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) • Undang-undang (UU) atau • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) • Peraturan Pemerintah (PP) • Peraturan Presiden (Perpres) • Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Peraturan Kabupaten atau Kota
Berdasarkan ketentuan tersebut seperti inilah proses pembentukan sebuah undang-undang.
1. Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD. 2. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait. 3. RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun. 4. RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. 5. Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna. 6. Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut. 7. Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. 8. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. 9. Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. 10. Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak 11. Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam UU ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia. 12 Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan
Berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan saya simpulakan bahwa proses
pembuatan peraturan perundang-undangan pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Di antara rangkaian proses di atas ada proses yang tidak disebutkan secara tegas tetapi mempunyai peran yang sangat penting, yaitu proses harmonisasi. Dengan demikian, harmonisasi merupakan salah satu dari rangkaian proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Harmonisasi dimaksudkan agar tidak terjadi atau mengurangi tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Permasalahan kajian ini adalah bagaimana pentingnya harmonisasi pembentukan peraturan perundang-undangan yang disusun merupakan suatu keniscayaan dengan tujuan untuk mengetahui pentingnya harmonisasi pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai pengayaan dan manfaat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.