Anda di halaman 1dari 5

Nama : Syarifah Najwa Lutfiah

NIM : A1011201056

HIRARKI ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Dapat saya anaisis ilmu Perundang-undangan, science of legislation


(wetgevingswetenschap), diturunkan dari Ilmu Pengetahuan Perundang- undangan
(Gesetzgebungswissenschaft). Ilmu Pengetahuan Perundang- undangan merupakan ilmu
interdisipliner yang mempelajari tentang pembentukan peraturan negara. Istilah “Ilmu
Pengetahuan Perundang- undangan di Indonesiadiajukan oleh A. Hamid S. Attamimi (1975),
melahirkan istilah Ilmu Perundang-undangan yang sekarang banyak digunakan dalam ilmu
hukum. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan merupakan ilmu ilmu interdisipliner yang
berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi, secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) bagian
besar, yakni:
1. Teori Perundang-undangan, yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna
atau pengertian-pengertian, dan bersifat kognitif.
2. Ilmu Perundang-undangan, yang berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal
pembentukan peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif.
Ilmu Perundang-undangan yang berorientasi kepada melakukan perbuatan pembentukan
peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif mengikuti ketentuan-ketentuan hukum tata
negara dan hukum administrasi, sedangkan Teori Perundang-undangan berorientasi kepada
membentuk pengertian-pengertian dan menjernihkannya serta bersifat kognitif menyangkut
dasar-dasar bagi hukum di bidang perundang-undangan positif
Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan
dikeluarkan oleh Lembaga atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif
sesuai dengan tata cara yang berlaku (Bagir Manan dan Kuntana Magnar 1987). Secara otentik
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011).
Peraturan perundang-undangan (wet in materiele zin) mengandung tiga unsur:
(a) norma hukum (rechtsnormen);
(b) berlaku ke luar (naar buiten werken); dan
(c) bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin) (A.Hamid S. Attamimi 1990).
Dengan demikian unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian peraturan perundang-
undangan:
 Bentuknya, yakni peraturan tertulis (untuk membedakan dengan peraturan yang tidak
tertulis).
 Pembentuknya, ialah lembaga negara atau pejabat yang berwenang di bidang perundang-
undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
 Sifat mengikatnya, yakni mengikat secara umum. Dimaksud dengan ”yang berwenang di
bidang perundang-undangan” adalah baik berwenang secara atribusi maupun berwenang secara
delegasi. Lebih lanjut dikemukakan pada uraian berikutnya. Dimaksud dengan ”mengikat secara
umum” berkenaan dengan norma hukum yang terkandung di dalamnya, yakni norma hukum
bersifat umum dalam arti luas dan berlaku ke luar. Norma hukum yang bersifat umum, dari segi
subyeknya adalah norma hukum yang dialamatkan (ditujukan) kepada setiap orang atau orang-
orang
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang,
norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma
hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompokan besar yaitu: kelompok I:
Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) Kelompok II: Staatsgrundgesetz (aturan
Dasar Negara/Aturan Pokok Negara) Kelompok III: Formell Gesettz (undang-undang „formal‟)
Kelompok IV: Verordnung & Autinome
Hans Kelsen berpendapat bahwa normanorma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu Norma
Dasar (Grundnorm)
Ada 4 asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Asas legalitas
2. Asas hukum tinggi mengesampingkan hukum rendah (Lex superior derogat legi inferior)
3. Asas hukum khusus mengesampingkan hukum umum (Lex specialis derogat legi
generali)
4. Asas hukum baru mengesampingkan hukum lama (Lex posterior derogat legi priori)
Prosesnya cukup panjang dan diperlukan orang-orang berkompeten untuk menyusunnya. Mereka
minimal mengetahui dasar-dasar penyusunannya yaitu asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, kewenangan pembentuk peraturan perundang-undangan, jenis dan
hirarkinya, sampai materi muatannya. Berkaitan dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, dijelaskan dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011. Mengutip Buku
PPKn Kelas VII (Kemdikbud 2014), asas-asas tersebut adalah:
a. Kejelasan tujuan. Asas ini menyatakan setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Asas ini menyatakan bahwa setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang.
c. Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan. Asas tersebut menjelaskan bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Hirarki penting untuk dipahami
agar menghindari peraturan perundang-undangan yang disusun bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu, materi muatan dalam
peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan
perundang-undangan.
d. Dapat dilaksanakan. Asas ini menyatakan untuk setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, atau yuridis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas tersebut menjelaskan bahwa setiap peraturan-
undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan. Asas ini menggarisbawahi bahwa setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan. Asas keterbukaan menjelaskan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan.

Hirarki UU NO 12 TAHUN 2012 Pasal 7


(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
UU NO 12 TAHUN 2012 Pasal 8
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
sesuai urutan dari yang tertinggi adalah:
• Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
• Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
• Undang-undang (UU) atau
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
• Peraturan Pemerintah (PP)
• Peraturan Presiden (Perpres)
• Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Peraturan Kabupaten atau Kota

Berdasarkan ketentuan tersebut seperti inilah proses pembentukan sebuah undang-undang.


1. Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD.
2. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait.
3. RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan
Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.
4. RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
5. Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh
anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna.
6. Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan
perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut.
7. Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
8. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
9. Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan tentang
proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; pernyataan
persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh
pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang
mewakilinya.
10. Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan
suara terbanyak
11. Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian
diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam UU ditambahkan kalimat
pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia.
12 Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan
wajib diundangkan

Berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan saya simpulakan bahwa proses


pembuatan peraturan perundang-undangan pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
Di antara rangkaian proses di atas ada proses yang tidak disebutkan secara tegas tetapi
mempunyai peran yang sangat penting, yaitu proses harmonisasi. Dengan demikian, harmonisasi
merupakan salah satu dari rangkaian proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi dimaksudkan agar tidak terjadi atau mengurangi tumpang tindih peraturan
perundang-undangan. Permasalahan kajian ini adalah bagaimana pentingnya harmonisasi
pembentukan peraturan perundang-undangan yang disusun merupakan suatu keniscayaan dengan
tujuan untuk mengetahui pentingnya harmonisasi pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagai pengayaan dan manfaat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai