Anda di halaman 1dari 4

Nama : MARTUA R R SITANGGANG

NIM : 045377291
Fakultas : FHISIP
Jurusan : Ilmu Hukum (S1)
Mata Kuliah : Ilmu Perundangundangan Tugas : 2 (dua)

Jawaban Tugas 2

1. Bandingkanlah kekuatan hukum mengikat antara Keputusan Presiden dan Peraturan


Presiden.

Jawaban :

Dalam konteks hukum di Indonesia, perlu dipahami bahwa Keputusan Presiden


(Keppres) dan Peraturan Presiden (Perpres) memiliki tingkat kekuatan hukum yang
berbeda. Perbedaan ini terletak pada hierarki perundang-undangan dan proses
pembuatannya. Berikut perbandingan antara kekuatan hukum mengikat Keppres dan
Perpres:

a. Keputusan Presiden (Keppres)


 Keppres adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden untuk mengatur hal-
hal tertentu yang berhubungan dengan pemerintahan negara.
 Meskipun memiliki kekuatan hukum, Keppres biasanya memiliki cakupan yang
lebih terbatas dan ditujukan untuk situasi atau kasus yang spesifik.
 Kekuatan hukum Keppres ditentukan oleh dasar hukum yang mengaturnya.
Keppres dapat berlaku secara nasional, regional, atau lokal, tergantung pada
lingkupnya.
 Keppres dapat memiliki kekuatan hukum yang setara dengan peraturan
perundang-undangan atau hanya bersifat administratif.
b. Peraturan Presiden (Perpres)
 Perpres adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden untuk mengatur
aspek-aspek tertentu dalam menjalankan pemerintahan negara.
 Perpres memiliki tingkat kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Keppres.
 Perpres memiliki cakupan yang lebih luas dan mengatur masalah yang lebih
umum dalam pemerintahan negara.
 Proses pembuatan Perpres melibatkan tahap-tahap yang lebih formal dan
biasanya melalui konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait.
 Perpres dapat mengatur kebijakan, tindakan, atau prosedur yang bersifat
normatif dan berlaku untuk masyarakat umum.

Dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia, Perpres memiliki kekuatan


hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan Keppres. Ini berarti bahwa Perpres
memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam mengatur kehidupan masyarakat dan tata
kelola negara. Kedua jenis peraturan ini harus tetap sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang yang lebih spesifik.

Penting untuk diingat bahwa ini adalah gambaran umum mengenai kekuatan
hukum Keppres dan Perpres, dan ada juga faktor-faktor lain yang dapat
memengaruhi implementasi dan keberlakuan dari masing-masing peraturan
tersebut, seperti penegakan hukum dan interpretasi dari lembaga-lembaga yang
berwenang.

2. Jawablah Pertanyaan berikut :


a. Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis anda mengenai kedudukan Maklumat
Polri dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Jawaban :

Berdasarkan artikel di atas, Maklumat yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian


Republik Indonesia (Polri) memiliki kedudukan dalam hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan undang-undang yang berlaku.

Maklumat Polri adalah instruksi atau pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepala
Kepolisian untuk mengatur kepatuhan terhadap suatu kebijakan atau peraturan
tertentu. Meskipun memiliki dampak operasional dalam penegakan hukum dan
keamanan, Maklumat tidak memiliki tingkat kekuatan hukum yang sama dengan
undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, peraturan perundang-


undangan yang lebih tinggi, seperti undang-undang dan peraturan pemerintah,
memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan mengikat semua pihak tanpa
terkecuali. Maklumat Polri, meskipun penting dalam konteks penegakan hukum dan
keamanan, tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pelanggaran terhadap Maklumat Polri masih
dapat dikenai tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Polri
memiliki kewenangan dan tugas untuk menegakkan hukum dan menjaga
keamanan di dalam negeri, dan Maklumat dapat menjadi alat operasional dalam
rangka melaksanakan tugas tersebut.

Dalam hal ini, jika ada pelanggaran terhadap Maklumat Polri, aparat penegak
hukum, termasuk Polri, dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum
sesuai dengan kewenangannya, seperti melakukan penyelidikan, penangkapan,
atau penuntutan terhadap individu atau kelompok yang melanggar ketentuan yang
diatur dalam Maklumat tersebut.

b. Berikan analisis anda apakah Surat Keputusan Bersama yang dibuat oleh Menteri
Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika,
Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) dapat dikategorikan sebagai Keputusan Menteri.

Jawaban :

Berdasarkan informasi yang diberikan, Surat Keputusan Bersama (SKB) yang


dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri
Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak dapat dikategorikan sebagai Keputusan
Menteri secara langsung.

Keputusan Menteri merujuk pada keputusan yang dikeluarkan oleh seorang Menteri
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan bidang yang menjadi
kewenangannya. Dalam kasus SKB ini, meskipun melibatkan beberapa Menteri,
tetapi SKB tidak dikeluarkan oleh satu Menteri secara individual.

SKB adalah instrumen yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian/lembaga yang


bekerja sama untuk mengatur suatu masalah atau kebijakan tertentu yang relevan
dengan bidang tugas mereka. SKB merupakan hasil koordinasi antara berbagai
instansi pemerintah dan biasanya berfungsi untuk menyelaraskan kebijakan,
memperkuat kerjasama antarlembaga, atau mengatur tugas-tugas yang bersifat
lintas sektor atau lintas kementerian.

Dalam konteks ini, SKB yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri
Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merupakan instrumen
kebijakan yang mengatur larangan kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut, serta
penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). SKB ini memiliki kekuatan hukum
yang mengikat para pihak yang terlibat, baik pemerintah maupun masyarakat.
Namun, secara langsung SKB tidak dikategorikan sebagai Keputusan Menteri
karena melibatkan lebih dari satu Menteri dalam penerbitannya. SKB lebih tepat
dikategorikan sebagai instrumen kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa
kementerian/lembaga yang bekerja sama, dengan tujuan mengatur masalah atau
kebijakan tertentu yang melibatkan bidang tugas masing-masing lembaga tersebut.

Sumber referensi :
 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan dan Tata
Naskah Dalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan

Anda mungkin juga menyukai