Anda di halaman 1dari 4

Nama : Raydo Nur Widodo

Nim : 044516017

Tugas 3. Ilmu Negara

1. Berikan analisis permasalahan yang terjadi dalam sistem peradilan seperti kasus di atas
menggunakan kerangka konsep negara bersusun tunggal !

Jawab:

Penyimpangan pelaksanaan dalam penegakan hukum, khususnya terkait korupsi dan sistem
peradilan, merupakan masalah yang sering terjadi dalam suatu negara hukum. Dalam konteks
Indonesia, terdapat beberapa penyebab dan faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan
tersebut.

Pertama, kekurangan pengaturan yang jelas mengenai pembagian kekuasaan antara cabang-
cabang kekuasaan seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketidakjelasan ini dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga tersebut, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan.

Kedua, adanya kepentingan politik yang mempengaruhi penegakan hukum. Beberapa pihak yang
memiliki kekuasaan sering kali menggunakan hukum untuk melindungi kepentingan dan
mempertahankan kekuasaan mereka sendiri, bukan untuk mencapai keadilan dan kepentingan
umum. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum yang tidak tegas, konsisten, dan diskriminatif.

Ketiga, rendahnya budaya hukum dan kurangnya pemahaman tentang hukum di kalangan
masyarakat, terutama pelaku ekonomi dan kaum intelektual. Kekurangan budaya hukum ini
menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap hukum dan meningkatkan risiko pelanggaran
hukum. Selain itu, rendahnya budaya hukum juga dapat mempengaruhi kualitas dan integritas
aparat penegak hukum.

Untuk mencapai supremasi hukum di Indonesia, diperlukan upaya reformasi total dalam bidang
hukum. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

1. Perbaikan institusi aparat penegak hukum, termasuk sistem rekrutmen, pelatihan, dan
pembekalan etika profesi hukum. Diperlukan seleksi yang ketat untuk memastikan bahwa
aparat penegak hukum memiliki kualitas, integritas, dan moral yang tinggi. Selain itu,
kerja sama dan koordinasi yang solid antara lembaga penegak hukum juga penting.

2. Perbaikan sistem administrasi yudisial dan manajemen peradilan. Pengadilan perlu


memperbaiki manajemen mereka agar dapat berfungsi dengan lebih baik. Pelibatan orang
dengan keahlian di bidang manajemen, komputer, dan lainnya dapat membantu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadilan.

3. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Diperlukan program


Gerakan Nasional Anti-Korupsi yang disosialisasikan secara luas kepada masyarakat.
Masyarakat perlu diberdayakan untuk melawan korupsi dengan melaporkan praktek-
praktek korupsi yang terjadi dan menolak terlibat dalam tindakan korupsi.
4. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan korupsi.
Masyarakat perlu menyadari bahwa korupsi merugikan bangsa.

2. Dari contoh kasus di atas, bagaimana pelaksanaan kekuasaan yuridis pada negara kesatuan dan
federal menggunakan rujukan teori ahli !

Jawab :

Penyimpangan dalam pelaksanaan penegakan hukum, terutama terkait korupsi dan sistem
peradilan, adalah masalah serius yang dihadapi oleh Indonesia. Meskipun Undang-Undang Dasar
1945 menetapkan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtsstaat), dalam
praktiknya masih terdapat penyimpangan yang merusak prinsip-prinsip tersebut.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum adalah rendahnya budaya
hukum di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan pelaku ekonomi dan kaum intelektual.
Budaya hukum yang kurang berkembang dapat mempengaruhi pemahaman dan kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya aturan hukum.

Selain itu, kelemahan dalam aparat penegak hukum juga menjadi kendala dalam penegakan
hukum yang efektif. Aparat penegak hukum sering kali terlibat dalam praktik korupsi dan kurang
memiliki profesionalisme, integritas, dan moral yang tinggi. Ketidakmandirian lembaga
peradilan juga menjadi masalah yang perlu diperbaiki, karena kurangnya independensi,
imparsialitas, dan keberanian dalam melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Reformasi yang menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki sistem penegakan hukum di


Indonesia. Salah satu langkah penting adalah memperbaiki institusi-institusi hukum itu sendiri,
seperti lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya. Diperlukan seleksi dan
rekrutmen yang ketat untuk memastikan bahwa aparat penegak hukum yang terpilih adalah
orang-orang yang berkualitas, profesional, dan memiliki integritas tinggi. Pelatihan, pendidikan
hukum lanjutan, serta pengawasan yang konsisten juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas
dan kemampuan aparat penegak hukum.

Dalam hal peradilan, perlu dilakukan program penggantian hakim secara bertahap untuk
mengurangi korupsi dalam sistem peradilan. Pengembangan sistem administrasi yudisial dan
manajemen peradilan juga perlu diperbaiki agar pengadilan dapat beroperasi dengan efektif.

Selain perbaikan institusi, partisipasi dan dukungan masyarakat luas juga penting dalam
pemberantasan korupsi. Masyarakat perlu diberdayakan dan disadarkan akan bahaya korupsi
serta pentingnya melawan korupsi dengan melaporkan setiap tindakan korupsi yang terjadi.

Selain itu, pendidikan masyarakat tentang pentingnya hukum dan bahaya korupsi perlu
ditingkatkan. Kesadaran bahwa korupsi merusak martabat manusia dan menghambat
pembangunan harus ditanamkan dalam masyarakat.

Reformasi total dalam bidang hukum diperlukan untuk mencapai penegakan supremasi hukum di
Indonesia. Ini melibatkan perbaikan sistem hukum, lembaga peradilan, dan lembaga penegak
hukum secara menyeluruh.
3. Dari pernyataan di atas, buatlah analisis perbandingan konsep pemisahan kekuasaan menurut
John Locke dengan Montesqueu!!

Jawab :

Konsep pemisahan kekuasaan menurut John Locke dan Montesquieu memiliki persamaan dalam
prinsip dasarnya, yaitu menghindari konsentrasi kekuasaan tunggal yang berpotensi
menimbulkan penyalahgunaan dan penindasan terhadap warga negara. Namun, terdapat
perbedaan dalam penekanan dan pengaturan detail konsep tersebut.

1. Konsep Pemisahan Kekuasaan Menurut John Locke:

John Locke, seorang filsuf politik Inggris abad ke-17, mengemukakan konsep pemisahan
kekuasaan dengan tiga kekuasaan yang terpisah, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
federatif. Berikut adalah penjelasan masing-masing kekuasaan menurut Locke:

- Kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan ini bertanggung jawab untuk menjalankan hukum dan
memastikan pelaksanaannya. Menurut Locke, kekuasaan eksekutif berada di bawah
kekuasaan legislatif dan tidak boleh memiliki kekuasaan legislatif atau yudikatif.
- Kekuasaan Legislatif: Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan untuk membuat
undang-undang dan menetapkan kebijakan publik. Kekuasaan ini harus menjadi wakil
dari rakyat dan bertindak sesuai dengan kehendak mayoritas.
- Kekuasaan Federatif: Kekuasaan federatif merupakan kekuasaan yang berkaitan dengan
hubungan negara dengan negara lain dalam hal perang, perdamaian, dan diplomasi.
Kekuasaan ini bertanggung jawab atas urusan luar negeri.

Pada konsep Locke, tidak ada pemisahan kekuasaan yang tegas antara kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif berada di bawah kendali legislatif, sedangkan
yudikatif berada di bawah legislatif dalam hal pemilihan dan pengawasannya.

2. Konsep Pemisahan Kekuasaan Menurut Montesquieu:

Charles de Montesquieu, seorang filsuf politik Prancis abad ke-18, mengembangkan konsep
pemisahan kekuasaan yang lebih terperinci. Ia berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan
harus dilakukan secara tegas dan independen. Berikut adalah penjelasan masing-masing
kekuasaan menurut Montesquieu:

- Kekuasaan Legislatif: Menurut Montesquieu, kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang


membuat undang-undang. Ia menekankan pentingnya independensi legislatif dari
kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Legislatif harus menjadi lembaga yang bebas dan
tidak terikat oleh kepentingan eksekutif.
- Kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab untuk menjalankan
undang-undang yang telah ditetapkan oleh legislatif. Montesquieu menekankan perlunya
pembatasan kekuasaan eksekutif dengan membaginya menjadi dua: kekuasaan
administratif (pelaksanaan sehari-hari) dan kekuasaan pemegang kekuasaan tertinggi
(kepala negara atau penguasa).
- Kekuasaan Yudikatif: Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berhubungan dengan
penerapan hukum dan penegakan keadilan. Montesquieu menggarisbawahi pentingnya
independensi kekuasaan yudikatif dari kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hakim harus
bebas dalam mengambil keputusan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik.

Pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu didasarkan pada prinsip bahwa setiap


kekuasaan harus mandiri dan saling mengawasi satu sama lain agar terjadi keseimbangan
kekuasaan yang sehat.

Secara umum, perbedaan antara konsep pemisahan kekuasaan menurut Locke dan
Montesquieu terletak pada pengaturan detail dan penekanan mereka terhadap independensi
dan pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Montesquieu
menekankan pemisahan yang lebih jelas dan independensi yang lebih besar antara
kekuasaan-kekuasaan tersebut.

Sumber :

- BMP HKUM 4209 ILMU NEGARA


- Undang-Undang Dasar 1945.

Anda mungkin juga menyukai