NIM : 044917558
Dalam suatu negara hukum, asas taat dan hormat pada hukum (respect for
law) dapat terwujud apabila pelaksanaan penegakan hukum dilakukan secara
tegas, konsisten, dan tidak diskriminatif terhadap setiap orang yang
melakukan pelanggaran hukum. Setiap orang mempunyai kedudukan dan hak
yang sama di hadapan hukum (equality before the law), termasuk juga pihak
penguasa dan aparat penegak hukum.
Hukum harus dilaksanakan dan dijunjung tinggi oleh semua warga negara
tanpa terkecuali. Dengan kata lain, supremasi hukum (supremacy of law)
merupakan syarat mutlak bagi suatu negara hukum. Esensi dari supremasi
hukum adalah bahwa kekuasaan itu dilakukan oleh hukum, c.q. undang-
undang dan bukan oleh manusia. Justice for all adalah esensi dari pencapaian
supremasi hukum dalam praktek sehari-hari.
Selama ini, tidak ada pengawasan bagi mereka yang bekerja di bidang hukum
dalam menjalankan tugasnya. Karena itu, diperlukan suatu lembaga
pengawasan peradilan yang independen, imparsial dan jujur (independent,
impartial and honest judiciary) yang dapat mengawasi terus-menerus setiap
tindakan-tindakan koruptif, tidak bermoral dan beretika yang dilakukan oleh
para aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, advokat, dan hakim.
Karena itu, perlu dilakukan reformasi secara menyeluruh dan total dalam
bidang hukum, terutama terhadap institusi aparat penegak hukum. Yang
dimaksud dengan reformasi dalam bidang hukum adalah perubahan dan
pembaharuan total terhadap seluruh sistem hukum (legal system) dan
penegakan hukum (law enforcement), terutama terhadap lembaga-lembaga
penegak hukum, mengingat selama ini merekalah yang sebenarnya sumber
dan turut menjadi bagian dan terjadinya kekacauan hukum (judicial disarray)
tersebut.
Untuk itu, kita perlu memperbaiki sistem perekrutan bagi para penegak
hukum. Terutama, untuk hakim dan hakim agung, promosi jabatan,
mengadakan pendidikan hukum lanjutan, pelatihan dan seminar-seminar,
pembekalan moral dan etika profesi hukum serta meningkatkan sistem
pengawasan secara konsisten dan terus-menerus. Selain itu, perlu diadakan
pula peningkatan kesejahteraan terhadap aparat penegak hukum. Dengan
demikian, dapat menciptakan aparat penegak hukum yang berintegritas,
berkualitas, profesional, beretika, dan bermoral.
3) Perlu dukungan dan peran serta masyarakat luas (public support) terhadap
pemberantasan setiap praktek-praktek korupsi (KKN). Oleh karena itu,
diperlukan diseminasi program Gerakan Nasional Anti-Korupsi secara
terus-menurus dan disosialisasikan sejak dini kepada masyarakat, sehingga
masyarakat tahu dan mewaspadai bahaya korupsi dan dengan berani
melawan, mengadu, melaporkan praktek-praktek korupsi yang dilakukan
oleh para aparat penegak hukum serta menolak atau jangan larut terlibat
dalam suap, pungli, dan sebagainya.
Apabila masyarakat tidak dididik dan diberi kesadaran akan bahaya korupsi,
maka masyarakat akan tetap beranggapan bahwa korupsi adalah suatu
perbuatan yang wajar. Dan pada akhirnya, masyarakat akan menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuannya.
Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol6953/font-size1-
colorff0000bpenyimpangan-pelaksanaan-dalam-penegakan-
hukumbfontbrkorupsi-dan-sistem-peradilan?page=all
Pertanyaan :
1. Berikan analisis permasalahan yang terjadi dalam sistem peradilan seperti
kasus di atas menggunakan kerangka konsep negara bersusun tunggal!
Jawaban :
Negara bersusun tunggal disebut juga negara kesatuan atau negara
unitaris. Ditinjau dari segi susunannya, negara kesatuan adalah negara
yang tidak bersusunan daripada beberapa negara, melainkan negara itu
sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara di dalam
negara. Negara bersusun tunggal juga merupakan sistem pemerintahan di
mana kekuasaan negara terpusat pada pemerintah pusat tanpa adanya
otonomi yang signifikan bagi wilayah-wilayah di dalamnya. Dalam negara
kesatuan itu hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan
pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan
tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut.
Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk.
Soal 3
Negara mempunyai kekuasaan untuk menjalankan tugasnya mewujudkan
tujuan awal berdirinya negara. Masing-masing kekuasaan menjalankan peran
masing-masing agar tidak terjadi saling tindih kewajiban. Kekuasaan satu
dengan lainnya tidak boleh dirangkap oleh satu orang/lembaga.
Pertanyaan :
Dari pernyataan di atas, buatlah analisis perbandingan konsep pemisahan
kekuasaan menurut John Locke dengan Montesqueu!
Jawaban :
Analisis Perbandingan Konsep Pemisahan Kekuasaan Menurut John
Locke dan Montesquieu:
a. John Locke:
Konsep Pemisahan Kekuasaan :
Menurut John Locke, konsep pemisahan kekuasaan adalah tentang
pembagian kekuasaan antara tiga lembaga pemerintahan yang berbeda,
yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Setiap lembaga memiliki
tanggung jawab dan wewenangnya sendiri, dan tidak boleh ada
pemusatan kekuasaan pada satu lembaga atau individu.
Analisis :
Konsep pemisahan kekuasaan menurut John Locke menekankan
perlunya pembagian kekuasaan untuk mencegah penyalahgunaan dan
penyalahartian kekuasaan. Locke melihat pemisahan kekuasaan sebagai
upaya untuk melindungi hak-hak individu dan kebebasan masyarakat
dari kekuasaan absolut.
b. Montesquieu :
Konsep Pemisahan Kekuasaan :
Montesquieu mengemukakan konsep pemisahan kekuasaan yang terdiri
dari tiga kekuasaan: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ia berpendapat
bahwa ketiga kekuasaan ini harus terpisah dan saling mengawasi untuk
mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Analisis:
Montesquieu menekankan pentingnya prinsip checks and balances
dalam pemisahan kekuasaan. Ia berpendapat bahwa kekuasaan harus
saling mengendalikan agar tidak terjadi dominasi yang berlebihan.
Dalam pandangan Montesquieu, pemisahan kekuasaan juga berfungsi
sebagai mekanisme pengawasan internal yang mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah.
Perbandingan :
Kedua konsep pemisahan kekuasaan tersebut memiliki kesamaan dalam
prinsip bahwa kekuasaan harus dipisahkan agar tidak terjadi
penyalahgunaan kekuasaan.
Baik Locke maupun Montesquieu meyakini bahwa pemisahan
kekuasaan dapat melindungi hak-hak individu dan mencegah terjadinya
kekuasaan absolut.
Namun, perbedaan utama terletak pada penekanan yang diberikan oleh
masing-masing ahli. Locke lebih menekankan pada perlindungan hak-
hak individu, sementara Montesquieu lebih menekankan pada prinsip
checks and balances untuk menghindari dominasi kekuasaan.
Sumber Referensi :
Modul HKUM4209 Ilmu Negara
John Locke, "Two Treatises of Government".
Montesquieu, "The Spirit of Laws".
Modul HKUM4209 Ilmu Negara
"The Spirit of Laws" oleh Montesquieu.
"The Federalist Papers" oleh James Madison, Alexander Hamilton, dan
John Jay.