Dari pasal-pasal disimpulkan bahwa secara hukum, DPR atau Presidenlah yang mengajukan
Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang pencabutan PERPU. RUU yang diajukan itu juga
mengatur segala akibat hukum dari pencabutan PERPU. Sebagai contoh, dalam UU No. 3 Tahun
2010 tentang Pencabutan PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 3/2010”). Dalam bagian
konsiderans UU ini dikatakan bahwa PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“PERPU 4/2009”) yang
diajukan oleh Presiden tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat
Paripurna pada 4 Maret 2010. Kemudian, Presiden mengajukan RUU tentang pencabutan PERPU
4/2009. RUU tersebut disahkan dengan diterbitkannya UU 3/2010 yang mencabut dan
menyatakan PERPU 4/2009 tidak berlaku.
Sejak tahun 1945, Indonesia sendiri pernah berganti sistem pemerintahan. Indonesia pernah
menerapkan kedua sistem pemerintahan yang telah dijelaskan sebeleumnya. Selain itu terjadi
pula perubahan pokok-pokok sistem pemerintahan sejak dilakukan amandemen pada UUD 1945.
Berdasarkan UUD 1945, Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem pemerintahan
Presidensial. Namun, dalam perjalannya, Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan
parlemen karena kondisi dan alasan yang ada pada waktu itu. Berikut merupakan sistem
pemerintahan Indonesia dari tahun 1945 sampai dengan sekarang:
1. Tahun 1945 – 1949:
Sistem pemerintahan: Presidensial
Semula sistem pemerintahan yang digunakan adalah Presidensial, tetapi sebab
kedatangan sekutu (agresi militer) dan berdasarkan Maklumat Presiden No. X tanggal 16
November 1945 terjadi pembagian kekuasaan dimana kekuasaan eksekutif dipegang
oleh Perdana Menteri, maka dari itu sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem
pemerintahan parlementer.
2. Tahun 1949 – 1950:
Sistem pemerintahan: quasy parlementer
Sistem pemerintahan Indonesia saat itu adalah serikat dengan konstitusi RIS sehingga
sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak
seluruhnya diterapkan, maka sistem pemerintahan saat itu disebut sebaga quasy
parlementer.
3. Tahun 1950 – 1959:
Sistem pemerintahan: parlementer
4. Tahun 1959 – 1966:
Sistem pemerintahan: Presidensial
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang isinya mencakup:
a. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
b. Pembubaran Badan Konstitusional
c. Membentuk DPR sementara dan DPA sementara
5. Tahun 1966 – 1998:
Sistem pemerintahan: Presidensial
Pemerintahan order baru dengan tujuh kunci pokok di atas berjalan sangat stabil dan kuat.
Pemerintah memiliki kekuasaan yang besar. Akan tetapi, pemerintahan Presidensial yang
dijalankan pada era ini memiliki kelemahan pengawasan yang dilakukan oleh DPR, namun juga
memiliki kelebihan kondisi pemerintahan yang stabil.
Di akhir era order baru, muncul pergerakan untuk mereformasi sistem yang ada menuju
pemerintahan yang lebih demokratis. Untuk mewujudkan hal itu, banyak kalangan yang mulai
memahami bahwa dibutuhkan sebuah pemerintahan yang konstitusional (berdasarkan
konstitusi). Pemerintahan yang konstitusional sendiri merupakan pemerintahan yang
didalamnya terdapat pembatasan kekuasaan dan jaminan hak asasi. Menanggapai hal tersebut,
mulailah dilakukan amandemen pada UUD 1945 sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002. Berdasarkan konstitusi yang telah diamandemen ini diharapkan sistem
pemerintahan akan menjadi lebih demokratis.
Setelah Amandemen
Melalui proses amandemen yang telah diterapkan, berikut merupakan pokok-pokok sistem
pemerintahan Indonesia saat:
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara
terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik konstitusional, sedangkan sistem pemerintahan
Presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan Wakil
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bicameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibahwanya.
7. Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam sistem pemerintahan Presidensial. Beberapa variasi dari sistem
pemerintahan Presidensial sebagai berikut:
a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi Presiden meskipun secara tidak langsung.
b. Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan
dari DPR.
c. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau
persetujuan DPR.
d. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang
dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, melalui amandemen UUD 1945, tercipta pula perubahan-perubahan baru
dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem
Presidensial yang lama. Perubahan baru yang ada antara lain meliputi pula adanya pemilihan
secara langsung, sistem bicameral, mekanisme checks and balance, dan pemberian kekuasaan
yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
5. Kekuasaan Kehakiman
a. Mahkamah Agung memiliki kekuasaan kehakiman di bawahnya mulai dari tingkat
kotamadya / kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat yang berkedudukan di Ibu
Kota negara RI, Jakarta. Tingkat kehakiman di bawah Mahkamah Agung tersebut
terdiri dari peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan lingkungan
peradilan tata usaha negara. tingkatan pengadilan di bawah Mahkamah Agung,
antara lain pengadilan negeri, pengadilan tinggi, kejaksaan negeri, dan tugas
kejaksaan.
b. Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kekuasaan kehakiman cabang di bawahnya.
Oleh karena itu, MK tidak mempunyai putusan tingkat kasasi. Mahkamah Konstitusi
hanya ada satu dan bertempat di Ibu Kota Negara RI, Jakarta.
pada dasarnya, kedua lembaga hukum tertinggi di Indonesia ini mempunyai tugas,
wewenang, dan fungsi yang saling melengkapi. Dan tentu saja diharapkan dengan adanya
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, penyelenggaraan negara untuk mencapai
tujuan pembangunan nasional, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, akan lebih
mudah tercapai.
Sumber:
http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/hkum4403-ilmu-perundang-undangan/
http://www.nttonlinenow.com/new-2016/2017/07/23/penerapan-perppu-dan-
permasalahannya-secara-konstitusional/
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/3000-peraturan-pemerintah-pengganti-
undang-undang-dari-masa-ke-masa.html
https://www.kompasiana.com/arifudin.fh.uia/5636cd26f29273a805e163dc/konstitusionalitas-
presiden-dalam-membentuk-peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang?page=all
https://panmohamadfaiz.com/2007/03/18/sistem-ketatanegaraan-indonesia-pasca-
amandemen/
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/sistem-pemerintahan-indonesia-20
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/715-civic-education-langkah-berikut-
setelah-perubahan-uud-negara-republik-indonesia-1945.html
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt518228f47a2e9/perbedaan-mahkamah-
agung-dengan-mahkamah-konstitusi/
https://geotimes.co.id/opini/mk-versus-ma-dan-problem-judicial-review/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5c062fbc83162/mahkamah-konstitusi-sebagai-
negative-legislator-dan-positive-legislator/
http://jurnal.untidar.ac.id/index.php/literasihukum/article/download/754/pdf