1. Salah satu hasil kesepakatan dalam perubahan UUD 1945 adalah tetap mempertahankan
sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan Indonesia dengan melakukan pemurnian
(purifikasi).
a. Saudara jelaskan, mengapa Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem pemerintahan
dalam UUD 1945 sebelum perubahan merupakan bentuk campuran antara sistem
pemerintahan parlementer dengan sistem pemerintahan presidensial.
Jawab :
Sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensil
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan
(Parlemen) saling terkait. Hal ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para
menteri (eksekutif) terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus
memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak (mayoritas) dari
parlemen yang berarti, bahwa setiap kebijakasanaan pemerintah atau kabinet tidak
boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen. Apabila kebijakan
eksekutif (pemerintah) tidak disetujui/tidak di senangi oleh parlemen, maka
parlemen berhak mengeluarkan mosi pemecatan/pemberhentian presiden dengan
menggaungkan mosi tidak percaya kepada senat.
Sebagai sebuah negara modern, Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah
menganut atau mempraktikkan dua model sistem pemerintahan, yaitu sistem
parlementer dan sistem presidensial dalam periode yang berbeda. Sepanjang periode
1945-1959, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan tiga
konstitusi yang berbeda, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945 (1945-1949), Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat (1949-1950), dan Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950 (1950-1959). Ketika kembali ke Undang-Undang
Dasar 1945, melalui dekrit presiden 5 Juli 1959, Indonesia memakai sistem
pemerintahan presidensial dengan karakter:
(1) presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
(2) presiden langsung bertanggungjawab pada MPR; dan
(3) tidak ada masa periodesasi masa jabatan presiden.
Dengan karakter itu, Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem pemerintahan Indonesia
mengandung unsur atau karakter sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer.
Terlepas dari latar belakang itu, melihat pengaturan dalam UUD 1945 dan praktik yang
terjadi, sistem pemerintahan sebelum perubahan memang merupakan campuran
antara sistem parlementer dan sistem presidensial. Salah satu bukti kuat pencampuran
tersebut: presiden dan wakil presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi dipilih
melalui sistem perwakilan oleh MPR. Karena model tersebut, presiden sangat
tergantung kepada MPR. Padahal, dalam sistem presidensial, mandat presiden tidak
diperoleh dari parlemen, tetapi diperoleh langsung dari rakyat melalui pemilu
Dari substansi purifikasi tersebut, posisi presiden jauh lebih kuat dan lebih aman.
Misalnya,dengan pemilihan langsung, karena sama-sama mendapat mandat langsung
dari rakyat, legitimasi presiden tidak lagi di bawah lembaga perwakilan. Selain itu,
presiden tak perlu takut diberhentikan di tengah masa jabatan karena UUD 1945 hasil
perubahan mendesain pemakzulan melalui proses yang sulit dan panjang. Bahkan,
desain UUD 1945 hasil perubahan, proses pemakzulan di Indonesia lebih sulit
dibandingkan dengan proses impeachment di Amerika Serikat.
c. Jelaskan pula secara ringkas karakter sistem parlementer yang masih terdapat dalam
UUD 1945 setelah perubahan.
Jawab :
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu Karena ada beberapa pasal di
dalam UUD 1945 yang masih menjadi perdebatan diantaranya pasal lain yang
berpotensi menghambat pelaksanaan sistem Presidensial dalam UUD 1945 adalah
Pasal 11 (1): Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 11 ayat (2): Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu pasal 13 ayat (2): Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13 ayat (3): Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal tersebut tidak sesuai
dengan prinsip Sistem Presidensial, walaupun sifatnya sebatas pertimbangan, akan
tetapi keterlibatan DPR dalam masalah ini sesungguhnya telah masuk pada ranah
eksekutif.
Pasal 14 ayat (2): Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24A ayat (3): calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 24B ayat (3): Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun pemilihan presiden di
Indonesia telah dilakukan secara langsung keadaan tersebut tidak secara serta merta
akan menjamin stabilitas pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden. Dalam
beberapa
kasus ternyata Presiden masih yang dilakukan oleh DPR, meskipun Presiden mendapat
mandat secara langsung dari rakyat dan telah membentuk bangunan koalisi yang kuat
di Parlemen, ternyata praktek dalam sistem Pemerintahan Presidensial kita masih
mengandung corak parlementer, misalnya dalam kasus Bank Century dan Kasus
Angket Mafia Pajak yang pada akhirnya mentah di tengah jalan.
Dari dua kasus tersebut ternyata sistem presidensial yang diiringi dengan sistem multi
partai masih banyak menyisakan sejumlah persoalan. Sebagai contoh misalnya dalam
kasus angket Century dan Angket Mafia Pajak misalnya meskipun Partai Golkar
menyatakan bagian dari koalisi pemerintah, tetapi untuk situasi dan kondisi tetentu
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
ternyata berkarakter layaknya partai oposisi. Tetapi keadaan tersebut terbantahkan
dengan dalil bahwa sikap menyetuji Angket Century dan Angket Mafia Pajak
merupakan imlementasi dari fungsi pengawasan yang dimiliki oleh parlemen terhadap
Presiden. Tetapi di sisi lain presiden akan tetap dihadapkan pada persoalan tingginya
tingkat ketergantungan terhadap Parlemen. Walaupun dalam sistem pemerintahan
presidensial tidak dikenal istilah koalisi karena presiden dan wakil presiden langsung
mendapat mandat dari rakyat, namun dalam sistem presidensial Indonesia sebuah
keniscayaan untuk melakukan koalisi karena sistem pemerintahan kita tidak diikuti
dengan sistem kepartaian dengan dua partai seperti yang dipraktikkan di Amerika
Serikat. Di Amerika Serikat partai pemenang pemilu otomatis menjadi partai berkuasa
sedangkan partai yang kalah otomatis menjadi partai oposisi, sehingga sangat mudah
untuk menentukan apakah partai berkuasa sukses menjalankan amanat rakyat atau
tidak. Keadaan ini berbeda dengan apa yang diparktikkan di Indonesia dengan sistem
presidensial yang diikuti dengan sistem multi partai sangat sulit kita untuk
menentukan kegagalan penyelenggaraan pemerintahan kepada satu partai saja,
katakanlah pemerintahan SBY dan Boediono dianggap gagal, tetapi tidak serta merta
kegagagaan ini merupakan kegagalan dari partai demokrat karena pengangkatan
Menteri-menteri tidak didasarkan kompetensi pribadi (zaken cabinet), melainkan
didasarkan pada akomodasi kepentingan partai-partai yang menyatakan dukungan
terhadap pemerintah. Sehingga keadaan ini menyebabkan tingginya tingkat
ketergantungan presiden terhadap parlemen yang merupakan ciri dari pemerintahan
parlementer sehingga corak sistem pemerintahan kita presidensial yang berkarakter
parlementer.
Meskipun telah dilakukan upaya purifikasi terhadap sistem presidensial namun, dalam
beberapa praktek ketatanegaraan, kita masih melihat karakter parlementer.
Kenyataan tersebut terlihat jelas dalam relasi antara presiden dengan parlemen yang
masih menampakkan karakter parlementer terutama dalam kaitan antara sistem
pemerintahan presidensial yang tidak diikuti dengan sistem dwi partai.
c. Saudara jelaskan keberadaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dari aspek hukum tata
negara.
Jawab :
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini menegaskan memberlakukan kembali UUD 1945
sebagai konstitusi Indonesia. Jika dibuat dalam periodisasi, Dekrit Presiden 5 Juli
adalah periode keempat sejarah konstitusi Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Periode pertama 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, meggunakan UUD 1945.
Periode kedua, penggunaan Konstitusi RIS, mulai 27 Desember 1949 hingga 17 Agutus
1950. Periode ketiga, 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, menggunakan UUD Sementara.
Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli tak bisa dilepaskan dari kegagalan Konstituante
membentuk sebuah UUD baru pengganti UUD Sementara 1950. Konstituante gagal
mencapai kata sepakat karena tak ada satu kekuatan politik di Konstituante
mendapatkan 2/3 suara yang hadir.
Satu kekuatan hanya bisa mendapatkan lebih dari sepertiga tetapi tak sampai dua
pertiga. Anggota Konstituante terbelah mengenai paham kenegaraan yang hendak
diterapkan dalam konstitusi. Ada juga yang menganggap Dekrit 5 Juli lahir karena
momentumnya pas untuk melontarkan gagasan Demokrasi Terpimpin.
Lalu, apakah Dekrit Presiden itu konstitusional? Krisna Harahap, dalam bukunya
Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke-5 (2009) menyebutkan Dekrit
adalah ‘suatu cara yang tidak konstitusional’ yang ditempuh pemerintahan Soekarno
setelah melihat kenyataan gagalnya Konstituante.
Dalam buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (1988), dua dosen Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, menyebutkan
dasar hukum Dekrit 5 Juli adalah staatsnoodrecht. Hal ini sama dengan pendapat
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Orde Baru seperti bisa dibaca
dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR Mengenai
Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan
Republik Indonesia.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
Staatsnoodrechtadalah sebutan untuk hukum tata negara darurat. Istilah ini merujuk
pada keadaan darurat negara. Menurut Mr. Herman Sihombing, dalam bukunya
Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia (edisi 1996), dalam pengertian subjektif
hukum tata negara darurat, kewenangan penguasa negara untuk menyatakan adanya
bahaya meskipun belum atau tidak ada aturan tertulis untuk itu terlebih dahulu.
Jadi, keleluasaan penguasa atau pemerintah negara selaku subjek hukum tata negara
pendukung dan badan utama yang berhak dalam keadaan darurat itu. Ada atau tidak
sungguh-sungguh bahaya itu, pemerintah diberi hak kekuasaan untuk menyatakan
adanya bahaya.
Dalam Lampiran TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 disebutkan bahwa Dekrit 5 Juli 1959
merupakan salah satu dari sumber tertib hukum. Ia menjadi ‘sumber hukum’ bagi
berlakunya kembali UUD 1945, sejak 5 Juli 1959. Ia dikeluarkan ‘atas dasar hukum
darurat negara’ mengingat keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan
dan keselamatan negara, nusa, dan bangsa.
Disebutkan pula bahwa “Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 itu merupakan suatu tindakan
darurat, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat
Indonesia, terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilihan umum (1955) secara
aklamasi pada 22 Juli 1959”.
3. Dalam bentuk negara kesatuan, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sering
mengalami tarik menarik wewenang antara kedua tingkatan pemerintahan.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Desentralisasi dan Sentralisasi !
Jawab :
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, desentralisasi
adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi..
Perbedaan negara kesatuan sentralisasi dan desentralisasi yaitu di negara dengan
sentralisasi, semua aspek diatur langsung oleh pemerintah pusat tanpa adanya campur
tangan dari pemerintah daerah. Sementara itu, negara kesatuan desentralisasi
bermakna pemerintah daerah dapat menjalankan peraturan pemerintah pusat.
Sedangkan menurut J.T van den Berd, keuntungan jika suatu pemerintahan
menerapkan asas sentralisasi adalah :
a. Politik yang terjadi dimasa orde lama dapat dikatakan sebagai pencarian jati diri
bangsa indonesia karena negara ini melalui banyak proses yang sangat panjang,
setelah proklamasi di umumkan tugas negara terus bercuat untuk segera
diselesaikan dari mulai penyusunan badan negara hingga memberantas
pemberontakan sekutu yang datang dari dalam negeri kita sendiri.
b. Dasar ilmu politik tersebut menjadi bentuk demokrasi konsitusional, bentuk
demokrasi terpimpin, bentuk demokrasi pancasila dan bentuk demokrasi
reformasi.
c. Setelah President Soekarno turun dari Jabatannya maka berakhirlah masa orde
lama, kepempimpinan itu diserahkan kembali kepada Jendral Soeharto.
d. Pemerintahan saat itu menanamkan era kepemimpinan masa orde baru konsefrasi
penyelenggaran sistem pemerintahan pun menitikberatkan pada aspek kestabilan
politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
e. Untuk mencapai titik tersebut pemerintah melakukan upaya pembenahan sistem
keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sistem yang
menonjol.
c. Jelaskan latar belakang terjadinya otonomi daerah yang tidak seragam (asimetrycal
autonomy)di Indonesia ?
Jawab :
Latar Belakang Otonomi Daerah secara Internal dan Eksternal
Latar belakang otonomi daerah di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dapat
dilihat dari2 aspek, yaitu aspek internal yakni kondisi yang terdapat dalam negara
Indonesia yangmendorong penerapan otonomi daerah di Indonesia dan aspek
eksternal yakni faktor dari luar negara Indonesia yang mendorong dan mempercepat
implementasi otonomi daerah diIndonesia. Latar belakang otonomi daerah secara
internal, timbul sebagai tuntutan atas buruknya pelaksanaan mesin pemerintahan
yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat kesenjangandan ketimpangan yang
cukup besar antara pembangunan yang terjadi di daerah dengan pembangunan yang
dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya Ibukota Jakarta. Kesenjangan ini pada
gilirannya meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian hari justru telah
melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka kriminalitas dan sulitnya
penataankota di daerah Ibukota. Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintahan yang
sentralistik juga didorong oleh massifnya eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di
daerah-daerah yang kaya akan sumber dayaalam. Eksploitasi kekayaan alam di daerah
kemudian tidak berbanding lurus dengan optimalisasi pelaksanaan pembangunan di
daerah tersebut. Bahkan pernah mencuat adanya dampak negatif dari proses
eksploitasi sumber daya alam terhadap masyarakat lokal. Hal inilah yang mendorong
lahirnya tuntutan masyarakat yang mengingingkan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus daerah sendiri dan menjadi salah satu latar belakang otonomi daerahdi
Indonesia.
Selain latar belakang otonomi daerah secara internal sebagaimana dimaksud diatas,
ternyata juga terdapat faktor eksternal yang menjadi latar belakang otonomi daerah di
Indonesia. Faktor eksternal yang menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi daerah
di Indonesia adalah adanya keinginan modal asing untuk memassifkan investasinya di
Indonesia. Dorongan internasional mungkin tidak langsung mengarah kepada
dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat
berkepentingan untuk melakukan efisiensi dan biaya investasi yang tinggi sebagai
akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang panjang. Agenda reformasi jelas
menjanjikan hal itu, yakni terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan yang
sarat dengan KKN menjadi pemerintahan yang bersih dan pada gilirannyaakan lebih
terbuka terhadap investasi asing
Namun, hal ini hanyalah referensi pada fakta bahwa kerangka awal demokrasi
liberal modern diciptakan selama Zaman Pencerahan oleh para filsuf yang
menganjurkan kebebasan. Mereka menekankan hak individu untuk memiliki
kekebalan dari penggunaan wewenang yang sewenang-wenang. Saat ini, ada banyak
ideologi politik berbeda yang mendukung demokrasi liberal. Contohnya
konservatisme, Demokrasi Kristen, demokrasi sosial dan beberapa bentuk sosialisme.
Setelah periode ekspansi yang berkelanjutan sepanjang abad ke-20, demokrasi
liberal menjadi sistem politik yang dominan di dunia. Demokrasi liberal di tandai
dengan :
1. Pemilihan umum antara beberapa partai politik yang berbeda.
Salah satu gagasan dari demokrasi liberal adalah pembuatan keputusan paling
kuat dalam komunitas politik harus dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum yang
bersifat bebas dan kompetitif.
Demokrasi liberal dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk
konstitusional seperti monarki konstitusional ataupun republik. Dalam sistem
demokrasi liberal juga memiliki sistem parlementer, sistem presidensial, atau sistem
semi-presidensial.
Demokrasi memiliki hak pilih universal yang mana memberikan semua warga
negara dewasa hak untuk memilih tanpa memandang etnis, jenis kelamin,
kepemilikan properti, ras, usia, seksualitas, dan lain sebagainya. Konstitusi demokrasi
liberal mendefinisikan karakter demokrasi bangsa. Tujuan konstitusi dipandang
sebagai batasan kewenangan dari pemerintah terhadap rakyat.
2. Pemisahan kekuasaan menjadi cabang-cabang pemerintah yang berbeda.
Demokrasi liberal menekankan pemisahan kekuasaan, peradilan yang
independen dan sistem checks and balances antara cabang-cabang pemerintahan dan
media memainkan peran keempat.
3. Supremasi hukum dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari masyarakat
terbuka.
Demokrasi liberal cenderung menekankan pentingnya mengikuti prinsip
supremasi hukum. Kewenangan pemerintah secara sah dilaksanakan hanya sesuai
dengan hukum tertulis yang diungkapkan kepada publik yang diadopsi dan ditegakkan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
b. Jelaskan secara ringkas sekurang-kurangnya tiga praktik ketatanegaraan yang
merupakan penyimpangan atas UUD 1945 dalam periode 1959-1966! Penjelasan
Saudara disertai dengan menyebutkan dasar yuridis (pasal-pasal) yang disimpangi
tersebut.
Jawab :
Periode UUD 1945 (1945-1949)
Penyimpangan yang terjadi, antara lain :
Periode Berlakunya Kembali UUD 1945 pada Pemerintahan Orde Lama (1959-1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling
tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah
satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar,
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua
DPA menjadi Menteri Negara.
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada
masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan
Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin
membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen
Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala
tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai
awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan?
Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan
sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama
dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya
kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu,
kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan
luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh
tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan
tidak merubah UUD 1945.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
5. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD 1945 merupakan
dasar hukum tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia sampai saat ini.
Pada kurun waktu 1999-2002 UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen)
yang mengubah susunan lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
a. Jelaskan metode dan tata cara perubahan sebuah Undang-undang Dasar (konstitusi)
Jawab :
b. Jelaskan perbedaan materi muatan UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan
khususnya terkait dengan cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif?
Jawab :
d. jelaskan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengubah UUD 1945
berikut tata cara perubahan dimaksud?
Jawab :
6. Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang akan menduduki
kursi/jabatan. Pemilihan umum ini diadakan untuk mewujudkan negara yang demokrasi,
di mana para pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak.
a. Jelaskan dasar hukum dari pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia?
Jawab :
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum telah menetapkan
Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelanggara pemilihan umum yang anggotanya
terdiri dari wakil-wakil partai politik peserta pemilihan umum dan wakil pemerintah.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai
landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak, dengan membentuk Undang-
Undang tentang pemilihan Umum.
- Dasar hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 1 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6,
Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal
22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Dalam Undang-Undang ini dibentuk dengan dasar menyederhanakan dan
menyelaraskan serta menggabungkan pengaturan Pemilu yang termuat dalam tiga
Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
kelembagaan yang melaksanakan_Pemilu, yakni KPU, Bawaslu, serta DKPP. Kedudukan
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
ketiga lembaga tersebut diperkuat dan diperjelas tugas dan fungsinya serta
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Penguatan kelembagaan dimaksudkan untuk dapat menciptakan Penyelenggaraan
pemilu yang lancar, sistematis, dan demokratis. secara umum undang-Undang iiri
mengatur mengenai penyelenggara Pemilu, pelaksanaan Pemilu, pelanggaraan Pemilu
dan sengketa Pemilu, serta tindak pidana Pemilu.
b. Apakah perbedaan dari sistem dan tata cara pemilihan Presiden dan pemilihan Kepala
Daerah?
Jawab :
c. Jelaskan perbedaan tugas dan fungsi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas
Pemilihan Umum?
Jawab :