Anda di halaman 1dari 17

UJIAN AKHIR SEMESTER

HUKUM TATA NEGARA


Pembahasan oleh Rini Fitria Morfi

1. Salah satu hasil kesepakatan dalam perubahan UUD 1945 adalah tetap mempertahankan
sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan Indonesia dengan melakukan pemurnian
(purifikasi).
a. Saudara jelaskan, mengapa Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem pemerintahan
dalam UUD 1945 sebelum perubahan merupakan bentuk campuran antara sistem
pemerintahan parlementer dengan sistem pemerintahan presidensial.
Jawab :
Sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensil
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan
(Parlemen) saling terkait. Hal ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para
menteri (eksekutif) terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus
memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak (mayoritas) dari
parlemen yang berarti, bahwa setiap kebijakasanaan pemerintah atau kabinet tidak
boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen. Apabila kebijakan
eksekutif (pemerintah) tidak disetujui/tidak di senangi oleh parlemen, maka
parlemen berhak mengeluarkan mosi pemecatan/pemberhentian presiden dengan
menggaungkan mosi tidak percaya kepada senat.

2. Sistem Pemerintahan Presidensil


Salah satu karakter sistem pemerintahan presidensial yang utama adalah
presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Dalam kekuasaan eksekutif, sebagai kepala pemerintah, Presiden
memegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. Presiden memilih dan mengangkat
menteri anggota kabinet dan berperan penting dalam pengambilan keputusan di
dalam kabinet, tanpa bergantung kepada lembaga legislatif. Karakter sistem
presidensial dapat juga dilihat dari pola hubungan antara lembaga eksekutif
(presiden) dengan lembaga legislatif, dimana adanya pemilihan umum yang
terpisah untuk memilih presiden dan anggota legislatif. Sistem presidensial
membawa ciri yang kuat pada pemisahan kekuasaan, dimana badan eksekutif dan
badan legislatif bersifat independen satu sama lain. Selain itu, cirikhas sistem
pemerintahan presidensil adalah, adanya lembaga kepresidenan yang terdiri dari;
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Kabinet (terdiri dari Menteri dan kepala badan/dapertemen dan non
dapertemen)
c. Kepala Staff Presiden (KSP)

Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia


1. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Konstitusi RIS.
Secara singkat Sistem Pemerintahan Indonesia menurut Konstitusi RIS
adalah Sistem Pemerintahan Indonesia Parlementer yang tidak murni. Karena pada
pasal 118 Konstitusi RIS antara lain menegaskan:
a. Presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan
baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing- masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
Ketentuan pasal ini menunjukkan bahwa RIS mempergunakan sistem
pertanggungjawaban Menteri. Kendatipun demikian dalam pasal 122 Konstitusi RIS
juga dinyatakan bahwa DPR tidak dapat memaksa kabinet atau masing-masing
Menteri untuk meletakkan jabatannya.
2. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS)
1950
Sistem pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950 masih malanjutkan
Konstitusi RIS. Hal ini disebabkan UUDS Parlementer Dalam Sistem Presidensial
Indonesia, pada hakikatnya merupakan hasil amandemen dari konstitusi RIS
dengan menghilangkan pasal-pasal yang bersifat federalis. Di dalam pasal 83 UUDS
1950 dinyatakan:
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan
baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri.
Berkaitan dengan pasal di atas, pasal 84 UUDS 1950 menyatakan bahwa Presiden
berhak membubarkan DPR. Keputusan Presiden yang menyatakan pembubaran itu
memerintah pula untuk mengadakan pemilihan Presiden baru dalam 30 hari.
Konstruksi pasal semacam ini mengingatkan pada sistem parlementer yang tidak
murni.
3. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Sebelum Amandemen
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diamandemen
tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negaratersebut sebagai
berikut:
a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
b. Sistem Konstitusional.
c. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
d. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
f. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan
Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri
dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada
lembaga kepresidenan.
4. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Undang- Undang Dasar Negara Repubik
Indonesia Tahun 1945 Sesudah Amandemen.
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi.
Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen keempat tahun
2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan beberapa perubahan seiring
dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
pemerintahan baru di harapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah di lakukannya
Pemilu 2004.

Sebagai sebuah negara modern, Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah
menganut atau mempraktikkan dua model sistem pemerintahan, yaitu sistem
parlementer dan sistem presidensial dalam periode yang berbeda. Sepanjang periode
1945-1959, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan tiga
konstitusi yang berbeda, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945 (1945-1949), Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat (1949-1950), dan Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950 (1950-1959). Ketika kembali ke Undang-Undang
Dasar 1945, melalui dekrit presiden 5 Juli 1959, Indonesia memakai sistem
pemerintahan presidensial dengan karakter:
(1) presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
(2) presiden langsung bertanggungjawab pada MPR; dan
(3) tidak ada masa periodesasi masa jabatan presiden.
Dengan karakter itu, Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem pemerintahan Indonesia
mengandung unsur atau karakter sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer.

b. Jelaskan bentuk-bentuk pemurnian sistem presidensial yang dilakukan MPR selama


perubahan yang berlangsung tahun 1999-2002.
Jawab :
Sepanjang periode 1999-2002, ketika mengubah UUD 1945, MPR sepakat untuk tetap
mempertahankan sistem pemerintahan presidensial. Kuat dugaan, kesepakatan
tersebut dilakukan karena munculnya wacana untuk kembali menimbang sistem
parlementer dalam perubahan UUD 1945. Sekiranya dugaan itu benar, maka salah satu
alasan di balik kesepakatan itu: trauma jatuh-bangunnya praktik sistem parlementer
1946-1959.

Terlepas dari latar belakang itu, melihat pengaturan dalam UUD 1945 dan praktik yang
terjadi, sistem pemerintahan sebelum perubahan memang merupakan campuran
antara sistem parlementer dan sistem presidensial. Salah satu bukti kuat pencampuran
tersebut: presiden dan wakil presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi dipilih
melalui sistem perwakilan oleh MPR. Karena model tersebut, presiden sangat
tergantung kepada MPR. Padahal, dalam sistem presidensial, mandat presiden tidak
diperoleh dari parlemen, tetapi diperoleh langsung dari rakyat melalui pemilu

Karena itu, meski sepakat mempertahankan sistem presidensial, MPR melakukan


pemurnian (purifikasi) dari model dan pengaturan dalam UUD 1945 sebelum
perubahan. Secara umum, upaya purifikasi sistem presidensial yang dilakukan berupa:
(1) mengubah pemilihan presiden/wakil presiden dari pemilihan dengan sistem
perwakilan menjadi pemilihan langsung;
(2) membatasi periodesasi masa jabatan presiden/wakil presiden;
(3) memperjelas proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden; dan
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
(4) menata ulang lembaga perwakilan rakyat.

Dari substansi purifikasi tersebut, posisi presiden jauh lebih kuat dan lebih aman.
Misalnya,dengan pemilihan langsung, karena sama-sama mendapat mandat langsung
dari rakyat, legitimasi presiden tidak lagi di bawah lembaga perwakilan. Selain itu,
presiden tak perlu takut diberhentikan di tengah masa jabatan karena UUD 1945 hasil
perubahan mendesain pemakzulan melalui proses yang sulit dan panjang. Bahkan,
desain UUD 1945 hasil perubahan, proses pemakzulan di Indonesia lebih sulit
dibandingkan dengan proses impeachment di Amerika Serikat.

c. Jelaskan pula secara ringkas karakter sistem parlementer yang masih terdapat dalam
UUD 1945 setelah perubahan.
Jawab :
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu Karena ada beberapa pasal di
dalam UUD 1945 yang masih menjadi perdebatan diantaranya pasal lain yang
berpotensi menghambat pelaksanaan sistem Presidensial dalam UUD 1945 adalah
Pasal 11 (1): Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 11 ayat (2): Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain itu pasal 13 ayat (2): Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13 ayat (3): Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal tersebut tidak sesuai
dengan prinsip Sistem Presidensial, walaupun sifatnya sebatas pertimbangan, akan
tetapi keterlibatan DPR dalam masalah ini sesungguhnya telah masuk pada ranah
eksekutif.
Pasal 14 ayat (2): Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24A ayat (3): calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 24B ayat (3): Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun pemilihan presiden di
Indonesia telah dilakukan secara langsung keadaan tersebut tidak secara serta merta
akan menjamin stabilitas pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden. Dalam
beberapa
kasus ternyata Presiden masih yang dilakukan oleh DPR, meskipun Presiden mendapat
mandat secara langsung dari rakyat dan telah membentuk bangunan koalisi yang kuat
di Parlemen, ternyata praktek dalam sistem Pemerintahan Presidensial kita masih
mengandung corak parlementer, misalnya dalam kasus Bank Century dan Kasus
Angket Mafia Pajak yang pada akhirnya mentah di tengah jalan.
Dari dua kasus tersebut ternyata sistem presidensial yang diiringi dengan sistem multi
partai masih banyak menyisakan sejumlah persoalan. Sebagai contoh misalnya dalam
kasus angket Century dan Angket Mafia Pajak misalnya meskipun Partai Golkar
menyatakan bagian dari koalisi pemerintah, tetapi untuk situasi dan kondisi tetentu
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
ternyata berkarakter layaknya partai oposisi. Tetapi keadaan tersebut terbantahkan
dengan dalil bahwa sikap menyetuji Angket Century dan Angket Mafia Pajak
merupakan imlementasi dari fungsi pengawasan yang dimiliki oleh parlemen terhadap
Presiden. Tetapi di sisi lain presiden akan tetap dihadapkan pada persoalan tingginya
tingkat ketergantungan terhadap Parlemen. Walaupun dalam sistem pemerintahan
presidensial tidak dikenal istilah koalisi karena presiden dan wakil presiden langsung
mendapat mandat dari rakyat, namun dalam sistem presidensial Indonesia sebuah
keniscayaan untuk melakukan koalisi karena sistem pemerintahan kita tidak diikuti
dengan sistem kepartaian dengan dua partai seperti yang dipraktikkan di Amerika
Serikat. Di Amerika Serikat partai pemenang pemilu otomatis menjadi partai berkuasa
sedangkan partai yang kalah otomatis menjadi partai oposisi, sehingga sangat mudah
untuk menentukan apakah partai berkuasa sukses menjalankan amanat rakyat atau
tidak. Keadaan ini berbeda dengan apa yang diparktikkan di Indonesia dengan sistem
presidensial yang diikuti dengan sistem multi partai sangat sulit kita untuk
menentukan kegagalan penyelenggaraan pemerintahan kepada satu partai saja,
katakanlah pemerintahan SBY dan Boediono dianggap gagal, tetapi tidak serta merta
kegagagaan ini merupakan kegagalan dari partai demokrat karena pengangkatan
Menteri-menteri tidak didasarkan kompetensi pribadi (zaken cabinet), melainkan
didasarkan pada akomodasi kepentingan partai-partai yang menyatakan dukungan
terhadap pemerintah. Sehingga keadaan ini menyebabkan tingginya tingkat
ketergantungan presiden terhadap parlemen yang merupakan ciri dari pemerintahan
parlementer sehingga corak sistem pemerintahan kita presidensial yang berkarakter
parlementer.
Meskipun telah dilakukan upaya purifikasi terhadap sistem presidensial namun, dalam
beberapa praktek ketatanegaraan, kita masih melihat karakter parlementer.
Kenyataan tersebut terlihat jelas dalam relasi antara presiden dengan parlemen yang
masih menampakkan karakter parlementer terutama dalam kaitan antara sistem
pemerintahan presidensial yang tidak diikuti dengan sistem dwi partai.

2. Dalam 15 tahun (1945-1960) kemerdekaan Indonesia, banyak peristiwa ketatanegaraan


yang memengaruhi sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia setelahnya.
a. Saudara jelaskan implikasi Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945 terhadap
praktik ketatanegaraan dalam tahun-tahun pertama kemerdekaan Indonesia.
Jawab :
keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang
mengubah kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi lembaga
legislatif yang sejajar dengan Presiden. Maklumat ini juga mengamanatkan
pembentukan Badan Pekerja (BP) KNIP untuk melaksanakan tugas sehari-hari KNIP.
BP KNIP inilah yang mengusulkan untuk mengubah sistem pemerintahan dari sistem
Presidensiil menjadi sistem Parlementer. Usul ini disetujui oleh pemerintah melalui
Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November 1945. Pergantian sistem
pemerintahan ini dilakukan dengan tidak melakukan perubahan terhadap Undang-
undang Dasar 1945.
implikasi perubahan UUD 1945 terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.
Pertama, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan
pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Penghapusan sistem lembaga tertinggi negara
adalah upaya logis untuk keluar dari perangkap design ketatanegaraan yang rancu
dalam menciptakan mekanisme check and balances di antara lembaga-lembaga negara.
Selama ini, model MPR sebagai “pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya” telah
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
menjebak Indonesia dalam pemikiran-pemikiran kenegaraan yang berkembang pasca-
abad pertengahan untuk membenarkan kekuasaan yang absolut. Model supremasi
MPR lebih dekat kepada teori Jean Bodin bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi
terhadap warga negara tanpa ada pembatasan bersifat ‘tunggal’, ‘asli’, ‘abadi’, dan
‘tidak dapat dibagi-bagi’.
Perubahan ini dapat dilihat dari adanya keberanian untuk “memulihkan” kedaulatan
rakyat dengan mengamandemen Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah
di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR menjadi kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Perubahan ini diikuti dengan langkah
besar lainnya yaitu dengan melakukan amandemen terhadap Pasal 2 ayat (1) UUD
1945 dari MPR terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah (UD) dan golongan-golongan (UG)
menjadi MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
yang dipilih melalui pemilihan umum. Perubahan terhadap ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berimplikasi pada reposisi peran
MPR dari lembaga tertinggi negara (supreme body) menjadi sebatas sidang gabungan
(joint session) antara DPR-RI dan DPD-RI.
Kedua, hapusnya sistem unikameral dengan supremasi MPR dan munculnya sistem
bikameral. Dalam sistem bikameral, masing-masing kamar mencerminkan jenis
keterwakilan yang berbeda yaitu DPR merupakan representasi penduduk sedangkan
DPD merupakan representasi wilayah (daerah). Perubahan ini terjadi menjadi sebuah
keniscayaan karena selama ini Utusan Daerah dalam MPR tidak ikut membuat
keputusan politik nasional dalam peringkat undang-undang. Menurut Ramlan Surbakti
keterwakilan daerah dalam MPR sangat tidak efektif dalam mewujudkan aspirasi dan
kepentingan daerah.
Selain alasan itu, kehadiran DPD sekaligus memberikan alternatif solusi atas pola
penataan sistem politik sentralistik sepanjang lima dasawarsa terakhir. Babak baru
perjalanan sistem ketatanegaraan akan jauh lebih bermakna ketika devolusi dan
dekonsentrasi menjadi ciri inheren dalam melahirkan kebijakan publik karena
berkorelasi positif dengan perluasan partisipasi melalui keberadaan DPD.[11] Banyak
kalangan berharap sistem bikameral dapat menciptakan keseimbangan antara
lembaga-lembaga negara sehingga mekanisme checks and balances berjalan tanpa
adanya sebuah lembaga yang mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari yang lainnya.
Ketiga, perubahan proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dari sistem
perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung. Perubahan ini tidak terlepas
pengalaman “pahit” yang terjadi pada proses pengisian jabatan Presiden dan Wakil
Presiden selama Orde Baru dan pemilihan Presiden tahun 1999. Paling tidak ada
empat alasan mendasar (raison d’etre) pergantian ini.
1. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung akan
mendapat mandat dan dukungan yang lebih riil rakyat sebagai wujud kontrak
sosial antara pemilih dengan tokoh yang dipilih. Kemauan orang-orang yang
memilih (volonte generale) akan menjadi pegangan bagi Presiden dan Wakil
Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya.
2. Pemilihan langsung secara otomatis akan menghindari intrik-intrik politik dalam
proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Intrik politik akan dengan mudah
terjadi dalam sistem multipartai. Apalagi kalau pemilihan umum tidak
menghasilkan partai pemenang mayoritas, maka tawar-tawar politik menjadi
sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan. Sekadar contoh, kegagalan Megawati
menjadi Presiden pada SU MPR tahun 1999 memberikan “kesadaran baru” bahwa
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
sistem perwakilan dalam pengisian Presiden memberikan peluang yang sangat
besar kepada kekuatan-kekuatan politik di MPR untuk mengkhianati keinginan
sebagian besar rakyat Indonesia. Kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilihan
umum tahun 1999 dapat berarti bahwa sebagian besar volonte generale sudah
“mendaulat” Megawati untuk memimpin Indonesia. Tetapi karena adanya
pertimbangan-pertimbangan politik sesaat hasil pemilihan Presiden pada tahun
1999 menjadi sebuah ironi politik dalam proses pertumbuhan demokrasi di
Indonesia.
3. Pemilihan langsung akan memberikan kesempatan yang luas kepada rakyat untuk
menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain.
Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan antara
aspirasi rakyat dengan wakilnya. Ini semakin diperparah oleh dominannya
pengaruh partai politik yang telah mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil
partai politik (political party representation).
4. Pemilihan langsung dapat menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan
dalam penyelenggaraan negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks
and balances antara Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama
dipilih oleh rakyat. Selama ini, yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia, MPR menjadi sumber kekuasaan dalam negara karena adanya
ketentuan bahwa lembaga ini adalah pemegang kedaulatan rakyat. Kekuasaan
inilah yang dibagi-bagikan secara vertikal kepada lembaga-lembaga tinggi negara
lain termasuk kepada Presiden. Akibatnya, kelangsungan kedudukan Presiden
sangat tergantung kepada MPR.

b. Jelaskan implikasi pemberlakuan Konstitusi RIS 1949 terhadap praktik ketatanegaraan


Indonesia periode 1949-1950.
Jawab :
Dalam kondisi Indonesia yang baru saja menyatakan kemerdekaan, Belanda
berkeinginan untuk berkuasa lagi di Indonesia, melalui Agresi I tahun 1947 dan Agresi
II tahun 1948. Karena perlawanan sengit bangsa Indonesia, Belanda gagal menguasai
Indonesia. Tahun1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Salah satu hasil KMB yaitu mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat. Rancangan
naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat juga diputuskan dalam KMB dan
disepakati mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949.
Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Negara Republik
Indonesia (RI) secara hukum masih tetap ada. Negara RI berubah status menjadi salah
satu negara bagian dari Negara RIS. Undang-Undang Dasar 1945 yang semula berlaku
untuk seluruh wilayah Indonesia mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku
dalam wilayah Negara Bagian Republik Indonesia saja.
Negara RIS dengan Konstitusi RIS nya berlangsung sangat pendek sekali karena
memang tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan yang menghendaki negara
kesatuan, tidak menginginkan negara dalam negara, sehingga beberapa negara bagian
meleburkan diri lagi dengan Republik Indonesia. Semangat kebersamaan ini nampak
dengan adanya Penetapan Presiden RIS tentang penggabungan negara-negara bagian
ke Republik Indonesia, yaitu:
a) Tanggal 9 Maret Negara bagian dan daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura,
Subang, dan Padang masuk ke dalam Republik Indonesia.
b) Tanggal 11 Maret 1950, memasukkan Negara Pasundan menjadi daerah Republik
Indonesia.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
c) Tanggal 24 Maret 1950, memasukkan Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan
menjadi daerah Republik Indonesia.
d) Tanggal 4 April 1950, Bangka , Belitung, Riau, Banjar, Dayak Besar, Kota Waringin,
Kalimantan Tenggara masuk dalam daerah Republik Indonesia.
Sehingga hanya Negara bagian Indonesia Timur dan Negara bagian Sumatera Timur
saja yang belum masuk ke dalam Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Pada tanggal 19 Mei 1950 disusunlah Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS yang
sekaligus mewakili Negara bagian Indonesia Timur menyatakan menyetujui
membentuk Negara kesatuan. Dan tindak lanjut dari Piagam Persetujuan tersebut
terbentuklah Negara Kesatuan dengan berdasar Undang-Undang Dasar Sementara
1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Noor Ms Bakry, 2001: 34).

c. Saudara jelaskan keberadaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dari aspek hukum tata
negara.
Jawab :
Salah satu peristiwa besar dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini menegaskan memberlakukan kembali UUD 1945
sebagai konstitusi Indonesia. Jika dibuat dalam periodisasi, Dekrit Presiden 5 Juli
adalah periode keempat sejarah konstitusi Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.

Periode pertama 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, meggunakan UUD 1945.
Periode kedua, penggunaan Konstitusi RIS, mulai 27 Desember 1949 hingga 17 Agutus
1950. Periode ketiga, 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, menggunakan UUD Sementara.

Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli tak bisa dilepaskan dari kegagalan Konstituante
membentuk sebuah UUD baru pengganti UUD Sementara 1950. Konstituante gagal
mencapai kata sepakat karena tak ada satu kekuatan politik di Konstituante
mendapatkan 2/3 suara yang hadir.

Satu kekuatan hanya bisa mendapatkan lebih dari sepertiga tetapi tak sampai dua
pertiga. Anggota Konstituante terbelah mengenai paham kenegaraan yang hendak
diterapkan dalam konstitusi. Ada juga yang menganggap Dekrit 5 Juli lahir karena
momentumnya pas untuk melontarkan gagasan Demokrasi Terpimpin.

Lalu, apakah Dekrit Presiden itu konstitusional? Krisna Harahap, dalam bukunya
Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke-5 (2009) menyebutkan Dekrit
adalah ‘suatu cara yang tidak konstitusional’ yang ditempuh pemerintahan Soekarno
setelah melihat kenyataan gagalnya Konstituante.

Dalam buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (1988), dua dosen Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, menyebutkan
dasar hukum Dekrit 5 Juli adalah staatsnoodrecht. Hal ini sama dengan pendapat
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Orde Baru seperti bisa dibaca
dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR Mengenai
Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan
Republik Indonesia.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
Staatsnoodrechtadalah sebutan untuk hukum tata negara darurat. Istilah ini merujuk
pada keadaan darurat negara. Menurut Mr. Herman Sihombing, dalam bukunya
Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia (edisi 1996), dalam pengertian subjektif
hukum tata negara darurat, kewenangan penguasa negara untuk menyatakan adanya
bahaya meskipun belum atau tidak ada aturan tertulis untuk itu terlebih dahulu.

Jadi, keleluasaan penguasa atau pemerintah negara selaku subjek hukum tata negara
pendukung dan badan utama yang berhak dalam keadaan darurat itu. Ada atau tidak
sungguh-sungguh bahaya itu, pemerintah diberi hak kekuasaan untuk menyatakan
adanya bahaya.
Dalam Lampiran TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 disebutkan bahwa Dekrit 5 Juli 1959
merupakan salah satu dari sumber tertib hukum. Ia menjadi ‘sumber hukum’ bagi
berlakunya kembali UUD 1945, sejak 5 Juli 1959. Ia dikeluarkan ‘atas dasar hukum
darurat negara’ mengingat keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan
dan keselamatan negara, nusa, dan bangsa.

Disebutkan pula bahwa “Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 itu merupakan suatu tindakan
darurat, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat
Indonesia, terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilihan umum (1955) secara
aklamasi pada 22 Juli 1959”.

3. Dalam bentuk negara kesatuan, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sering 
mengalami tarik menarik wewenang antara kedua tingkatan pemerintahan.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Desentralisasi dan Sentralisasi !
Jawab :
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, desentralisasi
adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi..
Perbedaan negara kesatuan sentralisasi dan desentralisasi yaitu di negara dengan
sentralisasi, semua aspek diatur langsung oleh pemerintah pusat tanpa adanya campur
tangan dari pemerintah daerah. Sementara itu, negara kesatuan desentralisasi
bermakna pemerintah daerah dapat menjalankan peraturan pemerintah pusat.

b. Jelaskan asas yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia


menurut UUD 1945 !
Jawab :
1. Asas Pemerintahan Daerah Desentralisasi

Asas pemerintahan desentralisasi adalah penyerahan wewenang atau urusan


pemerintahan kepada daerah otonom. Menurut pendapat beberapa ahli, asas
sentralistik dalam sebuah pemerintahan daerah dinilai tidak mampu mengikuti
perkembangan dan memahami kondisi yang ada. Desantralisasi sendiri hadir untuk
membentuk bentuk- bentuk negara secara teori ada 5 alasan mengapa suatu
pemerintah daerah membutuhkan asas ini untuk menyerahkan wewenang kekuasaan
kepada pemda atau pemerintah daerah :
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
a. Asas desentralisasi bertujuan mengajak warga ikut serta dalam proses kebijakan
untuk kepentingan daerah, politik. Keikutsertaan warga ini melalui proses
demokrasi.
b. Desentralisasi diperlukan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dalam
pelayanan publik
c. Desentralisasi bertujuan untuk meninjau dan mengamati kondisi penduduk secara
menyeluruh
d. Desentralisasi bisa mengatasi kekurangan pemerintah dalam melakukan
pengawasan terhadap program-programnya The Liang Gie, menjelaskan bahwa
penyelenggaran asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah berdasarkan :
Sudut politik, desentralisasi berfungsi mencegah pemusatan kekuasaan di satu
pihak Desentralisasi sebagai wujud demokrasi, karena dalam asas desentralisasi
rakyat ikut serta dalam jalannya pemerintahan. Selain itu, rakyat juga bisa
menggunakan dengan baik hak-haknya, Dalam segi teknis organisasi
pemerintahan, asas desentralisasi bertujuan untuk membuat jalannya
pemerintahan menjadi efisien

2. Asas Sentralisasi dalam Pemerintahan Daerah

Sesuai dengan namanya, asas sentralisasi merupakan asas yang menerapkan


pemerintah pusat merupakan pusat dari prinsip-prinsip demokrasi pancasila dari
kekuasaan. J. In het Veld berpendapat bahwa sistem asas sentralisasi memiliki
beberapa keuntungan yaitu :

a. Menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga masyarakat.


b. Mencegah keinginan memisahkan diri dari negara serta sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan.
c. Menumbuhkan rasa lebih memikirkan kepentingan bersama dibandingkan
kepentingan pribadi – Mampu meningkatkan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan.

Sedangkan menurut J.T van den Berd, keuntungan jika suatu pemerintahan
menerapkan asas sentralisasi adalah :

a. Menumbuhkan kesatuan politik dalam lingkungan masyarakat


b. Asas sentralisasi sebagai media untuk mempererat serta memperkuat persatuan
dan kesatuan
c. Dalam beberapa kasus, asas sentralisasi lebih efisien dibandingkan yang lainnya.
Selain memiliki beberapa keuntungan, penerapan asas sentralisasi dalam
pemerintahan daerah juga bisa menimbukan beberapa kelemahan seperti yang
diutarakan oleh J.T van den Berd :
Membuat terbengkalainya wewenang pemerintahan yang jauh dari pusat –
Menumbuhkan birokrasi negatif dalam pemerintahan daerah -Memberi tanggung
jawab lebih kepada pemerintahan pusat, sehingga membuat tugas pemerintahan
semakin berat

3. Asas Dekonsentralisasi dalam Pemerintahan Daerah


UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
Apa yang dimaksud instansi vertikal? Instansi vertikal adalah cabang lembaga
pemerintahan dari kementerian pusat yang berada di wilayah administrasi. Secara
teori, penerapan fungsi sosialisasi politik sebagai asas dekonsentrasi memiliki
beberapa keuntungan seperti :

a. Penerapan asas dekonsentralisasi bisa mengurangi keluahan terhadap undang-


undang atau kebijakan pemerintah.
b. Asas dekonstralisasi mampu membantu aparat atau perangkat pemerintahan
dalam melaksanakan informasi atau tugas dari pemerintahan daerah menuju
pemerintahan pusat.
c. Asas dekonsentralisasi memudahkan rakyat untuk berkomunikasi langsung
dengan pemerintahan.

Selain kelebihan atau keuntungan diatas, penerapan asas dekonstralisasi dalam


pemerintahan juga memiliki kerugian seperti :

a. Sesuai pengertiannya, penerapan asas dekonsentraslisasi dalam pemerintahan


membuat keputusan pejabat wilayah atau daerah dapat dibatalkan oleh pejabat
pusat atau pejabat yang sudah diberi penyerahan wewenang.
b. Asas dekosentralisasi dapat menimbulkan berbagai macam sifat fanatisme.
c. Pemerintahan yang menggunakan asas dekonsetralisasi membutuhkan waktu yang
lama untuk membuat sebuah keputusan.
d. Semakin luasnya struktur pemerintah, maka bisa mempersulit koordinasi antar
pejabat atau pemerintahan

4. Asas Tugas pembantuan dalam Pemerintahan Daerah 950

Dalam bahasa Belanda, Tugas pembantuan dikenal dengan “Medebewind”. Tugas


pembantuan merupakan tugas peranan lembaga peradilan yang diberikan
pemerintahan provinsi kepada pemerintahan kabupaten, kota ataupun desa. Secara
umum, tugas pembantuan ini sebagai upaya pemerintahan pusat untuk
mengefektivitaskan pelayanan umum secara merata. Selain itum tugas pembantuan ini
juga berfungsi sebagai media untuks mengembangkan pembangunan di daerah
tersebut. Tugas pembantuan ini tidak semata-mata diberikan secara sembarangan, ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan seperti :

a. Politik yang terjadi dimasa orde lama dapat dikatakan sebagai pencarian jati diri
bangsa indonesia karena negara ini melalui banyak proses yang sangat panjang,
setelah proklamasi di umumkan tugas negara terus bercuat untuk segera
diselesaikan dari mulai penyusunan badan negara hingga memberantas
pemberontakan sekutu yang datang dari dalam negeri kita sendiri.
b. Dasar ilmu politik tersebut menjadi bentuk demokrasi konsitusional, bentuk
demokrasi terpimpin, bentuk demokrasi pancasila dan bentuk demokrasi
reformasi.
c. Setelah President Soekarno turun dari Jabatannya maka berakhirlah masa orde
lama, kepempimpinan itu diserahkan kembali kepada Jendral Soeharto.
d. Pemerintahan saat itu menanamkan era kepemimpinan masa orde baru konsefrasi
penyelenggaran sistem pemerintahan pun menitikberatkan pada aspek kestabilan
politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
e. Untuk mencapai titik tersebut pemerintah melakukan upaya pembenahan sistem
keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sistem yang
menonjol.

c. Jelaskan latar belakang terjadinya otonomi daerah yang tidak seragam (asimetrycal
autonomy)di Indonesia ?
Jawab :
Latar Belakang Otonomi Daerah secara Internal dan Eksternal
Latar belakang otonomi daerah di Indonesia berdasarkan beberapa referensi dapat
dilihat dari2 aspek, yaitu aspek internal yakni kondisi yang terdapat dalam negara
Indonesia yangmendorong penerapan otonomi daerah di Indonesia dan aspek
eksternal yakni faktor dari luar negara Indonesia yang mendorong dan mempercepat
implementasi otonomi daerah diIndonesia. Latar belakang otonomi daerah secara
internal, timbul sebagai tuntutan atas buruknya pelaksanaan mesin pemerintahan
yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat kesenjangandan ketimpangan yang
cukup besar antara pembangunan yang terjadi di daerah dengan pembangunan yang
dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya Ibukota Jakarta. Kesenjangan ini pada
gilirannya meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian hari justru telah
melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka kriminalitas dan sulitnya
penataankota di daerah Ibukota. Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintahan yang
sentralistik juga didorong oleh massifnya eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di
daerah-daerah yang kaya akan sumber dayaalam. Eksploitasi kekayaan alam di daerah
kemudian tidak berbanding lurus dengan optimalisasi pelaksanaan pembangunan di
daerah tersebut. Bahkan pernah mencuat adanya dampak negatif dari proses
eksploitasi sumber daya alam terhadap masyarakat lokal. Hal inilah yang mendorong
lahirnya tuntutan masyarakat yang mengingingkan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus daerah sendiri dan menjadi salah satu latar belakang otonomi daerahdi
Indonesia.

Selain latar belakang otonomi daerah secara internal sebagaimana dimaksud diatas,
ternyata juga terdapat faktor eksternal yang menjadi latar belakang otonomi daerah di
Indonesia. Faktor eksternal yang menjadi salah satu pemicu lahirnya otonomi daerah
di Indonesia adalah adanya keinginan modal asing untuk memassifkan investasinya di
Indonesia. Dorongan internasional mungkin tidak langsung mengarah kepada
dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, tetapi modal internasional sangat
berkepentingan untuk melakukan efisiensi dan biaya investasi yang tinggi sebagai
akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang panjang. Agenda reformasi jelas
menjanjikan hal itu, yakni terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan yang
sarat dengan KKN menjadi pemerintahan yang bersih dan pada gilirannyaakan lebih
terbuka terhadap investasi asing

4. Sejarah berlakunya konstitusi di Indonesia sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia


1945 banyak ditemukan banyak praktik ketatanegaraan yang tidak sejalan dengan
konstitusi.
a. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia periode 1950-1959 kita mengenal istilah
“Demokrasi Liberal” jelaskan istilah tersebut dengan sudut pandang hukum tata
negara.
Jawab :
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-
hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-
keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada
sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-
pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak
individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal merupakan ideologi politik liberal dengan bentuk
pemerintahan yang mana demokrasi perwakilan beroperasi di bawah prinsip-prinsip
liberalisme klasik. Oleh karena itu, demokrasi liberal cenderung lebih mengutamakan
perdamaian dibandingkan bentuk-bentuk pemerintahan lainnya.
Menurut Immanuel Kant sebagai tokoh utama yang mengawali tesis di
demokrasi liberal, menyatakan bahwa negara-negara dengan rezim yang demokratis
tidak saling berperang. Istilah 'liberal' dalam 'demokrasi liberal' tidak berarti bahwa
pemerintahan demokrasi semacam itu harus mengikuti ideologi politik liberalisme.

Namun, hal ini hanyalah referensi pada fakta bahwa kerangka awal demokrasi
liberal modern diciptakan selama Zaman Pencerahan oleh para filsuf yang
menganjurkan kebebasan. Mereka menekankan hak individu untuk memiliki
kekebalan dari penggunaan wewenang yang sewenang-wenang. Saat ini, ada banyak
ideologi politik berbeda yang mendukung demokrasi liberal. Contohnya
konservatisme, Demokrasi Kristen, demokrasi sosial dan beberapa bentuk sosialisme.
Setelah periode ekspansi yang berkelanjutan sepanjang abad ke-20, demokrasi
liberal menjadi sistem politik yang dominan di dunia. Demokrasi liberal di tandai
dengan :
1. Pemilihan umum antara beberapa partai politik yang berbeda.
Salah satu gagasan dari demokrasi liberal adalah pembuatan keputusan paling
kuat dalam komunitas politik harus dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum yang
bersifat bebas dan kompetitif.
Demokrasi liberal dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk
konstitusional seperti monarki konstitusional ataupun republik. Dalam sistem
demokrasi liberal juga memiliki sistem parlementer, sistem presidensial, atau sistem
semi-presidensial.
Demokrasi memiliki hak pilih universal yang mana memberikan semua warga
negara dewasa hak untuk memilih tanpa memandang etnis, jenis kelamin,
kepemilikan properti, ras, usia, seksualitas, dan lain sebagainya. Konstitusi demokrasi
liberal mendefinisikan karakter demokrasi bangsa. Tujuan konstitusi dipandang
sebagai batasan kewenangan dari pemerintah terhadap rakyat.
2. Pemisahan kekuasaan menjadi cabang-cabang pemerintah yang berbeda.
Demokrasi liberal menekankan pemisahan kekuasaan, peradilan yang
independen dan sistem checks and balances antara cabang-cabang pemerintahan dan
media memainkan peran keempat.
3. Supremasi hukum dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari masyarakat
terbuka.
Demokrasi liberal cenderung menekankan pentingnya mengikuti prinsip
supremasi hukum. Kewenangan pemerintah secara sah dilaksanakan hanya sesuai
dengan hukum tertulis yang diungkapkan kepada publik yang diadopsi dan ditegakkan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
b. Jelaskan secara ringkas sekurang-kurangnya tiga praktik ketatanegaraan yang
merupakan penyimpangan atas UUD 1945 dalam periode 1959-1966! Penjelasan
Saudara disertai dengan menyebutkan dasar yuridis (pasal-pasal) yang disimpangi
tersebut.
Jawab :
Periode UUD 1945 (1945-1949)
Penyimpangan yang terjadi, antara lain :

Periode Konstitusi RIS (1949-1950)

Penyimpangan yang terjadi, antara lain :


a. Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Federasi Republik
Indonesia Serikat [ RIS ].Perubahan tersebut berdasarkan pada Konstitusi RIS.
b. Kekuasaan legislative yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR
dilaksanakan DPR dan Senat.

Periode UUDS 1950 (1950-1959)


Penyimpangan yang mencolok pada masa UUDS 1950 adalah praktik adu
kekuatan politik. Akibatnya, dalam rentang waktu 1950 - 1959 terjadi 7 kali
pergantian kabinet. Selain itu ada pertentangan tajam dalam Konstituante yang
merembet ke masyarakat, termasuk partai politik.

Periode Berlakunya Kembali UUD 1945 pada Pemerintahan Orde Lama (1959-1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling
tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah
satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar,
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
 Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua
DPA menjadi Menteri Negara.
 MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
 Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia.

a. Jelaskan secara ringkas sekurang-kurangnya tiga praktik ketatanegaraan yang


merupakan penyimpangan atas UUD 1945 dalam periode 1966-1998! Penjelasan
Saudara disertai dengan menyebutkan dasar yuridis (pasal-pasal) yang disimpangi
tersebut.
Jawab :
Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru
1. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen
(Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Tata Tertib MPR). Hal ini
bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada
MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN, serta Pasal 37 yang memberikan
kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
2. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang
mengatur tata cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945
Setelah perubahan UUD 1945 yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih 6
tahun, pelaksanaan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat
agenda reformasi itu sendiri antara lain adalah perubahan (amandemen) UUD
1945. Namun demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil perubahan
(amandemen) yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran
pendidikan dalam APBN yang belum mencapai 20%. Hal itu ada yang menganggap
bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN).
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959-
19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya
beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu
tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan
periode Orde Baru (1966-1999).

Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada
masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan
Presiden.

Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin
membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen
Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala
tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai
awal masa Orde Baru.

Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan?
Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan
sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama
dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya
kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu,
kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan
luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh
tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan
tidak merubah UUD 1945.
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
5. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD 1945 merupakan
dasar hukum tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia sampai saat ini.
Pada kurun waktu 1999-2002 UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen)
yang mengubah susunan lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
a. Jelaskan metode dan tata cara perubahan sebuah Undang-undang Dasar (konstitusi)
Jawab :

b. Jelaskan perbedaan materi muatan UUD 1945 sebelum dan sesudah perubahan
khususnya terkait dengan cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif?
Jawab :

c. Bagaimanakah kaitan antara pemilihan presiden secara langsung dengan sistem


presidensil, jelaskan?
Jawab :

d. jelaskan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengubah UUD 1945
berikut tata cara perubahan dimaksud?
Jawab :

6. Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang akan menduduki
kursi/jabatan. Pemilihan umum ini diadakan untuk mewujudkan negara yang demokrasi,
di mana para pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak.
a. Jelaskan dasar hukum dari pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia?
Jawab :
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum telah menetapkan
Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelanggara pemilihan umum yang anggotanya
terdiri dari wakil-wakil partai politik peserta pemilihan umum dan wakil pemerintah.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai
landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak, dengan membentuk Undang-
Undang tentang pemilihan Umum.
- Dasar hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 1 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6,
Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22C ayat (1), dan Pasal
22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Dalam Undang-Undang ini dibentuk dengan dasar menyederhanakan dan
menyelaraskan serta menggabungkan pengaturan Pemilu yang termuat dalam tiga
Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
kelembagaan yang melaksanakan_Pemilu, yakni KPU, Bawaslu, serta DKPP. Kedudukan
UJIAN AKHIR SEMESTER
HUKUM TATA NEGARA
ketiga lembaga tersebut diperkuat dan diperjelas tugas dan fungsinya serta
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Penguatan kelembagaan dimaksudkan untuk dapat menciptakan Penyelenggaraan
pemilu yang lancar, sistematis, dan demokratis. secara umum undang-Undang iiri
mengatur mengenai penyelenggara Pemilu, pelaksanaan Pemilu, pelanggaraan Pemilu
dan sengketa Pemilu, serta tindak pidana Pemilu.

b. Apakah perbedaan dari sistem dan tata cara pemilihan Presiden dan pemilihan Kepala
Daerah?
Jawab :

c. Jelaskan perbedaan tugas dan fungsi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas
Pemilihan Umum?
Jawab :

d. Lembaga negara manakah yang berwenangan menyelesaikan sengketa hasil pemilu,


jelaskan tata cara bersengketa berikut bentuk Putusan yang dihasilkan.
Jawab :

Anda mungkin juga menyukai