Ke Masa
Indonesia sebagai suatu negara yang independen memiliki suatu sistem yang digunakan
untuk mengelola negaranya, sistem ini dikenal dengan sistem pemerintahan Indonesia.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan sejarah ketatanegaraan, Indonesia telah mengalami
beberapa perubahan dalam sistem pemerintahan sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.
Sebelum membahas tentang perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia, terlebih dulu
kami sajikan pengertian sistem pemerintahan.
Istilah kata sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata sistem dan
pemerintahan.
• Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti tatanan,
cara, jaringan, atau susunan.
• Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata
perintah. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti: a. Perintah adalah
perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau b. Pemerintah adalah kekuasaan
yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara. c. Pemerintahan adalaha perbuatan,
cara, hal, urusan dalam memerintah. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di
suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang
sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
• Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
• Menurut Sri Soemantri pengertian sistem pemerintahan adalah sistem hubungan antara
organ eksekutif dan organ legislatif (organ kekuasaan legislatif). Dua puluh delapan tahun
kemudian, beliau mengatakan lagi bahwa sistem pemerintahan adalah
suatu sistem hubungan kekuasaan antar lembaga negara. Sistem pemerintahan dalam arti
sempit ialah sistem hubungan kekuasaan antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif. Dalam
pada itu, sistem pemerintahan dalam arti luas adalah sistem hubungan kekuasaan antara
lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sistem pemerintahan dalam arti luas inilah yang dimaksud dengan
sistem ketatanegaraan Indonesia.
• Bagir Manan mengungkapkan pula bahwa sistem pemerintahan adalah suatu pengertian
(begrip) yang berkaitan dengan tata cara pertanggungjawaban penyelenggara pemerintahan
(eksekutif) dalam suatu tatanan negara demokrasi. Dalam negara demokrasi terdapat prinsip
geen macht zonder veraantwoordelijkheid (tidak ada kekuasaan tanpa suatu
pertanggungjawaban).
Terdapat beberapa perubahan sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan tiga konstitusi
yang pernah berlaku yaitu UUD 1945, konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Secara formal
terdapat beberapa periode perkembangan sistem pemerintahan Indonesia.
Perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dari tahun 1945 hingga sekarang adalah
sebagai berikut:
Sistem pemerintahan awal yang digunakan oleh Indonesia adalah sistem pemerintahan
presidensial. Namun, seiring datangnya sekutu dan dicetuskannya Maklumat Wakil Presiden
No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu
kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-
kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula
dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya
sistem pemerintahan parlementer.
Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan delegasi Belanda
menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya
pada tanggal 30 Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan
yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem
Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus
1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemilihan Umum 1955 berhasil
memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi
baru hingga berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.Isi dekrit presiden 5 Juli
1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dikeluarkannya dekrit presiden ini diiringi dengan perubahan sistem pemerintahan dari
parlementer ke presidensial.
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara
manapun, melainkan suatu sistem yang khas bagi bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dari
proses pembentukan bangsa NKRI yang digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia
sendiri. Menurut UUD 1945, kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden
dinamakan sistem presidensial . Presiden memegang kekuasaan tertinggi negara di bawah
pengawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini,
terdapat beberapa perubahan pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia, sebelum dan
sesudah Amandemen UUD 1945.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru. Ciri dari sistem
pemerintahan masa orde baru ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut
dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Oleh
sebab itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kewenangan presiden
sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
Sehingga muncul suatu reformasi untuk menjaga adanya penyalahgunaan wewenang dengan
melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tersebut dilakukan pada 19
Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, 11 Agustus 2002.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Republik Indonesia setelah
Amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara
terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah negara republik, sedangkan untuk sistem pemerintahan
yaitu presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan yaitu anggota MPR. DPR memiliki
kewenangan legislatif dan kewenangan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer
dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam
sistem presidensial.
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kewenangan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan
dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan
hak budget (anggaran)
Adanya perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu ini diharapkan
mampu memberikan dampak positif dalam penyelenggaraan negara.
1. Bentuk negara
Istilah bentuk negara berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”staatvormen”. Menurut para ahli
ilmu negara istilah staatvormen diterjemahkan ke dalam bentuk negara yang meliputi negara
kesatuan, federasi, dan konfederasi. Jika dilihat dari bentuk negara yang berlaku umum di
dunia maka bentuk negara secara umum dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Negara kesatuan, merupakan bentuk negara yang sifatnya tunggal dan tidak tersusun
dari beberapa negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan kewenangannya
berada pada pemerintah pusat. Conroh negara yang berbentuk kesatuan adalah
Indonesia, Filipina, Thailand, Kamboja dan Jepang
2. Negara federasi atau serikat, adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa
negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Conroh negara yang berbentuk
federasi adalah Amerika Serikat, Malaysia, Australia, Kanada, Meksiko, Irlandia,
New Zealand, India.
Selain kedua bentuk negara diatas ada pula bentuk negara lain, yaitu konfederasi dan serikat
negara. Konfederasi adalah bergabungnya beberapa negara yang berdaulat penuh. Sedangkan
serikat negara merupakan suatu ikatan dari dua atau lebih negara berdaulat yang lazimnya
dibentuk secara sukarela dengan suatu persetujuan internasional berupa traktat atau konvensi
yang diadakan oleh semua negara anggota yang berdaulat.
Bentuk negara Indonesia yang sesuai dengan UUD NKRI Tahun 1945
Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, yang lebih sering disebut Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan yang secara tegas menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara kesatuan tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 yang berbunyi ”Negara Indonesia
ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal-pasal dalam UUD 1945 telah
memperkukuh prinsip NKRI, di antaranya pada pasal 1 ayat (1), pasal 18 ayat (1), pasal 18B
ayat (2), pasal 25A, dan pasal 37 ayat (5). Selain itu, wujud negara kesatuan tersebut semakin
diperkuat setelah dilakukan perubahan atas UUD 1945. Perubahan tersebut dimulai dari
adanya kesepakatan MPR yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
dan tetap mempertahankan NKRI sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia.
2. Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian
institusi politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara guna menegakan
kekuasaannya atas suatu komunitas politik. Adapun beberapa bentuk pemerintahan dibagi
menjadi dua yaitu:
1. ajaran klasik yang terdiri dari pendapat aristoteles, plato dan polybius
2. modern yang terdiri dari republik dan monarki
1. monarki absolut
2. monarki konstitusonal
3. monarki parlementer
sedangkan republik dibagi lagi menjadi tiga yaitu:
1. republik absolut
2. republik konstitusonal
3. republik parlementer
Bentuk pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945
Bentuk pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 adalah Republik.
Karena sesuai dengan pernyataan pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara Indonesia
ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik” sudah menunjukkan secara tegas. Indonesia
juga dipimpin oleh seorang presiden bukan seorang Raja.
Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah yaitu sistem dan pemerintahan.
Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai
hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-
bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan
mempengaruhi keseluruhan itu. Sedangkan pengertian pemerintahan bisa dalam arti luas dan
arti sempit. Dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan Negara,
Adapun sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai
tujuan dan fungsi pemerintahan. Sistem pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu:
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang
wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat,
Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,
masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah
enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya.
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi
oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana
sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang
terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah
Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan
legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
2. Sistem pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945
Negara Indonesia, berdasarkan pada UUD yang dimilikinya menganut sistem pemerintahan
presidensial yakni sistem pemerintahan Negara republik – di dalamnya, kekuasaan eksekutif
dipilih melalui pemilihan umum dan terpisah dari kekuasaan legislatif. Selain itu menurut
UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau
trias politika murni sebagaimana yang diajarkan oleh Montesquieu. Namun, Indonesia
menganut sistem pembagian kekuasaan
3. Hubungan antara sistem pemerintahan yang ada di Indonesia dan sistem pemerintahan
yang sesuai dengan UUD 1945
Sejak Agustus 1945 sampai akhir tahun 1949, Indonesia mulai memberlakukan UUD 1945.
Menurut ketentuan UUD tersebut, sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial.
Namun, sejak November 1945, berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat
Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan pemerintah dipegang oleh seorang perdana
menteri. Hal ini merupakan awal dari suatu sistem pemerintahan parlementer. Sistem
parlementer ini adalah sebah penyimpangan ketentuan UUD 1945 yang menyebutkan
pemerintah harus dijalankan menurut sistem cabinet presidensial dimana menteri sebagai
pembantu presiden. Jadi sejak November 1945 sampai Juli 1959, sistem pemerintahan yang
diselenggarakan di Indonesia berlainan dengan sistem pemerintahan yang ditentukan dalam
naskah UUD 1945.
Perjalanan sejarah sistem politik dan penegakan hukum Indonesia menunjukkan suatu bukti
bahwa semata-mata konstitusi dalam wujud UUD tidak dapat dijadikan pegangan dalam
kehidupan sistem politik yang demokratis maupun penegakan hukum. Semuanya ternyata
menunjukkan corak dan karakter kepemerintahan yang berbeda satu periode dengan periode
lainnya.
Pasca-Kemerdekaan
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno
sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Republik Indonesia yang baru lahir ini
terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi,
Maluku, dan Sunda Kecil.
23 Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri. Badan
Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas
anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah
diberitahu untuk membubarkan diri. Pada 29 Agustus 1945 Rancangan konstitusi bentukan
PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus 1945, ditetapkan sebagai UUD 45. PPKI
kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah
lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan.
Sistem Pemerintahan Tahun 1950-1959 (Pemerintahan Parlemen (presiden Soekarno))
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidentil menjadi
parlemen. Dimana dalam sistem pemerintahan presidentil, presiden memiki fungsi ganda,
yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif. Era 1950-
1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Tetapi
Dewan Konstituante yang diserahi amanat UUDS 1950, badan ini belum juga bisa membuat
konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi
Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan
kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isi dari
Dekrit Presiden tersebut ialah:
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk
bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di “Suara Pemuda
Indonesia”: Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon
angkatan bersenjata. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah
sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan
bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil
yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di
tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk
adat.
Era “Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan
konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO
(Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda
dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia
dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh
dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan
Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita
Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara
bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan
demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD
proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD
1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no.
XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan kata- kata
dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila
secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia.
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950
hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di
Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya
Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955
berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi
baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD
baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956.
Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.
Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin
kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang
Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei
1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan
199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini
harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan
pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai
kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan
akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam
upacara resmi di Istana Merdeka.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan
partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945
sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku
pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi
Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila
dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt
dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada
fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui
sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa
bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui
referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP
MPR Nomor IV/MPR/1983.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru,
kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan
yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat
menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara
hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih
dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil.
Sistem pemerinatahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring
dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia. Adapaun sistem pemerinatahan
yang pernah berlangsung anatara lain adalah:
Sejak Indonesia memperoleh kemerdekaan dan kedaulatan (1945) hingga kini (2015)
Indonesia telah mengalami perjalanan panjang dengan banyak hal yang telah dihadapi dan
dilalui, dalam berbagai hal, berikut perjalanan Indonesia dan perkembangan bangsa ini sejak
kemerdakaan hingga saat ini.
Sistem pemerintahan awal yang digunakan oleh Indonesia adalah sistem pemerintahan
presidensial. Namun, seiring datangnya sekutu dan dicetuskannya Maklumat Wakil Presiden
No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu
kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-
kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula
dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya
sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan delegasi Belanda
menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya
pada tanggal 30 Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan
yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem
Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus
1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemilihan Umum 1955 berhasil
memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi
baru hingga berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.Isi dekrit presiden 5 Juli
1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dikeluarkannya dekrit presiden ini diiringi dengan perubahan sistem pemerintahan dari
parlementer ke presidensial.
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)
Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Dikeluarkannya dekrit Presiden 1959 mengembalikan sistem pemerintahan Indonesia ke
sistem pemerintahan presidensial.
5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)
Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang
Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara
manapun, melainkan suatu sistem yang khas bagi bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dari
proses pembentukan bangsa NKRI yang digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia
sendiri. Menurut UUD 1945, kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden
dinamakan sistem presidensial . Presiden memegang kekuasaan tertinggi negara di bawah
pengawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini,
terdapat beberapa perubahan pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia, sebelum dan
sesudah Amandemen UUD 1945.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
A. Bentuk Negara
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan negara indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Bentuk negara kesatuan indonesia mengandung arti bahwa hanya da 1
kekuasaan untuk mengatur seluruh wilayah negara, yaitu pemerintahan pusat. Pelaksanaan
pemerintahan di indonesia menganut asa desentralisasi dengan memberi hak otonomi pada
daerah provinsi dan titik berat pada daerah kabupaten / kota.
B. Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintaha indonesia adalah republik. Pada negara yang berbentuk republik, ciri
yang menonjol adalah kepala negara dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan presiden
sebagai kepala negaranya.
C. Pembagian Kekuasaan
Secara teoritis, pemerintahan indonesia sebenarnya menganut Trias Politika, dalam arti
pembagian kekuasaan. Praktik-praktik kenegaraan itu dengan pembagian kekuasaan, tampak
pada batang tubuh UUD 1945 sebagai berikut :
1. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden, dibantu oleh seorang wakil presiden dan para
menteri negara (pasal 4 dan 7 ).
2. Kekuasaaan legislatif dipegang oleh DPR, dalam praktiknya DPR harus bekerja sama dengan
presiden (pasal 5, 21, & 22).
3. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA dan lain-lain badan kehakiman )pasal 24).
Dalam memberikan grasi, amnesti abolisi, dan rehabilitasi, presiden harus berkonsultasi
terlebih dahulu dengan MA (pasal 14).
Kekuasaan eksaminatif dijlankan oleh BPK. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan
keuangan negara, BPK harus memberitahukan hasilnya pada DPR (pasa 23 ayat 5).
4. Kekuasaan konsultatif dijalankan oleh DPA. DPA wajib menjawab pertanyaan presiden, dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah (pasal 16).
D. Sistem Pemerintahan
Dalam penjelasan UUD 1945 dicantumkan 7 kunci pokok sistem pemerintahan republik
indonesia sebagai berikut :
1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat).
2. Sistem konstitusional.
3. Kekuasaan negara tertinggi ditangan MPR.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah majelis.
5. Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR.
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
7. Kekuasaan kepala negara tak terbatas.
Dalam kurun waktu 1945 – 1949, bentuk negara adalah kesatuan. Dan pemerintahan adalah
republik. Namun, dalam pelaksanaannya ternyata terdapat penyimpangan dati ketentuan UUD
1945, terutama karena faktor politik. Antara lain :
1. Berubahnya fungsi komite nasional (dibentuk PPKI tanggal 22 Agustus 1945) dari pembantu
presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif(seharusnya wewenang MPR).
Keputusan ini berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.
2. Terjadinya perubaha sistem kabinet presidential menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul
badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 11 November 1945, yang
kemudian disetujui oleh presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945.
a. Bentuk Negara
Bentuk Negara yg dikehendaki oleh UUDS 1950 adalah Negara kesatuan.Bentuk Negara
kesatuan dengan sistem Desentralisasi dituangkan dalam Pasal 131.
Bentuk Negara kesatuan yg dikehendaki oleh UUDS 1950 dengan sistem desentralisasi
,tidak jauh berbeda dengan apa yg sudah digariskan dalam pasal 18 UUD 1945.Bila
dibandingkan dengan pasal 18 UUD 1945,otonomi UUDS 1950 dijamin lebih bebas dan
lebih jauh .
b. Bentuk pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah Republik,sesuai Pasal 1 Ayat (1) serta Mukadimah Alinea
IV UUDS 1950.Bentuk republik ini terus dipertahankan baik dalam UUD 1945,maupun
dalam kesatuan RIS 1949 serta UUDS 1950,hingga sekarang ini. Yang diinginkan bangsa
Indonesia adalah Negara kesatuan yg Desentralisasi dan republic yang demokratis.
c. Pembagian kekuasaan
Pada masa berlakunya UUDS 1950 hal pembagian kekuasaan tidak berbeda jauh
dengan denagn kesatuan RIS 1949.Alat-alat perlengkapan Negara pada masa UUDS 1950
antara lain Presiden,Wapres,Mentri-mentri,DPR,dan Dewan pengawas keuangan.
Beberapa contoh praktik pembagian kekuasaan antara lain sebagai berikut:
1) Presiden sebagai kepala Negara ,dalam melaksanakan kewajibannya dibantu oleh seorang
wapres (pasal 45).Hal pengangkatan Wapres adalah atas usul DPR.Sedangkan untuk kepala
pemerintah dipegang oleh Perdana mentri yg diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
(Pasal 51ayat (5))
2) Kekuasaan legislatif dipegang oleh pemerintah bersama DPR (pasal 89)DPR dapat memaksa
kabinet /masing-masing mentri untuk meletakkan jabatannya dan sebagai
imbalannya,Presiden juga dapat membubarkan DPR (Pasal 69).Kekuasaan legislative
menganut satu kamar(unicameral) karena hanya ada DPR yg mewakili seluruh rakyat
Indonesia(pasal 56).
3) Kekuasaan yudikatif dipegang oleh MA,MA berhak memberikan nasihat kepada presiden
jika akan memberikan grasi,amnesif,maupun abolisi(Pasal 107).
d. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahah yg dianut UUDS 50 adalah cabinet parlementer dengan demokrasi
liberal,yg tetap tetap masih bersifat semu (quasi parlemen ).Ciri sistem pemerintahan
parlementer tampak pada Pasal 83 UUDS 1950 antara lain Prersiden dan Wapres tidak dapat
diganggu gugat dan mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
baik bersama-sama untuk seluruhnya,maupun masing-masing untuk bagian nya sendiri.
Selain itu,dapat dilihat pada Pasal 84 UUDS 50,yg berbunyi Presiden berhak
membubarkan DPR,keputusan presiden yg menyatakan pembubaran itu,memerintahkan pula
untuk mengadakan pemilihan DPR baru dalam 30 hari.
Ketidakmurnian(semu) parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri
berikut :
1) Pemerintah diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen (pasal 51 ayat 2)).
2) Kekuasaan pemerintah sebagai ketua Dewan Mentri masih dicampurtangani oleh presiden
(seharusnya presiden hanya sebagai kepala Negara dan kepala pemerintah adalah
pemerintahan) pasal 46 Ayat (1))
3) Pembentukan cabinet dilakukan oleh Presiden dengan menunjuk seseorang /beberapa orang
pembentuk cabinet (lazimnya oleh parlemen ) (Pasal 51 ayat 5))
4) Presiden dan Wapres berkedudukan selain sebagai kepala Negara juga sebagai kepala
pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo.46 ayat (1))
Dari ciri-ciri tersebut,dalam UUDS 50 tampak adanya sistem pemerintah parlementer dan
presidensial.Paham demokrasi liberal dalam pasal-pasalnya sangat tampak pada pengaturan
hak asasi dan kebebasan dasar manusia hingga mencapai 26 pasal.
Presiden dan wakil presiden dalam satu pasangan dipilih langsung oleh rakyat.Pasangan calon
presiden dan wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol. Pasangan presiden dan
wapres dilantik apabila telah mendapat suara lebih dari lima puluh persen dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap profinsi yang tersebar lebih dari setengah provinsi di indonesia.
Dalam halpresiden berhalangan maka ia diganti oleh wakil presiden hingga masa jabatannya
habis(pasal 8 ayat(1)). Apabila terjadi kekosongan wakil presiden, maka selambat-lambatnya
60 hari MPR harus bersidang untuk memilih wakil presiden baru(pasal 8 ayat(2)). Jika
keduanya berhalangan maka digantikan oleh mentri dalam negri, mentri pertahanan dan
keamanan, dan mentri luar negri secara bersamaan. Selambat-lambatnya 30 hari dan MPR
bersidang untuk memilih presiden dan wapres baru dengan meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilu sebelummnya(pasal 8 ayat(3)).
Ternyata hal tersebut tidak bisa mengatasi kekacauan yang berkembang dalam masyarakat.