Anda di halaman 1dari 5

 

Sistem Ketatanegaraan di Republik Indonesia


a.      Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945

Sistem Ketatanegaran  sebelum Amandemen UUD 1945 Pelaksanaan kekuasaan


Negaranya dilakukan dengan pembagian (bukan pemisahan) tugas atau fungsi dari masing-
masing penyelenggara Negara.
Secara konstitusional sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa pemerintahan orde baru
menggunakan UUD 1945. Secara prinsip terdapat lima kekuasaan pemerintah Negara Republik
Indonesia menurut UUD 1945, yaitu:
1)      Kekuasaan menjalankan perundang-undangan Negara , disebut juga kekuasaan eksekutif
dilakukan oleh pemerintah ( dalam hal ini adalah Presiden)
2)      Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah , disebut juga kekuasaan
konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung
3)      Kekuasaan membentuk Perundang-undangan Negara atau kekuasaan legislative dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden
4)      Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara , disebut kekuasaan eksaminatif atau
kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
5)      Kekuasaan mempertahankan perudang-undangan Negara atau kekuasaan Yudikatif, dilakukan
oleh Mahkamah Agung (C.S.T Kansil : 1978,83).

Pada masa ini lembaga tertingginya adalah MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat),


kemudian Presiden, DPA (Dewan Pertimbangan Agung), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan MA (Mahkamah Agung).

a.       MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang


dimana MPR-lah pemegang kekuasaan tertinggi Negara dan pelaksana kedaulatan rakyat
sedangkan  keanggotaan MPR diisi oleh fraksi-fraksi seperti Fraksi ABRI, Fraksi Karya
Pembangunan dan lain-lain. MPR memiliki kewenangan untuk :
1) Memilih dan mengangkat presiden/mandatris dan wakil presiden untuk membantu
presiden.
2) Memberikan mandate kepada presiden untuk melaksanakan Garis-Garis Besar
Halauan Negara (GBHN) dan putusan-putusan MPR lainnya.
3) Memberhentikan presiden sebelum habis masa jabatannya.
4) Menetapkan Undang-Undang Dasar dan Mengubah Undang-Undang Dasar,
5) Meminta dan menilai pertanggung jawaban Presiden.

b.      Presiden ialah penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR, yang


dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang wakil presiden ( pasal 4 UUD 1945).
Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR dan pada akhir masa jabatannya (5 tahun)
memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan GBHN yang ditetapkan UUD 1945 dan MPR
di hadapan sidang MPR.

c.       DPA (Dewan Pertimbangan Agung) adalah badan penasehat pemerintah yang berkewajiban


memberi jawaban atas pertanyaan presiden. Disamping itu DPA berhak mengajukan usul dan
wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden.

d.      DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang seluruh anggotanya adalah anggota MPR berkewajiban
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka pelaksanaan halauan Negara.
Apabila DPR menganggap Presiden sungguh melanggar halauan Negara, maka DPR
menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Selain itu DPR memiliki
kewenangan membentuk Undang-Undang termasuk menetapkan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama-sama dengan Presiden.

e.       BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah badan yang memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah, namun tidak berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa semua pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

f.       MA (Mahkamah Agung) ialah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam
pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh
lainnya. Tugas Mahkamah Agung adalah memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum baik diminta maupun tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara, juga memberikan
nasehat hukum kepada presiden/kepala negara untuk pemberian/penolakan grasi. Disamping itu
Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji seorang menteri hanya terhadap peraturan-
peraturan perundangan di bawah.
b. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap UUD
1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut-turut melalui Sidang
Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.
Adapun Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945 :
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada
kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal
ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni
kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional
yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum
di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur
hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif
sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-
undang.
Perubahan pada UUD 1945 setelah amandemen membawa perubahan pula pada Sistem
Ketatanegaraan yang dimana sebelumnya MPR memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dirubah
menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.
a. Kewenangan MPR setelah Amandemen UUD 1945 :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-
undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. Majelis permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar.
Amandemen juga mencabut kekuasaan untuk membuat Undang - Undang dari tangan
Presiden dan memberikan kekuasaan untuk membuat Undang - Undang tersebut kepada DPR.
Sehingga jelas bahwa amandemen ingin mempertegas posisi check and balances antara presiden
sebagai lembaga eksekutif dan DPR sebagai lembaga legislatif.

b. Kewenangan DPR setelah Amandemen UUD 1945 :


1. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan
persetujuan bersama.
2. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahan pengganti undang-
undang.
3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang
tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
4. Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan DPD.
5. Melaksanakan pengawasan terhadap UU, APBN, serta kebijakan pemerintah, dan
sebagainya.
Pergeseran lain adalah terbentuknya lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia sebagai utusan daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilihan
umum.

c. Kewenangan DPD :
1. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

d. Kewenangan MA setelah Amandemen UUD 1945 :


1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh undang-undang.
2. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

e. Kewenangan MK setelah Amandemen UUD 1945 :


1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Dalam masa pasca amandemen terdapat lembaga baru yakni KY (Komisi Yudisial).
f. Kewenangan KY :
1. Melakukan pengawasan terhadap Hakim agung di Mahkamah Agung.
2. Melakukan pengawasan terhadap Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan
peradilan yang berada di bawah MA.

Dan Pasca Amandemen Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
g. Kewenangan BPK setelah Amandemen UUD 1945 :
1. Mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
2. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.
Setelah amandemen kewenangan dan tugas Presiden lebih dipertegas lagi tidak sama
halnya pada masa sebelum amandemen.

h. Kewenangan Presiden setelah Amandemen UUD 1945 :


1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya.
3. Dalam hal ihwal kegentingan yang memmaksa, Presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.
4. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam persidangan berikut.
5. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.

Anda mungkin juga menyukai