TUGAS 3
b. Sistem konstitusional
Konstitusi memiliki dua macam pengertian yakni pengertian dalam arti luas dan
pengertian dalam arti sempit. pengertian dalam arti luas yaitu kaidah-kaidah
hukum dan sosial yang menjadi pedoman dalam bernegara.
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945)
berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan
dan wewenang masingmasing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-
batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan
fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan
kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang
tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi
masing-masing.
c. Sistem pemerintahan
Sistem ini tetap dalam sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas
sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada
parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam
pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa
jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
d. Kekuasaan negara tertinggi ditangan MPR
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai
wewenang dan tugas sebagai berikut :
1) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3) Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD
g. Menteri negara ialah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada
DPR
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden yang pembentukan, pengubahan dan
pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
i. Sistem kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai. Setelah amandemen UUD
1945 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik.
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 6A ayat (2) yang berbunyi: “Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umun”.
Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan
pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah)
Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
Menetapkan UU bersama dengan Presiden
Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang
diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait
pajak, pendidikan dan agama
Sementera itu, Tugas dan WewenanG DPD dalam mengubah atau menyusun
undang-undanga sebagai berikut
3. Berikan analisis anda, perubahan apa yang terjadi pasca amandemen Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945 terhadap kekuasaan presiden dalam
membentuk undang-undang.
Jawab:
sebelum amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undangundang berada di
tangan Presiden, maka sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk
undang-undang berada di tangan DPR, sedangkan Presiden hanya mengesahkan
rancangan undang-undang yang telah dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat. Dengan diberikannya kekuasaan membentuk undang-undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, maka kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat baik dari
aspek politik maupun yuridis menjadi semakin kuat untuk menjaga sistem check
and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Berikan analisis anda hubungan antara presiden dan parlemen pasca amandemen
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Jawab:
Pada pasal 6 UUD 1945 sebelum amandemen tertulis “Presiden dan Wakil Presiden
dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak” Pasal tersebut diubah menjadi “Presiden
dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”
(pasal 6A ayat (1). Perubahan ini diharapkan rakyat dapat berpartisipasi secara
langsung menentukan pilihannya sehingga tidak mengulang kekecewaannya yang
pernah terjadi pada Pemilu 1999. Dan dengan perubahan ini pula diharapkan
Presiden dan Wakil Presiden akan memiliki otoritas dan legitimasi yang sangat kuat
karena dipilih langsung oleh rakyat.
Sebelum ada perubahan pasal 13, Presiden sebagai kepala Negara mempunyai
wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara
lain, tetapi setelah adanya perubahan”dalam hal mengangkat duta dan menerima
penempatan duta negara lain, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”.
Perubahan ini penting dengan alasan: (1) dalam rangka menjaga objektivitas
terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan tersebut, karena ia
akan menjadi duta dari seluruh rakyat Indonesia di negara lain; dan (2) dalam
rangka membangun akurasi informasi untuk kepentingan hubungan baik antara
kedua negara dan bangsa.
Pasal 14 hasil amandemen berbunyi sebagai berikut: (1) Presiden memberi grasi
dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. (2)
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat. Alasan perlunya Presiden memperhatikan MA dalam hal
memberi grasi dan rehabilitasi, pertama: grasi dan rehabilitasi itu adalah proses
yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami proses; dan
kedua: grasi dan rehabilitasi lebih banyak bersifat perorangan. Sedangkan perlunya
Presiden memperhatikan DPR dalam hal memberi amnesti dan abolisi, pertama:
amnesti dan abolisi lebih bersifat politik; dan kedua: amnesti dan abolisi lebih
bersifat massal.
Perubahan lain terjadi pada pasal 15, berbunyi sebagai berikut: “Presiden memberi
gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-
undang”. Perubahan dilakukan agar Presiden dalam memberikan berbagai tanda
kehormatan kepada siapapun (baik warga negara, orang asing, badan atau
lembaga) didasarkan pada undang-undang yang merupakan hasil pembahasan DPR
bersama pemerintah, sehingga berdasarkan pertimbangan yang lebih objektif.
Apabila dikaji lebih jauh tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam arti
independen, terbebas dari interfensi pengaruh kekuasaan lainnya, maka penegasan
Hukum Dasar Negara tersebut, lebih lanjut dikembangkan di dalam Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, demikian juga
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang
telah dirubah dengan UU. No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU. No. 14
Tahun 1985 juncto Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
UU. No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Pada Penjelasan Resmi Angka I UU No. 48 Tahun 2009 memuat klarifikasi yang
lebih tegas tentang adanya independensi badan-badan peradilan dalam
penyelenggaraan peradilan. Hemat penulis perihal tersebut adalah:
“UUD NRI Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum. Sejalan
dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah
adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari
pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan.”
Senada dengan irama pemahaman di atas, dipertegas pula pada Pasal 3 ayat (1) dan
(2) UU. No. 48 Tahun 2009, sebagai berikut :
1. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib
menjaga kemandirian peradilan.
2. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.