Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN


Dosen : Yoga Sugama Ali Fhatnur S.H.,M.H

Nama : Aprilia Monika


Nim : 044135459
Upbjj : UT Purwokerto
Prodi : Ilmu Hukum
Contoh Kasus 1:

Berdasarkan situs resmi Satgas Penanganan Covid–19 per 10 April 2022 jumlah yang
terkonfirmasi positif mencapai 6,032,707 orang, di mana 155,626 orang meninggal dunia dan
pasien sembuh sebanyak 5,804,402 orang dengan Indonesia berada di urutan ke–19 di dunia.
Pemerintah saat ini sedang berupaya dalam memanfaatkan teknologi untuk melakukan
tracing secara masif serta bersinergi dalam pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) dengan
berbagai pihak agar menghasilkan solusi yang terintegrasi dengan satu data yang bisa
dipertanggungjawabkan. Pada pembukaan UUD 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa
Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Kesehatan adalah hak
asai manusia, sebagaimana tercantum didalam UUD 1945 pasal 28H ayat 1 yang berbunyi
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Pertanyaan 1: Menurut anda, berdasarkan kasus di atas apakah dalam bidang
kesehatan pasien dapat disebut sebagai konsumen? Jelaskan berlandaskan hukum!

Jawab :

1. Kasus diatas ini bisa disebut pasien sebagai konsumen karena sudah diatur dengan
UU No. 8/Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, didasari pemikiran bahwa
kedudukan konsumen yang lebih lemah dari pelaku usaha, di samping
itu konsumen tidak mengetahui hak-haknya. Dalam UU tersebut tidak diatur dengan
jelas mengenai pasien, tetapi pasien dalam hal ini juga merupakan konsumen. Pasal 4
UU No. 8/Tahun 1999 Butir (h) mengenai hak konsumen menentukan “ Hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”.
Dilihat dari sudut tenaga kesehatan, tenaga kesehatan tidak dapat diidentikkan
dengan pelaku usaha didalam bidang ekonomi, sebab pekerjaan
dalam bidang kesehatan banyak mengandung unsur sosial. Perlindungan
konsumen terhadap pelanggaran seseorang terhadap orang lainnya diatur juga dalam
KUH Perdata, yaitu Pasal 1365 dan 1366.

Berdasarkan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Seorang dokter


selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum seperti tersebut di atas,
dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar
kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
bunyinya sebagai berikut : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
Berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Seseorang harus memberikan
pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri,
tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah
pengawasannya. Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 BW mengatur
mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan
sesuatu pekerjaanyang mengakibatkan kerugian pada pihak lain tersebut.
Contoh Kasus 2:

Terdapat suatu perselisihan atau permasalahan antara pelaku usaha dengan konsumen yang
dimana tindakan dari pelaku usaha yang menimbulkan kerugian kepada konsumen dan/atau
mengganggu pembangunan perekonomian secara umum dalam tingkat kompleksitas tertentu
dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Perbuatan pidana atau juga disebut tindak
pidana (delik) adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan itu disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut
(Moeljanto, 1987).
Pertanyaan 2: Berdasarkan cerita kasus ditas, berikan penjelasan perlindungan
konsumen dari aspek hukum pidana dan apakah hukum perlindungan konsumen yang
ada dalam hukum perdata adalah bagian dari aspek hukum publik? Jelaskan
berdasarkan hukum!

Jawab :
Hukum perlindungan konsumen merupakan salah satu kajian hukum ekonomi, di mana
pembahasannya tidak bisa dilepaskan dengan bidang hukum privat (hukum perdata) maupun
bidang hukum publik (hukum pidana dan hukum administrasi negara) (Ahmadi Miru &
Sutarman Yado, 2004: 2). Hukum perlindungan konsumen ada pada hukum perdata
Pengakuan terhadap perlunya perlindungan terhadap konsumen telah diakomodir di beberapa
negara dengan membentuk undang-undang secara khusus yang melindungi konsumen.
Selanjutnya pengakuan terhadap perlindungan konsumen telah diakomodir oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengeluarkan Resolusi PBB No. No. A/RES/39/248 Tanggal
16 April 1985 Tentang Guidelines for Consumer Protection. Di Indonesia sendiri
perkembangan perlindungan konsumen pada awalnya diprakarsai oleh Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Dalam perkembangannya banyak dilakukan studi,
kajian, naskah akademik terkait dengan perlindungan konsumen di Indonesia. Akhirnya pada
tahun 1999, Indonesia memiliki payung hukum perlindungan konsumen dengan disahkannya
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Contoh Kasus 3:

Terjadi transaksi jual-beli elektronik antara konsumen dan pelaku usaha, dimana dalam struk
pembelian terdapat kalimat yang menyatakan barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar
atau dikembalikan. Hal ini dapat membuat konsumen merasa tidak adil dan dirugikan.
Pertanyaan 3: Perlu diketahui bahwa hubungan hukum merupakan hubungan yang
terhadapnya melekat hak dan kewajiban, yaitu melekat hak pada satu pihak dan
melekat kewajiban pada pihak lain. jadi, hubungan hukum melibatkan sekurang-
kurangnya 2 pihak, apabila salah satu pihak tidak memperdulikan atau melanggar hak
atau kewajiban tersebut maka hukum dapat memaksakan agar hak dan kewajiban tadi
dapat terpenuhi. Terkait kasus diatas apakah pencantuman klausul baku dalam jual-
beli dibolehkan? Berikan analisa hukum anda berdasarkan UUPK!
Jawab :
1. Penerapan klausula baku yang dilakukan oleh pihak penjual yang memiliki
kedudukan lebih kuat terhadap pihak pembeli yang memiliki kedudukan lemah dapat
memberikan dampak kerugian yang sangat besar terhadap pihak pembeli yaitu pihak
pembeli tidak dapat secara leluasa melakukan penawaran terhadap barang yang akan
dibelinya, sehingga keadaan tersebut dapat disebut sebagai penyalahgunaan keadaan.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ketentuan mengenai
klausula baku ini sudah diatur pada bab V tentang ketentuan pencantuman
klausul baku yang hanya terdiri dari satu pasal yaitu Pasal 18 UU No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 18 UUPK secara prinsip mengatur
dua macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat
perjanjian baku atau klausula baku. Pada Pasal 18 ayat (1) mengatur larangan
pencantuman klausula baku, sedangkan Pasal 18 ayat (2) mengatur bentuk dan format
serta penulisan klausula baku yang dilarang.
Pada transaski jual beli melalui e- commerce sering kita jumpai pembeli yang merasa
ditipu oleh toko online, karena barang yang diterima tidak sesuai pada gambar yang
dimuat pada toko online. Keadaan yang demikian mem-buat konsumen merasa sangat
dirugikan apabila barang yang dibeli tidak dapat dikembalikan karena ada klausula
yang menyatakan “barang yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Seharusnya
penjual memberikan garansi bahwa barang yang akan diterimanya sesuai dengan yang
dikehendaki dan apabila tidak sesuai dapat dikembalikan. Dengan dasar tersebut
penjual telah memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan hukum terhadap
konsumen.

Sumber Referensi :
Susilowati S. Dajaan, Agus Suwandono, Deviana Yuanitasari. (2022). Hukum
Perlindungan Konsumen. Tangerang Selatan. Universitas Terbuka
Abib, A. S., Kridasaksana, D., & Nuswanto, A. H. (2015). Penerapan Klausula Baku
Dalam Melindungi Konsumen Pada Perjanjian Jual Beli Melalui E-
commerce. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 17(1), 122-136.
Giri, N. N. B. W., & Priyanto, I. M. D. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Pasien
Sebagai Konsumen Pengguna Jasa Di Bidang Kesehatan Dalam Transaksi
Terapeutik. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, 9(5), 1-12.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yado. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Suwandono, A., & Dajaan, S. S. (2015). Hukum Perlindungan Konsumen.

Anda mungkin juga menyukai