Anda di halaman 1dari 10

TUGAS 1

HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN


Dosen : Refliana, S.H.,M.Kn.

Nama : Aprilia Monika


Nim : 044135459
Upbjj : UT Purwokerto
Prodi : Ilmu Hukum
SOAL
1. Bagaimana peran dan fungsi pajak berdasarkan artikel di atas! Jelaskan fungsi
pajak dan mengapa pemerintah harus memungut pajak?
2. Pendekatan fungsi pajak apa yang lebih diutamakan berdasarkan artikel di atas?
3. Menanggapi artikel di atas, bagaimana kebijakan pemerintah yang mendukung
tercapainya sasaran fungsi penerimaan pajak?
4. Berdasarkan artikel di atas, bagaimana sistem pemungutan pajak di Indonesia?
5. Apa yang dimaksud dengan tax avoidance dan tax evasion? Hal apa yang
melatarbelakangi terjadinya tax avoidance dan tax evasion?

Jawaban :
1. Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya didaam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sember
pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan.
Adapun peran dan fungsi pajak saat pandemi antara lain :
1) Sebagai Anggaran (Penerimaan Negara) Atau Budgetair
Fungsi budgetair adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan
keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari Wajib
Pajak (WP) ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau
pengeluaran Negara lainnya. Dengan arti lain, pajak merupakan sumber
pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran
negara dengan pendapatan negara.
Sebagai contoh, saat sebelum pandemi pada tahun 2020 berdasarkan
postur APBN 2020, rencan awal belanja pemerintah adalah Rp.2.540,4
triliun dan targer penerimaan negara sebelum Covid-19 adalah Rp.
1.760,9 triliun yang sebagian besar dari pajak. Seiring perkembangan
ekonomi terkini akibat pandemi, pemerintah melalui Menteri Keuangan
kembali merevisi target penerimaan pajak di akhir tahun 2020 hanya
mencapai Rp 1.198,9 triliun, turun 4,6 persen perkiraan sebelumnya,
yaitu sebesar Rp 1.254,1 triliun. Dengan kata lain, dampak ekonomi virus
korona ini menyebabkan lesunya penerimaan pajak.
Betul bahwa pajak sebagai fungsi budgetair sangat dibutuhkan untuk
membiayai belanja negara di masa sulit ini, meskipun tidak dapat
disangkal bahwa pajak pun menghadapi tantangan berupa melambatnya
pertumbuhan ekonomi dan menurunnya aktivitas ekonomi.
2) Sebagai alat mengatur kebijakan atau Regulerend
Fungsi regulerend merupakan fungsi pajak sebagai alat untuk
melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial
dan ekonomi. Artinya, pajak dapat digunakan untuk menghambat laju
inflasi, alat untuk mendorong kegiatan ekspor, proteksi atau
perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, menarik
investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
Pada masa pandemi ini sangat melemahkan berbagai sektor penting di
Indonesia, baik sector ekonomi, pariwisata, pendidikan, perindustrian
maupun kesehatan. PSBB membuat gaya hidup masyarakat berubah 180
derajat, sehingga sektor yang sebelumnya menguntungkan justru merugi
dan sebaliknya. Untuk menjaga agar pelaku usaha dan masyarakat yang
terkena dampak tidak terjerembab semakin dalam, pemerintah
memberikan berbagai stimulus termasuk insentif pajak. Di sinilah pajak
menjalankan fungsi regulerend-nya.
Adapun Alasan mengapa pemerintah harus memungut pajak saat pandemi
yakni :
1) Mendorong Pembangunan Ekonomi
Sebuah negara tentu harus mampu mengelola negaranya sendiri
tanpa campur tangan negara lain. Dalam pengelolaan ini, dibutuhkan
dukungan finansial yang kuat agar terhindar dari campur tangan
pihak lain. Oleh karena itu, negara perlu adanya dukungan dan
partisipasi aktif warga negaranya untuk membantu pengelolaan ini
salah satunya yakni dengan adanya pajak. Dengan pemungutan pajak,
pemerintah bisa mendapatkan sumber pendanaan yang berkelanjutan
untuk program sosial dan investasi publik.
2) Bentuk Bela Negara
Membayar pajak juga menjadi salah satu bentuk bela negara yang
biasa dilakukan oleh setiap warga negara. Keterlibatan warga negara
dalam membayar pajak merupakan usaha pembelaan negara untuk
memberikan kontribusi secara tidak langsung demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan bangsa. Bela negara
tidak selalu harus mengangkat senjata dan turun ke medan perang.
Lebih dari itu, pembelaan negara bisa direalisasikan melalui
pengabdian sesuai dengan porsi sebagai warga negara.
3) Menopang Kedaulatan Negara
Pajak merupakan satu bentuk partisipasi aktif warga negara untuk
menopang kedaulatan negaranya. Sebagai bangsa yang mandiri,
sebuah negara harus memiliki ketahanan fiskal yang kuat. Salah satu
faktor utama yang menopang ketahan fiskal sebuah negara adalah
pajak dari warga negaranya. Indonesia menjadi salah satu negara
yang menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara.
Oleh karena itu, tanpa adanya pajak, negara akan kesulitan untuk
berdiri sendiri mengelola kekayaan dan sumber daya yang dimiliki.
Itulah mengapa pajak menjadi sangat penting bagi sebuah negara,
salah satunya Indonesia.
4) Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat
Pembayaran pajak membantu terciptanya pemerataan kesejahteraan
masyarakat. Objek dan subjek pajak tertentu dapat menyumbang pajak
lebih besar daripada yang lain. Hasil pungutan pajak tersebut kemudian
digunakan untuk menyediakan fasilitas bagi masyarakat kurang mampu
sehingga mengurangi kesenjangan sosial.

2. Berdasarkan artikel diatas tersebut menurut analisi saya, pendekatan fungsi pajak
yang lebih diutamakan yaitu Sebagai Anggaran (Penerimaan Negara) Atau
Budgetair sebab sangat dibutuhkan untuk membiayai belanja negara di masa sulit ini,
meskipun tidak dapat disangkal bahwa pajak pun menghadapi tantangan berupa
melambatnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya aktivitas ekonomi.
Contohnya, pajak dapat digunakan untuk menambah jumlah tenaga medis yang
tidak memadai saat terjadi pandemi covid-19. Fungsi ini digunakan oleh
pemerintah apabila pasar tidak memproduksi barang maupun jasa, sehingga
pemerintah perlu melakukan intervensi dengan cara menyediakan barang publik,
contohnya seperti membangun jembatan, pelabuhan maupun pembangunan lain dan
pengeluaran yang dilakukan demi kepentingan publik. Dalam fungsi ini, pungutan
pajak merupakan sumber dana yang dinilai paling efektif untuk membiayai
pengadaan barang publik. Selain itu, pengadaan barang publik yang didanai oleh
pajak memiliki kelebihan-kelebihannya.

3. Adapun kebijakan pemerintah yang mendukung tercapainya sasaran fungsi


penerimaan pajak yakni :
a. Memperluas Basis Pajak, dimana Pemerintah dapat meningkatkan jumlah
wajib pajak. Semakin banyak wajib pajak, maka pungutan pajak yang
diperoleh juga semakin besar. Selain itu wajib pajak, pemerintah juga dapat
memperluas objek pajak sehingga dapat diperoleh hasil yang pajak yang lebih
maksimal.
b. Mengoptimalkan kontribusi sektor-sektor yang selama ini menjadi
penyumbang penerimaan, Pemerintah dapat meningkatkan sektor atau bidang
usaha yang menjadi penyumbang pajak terbesar. Di Indonesia penyumbang
pajak terbesar berasal dari sektor manufaktur dan sector perdagangan.
c. Dengan mengurangi belanja perpajakan yang tidak efektif dengan lebih
selektif dan terukur dalam memberikan fasilitas pajak, Untuk meningkatkan
pemasukan pajak, pemerintah seringkali memberikan insentif pajak.
Pemberian insentif pajak dapat dilakukan, asalkan dapat memberikan dampak
positif terhadap jumlah penerimaan pajak di tahun berikutnya.
d. Penerimaan pajak juga dapat dinaikkan dengan cara melakukan penegakan
hukum pajak, Agar setiap wajib pajak patuh dalam membayar pajak maka
pemerintah dapat melakukan mengembangkan pengolahan data dan informasi
perpajakan. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat mengetahui kebenaran
aktivitas wajib pajak dalam perekonomian. Pelayanan pajak juga
memengaruhi pembayaran pajak, hal ini dikarenakan wajib pajak lebih
menyukai sesuatu yang mudah. Oleh karena, itu perlu dilakukan digitalisasi
administrasi pajak.

4. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dalam


pemungutannya, terdapat beberapa system pemungutan pajak di Indonesia. Sistem
pemungutan pajak adalah mekanisme yang mengatur hak dan kewajiban perpajakan
bagi wajib pajak. Indonesia memiliki sistem pemungutan pajak sendiri yang dapat
menjadi acuan untuk menghitung besarnya pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib
pajak kepada negara.
Menurut Buku Perpajakan, Suatu Pengantar oleh Lazarus Ramandey,
setidaknya terdapat tiga sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu :
- Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak, dengan demikian
wajib pajak pada sistem ini bersifat pasif karena hanya menunggu penyampaian
utang pajak yang ditetapkan oleh institusi pemungut pajak.
Contohnya, pajak bumi dan bangunan (PBB) di mana pemerintah menerbitkan
surat ketetapan pajak yang berisi rincian besaran PBB terutang setiap tahunnya.
- Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besaran pajaknya kepada pemerintah. Karena besaran pajak
terutang ditetapkan oleh wajib pajak, maka peran pemerintah atau institusi
pemungut pajak hanya mengawasi melalui serangkaian tindakan pengawasan atau
penegakkan hukum.
Contohnya, pajak pembelian barang (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dimana
wajib pajak wajib melaporkan PPh dan PPN ke pemerintah melalui sistem
administrasi online oleh pemerintah.
- With Holding System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong dan memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sistem
pemungutan pajak ini disebut juga dengan jenus pajak potong pungut dan dinilai
adil bagi masyarakat.
Contohnya, pemotongan penghasilan karyawan oleh bendahara instansi di mana
bukti pemotongan tersebut akan dilampirkan bersama Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) PPh atau SPT Masa PPN.

5. Tindakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dapat secara ilegal
maupun legal. Secara ilegal yaitu dengan tax evasion sedangkan tindakan secara legal
dengan tax avoidance.
I. Tax avoidance sendiri merupakan praktik yang umumnya dilakukan oleh
Wajib Pajak guna meminimalisir pembayaran beban pajak individu atau
perusahaan yang terutang pada kas negara. Hal tersebut tentu membawa
dampak buruk bagi negara karena bisa mengakibatkan berkurangnya
pendapatan negara dari sektor pajak. Adapun Wajib Pajak mempunyai
berbagai cara untuk melakukan praktik tax avoidance.
Sebagai salah satu contohnya, fasilitas atau keringanan pajak yang
didapatkan oleh para pelaku UMKM Indonesia melalui ketentuan pada PP
Nomor 23 Tahun 2018 sering kali disalahgunakan oleh pengusaha-
pengusaha nakal yang tidak mau membayar PPh. Seperti kita ketahui,
dengan kebijakan ini pelaku UMKM hanya diwajibkan membayar PPh
dengan tarif sebesar 0,5% dari peredaran bisnis. Maka, untuk
memanfaatkan fasilitas tersebut, oknum nakal bias saja memecah laporan
keuangan badan dan usaha pribadi agar peredaran bruto tidak melebihi Rp
4,8 miliar.
II. Tax Evasion merupakan tindakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dengan tujuan mengurangi jumlah pajak terutang atau sama sekali tidak
membayar pajak melalui cara-cara ilegal.
Contoh umum dari tax evasion adalah Wajib Pajak tidak melaporkan
sebagaian atau seluruh penghasilannya dalam SPT atau membebankan
biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan pengurang penghasilan untuk
tujuan meminimalkan beban pajak. Jelas, tindakan illegal ini sangat
merugikan negara.
Pada umumnya Tax Avoidance dan Tax Evasion sama sama dapat disebut sebagai
pelanggaran dalam perpajaksan namun yang membedakan keduanya yakni dari
sisi legalitasnya. Tax Avoidance yang mempunyai sifat legal sedangkan Tax Evasion
mempunyai sifat ilegal.
Demikian, dalam praktiknya pengelompokan keduanya biasa terjadi atas dasar
interpretasi otoritas pajak dalam masing-masing negara yang bersangkutan. Maka itu
untuk dapat menyimpulkannya yang menjadi pembeda antara keduanya adalah dalam sisi
legalitasnya, sedangkan dari sisi lainnya keduanya tetap bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penghindaran pajak ini merupakan hal
yang sering dilakukan oleh para wajib pajak saat SKP ( Surat Ketetapan Pajak ) belum
dikeluarkan dan secara tidak langsung wajib pajak yang melakukan praktik penghindaran
pajak tidak mendukung tujuan dibentuknya undang-undang perpajakan. Tax Avoidance
sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam perpajakan dengan melakukan skema
penghindaran pajak yang bertujuan untung meringankan kan beban pajak dengan mencari
dan memanfaatkan celah terhadap ketentuan perpajakan di suatu negara. Pada dasarnya
Tax Avoidance ini mempunyai sifat sah karena tidak melanggar ketentuan perpajakan
apapun. Namun, mempunyai dampak yang cukup merugikan terhadap penerimaan
perpajakan suatu negara khususnya di Indonesia.
Menurut ahli James Kessler Tax Avoidance ini dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan dan penghindaran pajak yang tidak
diperbolehkan. Penghindaran pajak yang diperbolehkan ini mempunyai tujuan yang baik,
bukan digunakan untuk menghindari pajak, dan tidak melakukan transaksi palsu.
Sedangkan sebaliknya penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan mempunyai tujuan
yang tidak baik, bermaksud untuk melakukan penghindaran pajak, dan melakukan
transaksi palsu. Tidak hanya James Kessler , Ronen Palan menyebutkan bahwa suatu
kegiatan yang dikatakan sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan
seperti wajib pajak membayar pajak lebih sedikit daripada yang seharusnya terutang
dengan memanfaatkan interpretasi hukum, wajib pajak berusaha untuk pajak yang
terutang dikenakan atas keuntungan yang telah dibuat dan bukan keuntungan yang
seharusnya diperoleh, dan wajib pajak sengaja untuk menunda pembayaran pajak
terutangnya.
Tax evasion sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam perpajakan dalam melakukan
skema penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi jumlah
pajak yang harus dibayarkan, bahkan beberapa wajib pajak sama sekali tidak membayar
pajak terutang yang harus dibayarkan melalui cara-cara yang ilegal.
Sebagai contoh dalam kasus penggelapan pajak yang sudah lumrah dilakukan adalah
misalnya wajib pajak tidak melaporkan sebagian atau seluruh penghasilannya ke dalam
SPT , membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan pengurangan dalam
penghasilan yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak, serta memperbesar biaya
dengan cara fiktif.
Menurut Defiandry Taslim Praktisi dan akademisi perpajakan menyebutkan
bahwa tax evasion merupakan usaha-usaha kecil untuk memperkecil jumlah pajak yang
terutang atau dengan kata lain menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar
ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab perusahaan melakukan
tindakan penghindaran pajak adalah profitabilitas yang dapat dilihat dari Return
on Asets (ROA). Tingkat profitabilitas perusahaan yang semakin tinggi mempengaruhi
tingginya tingkat penghindaran pajak.
Faktor selanjutnya adalah leverage yang merupakan rasio pengukur seberapa jauh
perusahaan menggunakan hutang dalam membiayai aktivitas operasinya.Tingginya
tingkat leverage akan mempengaruhi tingginya jumlah pendanaan dari utang yang
menimbulkan beban bunga dan beban bunga akan mempengaruhi berkurangnya biaya
pajak (Dharma & Ardiana, 2016).
Ukuran perusahaan menjadi faktor ketiga dalam perusahaan untuk melakukan
tindakan penghindaran pajak. Ukuran perusahaan yang semakin besar akan
mempengaruhi tingginya tingkat penghindaran pajak agar mencapai penghematan beban
pajak yang maksimal (Darmawan & Sukartha, 2014).
Faktor keempat adalah intensitas aset tetap. Semakin tinggi aset tetap akan
mempengaruhi biaya depresiasi yang semakin tinggi sehingga nilai pajak yang
dibayar berkurang. Berarti semakin tinggi jumlah aset, perusahaan cenderung tidak
melakukan penghindaran pajak (Adisamartha & Noviari, 2015).
Faktor yang terakhir adalah pertumbuhan penjualan. Peningkatan pertumbuhan
penjualan akan membuat perusahaan mendapat profit yang tinggi jadi perusahaan
akan melakukan praktik penghindaran pajak (Dewinta & Setiawan, 2016).
Dalam tax avoidance pemerintah sudah mengeluarkan ketentuan untuk menanggulangi
terjadinya praktik penghindaran pajak, seperti ketentuan anti thin capitalization, yaitu
upaya wajib pajak mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman dan
bukan menambah modal untuk dapat membebankan biaya bunga dan mengecilkan laba.
Hal ini diatur dalam UU PPh pasal 18 ayat 1 dan PMK No.169/PMK.03/2015 tentang
Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan
Perhitungan Pajak Penghasilan. Sedangkan dalam tax evasion DJP sebagai otoritas pajak
di Indonesia melakukan penegakan hukum bagi pelanggar hukum khususnya
penggelapan pajak seperti penegakan hukum ringan dan penegakan hukum berat.
Penegakan hukum ringan dikenakan kepada pelanggaran hukum yang bersifat
administrasi yaitu berupa bunga atau denda. Sedangkan penegakan hukum berat
dikenakan kepada tindak pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi pidana.

Sumber Referensi :
 Ismail, Tjip. (2019). Hukum Pajak dan Acara Perpajakan. Edisi Pertama.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
 https://majalahpajak.net/fungsi-pajak-saat-pandemi/
 https://www.idxchannel.com/economics/kenapa-negara-memungut-pajak-dari-
warga-negaranya-ini-penjelasannya/all

 https://money.kompas.com/read/2022/02/03/141300426/apa-saja-sistem-
pemungutan-pajak-di-indonesia-?page=all

 https://www.pajakku.com/read/5f6ad6402712877582239046/Apa-Bedanya-Tax-
Avoidance-dan-Tax-Evasion-?-

Anda mungkin juga menyukai