Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TEORI PERPAJAKAN
Disusun Guna untuk memenuhi Tugas Matakuliah Seminar Perpajakan
Dosen Pengampu : JAMOTHON GULTOM SE., MM

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Luluk Nur Andini (181011201453)

FAKULTAS EKONOMI
PRODI
S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Surya Kencana No.1, Pamulang Barat, Kec. Pamulang, Kota Tangerang
Selatan, Banten 15417
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul “ Teori Perpajakan ”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Matakuliah, Seminar
Perpajakan. Kami harap dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya kami sendiri dan untuk mahasiswa lain di Universitas
Pamulang .
Kami menyadari bahwa penulisan dan penyusunan pada tugas makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya. Demikian tugas makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya, serta para pembaca pada umumnya.

Tangerang, 9 Maret 2022


Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga pajak
mempunyai beberapa fungsi, antara lain : Fungsi Budgetair Pajak
mempunyai fungsi Budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaranbaik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah mencoba
memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intetifikasi pemungutan pajak
melalui penyempunaan peraturan bebagai jenis pajak. Dan pajak
mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan konomi serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan

Dalam makalah ini kami jelaskan dan paparkan tentang teori-teori


pemungutan pajak. Istilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal
masyarakat sejak zaman dahulu. Bebagai jenis sistem pemerintahan yang
ada seperti kerajaan, monarki, dll memliki istilah dan peraturan tentang
pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda. Sejalan dengan
perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk pengertian,
fungsi, tujuan, teknis ,dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak.

Teori pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah


barang baru di dunia perpajakan. Prof. Edwin R. A. Seligman, telah
memaparkan teori pemungutan pajak dalam bukunya Essay in Taxation
yang diterbitkan di Amerika, Prof. Edwin R. A. Seligman menyatakan
bahwa “Tax is compulsory contribution from the person, to the government
to depray the expenses incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred”. Dari pengertian pajak yang
dikemukakan diatas, kita dapat melihat adanya sebuah andil seseorang
dalam hal ini adalah wajib pajak kepada Negara tanpa adanya sebuah timbal
balik bagi yang membayarnya.

1.2 Rumusan Penulisan

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Definisi Pajak


Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah
kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi
atau Badan yang bersifat yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
sifatnya dapat di paksakan dan di pungut oleh Undang-Undang, serta tidak
mendapat imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Terdapat beberapa pengertian atau definisi dari pajak berdasarkan


pendapatan para ahli yang Nampak berbeda namun mempunyai inti dan
tujuan yang sama adalah sebagai berikut:

Pengertian pajak yang di kemukakan oleh Soemitro (1990: 5) :


Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
(kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.

Definisi tersebut disempurnakan menjadi :


Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk membayai public invesment.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Djajadiningrat yang di tulis oleh


Resmi (2007: 1) :
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang di sebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang di tetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejateraan secara umum.

Dari pendapat para ahli yang telah di uraikan di atas mengenai pajak itu
adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta


aturan pelaksanaanya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapt ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
d. Digunakan untuk membiayai kebutuhan pemerintah baik itu
pengeluaran umum, pengeluaran rutin dan pembiayaan pembangunan
dalam hal menjalankan pembangunan.

2.2 Fungsi Pajak


Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
dalam pelaksanaan pebangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan
Negara untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran
pembangunan. Pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi anggaran (budgetair)


Fungsi ini terletak pada sector fublik, yaitu mengumpulkan uang pajak
sebanyak-banyaknya, sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk
membiayai pengeluaran Negara. Sebagai suber pendapatan Negara
pajak, berfungsi untuk membiayai pengeluaran Negara.untuk
menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan.
Digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan segainya. Upaya tersebut ditempuh dengan
cara ekstensifikasi maupun intetifikasi pemungutan pajak melalui
penyempunaan peraturan bebagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai dan
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain
lain.
b. Fungsi mengatur (regulered)
Fungsi mengatur berarti pajak di jadikan alat bagi pemerintah untuk
mencapai tujuan tertentu, baik dalam bidang ekonomi moneter, social,
kultural, maupun dalam bidang politik.
Beberapa contoh fungsi pengatur adalah :
1. Pajak juga mengatur tentang pajak barang semakin tinggi harga
barang dan bernilai maka semakin tinggi juga pajaknya hal ini di
lakukan untuk mengatur konsumsi masyarakat dalam hal barang
mahal.
2. Tarif Progresif juga di berlakukan agar sesetaraan penghasilan
atau pendapatan semakin tinggi penghasilannya makan pajak
yang di kenakan juga akan semakin tinggi.
3. Pemberlakuan tax holiday dimaksud untuk menark investor
untuk menanamkan modalnya di indonesia.
4. Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap
barang produksi dari dalam negeri.
5. Tarif pajak ekspor 0 % dimaksudkan untuk pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat
membesarkan devisa negara

Selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu:

a. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat di kendalikan. Hal ini dapat di lakukan dengan
mengatur peredaran uang yang beredar di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
b. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah di pungut oleh Negara di gunakan untuk
membiayai kepentingan umum, termasuk untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
c. Fungsi demokrasi
Pajak yang sudah di fungut oleh Negara merupakan wujud sitem
gotong royong. Fungsi ini di kaitkan dengan tingkat pelayanan
pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

2.3 Jenis – Jenis Pajak


Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat di kelompokkan menjadi tiga yaitu
pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga
pemungutnya

a. Menurut golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua :


1. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditangung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan
(PPh).PPh yang dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu
yang memperoleh penghasilan tersebut.
2. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat di
bebandakn atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak,
misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat
pertambahan nilai barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh
produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi di bebankan
kepada konsumen.baik secara eksplisit maupun implisit
(dimasukan dalam harga jual barang atau jasa)
b. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pajak Subyektif, pajak yang pengenaanya memperhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan keadaan subyeknya. Contoh : Pajak Penghasilan
(PPh). Dalam PPh terdapat subyek pajak ( Wajib Pajak) orang
pribadi.
2. Pajak Obyektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan
obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subyek pajak (Wajib Pajak)
maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Penjualan atau Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi
dan Bagunan (PBB)
c. Menurut Lembaga Pemungut, Pajak dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
1. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh pemerinta
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya. Contoh : PPh, PPN, dan PPnBM
2. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintahan daerah
baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II
(pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing. Contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor , Pajak Bahan
Bakar Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral, Pajak Logam dan Batuan, Pajak
Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi
dan Bagunan Pedesanaan dan Perkotaan, Bea Perolehan atas Hak
dan Tanah dan Bangunan.
Adapun pembagian sistem pemungutan pajak daerah, yaitu :
Pajak Provinsi meliputi :
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di aras
air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.

Pajak Kabupaten/Kota meliputi :


a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan.

2.4 Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya


Perbedaan keduanya dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain :
Dasar Hukum : pajak diatur dengan undang-undang yang mengikat,
sedangkan pungutan resmi lainnya tidak harus dijamin dengan Undang-
undang.
Balas Jasa : imbalan yang ada pada pajak dilakukan secara tidak langsung,
sedangkan balas jasa untuk pungutan resmi lainnya dapat dirasakan secara
langsung.
Lembaga pemungutan pajak berasal dari pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah, sedangkan pungutan resmi lainnya dapat dilakukan
oleh dinas tertentu.

Pajak mengandung unsur paksaan, sementara pungutan resmi lainnya tidak


mengandung unsur paksaan.

Objek : objek pajak berlaku untuk seluruh penduduk/ objek pajak tanpa
terkecuali, sementara pungutan resmi lainnya hanya berlaku untuk kalangan
tertentu atau pihak yang merasakan langsung manfaat dari jasa yang
disediakan.

Jenis-jenis pungutan resmi di luar pajak

Retribusi

Retribusi merupakan pungutan yang dikenakan kepada warga negara karena


telah mengonsumsi/ memakai suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara
langsung oleh pemerintah. Pungutan ini dapat dilakukan pemerintah kepada
perorangan maupun kepada badan usaha sudah mendapatkan balas jasa
secara langsung. Contoh dari retribusi adalah retribusi pasar dan retribusi
parkir.

Bea Materai

Bea materai adalah pungutan yang dikenakan atas penggunaan materai


dalam sebuah dokumen resmi. Bea ini dikenakan karena suatu dokumen
menyangkut masalah perdata atau dokumen tersebut akan digunakan untuk
dokumen legal di pengadilan.

Bea Cukai
Cukai merupakan pungutan resmi yang harus dibayarkan oleh pihak tertentu
karena peredaran produknya dibatasi oleh pemerintah. Pengenaan cukai atas
suatu produk dilakukan pada produk yang konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup.. Berdasarkan hal ini diharapkan
pengenaan cukai dapat menurunkan daya beli masyarakat atas produk
tersebut. Misalnya, cukai rokok dan cukai tembakau.

Iuran

Iuran adalah pungutan yang dikenakan kepada individi atau suatu instansi
atas pemakaian suatu jasa/ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara
langsung atau tidak langsung. Pembayaran iuran dianggap telah turut serta
menikmati jasa atau fasilitas tersebut. Misalnya, iuran sampah untuk
kebersihan dan iuran penerangan.

Sumbangan

Sumbangan merupakan jenis pungutan atau iuran yang dibayarkan oleh


seseorang atau suatu badan atau lembaga karena telah mendapatkan jasa dari
pemerintah. Misalnya, sumbangan perijinan konser dan sumbangan daerah
atas penyelenggaraan festival tersebut.

Bea Ekspor dan Impor

Bea adalah besaran tarif yang harus dibayarkan oleh eksportir maupun
importir atas masuknya atau keluarnya barang dan jasa mereka kedalam
maupun keluar negeri melalui badan kepabeanan. Misalnya, bea ekspor
minyak mentah, dan bea impor peralatan elektronik.
2.5 Kedudukan Hukum Pajak
Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia
menganut paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak
dapat ditunda. Ketika terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib
pajak yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum ada keputusan dari
Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan diterima, maka wajib pajak
terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:

1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan


individu lainnya
2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya. Antara lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata
Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara), Hukum Pajak, dan
Hukum Pidana.

Hukum pajak terbagi menjadi dua macam:


1. Hukum Pajak Materiil

Hukum ini memuat norma-norma yang menjelaskan tentang keadaan,


perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), pihak yang
dikenai pajak (subyek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak),
segala sesuatu berkaitan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak, serta
dinas sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib
pajak.
Contoh wujud dari hukum pajak materiil adalah pajak penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPnBM).

2. Hukum Pajak Formil

Hukum pajak formil merupakan hukum yang memuat prosedur untuk


mewujudkan hukum pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi.
Hukum pajak formil memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah
utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan monitoring dan evaluasi.
Selain itu juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan
pembukuan atau pencatatan dan prosedur pengajuan surat keberatan maupun
banding.

Contoh wujud dari hukum pajak formil adalah Ketentuan dan Tata Cara
Perpajakan.

2.6 Teori Pemungutan Pajak


Dari abad ke abad, selalu timbul pertanyaan di dalam hati sanubari orang-
orang yang berpikir panjang apa dasar hukum pemungutan pajak, maka ada
kewajiban membayar pajak, dengan perkataan lain : atas dasar apakah
Negara seakan-akan memberikan hak kepada diri sendiri untuk membebani
rakyat dengan yang disebut pajak itu. Dan apakah pemungutan pajak oleh
suatu Negara berdasar pula atas dasar keadilan? Oleh sebab itu, semenjak
abad ke-18 timbulah pelbagai teori guna memberikan dasar menyatakan
keadilan (justification) kepada hak Negara untuk memungut pajak dari
rakyatnya. 
Teori-teori  didengung-dengupara ngkan selalu oleh pencipta beserta
penganutnya kepada khalayak ramai dengan maksud agar segala peraturan
yang brhubungan dengan pajak dipahami dan ditaati. Semua teori tadi agar
dapat dipahami oleh masyarakatnya, sudah tentu harus sesuai dengan
pandangan hidup pada zaman-zaman itu. Sehingga masing-masing teori itu
bersifat relatif yang dibela mati-matian.

Untuk memberi uraian yang lebih jelas, berikut ini kami paparkan teori-teori
pemungutan pajak.

1. Teori asuransi
Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari
segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya
dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi.
Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara.
Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan
perusahaan asuransi.
Ada beberapa kekurangan dalam teori ini.
a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari Negara.
b. Antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh
Negara tidak terdapat hubungan yang langsung.
c. Negara bisa menjadi otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan
dalam pemungutan pajak.
Meskipun seperti itu, teori ini dipertahankan oleh para penganutnya sekadar
untuk memberikan dasar hukum kepada pemungutan pajak saja. Hal ini
menimbulkan ketidakpuasan. Sehinga makin lama makin berkuranglah
jumlah penganut teori ini.

2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari
masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan
jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka
semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan
perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada
perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang
miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Meskipun teori ini masih berlaku pada retribusi,sukar pula dipertahanakan
sebab seorang miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari
pemerintah menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan Negara, tapi justru
mereka tidak membayar pajak.

3. Teori Gaya Pikul


Teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan
pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh Negara
kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk
kebutuhan ini diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segena orang yang
menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang
menjadi  pokok pangkal teori ini yaitu tekanan pajak itu haruslah sama
beratnya untuk setiap orang (asas keadilan). Pajak harus dibayar menurut
gaya pikul seseorang, dan sekadar untuk mengukur gaya pikul ini, dapatlah
dipergunakan, selain besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran
atau pembelanjaan seseorang. Hingga kini teori ini masih dipertahankan
oleh kebanyakan sarjana hukum terkemuka dalam lapangan hukum pajak.
Menurut Profesor W. J de langen, asas gaya pikul menjelmakan cita-cita
untuk mendapatkan tekanan yang sama atas individu, seimbang dengan
pemuasan kebutuhan yang dapat dicapai oleh seseorang. Oleh karena itu
pemuasan kebutuhan yang diperlukan untuk kehidupan yang mutlak harus
diabaikan dan sisanya inilah yang disamakan dengan gaya pikul seseorang.
Kelemahan teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul
seseorang, karena akan selalu berbeda dan berubah-ubah.

4. Teori Kewajiban Pajak atau teori bakti


Berlawanan dengan ketiga teori lainnya, yang tidak mengutamakan
kepentingan-kepentinagn Negara di atas kepentingan warganya, maka teori
ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga diajarkanlah
olehnya bahwa justru karena sifat Negara inilah maka timbul hak mutlak
untuk memngut pajak. Teori ini didasari paham organisasi yang
mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Dasar keadilan pemungutan pajak
terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya. Sebagai warga negara yang
berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah
sebagai suatu kewajiban Negara harus mengambil tindakan atau keputusan
yang diperlukan termasuk keputusan dibidang pajak. Dengan sifat seperti itu
maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat
harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini, dasar
hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan Negara, dimana
Negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.
Kelemahan dari teori ini adalah Negara bisa menjadi otoriter sehinggga
mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.

5. Teori Asas Gaya Beli


Teori ini modern; ia tidak mempersoalkan asal-mulanya Negara memungut
pajak, melainkan hanya melihat kepada efeknya, dan dapat memandang efek
yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini maka fungsi
pemungutan pajak jika dipandangnya sebagai gejala dalam masyarakat,
dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah
tangga-rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan
kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah hidup
tertentu teori ini menitikberatkan ajarannnya pada fungsi kedua dari
pemungutan pajak yaitu fungsi mengatur. Menurut para penganutnya,
termasuk juga professor Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa, baik
dalam masa ekonomi bebas maup ekonomi terpimpin. Tidak demikian
dengan teori sebelumnya yang hanya berlaku selama masa tertentu saja.
Pada zaman modern ini, banyak terdapat aliran yang tidak menyetujui
adanya teori-teori untuk memberi dasar keadilan kepada hak Negara untuk
memungut pajak. Mereka menyandarkannya atas dasar pertimbangan
praktis, seperti kita lihat pada asas teori gaya beli dan seharusnya tidak
menyimpang dari asas keadilan. Hanya apabila sangat diperlukan, barulah
mereka menunjuk kepada sejarah atau mencarikan dasar keadilan untuk
pemungutan suatu pajak Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan
pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akam
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.

6. Teori pembangunan
Untuk Indonesia justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah
pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur.

2.7 Asas Pemungutan Pajak


Dalam pemungutan pajak asas yang sering di gunakan oleh Negara sebagai
landasan untuk pengenaan pajak adalah :

1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence


principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas
suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut
merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau
apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam
kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut
asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep
pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu
maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income
concept).

2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan


pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan
dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak
menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan
penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak
olehpemerintah Indonesia.

3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas


kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini,
tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan
pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan
pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas
world wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau


kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak,
dengan asas sumber di pihak lainnya.Pertama, pada kedua asas yang
disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara
untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan
pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara
(dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi
objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber,
yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek
yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status
dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan
tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama,
pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja
(world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang
dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang
bersangkutan.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

https://www.sman2-tp.sch.id/read/giatinfo/910/perbedaan-pajak-dengan-pungutan-
resmi-lainnya#:~:text=*Lembaga%20pemungutan%20pajak%20berasal%20dari,lainnya
%20tidak%20mengandung%20unsur%20paksaan.

http://eprints.undip.ac.id/59791/3/BAB_III.pdf

https://klikpajak.id/blog/ketahui-kedudukan-hukum-pajak-di-indonesia/#:~:text=Hukum
%20pajak%20adalah%20bagian%20dari,pemungutan%20pajak%20tidak%20dapat
%20ditunda.

http://repository.uinbanten.ac.id/2025/3/BAB%20II%20OK.pdf

http://www.kabarpajak.com/2013/07/makalah-teori-dan-yurisdiksi-pemungutan.html

Anda mungkin juga menyukai