Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA TENTANG


PELAKSANAAN PAJAK

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
kewarganegaraan “

Disusun oleh:

1. Hariyanti Sholehah
2. Lhudvia Sekar Pambudi
3. Monica Ruth
4. Saoloan Manik

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya
yang berlimpah dalam penyusunan tugas makalah kewarganegaraan ini.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Ada kebanggaan tersendiri jika tugas ini bisa selesai dengan hasil yang baik,
meskipun dengan keterbatasan kami dalam membuat makalah.

Dan jika tugas makalah kewarganegaraan ini pada akhirnya bisa


diselesaikan dengan baik, tentulah karena bantuan dan dukungan dari banyak
pihak terkait. Untuk itu, kami sampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, diantaranya :

1. Drs. Zainal Arifin, M.Pd. selaku dosen mata kuliah pendidikan


kewarganegaraan.
2. Orang Tua yang sudah mendukung dan memberi semangat setiap saat.

Tak ada yang bisa kami berikan selain doa dan rasa terima kasih yang
tulus kepada para pendukung. Namun tidak lupa juga masukan yang berguna
seperti saran atau kritik dari para pembaca sangat diharapkan oleh kami. Kami
sangat berharap bahwa makalah kami ini akan sangat bermanfaat bagi siapa
saja yang membaca dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Bandar Lampung, 10 september 2021

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam berlangsungnya suatu


negara. Sebagai perannya adalah sebagai sumber dalam pembiayaan
pembangunan. Agar kegiatan perpajakan berjalan lancar, pemerintah juga
memberikan kerangka hukum dan pedoman pemungutan untuk pajak. Setiap
wajib pajak harus mendaftarkan diri ke kantor pajak untuk mendapatkan
nomor pokok wajib pajak (NPWP). Ada bebrapa pihak yang diwajibkan
memikili NPWP berikut beberapanya:

1. Orang pribadi yang menerima penghasilan dari pekerjaan sebagai


pegawai/pensiunan.
2. Orang pribadi yang menerima penghasilan dari usaha yang dijalankan.
3. Suami istri yang mengadakan perjanjian pisah harta.
4. Bendahara pemerintah
5. Bentuk usaha tetap (BUT)

B. RUMUSAN MASALAH

 Apa itu pajak?


 Siapa saja pemeran penting dalam pajak?
 Apa saja manfaat pajak?
 Bagaimana hukum pajak terhadap penanggung pajak?
 Adakah sanksi jika tidak membayar pajak?
 Apa saja jenis jenis pajak?
 Adakah dasar hukum perpajakan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PAJAK DARI BEBERAPA SUMBER


1. Undang Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Undang-
Undang NO.28 Tahun 2007
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Undang-Undang NO 28 Tahun 2007
2. Prof.Dr.M.J.H.Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-
norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontrapresepsi
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
3. Prof.Dr.Rochmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
(kontraprestasi), yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

B. FUNGSI PAJAK
1. Fungsi Anggaran /Penerimaan (budgeter)
Dimana pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang
digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
Penerimaan negara dari setor pajak akan dimasukan ke komponen
penerimaan dalam negri pada APBN.
2. Fungsi Mengatur (regulered)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik.
Contohnya adalah pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas
barang mewah dan produk produk impor tertentu dalam rangka
melindungi produk dalam negri, pemberian insentif pajak dalam
rangka meningkatkan investasi, dan pengenaan pajak ekspor untuk
produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam
negri.
3. Fungsi Stabilisasi
pajak dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan
pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilisasi harga dengan
tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran harga
uang di masyarakat melalui pemungutan dan penggunaan pajak yang
lebih efektif dan efesien.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan.
Penerimaan negara dari sebuah pajak dapat digunakan untuyk
membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga
dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat.

C. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Menurut Adam Smith pemungutan pajak harus didasarkan oleh asas-asas
berikut ini:
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, dimana pajak orang
pribadi harus yang sebanding dengan kemampuan membayar pajak
serta sesuai dengan manfaat yang diterima.
2. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal
kompromi (not arbitrary). Penetapan pajak tidak dilakukan dengan
sewenang wenang, melainkan harus adanya kepastian hukum
mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan
membayarnya.
3. Convenience of payment
Waktu–waktu wajib pajak membayar pajak harus sesuai dengan
keadaan yang tidak menyulitkan. Seperti saat wajib pajak mendapatkan
keuntungan yang besar atau saat wajib pajak menerima gaji.

4. Ekonomic of collections
Biaya pemungutan pajak dan biaya pemenuhan kewajiban wajib pajak
hendaknya seminim mungkin, sehingga pemungutan pajak tidak
melebihi penerimaan pajak itu sendiri.

D. PERANAN PEMERINTAH DAN WARGANEGARA DENGAN DI


TERAPKANNYA PAJAK
1. Peran Pemerintah
 Melengkapi fasilitas umum dan infrastuktur
 Menjaga kelestarian dan lingkungan hidup
 Mengembangkan alat transformasi massa
 Membayar utang-utang negara
2. Peran warganegara
 Membayar Pajak
 Pajak yang di bayarkan harus sesuai dengan nominal yang harus di
tetapkan

E. MANFAAT PAJAK
1. Manfaat pajak bagi negara
2. Manfaat pajak bagi warga negara

F. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANGGUNG PAJAK


DALAM PELAKSANAAN PENYANDERAAN (GIJZELING)
1. Pengertian Gijzeling
Menurut R. Santoso Brotidihardjo dalam Pengantar Ilmu
Hukum Pajak (1989), gijzeling atau penyanderaan adalah penyitaan
atas badan orang yang berutang pajak.Tindakan ini merupakan suatu
penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara
tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak. Kegiatan
penyanderaan pada dasarnya merupakan salah satu rangkaian dari
tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Ditjen Pajak agar Wajib
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

2. Tujuan Gijzelin
Tujuan dilakukannya gijzeling atau penyanderaan adalah untuk
mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan masyarakat
bahwa pajak adalah sumber utama dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional, serta merupakan salah satu kewajiban warga
negara. Dengan kata lain, adanya gijzeling diharapkan mampu
menyadarkan masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanan
sendiri kewajiban perpajakannya.

3. Aturan Gijzeling
Dasar hukum Ditjen Pajak dalam melakukan gijzeling diatur dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Kuasa sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP). Dalam Pasal 33 Ayat (1)
Undang-Undang tersebut menyebutkan penyanderaan hanya dapat
dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak
sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000,00 yang meliputi seluruh
jenis pajak dan Tahun Pajak, serta diragukan itikad baiknya dalam
melunasi pajak. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa penyanderaan
tidak ditujukan kepada penunggak pajak yang berpenghasilan kecil.
Kemudian, dalam ayat selanjutnya dinyatakan penyanderaan
sebagaimana tersebut pada Ayat 1 hanya dapat dilaksanakan
berdasarkan surat perintah penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat
setelah mendapat izin tertulis Menteri atau Gubernur. Surat perintah
tersebut kemudian akan dikirimkan kepada penunggak pajak.
Waktu penyanderaan maksimal enam bulan sejak penanggung
pajak dimasukkan ke dalam tempat penyanderaan dan dapat
diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan.Meskipun telah
dilakukan penyanderaan, hal tersebut tidak mengakibatkan
dihapuskannya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan.
Dengan kata lain, gijzeling dilakukan apabila Wajib Pajak dinilai
sudah keterlaluan. Sesuai dengan tujuan gijzeling itu sendiri, yakni
memberikan efek jera kepada Wajib Pajak yang tidak taat. Sebenarnya
ada beberapa tahapan lain sebelum akhirnya Wajib Pajak dikenai
gijzeling. Beberapa di antaranya adalah memberikan surat teguran,
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa,
pengumuman di media massa, penyitaan, lelang, penyegahan, dan
akhirnya gijzeling atau penyanderaan.

4. Kebijakan Baru Tentang Gijzeling


Pada awal tahun 2018, Ditjen Pajak menerbitkan Peraturan
Direktur Jendral (Perdirjen) Pajak Nomor 3/PJ/2018 tentang
Perubahan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-218/PJ/2004
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian
Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
Peraturan tersebut memuat tentang kriteria atau syarat-syarat
penanggung pajak yang dapat dilepas dari rumah tahanan. Adapun
kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:
 Utang pajak dan biaya pajak telah dibayar lunas yang dibuktikan dengan
fotokopi bukti pembayaran atau pelunasan utang pajak dan biaya
penagihan pajak yang telah mendapatkan validasi berupa Nomor Transaksi
Penerimaan Negara.
 Jangka waktu yang tertera pada Surat Penyanderaan telah habis.
 Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yang dibuktikan dengan salinan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap dan dilegalisasi oleh pengadilan bersangkutan.
 Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan. Pertimbangan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
o Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari
jumlah utang pajak atau sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi
dengan angsuran;
o Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
bank garansi.
o Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
harta kekayaannya yang sama nilainya dengan utang pajak dan biaya
penagihan pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
o Penanggung Pajak yang bukan pemegang saham telah membayar utang
pajak dengan semua harta kekayaan yang sebenarnya dimilikinya
selain harta kekayaan yang dikecualikan untuk dilakukan penyitaan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPSP.
o Penanggung Pajak memegang saham telah membayar utang pajak
sesuai dengan porsi kepemilikan saham, kecuali Direktur Jenderal
Pajak dapat membuktikan bahwa mereka bertanggung jawab atas
seluruh utang pajak tersebut;
o Penanggung Pajak telah berusia 75 tahun atau lebih; atau
o Untuk kepentingan perekonomian negara, kepentingan umum, dan/atau
pertimbangan aspek kemanusiaan.

G. SANKSI YANG DI DAPAT BILA TIDAK MEMBAYAR PAJAK


1. SANKSI ADMINISTRASI
Sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam
hukum.Salah satu sanksiyang dapat diterapkan terhadap suatu
pelanggaran atas peraturan perundang-undangan adalah sanksi
administrasi. Sanksi ini merupakan suatu bentuk pemaksaan dari
administrasi negara(pemerintah) terhadap warga negara dalam hal
adanya perintah-perintah,kewajiban-kewajiban, atau larangan-
larangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh administrasi negara (pemerintah)termasuk
didalamnya peraturan perundang-undangan bidang perizinan.
Sanksi administrasi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran
perizinan dapat berupa paksaan Pemerintahan (bestuurdwang),
penarikan kembali keputusanyang menguntungkan, pengenaan
uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom), pengenaan denda
administratif (administratif boete). Penetapan sanksi administrasi
terhadap pelanggaran di bidang perizinan bentuknya bermacam-
macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum
dalam peraturan perundang- undangan yang menjadi dasarnya.
2. SANKSI PIDANA
implementasi kebijakan hukum pidana di bidang perpajakan
sebagai upaya peningkatan penerimaan negara saat ini, serta
bagaimanakah kebijakan formulasi di bidang perpajakan yang akan
datang sebagai upaya peningkatan penerimaan negara, dengan
metode pendekatan yuridis sosiologis diperoleh hasil analsis
antaralain; Kebijakan kriminalisasi dan pertanggungjawaban
pidana dalam tindak pidana fiskal di masa yang akan datang
ditinjau dari sudut pembaharuan hukum pidana. Pengaturan
mengenai sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pelaku
delik juga harus diformulasikan kembali sehingga dapat mencakup
pidana formal seperti kurungan dan denda dan pidana informal.
Selain itu pula, pembentuk undang-undang harus
mempertimbangkan pengenaan sanksi yang berbeda bagi korporasi
dan perorangan atau individu. Tolok ukur dari sanksi pidana ini
pada akhirnya adalah efektivitas sanksi pidana untuk mencegah
terjadinya suatu delik (hal ini mengacu pada teori pencegahan
dalam konteks hukum penitensier) atau pun untuk mengembalikan
keadaan seperti sediakala.
H. JENIS PAJAK DI INDONESIA
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun
Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Adapun jenis-jenis PPh adalah sebagai berikut:
 PPh Pasal 15
 PPh Pasal 19
 PPh Pasal 21
 PPh Pasal 22
 PPh Pasal 23
 PPh Pasal 24
 PPh Pasal 25
 PPh Pasal 26
 PPh Pasal 29
 PPh Final Pasal 4 ayat 2.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah
Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan
PPN.
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN,
namun ada beberapa pertimbangan, baik soal ekonomi maupun sosial,
maka ada beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga
tidak termasuk dalam objek PPN. Secara sederhana, objek PPN
dikelompokan menjadi dua, yakni: Barang Kena Pajak (BKP), Jasa Kena
Pajak (JKP).
3. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dimaksud adalah pajak yang
dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan dan atau penguasaan atas tanah
dan atau bangunan. Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan
atau bangunan, di mana pengertian bumi dan atau bangunan dijelaskan
sebagai berikut.
“Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan“.
4. Pajak Kendaraan
Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor, semua orang atau badan yang memiliki kendaraan
bermotor dikenakan pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor tersebut.
Kendaraan bermotor yang dimaksud yaitu jenis kendaraan beroda
beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan di darat dan
digerakkan oleh tenaga motor.
I. DASAR HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA
Setelah mengetahui bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia,
kini kita akan membahas dasar hukum perpajakan di Indonesia
pada era kemerdekaan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini berbagai
dasar hukum yang mengatur perpajakan di Indonesia.
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 1983 dan yang ditetapkan
oleh UU No. 16/2000.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam
UU No. 7/1983 dan diatur oleh UU No. 17/2000.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
yang diatur oleh UU No.8/1983 dan diganti menjadi UU
No.18/2000.
4. Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur
dalam UU No. 19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.
5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0.
14/2002.
BAB III
A. Kesimpulan
Di Indonesia pajak merupakan kewajiban yang harus di bayarkan oleh
setiap warga Negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif
untuk membayar pajak.
B. Saran
Mulai sekarang sebagai warganegara Indonesia agar taat membayar
pajak,karena manfaatnya akan sangat berguna bagi semua masyarakat.
C. Daftar Pustaka
1) https://www.google.co.id/books/edition/Hukum_Pajak_di_Indo
nesia/2Gr-DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pajak+diindonesia&printsec=frontcover
2) https://koinworks.com/blog/pajak-kendaraan-bermotor/
3) https://www.hipajak.id/artikel-jenis-pajak-di-indonesia-yang-
perlu-banget-kamu-tau
4) https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr9DsiIyjZh4koAjC1XNyoA
;_ylu=Y29sbwNncTEEcG9zAzEEdnRpZANDMTYxMV8xBH
NlYwNzcg--/RV=2/RE=1631009545/RO=10/RU=https%3a%2f
%2fwww.online-pajak.com%2ftentang-pajak%2fperpajakan-
di-indonesia-sejarah-sistem-dan-dasar-
hukumnya/RK=2/RS=pHrkTjkwjAYXcZfNBk3dfKpdKXk-

Anda mungkin juga menyukai