Anda di halaman 1dari 25

RANGKUMAN BAB I & II

PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU : Lamria Simamora, SE.,MSA, Ak

DISUSUN OLEH:

Ardita Yuriawati

213020303121

Akuntansi B

JURUSAN/PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
TAHUN 2023
BAB I

PENGANTAR PERPAJAKAN

1. DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tabun 2009 tentang perubahan ke- empat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
pada Pasal 1 Ayat berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah uran rakyat ke- pada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digu nakan untuk membayar
pengeluaran umum

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :

1. Juran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.luran
tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat di- tunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.

FUNGSI PAJAK

1. Fungsi Anggaran (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagr
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pe- merintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK


1. Pemunguan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu
mencapai keadilan, undang-undang maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil.
2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-undang (Syarat Yaridis) Di Indonesia,
pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2.
3. Tidak Menganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perda gangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya
pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana.

TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada
negara untuk memungut pajak. Teori-teon tersebut antara lain:

1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena
itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teon Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya per
lindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teon Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai
dengan daya pikul masing-masing orang.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke
masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK


1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak
Penghasilan
b. Pajak Tidak Langrung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan ata
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjektya
dalam arti memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh Pajak Penghasilan
b. Pajak Objective, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK


Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini
diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang Seseorang dikenai pajak karena
suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:


1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Daluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan oleh:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang
(menggelapkan pajak).
BAB II
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan arah dan
tujuan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini
mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerima negara.
2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna
meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung
pengembangan usaha kecil dan menengah.
3. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkem- bangan
di bidang teknologi informasi.
4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.
6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten.
7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif. Dengan
dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan
negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan
sukarela dan membaiknya iklim usaha

DASAR HUKUM
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009
PENGERTIAN-PENGERTIAN
Dalam Pembahasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan dijumpai penger- tian-
pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku Pengertian atau istilah-istilah tersebut, antara
lain:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendaparkan
ketidakseimbangan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat
2. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sessi
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi,
dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, or ganisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap merembes
4. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk meng-
hitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu
tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP. Masa pajak sama dengan
1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
5. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
6. Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
7. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada saatu saat, dalam Masa
Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
8. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pa- jak.
9. Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wa- jib
Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah. dengan
pajak yang dipotong atau dipungut ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar ata terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahu huan
kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang
10. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Mankan yang dap dorotkan
setelah dikurangi dengan pengembalian pendahulium kelebihan paja at setelah
dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan yang dikurangka dari pajak yang
terutang
11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, kete rangan,
dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional bendada suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaka dan atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan pere dang undangan
perpajakan.
12. Baki Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan atau bukti berupa keteranga tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan dugaan bayi sedang atau
telah terjadi suatu tindak pidana di bawah hukum yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada negara pendapatan.
13. Pemeriksaan Bukti Perronlaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menda patkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan
14. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
15. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkap
pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian tes tang
kebenaran penulisan dan penghitungannya. Untuk pengertian atau istilah- istilah selain
tersebut di atas akan dikaitkan langsung de ngan pembahasan selanjutnya.

TAHUN PAJAK
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan
tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahan pajak tidak sama dengan tahun takwim
denga syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan, dan melapor/memberitahukan
kepada Ka tor Pelayanan Pajak Pratama setempat.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)


1. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
2. Fungsi NPWP a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. b. Untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan ad- ministrasi
perpajakan
3. Pencantuman NPWP Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib
Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
4. Pendaftaran NPWP Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif se- suai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
me- liputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepada wajib pajak
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan "persyaratan subjektif"
adalah persyaratan yang sesuai de ngan ketentuan mengenai subjek pajak dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. "Persyaratan objektif
adalah persyaratan bagi subjek pa- jak yang menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Pengha- silan 1984 dan perubahannya. Tempat pendaftaran
dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah ker janya meliputi tempat
tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kegiatan usaha dilakukan, bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai
pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau diatur
secara tertulis berdasarkan perolehan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain
tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan
suaminya. Bagi wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan: a.
tidak hidup terpisah, atau b. tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan
harta secara tertulis, hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Tetapi apabila ingin
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan
kewajiban perpajakan suami, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak. n Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak da- lam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib
Pajak dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh: sebuah.
salah seorang ahli waris; b. pelaksana wasiat; atau c. pihak yang mengurus harta
peninggalan. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara
jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pa-
jak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib
Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya
Nomor Pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
dibatasi jangka waktunya karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah: a.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat
usaha mulai dijalankan. b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu
usaha atau tidak me- lakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai
dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak,
wajib mendaftarkan diri paling lama pada akhir bulan berikutnya. Terhadap Wajib
Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi
perpajakan.
5. Sanksi Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
NPWP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak sta kurang
dibayar. Pidana tersebut ditambahkan I (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana
apa bila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat
(satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhica Setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahg nakan
atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib dalam rangka mengajuk permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dips dana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua)) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan ata kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
6. Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari
administra Kantor Pelayanan Pajak. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan
oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan atau objektif se suai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. b. Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena
penghen tian atau penggabungan usaha. c. Wanita yang sebelumnya telah memiliki
NPWP dan menikah tanpa membut kesepakatan harta dan penghasilan. d. Wajib Pajak
bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia e. Dianggap perlu
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Noma Pokok Wajib Pajak dari Wajib
Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-un dangan perpajakan. Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atau verifikasi harus mem berikan keputusan atas permohonan
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk
Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap Apabila jangka waktu sebagaimana
dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib
Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut: XX XXX XXXX-XXX XXX

PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK


Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang mengekspor be- ang melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Un- leb dang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya. Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai Pajak Pertambahan
Nilai ber- dasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib se-
melaporkan usahanya untuk dukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Pengusaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 yang pesia 1.
memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak atau Nomor 2. tidak memilih sebagai Pengusaha Kena
Pajak, tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto
atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai peng- usaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya. Kewajiban melaporkan untuk
dikukuhkan sebagai Pengasan Lena Pajak dilakukan se- belum melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai
PKP, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikukuhkan
sebagai PKP secara jabatan dan dike- nakan sanksi perpajakan

1. Fungal Pengukuhan PKP a. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan. b. Melaksanakan


hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
c. Pengawasan administrasi perpajakan.
2. Tempat Pengukuhan PKP Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada: a Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudu- kan, dan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. b. Kantor
Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang
perpajakan. Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan atau tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3. Pencabutan Pengukuhan PKP Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan wajib pajak dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dalam hal: a. PKP pindah
alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain. b. Sudah tidak memenuhi persyaratan
sebagai PKP termasuk PKP yang jumlah peredaran dan atau penerimaan bruto untuk suatu
tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran dan atau penerimaan bruto untuk pengusaha
kecil. c. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain. d.
PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP. Atas permohonan Wajib Pajak untuk melakukan
Pencabutan Pengukuhan Peng- usaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atau verifikasi harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat,
Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbit kan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) balan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan berakhir
4. Sanksi Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjaci 2 (dua) kali sanksi pidana apa- bila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bi ang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani idara penjara yang dijatuhkan. Setiap orang yang melakukan percobaan
untuk melakukan tindak pidana menyalah- gunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling se dikit 2 (dua) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan pa- ling
banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)


1.Pengertian SPT Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek
pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan per- undang-undangan
perpajakan.
2.Fungsi SPT Fungsi surat pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan sebagai
sarana un- tuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau lalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak ata Bagian Tahun Pajak b.
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. c. Harta dan kewajiban.
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pema ngutan pajak
orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi surat pemberitahuan
sebagai sarana untuk me laporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan
untuk a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. b. Pembayaran atau pelunasan
pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Peng- melaporkan tentang: usaha Kena Pajak dan
atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Bagi pemotongan atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut dan disetorkannya.
3. Prosedur Penyelesaian SPT
a. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Men- teri Keuangan. Wajib Pajak
juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs
Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formalitr surat pemberitahuan tersebut.
b. Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Peniberitahuan dengan benar, lengkap. dan jelas,
dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan buruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuh kan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak
c. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyeleng garakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan
mata uaeg eelain Rupiah yang diizinkan
d. Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel atau
tanda tangan elektronik atau digital yang semuanya mempunyai Pajak atau kekuatan hukum
yang sama.
e. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain: 1) Untuk Wajib Pajak yang
mengadakan pembukuan: Laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta
keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena
pajak. 2) Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar penge- naan pajak,
jumlah pajak keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat THO dikreditkan, dan jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak. 3) Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan:
Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
4. Pembetulan SPT dan Pengungkapan Ketidakbenaran Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
dapat membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direk- tur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan: a.
Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak. b. Pemeriksaan. c. Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
Pernyataan tertulis dalam pembetulan surat pemberitahuan dilakukan dengan cara memberi
tanda pada tempat yang telah disediakan dalam Surat Pemberitahuan yang menyatakan bahwa
Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan Surat Pemberita- huan. Dalam hal pembetulan
Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan surat pemberitahuan harus
disampaikan paling lama 2 (dua) tahun se- belum daluwarsa penetapan. Wajib Pajak yang
membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak
jatuh tempo pem- bayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan
penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap
ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib
Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbentran perbuatannya tersebut dengan
disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenamya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak
yang kurang dibayar.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri
dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian surat
pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat
mengakibatkan a Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil. b.
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar. c. Jumlah harta
menjadi lebih besar atau lebih kecil. d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.
Pajak yang kurang dibayar dan timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar,
harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum laporan tersendir dimaksud disampaikan.
Wajib pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampai- kan,
dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau
beberapa tahun pajak sebelumnya yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal
yang telah dikompensasikan dalam Su- rat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan
tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Surat Pemberitahuan
Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak. b. Surat Pemberitahuan Tahunan
adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tabun pajak atau Bagian Tahun Pajak
SPT meliputi: a. SPT Tahonan Pajak Penghasilan. b. SPT Masa yang terdiri dari: 1) SPT
Masa Pajak Penghasilan. 2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. 3) SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Ni- lai. SPT dapat berbentuk: a. Formulir
kertas (hardcopy). b. Dokumen elektronik.
6. Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa,
paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pri- badi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. c. Untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan
setelah akhir Tahun Pajak.
7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan seba- gaimana
dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan
dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Ta- hunan. Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak,
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan ber- akhir, dengan dilampiri: a Penghitungan
sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya
diperpanjang. b. Laporan keuangan sementara. c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan di tandatangani oleh
Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahine harus dilampiri dengan Surat
Kuasa Khusus. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan: a. Secara
langsung. b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, c. Dengan cara lain, yang meliputi: 1)
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau 2) saluran
tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan seba-
gaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

8. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT


Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dike- nai sanksi administrasi
berupa denda sebesar: a. Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai. b. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa lainnya. c. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan. d. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi. Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat
pemberita- huan atau menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat me nimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama
kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak terse but wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar dan ditetapkan melalui
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Kealpaan
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama
kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau me-
nyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan
1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.

SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK


1. Pengertian Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
di- lakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2. Fungsi SSP SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran yang menyelesaikan atau apabila telah mendapatkan
validasi
3. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak a Bank ditunjuk oleh Menteri Keuangan. b.
Kantor pos
4. Jangka Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak Jangka waktu pembayaran atau
penyetoran pajak diatur sebagai berikut:
a. Pembayaran Masa
1) PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan haru disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pa jak berakhir, kecuali ditetapkan lain
oleh Menteri Keuangan.
2) PPh Pasal 4 Ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak hana disetor paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, kecuali ditetapkan
lain oleh Menteri Keuangan.
3) PPh Pasal 4 Ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah da atau bangunan
yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, harus disetor
sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepaka tan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas
tanah dan atau banguna ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
4) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
5) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
6) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
7) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh pemotong PPh harus di setor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
8) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan beri- kutnya setelah
masa pajak berakhir.
9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPBM atas impor harus dilunasi ber- samaan dengan
saat pembayaran bea masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22,
PPN atau PPN dan PPBM atas im- por harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor
10) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan
pemungutan pajak.
11) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna ang- garan atau
pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai pemungut PPh Pasal 22, harus disetor
pada hari yang sama dengan pelak sanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan
pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
12) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran harus disetor paling lama 7
(tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari
belanja negara atau belanja daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama
rekanan dan ditan- datangani oleh bendahara,
13) PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai
pemungut pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (se puluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajal: berakhir.
14) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak harus disetor paling
lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan
Masa PPN disampaikan.
15) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa
Kena Pajak dari luar daerah pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah
pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
16) PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi
atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
17) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan
Surat Perintah Membayar sebagai pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor
Pelaya bendaharaan Negara
18) PPN atau PPN dan PPBM yang dipungut oleh bendahara pengeluara 5. sebagai
pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setela tanggal pelaksanaan pembayaran
kepada Pengusaha Kena Pajak Rekana Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara.
19) PPN atan PPN dan PPBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemung PPN yang
ditunjuk selain Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
20) PPh Pasal 25 bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana d maksud dalam
Pasal 3 Ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir masa pajak terakhir.
21) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu harus
dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk ma sing-masing jenis pajak.

b. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Kete- tapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
c. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional sebagaimana dimaksud
termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh
pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Setiap
keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2% sebulan, yang dihitung dari tanggal
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)


1. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekuranga pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang ma- sih harus dibayar.
2. Penerbitan SKPKB
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil peme riksaan atau
keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material. Keterangan lain
tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara
lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan.
3. Sanksi Administrasi
a. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a dan 2e, maka jumlah ke
kurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan paling lama 24 bulan
b. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2, 20, dan 20. dikenakan sanksi
4. Fungsi SKPKB
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak
5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB.

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)


1. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
2. Penerbitan SKPKBT
SKPBT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan.
3. Fungsi SKPKBT
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.
4. Sanksi SKPKBT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut Sanksi administrasi
berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbit kan berdasarkan keterangan tertulis
dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.
5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhi nya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilaku- kan tindakan pemeriksaan dalam
rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan SKPKBT.

SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB)


1. pengertian
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya tidak terutang.
2. Penerbitan SKPLB
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
diterbitkan untuk:
a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang.
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang.
3. Fungsi SKPLB
Sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak.

SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)


1. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
2. Penerbitan SKPN
SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak ata jumlah pajak
yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)


1. Pengertian
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan ata sanksi
administrasi berupa bunga dan atau denda
2. Penerbitan STP
a. a Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan atau salah hitung
c. c Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak.
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalu Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
3. Fungsi STP
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak
4. Sanksi Administrasi STP
a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poin 2a dan 2b) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan.
b. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (poin 24, 2e, atau 20
c. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (poin 2g) dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali.

KEBERATAN DAN BANDING


1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan
a. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak
b. Pengajuan keberatan yang dimangkan dalam bentuk Surat Keberatan sebagai mana dan
harus memenuhi syarat
c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak
wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah
disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat
keberatan disampaikan.
d. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi
persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan.
e. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan,
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
f. Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada
saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali
pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut ber- ada di pihak
ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
g. Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima harus memberi keputusan
h. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah terlampaui dan Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan
Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
i. Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan
j. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50 dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
k. Tetapi apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat Kepu- tusan
Keberatan, sanksi tersebut tidak dikenakan.

2. Tata Cara Penyelesaian Banding


a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan pera- dilan
pajak atas Surat Keputusan Keberatan
b. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
c. Permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan
keberatan diterima dengan cara:
1) Tertulis dalam Bahasa Indonesia.
2) Mengemukakan alasan-alasan yang jelas.
3) Melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum
merupakan pajak yang terutang sampai dengan putusan banding diterbitkan.
e. Apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
f. Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau seluruh- nya, yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran tersebut
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua per- sen) per bulan.

PEMBETULAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN


1. Pembetulan
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan:
a. Surat Ketetapan Pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB).
b. Surat Tagihan Pajak.
c. Surat Keputusan Pembetulan.
d. Surat Keputusan Keberatan.
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi.
g. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak.
h. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
i. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
j. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan dalam
hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya.
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pa- jak yang
tidak benar.
c. membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau
2) pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK


Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:

1. diterbitkan Surat Paksa;


2. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak langsung,
3. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam; atau
4. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

PEMERIKSAAN

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

1. Pengertian
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan
atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berda- sarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

2. Sasaran Pemeriksaan
a. Interpretasi Undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.

3. Kriteria, Ruang Lingkup, dan Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan pengembalian ke- lebihan pembayaran pajak.
Ruang lingkup pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat meliput penentuan, pencocokan, atau pengampulan
materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.

PENYIDIKAN
1. Pengertian
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
2. Penyidik
Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Wewenang Penyidik
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari oran, pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan.
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain bean dengan tindak pidana dibidang
perpajakan.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatat- an,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan
atau dokumen yang dibawa.
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
i. i Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
j. Menghentikan penyidikan.
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Kewajiban Penyidik
Penyidik sebagaimana memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK


Kewajiban Wajib Pajak
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke Kantor
pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5. Menyelenggarakan pembukas/pencatatan.
6. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk meraha-
siakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk
keperluan pemeriksaan.

Hak-Hak Wajib Pajak


1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT
3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan
4. Mengajukan pemohonan pemandun paryampaian SPT
5. Mengajukan permohonan penandaan atas pengangsuran pembayaran pajak
6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan
pajak
7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat
ketetapan pajak yang salah.
9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11. Mengajukan keberatan dan banding

KEWAJIBAN PEMBUKUAN/PENCATATAN
1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut.
Sedangkan pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
3. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib
melakukan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pri badi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas

4. Pembukuan atau pencatatan:


a. Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya
b. Harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing
yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
d. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewa- jiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang
e. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Mette Ke uangan..
f. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau di
tempat kedudukan wajib pajak badan.
5. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan
a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP
ditambah sanksi administrasi
b. Setiap orang yang dengan sengaja.
1) memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
2) tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen Iain; dan
3) tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pem- bukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan se- cara program aplikasi
online di Indonesia;
SANKSI PERPAJAKAN
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi.
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan
sanksi pidana, Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah:

 Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan
kenaikan.
 Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng
hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.Menurut ketentuan
dalam undang-undang perpajakan ada 3 maçam sanksi administrasi,yaitu berupa denda,
bunga, dan kenaikan.

SANKSI PIDANA
Ketentuan Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana yaitu denda
pidana, kurungan, dan penjara.

 Denda Pidana
Sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang
diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma.
Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun
bersifat kejahatan.
 Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.
Dapat ditujukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan
diancamkan kepada si pelanggar norma itu, ketentuannya sama dengan yang
diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda
pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
 Pidana Penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.
pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan k

Anda mungkin juga menyukai