Anda di halaman 1dari 13

1

ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Oleh : Vernon Liabata,SH

A. Pengertian Administrasi
Kata Administrasi berasal dari bahasa latin “Administratre” yang berarti “to
manage “. Derivasinya antara lain menjadi Administratio yang juga berarti
besturing atau pemerintahan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Admnistrasi diartikan
sebagai :
1. Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan
cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi;
2. Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan serta mencapai tujuan;
3. Kegiatan yang berkaitan dengan penyelengaraan pemerintahan;
4. Kegiatan kantor dan tata usaha.
Dalam hal ini administrasi merujuk pada pengertian yang ke-3, yakni
“kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan”.
Prajudi Admosudirdjo mengemukakan bahwa administrasi mempunyai
tiga arti yaitu :
1. Sebagai salah satu fungsi pemerintah (kegiatan pemerintah yang
berhubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat);
2. Sebagai aparatur (machinery) dan aparat (apparatus) daripada
pemerintah (pemerintah dalam bentuk institusi/lembaga kenegaraan);
3. Sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang
memerlukan kerja sama secara tertentu (yaitu berhubungan dengan
prosese teknis penyelenggaraan uu/pelaksanaan uu).

B. DEFINISI DAN UNSUR PAJAK


1. Definisi
Definis Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH ialah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-iundang ( yang dapat dipaksakan )
dengan tiada mendapat jasa timbale ( kontra prestasi ) yang lansung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Unsur Pajak
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsure-
unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa
uang bukan barang.
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbale atau kontraprestasi dari negara yang secara lansung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontra prestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

C. FUNGSI PAJAK
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur ( regulernd)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap monuman keras untuk mengirangi
konsumsi minumsn keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan untuk barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
c. Tariff pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasar dunia.

D. SYARAT PUNGUTAN PAJAK


Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan )
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya
yakni dengan memberukan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
majelis pertimbangan pajak.
2. Pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang ( syarat yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD Tahub 1945 Pasal 23 ayat (2). Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan. Baik bagi negara
maupun warganya.
3. Tidak menggangu perekonomian ( syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomiam
masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien ( syarat finansiil)
Sesuai fingsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
System pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh :
 Tarif PPN yang beragam disedrhanakn menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
 Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan ( PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perorangan ( orang pribadi ).

E. TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK


Atas dasar apakah negara mempuyai hak untuk memungut pajak? Terdapat
beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak
kepada negara untuk memungut pajak. Tero-teori tersebut antara lain sebagai
berikut :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu
premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
( misalnya perlindungan ) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu :
 Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang
dimilki oleh seseorang.
 Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakayat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Daya Beli
Dasar kedilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut
pajak berarti menarik Daya Beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah
tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke
masyarakat dalam bentu pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
F. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH., Hukum pajak mempunyai kedudukan
di antara hukum-hukum berikut ini :
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu
lainnya.
2. Hukum PubliK, mengatur hubungan anatar pemerintah dengan rakyatnya.
Hukum ini dapat dirinci sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukumpajak merupakan bagian dari hukum public.
Hukum pajak mengatur hubungan anatara pemerintah (fiscus) selaku pemungut
pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak.
Ada dua macam hukum pajak yakni :
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa
yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif),
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tatacara untuk mewujudkan hukum
materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil).
Hukum ini memuat anatara lain :
 Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
 Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib
pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan
utang pajak.
 Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan
pembukuan/pencacatatan, dan hak-hak wajib pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

G. PENGELOMPAKAN PAJAK
1. Menurut golongannya
 Pajak lansung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dolimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
 Pajak tidak lansung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya
 Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
 Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.

3. Menurut lembaga pemungutnya


 Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Yang merupakan pajak provinsi, yaitu :
 Pajak Penghasilan;
 Pajak Pertambahan Nilai;
 Pajak Penjuaalan atas Barang Mewah;
 Pajak Bumi dan Bangunan, dan
 Bea Matrerai.
 Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
 Pajak Provinsi : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
 Pajak Kabupaten /kota, : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.

H. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel :
 Stelsel nyata (riel stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunayai kelibihan atau kebaikan dan kekurangan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (stelsel penghasilan riil diketahui).
 Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan satu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak
berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu pada ahir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
 Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,
maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil
kelebihannya dapat diminta kembalai.

2. Asas Pemungutan Pajak


 Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang betempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib
Pajak dalam negeri.
 Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
 Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak


 Official Assesment System
Adalah suatu system pemungutan yang member wewenang kepada
pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
 Self Assesment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
 With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fidkus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.

I. TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK


Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya suarat ketetapan pajak oleh fiskus.
Ajaran ini diterapkan pada official assisment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai
pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self
assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :

 Pembayaran,
 Kompensasi,
 Daluwarsa,
 Pembebasan dan penghapusan.

J. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK


Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi :
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara
lain :
 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat,
 Sistem perpajakn yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat,
 Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara lansung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghidari pajak. Bentuknya
antara lain :
 Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melnggar undang-undang.
 Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).

K. TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak yaitu :
1. Tarif sebanding/ proporsional
Tarif nerupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap
besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh :
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besarnya tariff Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal
berapapun adalah Rp 1.000.000.
3. Tariff progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
pajak semakinbesar.
Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak Pernghasilan
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5%


Di atas Rp 25.000.000,00 s.d.Rp 50.0000.000,00 10%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 15%
Di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00 25%
Di atas Rp 200.000.000,00 35%
 Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tariff Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 15%
Di atas 100.000.000,00 30%
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tariff progresif dibagi :

 Tariff progrsif-progresif : kenaikan persentase terlalu besar


 Tariff progresit tetap : kenaikan persentase tetap
 Tariff progresif degresif : kenaikan persentase semakinkecil
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-undang Pajak
Penghasilan tersebut di atas termasuk tariff progresif progresif.
4. Tariff Degresif
Persentase tariff yang dugunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
2
PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH
Pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu Pajak
Pusat dan Pajak Daerah.
A. PAJAK NEGARA
Pajak negara yang sampai saat ini masi berlaku adalah
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjalan Atas Barang Mewah (PPN dan
PPn BM).
3. Bea Meterai
4. Pajak Bumi dan Bangunan
5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

B. PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH


1. Pajak Daerah
Ada beberapa pengertian atau istilah terkait dengan Pajak Daerah antara
lain:
 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
lansung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah.
 Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan
Pajak Daerah.
 Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajak Daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran pajakyang terutang, termasuk pemungutan
atau pemotongan pajak tertentu.

2. Jenis Pajak dan Objek Pajak


Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pajak Provinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
 Bea Balik Nama kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
 Pajak Pengambialan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/ Kota
 Pajak Hotel;
 Pajak Restoran;
 Pajak Hiburan;
 Pajak Reklame;
 Pajak Penerangan Jalan;
 Pajak Pengambilan Bahan Galian C;
 Pajak Parkir;
 Pajak lain-lain.

C. RETRIBUSI DAERAH
Ada beberapa pengertian yang terlkait dengan Retribusi Daerah anatara lain :
1. Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
4. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sector swasta.
5. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksutkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.

D. JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH


Jenis Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
criteria-kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi
Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu;
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan disentralisasi;
c. Jasa tersebut member manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan
yang diharuskan membayar retibusi, disamping untuk melayani
kepentingan dan kemanfaatan umum;
d. Jasa tersebut layak dikenakan retribusi;
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelanggaraannya;
f. Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efesien, serta merupakan
salahsatu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan
g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyedia jasa tersebut dengan
tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis –jenis Retribusi Jasa Umum adalah :

 Retribusi Pelayanan Kesehatan


 Retribusi Pelayanan Persampahan/kebersihan;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
Catatan Sipil
 Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
 Retribusi Pelayanan Pasar;
 Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
 Retribusi Pemerikasaan Alat Pemadam Kebakaran;
 Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
 Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.

2. Retribusi Jasa Usaha


Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
criteria-kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Usaha besifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi
Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogyanya disediakan oleh sector swasta tetapi belum memadai atau
terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh Pemerintah Daerah.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah :

 Retribusi Pemakaian kekayaan Daerah;


 Retribusi Pasar Glosir dan/atau Pertokoan;
 Retribusi Tempat Pelelangan;
 Retribusi Terminal;
 Retribusi Tempat Khusus Parkir;
 Re tribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
 Retribusi Penyedotan Kakus;
 Retribusi Rumah Potong Hewan;
 Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
 Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
 Retribusi Penyebrangan di Atas Air;
 Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
 Retribusi Penjualan Produksi Daerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu


Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dengankriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka asas disentralisasi;
b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum;dan
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin
tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negative dari
perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi
perizinan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah :

 Retribusi Izin Mendirikan Banguanan;


 Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
 Retribusi Izin Gangguan; dan
 Retribusi Izin Trayek.

4. OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI DAERAH


Objek Retribusi Daerah terdiri dari :
1. Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2. Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial.
3. Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daearah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Subjek Retribusi Daerah
Yang menjadi Subjek Retribusi Daerah adalah:

 Orang dan Badan Hukum.

Anda mungkin juga menyukai