Anda di halaman 1dari 19

B AB

1 Konsep Dasar Perpajakan

Kompetensi Dasar
3.1 Memahami jenis-jenis pajak dan ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
4.1 Mengelompokkan jenis-jenis pajak dan tata cara Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Konsep Dasar Perpajakan 1


Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini diharapkan siswa dapat:
1. Mendeskripsikan pengertian pajak.
2. Menjelaskan fungsi pajak.
3. Menjelaskan kedudukan hukum pajak.
4. Mengidentifikasi jenis-jenis pajak.
5. Menjelaskan ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
6. Mengidentifikasi tarif pajak.

Peta Konsep

2 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


Materi Pembelajaran

A. Pengertian Pajak

Sejak pajak diperhitungkan sebagai salah satu pemasukan paling penting bagi sebuah
negara, banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pajak. Berikut
ini disajikan sejumlah pendapat para ahli mengenai definisi pajak.
1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Perpajakan
Menurut undang-undang tersebut bahwa pengertian pajak adalah sebuah konstribusi
wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang ataupun badan yang memiliki
sifat memaksa, tetapi tetap berdasarkan dengan undang-undang dan tidak mendapat
imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan negara dan kemakmuran
rakyat.
2. Prof. Dr. MJH. Smeeths
Pajak merupakan sebuah prestasi yang dicapai oleh pemerintah yang terhutang dengan
melalui berbagai norma serta dapat untuk dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi
dari masing-masing individual. Maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
3. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.
Pajak merupakan iuran atau pungutan rakyat kepada pemerintah dengan berdasarkan
undang-undang yang berlaku atau peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor
publik yang dapat untuk dipaksakan serta yang langsung ditunjuk dan digunakan untuk
membiayai kebutuhan negara.
4. Prof. Dr. PJA Andriani
Pajak adalah iuran atau pungutan masyarakat kepada negara yang dapat untuk
dipaksakan serta akan terhutang bagi yang wajib membayarnya yang sesuai dengan
peraturan undang-undang dengan tidak dapat memperoleh imbalan yang langsung
bisa ditunjuk dan dipakai dalam pembiayaan yang diperlukan negara.
5. Dr. Soeparman Soemahamidjaya
Pajak adalah iuran wajib bagi warga atau masyarakat, baik itu dapat berupa uang
ataupun barang yang dipungut oleh penguasa dengan menurut berbagai norma
hukum yang berlaku untuk menutup biaya produksi barang dan juga jasa guna meraih
kesejahteraan masyarakat.
6. Anderson Herschel M, dkk
Pajak merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah
serta tidak merupakan akibat dari pelanggaran yang diperbuat, tetapi suatu kewajiban
dengan berdasarkan ketentuan yang berlaku tanpa imbalan serta dilakukan guna
mempermudah pemerintah dalam menjalankan tugas.
7. Cort Vander Linden
Cort Vander Linden berpendapat, bahwa pengertian pajak merupakan sumbangan
pada keuangan umum negara yang tidak bergantung pada jasa khusus dari seorang
penguasa.
8. Prof. Edwin.R.A. Seligman
Pajak merupakan iuran atau pungutan yang memiliki sifat memaksa kepada pemerintah

Konsep Dasar Perpajakan 3


guna biaya segala pengeluaran yang ada hubungannya dengan masyarakat serta tanpa
ditunjuk dan tidak ada keuntungan khusus yang dapat diperoleh.
9. Mr. Dr. N.J. Fieldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata
mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
10. Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak, yang dipaksakan oleh
kekuasaan publik dari penduduk untuk menutup belanja pemerintah.

B. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam


pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan.
Pajak mempunyai beberap fungsi, sebagai mana dikutip Mardiasmo (2004), yaitu
sebagai berikut:
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber keuangan negara yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan
sarana dan prasarana ekonomi, sosial, dan budaya. Apabila masih terdapat sisa dana
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, maka sisa dana tersebut dapat
disimpan sebagai tabungan pemerintah.
Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Fungsi mengatur berarti pajak dijadikan alat bagi pemerintah untuk mencapai tujuan
tertentu, baik dalam bidang ekenomi moneter, sosial, kultural, maupun dalam bidang
politik.
Contoh fungsi mengatur antara lain:
a. Proteksi terhadap barang produksi dalam negeri dengan dikenakan PPN Impor
untuk belanja impor barang.
b. Sebagai sarana untuk mendorong ekspor dengan cara mengenakan pajak 0%
untuk ekspor barang.
c. Minuman keras dikenakan pajak yang tinggi, sehingga konsumsi minuman keras
dapat ditekan.
d. Barang mewah dikenakan PPnBM yang tinggi untuk mengurangi konsumsi.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berkaitan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini dapat
dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

4 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


Contoh: terdapat berbagai macam tarif yang dikenakan kepada Wajib Pajak. Dengan
tarif progresif maka Wajib Pajak yang memiliki pendapatan lebih besar akan dikenakan
pajak yang lebih besar pula. Peranan pajak sebagai alat pemerataan sangat penting
untuk menegakkan keadilan sosial.
5. Legalitas Pemerintahan (representation)
Pemerintah membebani pajak atas warga negara dan warga negara meminta
akuntabilitas dari pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan (pengenaan pajak tidak
diputuskan secara sepihak oleh penguasa tetapi merupakan kesepakatan bersama
dengan rakyat melalui perwakilan di parlemen.

C. Kedudukan Hukum Pajak

Hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
dengan Wajib Pajak. Hukum Pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur
hubungan antara penguasa sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Menurut Santoso Brotodihardjo, yang termasuk dalam hukum publik ini, antara lain hukum
tata negara, hukum pidana dan hukum administratif, sedangkan hukum pajak merupakan
anak bagian dari hukum administrasi. Menurut Dr. P. J. A. Andriani Pajak adalah iuran atau
pungutan masyarakat kepada negara yang dapat untuk dipaksakan serta akan terhutang
bagi yang wajib membayarnya yang sesuai dengan peraturan undang-undang dengan tidak
dapat memperoleh imbalan yang langsung bisa ditunjuk dan dipakai dalam pembiayaan
yang diperlukan negara.
1. Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal mengatur cara untuk mewujudkan hukum material menjadi
suatu kenyataan, memuat norma tentang tata cara penetapan pajak, kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, hak dan kewajiban
Fiskus, tata cara pemungutan pajak.
2. Hukum Pajak Material
Hukum pajak material mengatur norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,
peristiwa yang dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak, besarnya pajak dan sanksi
pajak, memuat norma tentang objek pajak, subyek pajak, tarif pajak, dan sanksi.
Utang pajak timbul karena ada undang-undang pajak dan adanya perbuatan, keadaan
dan peristiwa (tatbestand). Utang pajak timbul tanpa harus menunggu adanya Surat
Ketetapan Pajak dar fiskus. Wajib pajak yang mendaftar sendiri, menghitung sendiri,
membayar sendiri dan melaporkan sendiri jumlah yang terutang, tanpa menunggu
Direktur Jendral Pajak mengeluarkan Surat Tagihan Pajak (SPT) atau Surat Ketetapan
Pajak.
3. Berakhirnya Hutang Pajak
a. Pelunasan/pembayaran: melalui kas negara, bank presepsi, kantor pos.
b. Kompensasi jika Wajib Pajak untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan
pembayaran pajak, sedangkan jenis pajak lain mengalami kekurangan.
c. Pembebasan hutang, berakhirnya hutang pajak tanpa persetujuan Wajib Pajak
(biasanya diberikan terhadap sanksi administratif ).
d. Penghapusan hutang Wajib Pajak, hutang pajak berakhir dengan cara dihapuskan
jika Wajib Pajak menghadapi kebangkrutan, kedaluwarsa, atau lewat waktu.

Konsep Dasar Perpajakan 5


e.
Penundaan penagihan. Penagihan ditunda dalam jangka waktu tertentu, jika Wajib
Pajak ternyata mampu, akan ditagih, jika kemudian tidak mampu akan dihapus.
4. Perlawanan Terhadap Pajak
Perlawanan pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya pemungutan
pajak. Perlawanan pajak dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan pajak yang berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat
karena kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Contoh: masyarakat
yang menyimpan uang di rumah atau dibelikan emas karena belum terbiasa
dengan perbankan.
b. Perlawanan Aktif
Serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak
atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar, meliputi:
1) Perlawanan pajak dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance), yaitu suatu
usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan
ketentuan di bidang perpajakan secara optimal.
2) Perlawanan pajak secara aktif dengan cara penggelapan pajak (tax evasion),
yaitu pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan
perpajakan, contoh memberi data palsu atau menyembunyikan data.

D. Jenis-Jenis Pajak

Pajak merupakan hak dan kewajiban warga negara. Di mana seseorang bisa memperoleh
penghasilan sebanyak banyaknya namun tetap menyerahkan sebagian penghasilan tersebut
kepada negara. Sebagian penghasilan tersebut selanjutnya digunakan oleh negara demi
kesejahteraan bersama. Secara umum terdapat dua tipe pajak di Indonesia, yang membedakan
adalah lembaga pengelolanya.
Berikut jenis-jenis yang ada di Indonesia:
1. Berdasarkan Lembaga Pemungutan
a. Pajak Pusat
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Pengelolaannya adalah Direktorat
Jendral Pajak dan Direktorat Jendral Bea Cukai. Jenis pajak yang dipungut antara
lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPn BM, Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Mulai tahun 2011 untuk PBB dan BPHTB menjadi pajak daerah.
b. Pajak Daerah
Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk pembiayaan rumah tangga daerah.
2. Berdasarkan Cara Pemungutan
a. Pajak Langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
dan tidak dilimpahkan kepada orang lain (secara ekonomis) dan dipungut secara
berulang pada waktu tertentu, misalnya setiap bulan atau tahun (berkala). Contoh:
PPh dan PBB.

6 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pemungutannya tidak didaftar berdasarkan
nomor kohir, tetapi jika ada peristiwa, perbuatan tertentu, pembayaran pajak dapat
melimpahkan beban pajaknya pada orang lain. Contoh: PPN, PPnBM, Bea Cukai,
dan Bea Materai
3. Berdasarkan Sifat Pemungutan
a. Pajak Subjektif
Pajak subjektif yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan kondisi/keadaan
Wajib Pajak. Penentuan pajak harus disertai alasan objektif yang berhubungan erat
dengan keadaan materialnya yaitu daya pikul.
Penerapan di Indonesia dapat dilihat dalam pengenaan Pajak Penghasilan orang
pribadi (PPh) Pasal 21, sebelum dikenakan pajak terlebih dahulu penghasilan netto
dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Pajak Objektif
Pajak objektif yaitu pajak yang pengenaannya pertama-tama memperhatikan
objeknya (benda, keadaan, perbuatan, peristiwa) yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, kemudian ditetapkan subjeknya. Contoh: PPN, PPnBM.

E. Tata Cara Pemungutan Pajak

Berbicara mengenai tata cara pemungutan pajak, maka akan kita bahas secara sederhana.
1. Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak sebagaimana dikutip Mardiasmo (2004) dapat diakukan berdasarkan
pengenaan berikut.
a. Pengenaan di belakang/stelsel nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan objek (penghasilan) yang nyata, yang benar-benar
ada. Sehingga pemungutan dilakukan pada akhir tahun setelah penghasilan
sesungguhnya telah diketahui. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan
sesungguhnya yang diperoleh dalam tahun baru diketahui pada akhir tahun
sehingga pengenaan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun tersebut.
Kebaikannya adalah pajak yang dikenakannya lebih realistik. Adapun kelemahannya

Konsep Dasar Perpajakan 7


adalah pajak baru dikenakan pada akhir periode setelah penghasilan real diketahui.
b. Pengenaan dikenakan di depan/stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan anggapan yang diatur undang-undang. Misalnya,
penghasilan satu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya,
sehingga besarnya pajak terutang dapat ditetapkan untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikannya, antara lain pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu sampai akhir tahun. Adapun kelemahannya pajak tidak berdasarkan
keadaan sesungguhnya. Dengan demikian, besarnya pajak yang dipungut belum
tentu sesuai dengan besar pajak yang sesungguhnya.
c. Pengenaan campuran/stelsel campuran
Pengenaan ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan,
pengenaan pajak pada awal tahun dapat dihitung berdasarkan anggapan dan pada
akhir tahun besarnya disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Kebaikannya adalah pemungutan pajak dapat dilakukan pada awal tahun. Selain
itu, besarnya pajak sesuai dengan jumlah pajak yang sesungguhnya. Adapun
kelemahannya ada tambahan pekerjaan administrasi karena pajak dihitung dua
kali yaitu pada awal tahun dan akhir tahun.
2. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah  sebuah cara yang digunakan untuk menghitung
besarnya pajak seseorang yang harus dibayar kepada negara yang ditempatinya.
Pada dasarnya terdapat tiga sistem atau cara yang dipergunakan untuk menentukan
siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang
yaitu sistem pemungutan pajak official assessment system, self assessment system, dan
with holding system.
a. Official Assessment System
Official Assessment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang
wewenangnya untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak tersebut. Wajib Pajak bersifat pasif,
tahapan-tahapan dalam menghitung dan memperhitungkan pajak yang terutang
ditetapkan oleh fiskus yang tertuang dalam SKP. Wajib Pajak aktif ketika melakukan
penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP.
Sistem ini juga diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), di
mana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang
terutang setiap tahun. Jadi, wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup
membayar PBB tersebut berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan oleh KPP di mana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
Indonesia pernah menggunakan sistem ini pada kurun waktu awal kemerdekaan
dengan mengadopsi atau tetap memberlakukan beberapa peraturan perpajakan
buatan Belanda hingga Pajak Orang Lain yang oleh sebagian ahli disebut sebagai
Semi Self Assesment System diberlakukan.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai berikut:
1) Pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak.
2) Wajib pajak bersifat pasif dalam menghitung pajaknya.
3) Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang
dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

8 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


b. Self Assessment System
Self Assessment System merupakan  suatu sistem pemungutan pajak di mana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak
terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan. Sistem ini mulai diaplikasikan
bersamaan dengan reformasi perpajakan tahun 1983 setelah terbitnya UU No.
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai
berlaku 1 Januari 1984.
Dalam sistem ini wajib pajak sifat aktif untuk menghitung, menyetor serta
melaporkan pajaknya sendiri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan
fiskus hanya memberi penerangan atau sebagai pengawas pajak tersebut. Sistem
ini diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN. Wajib Pajak
diberi kepercayaan untuk melaksanakan gotong-royong nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang.
Wajib Pajak harus melaporkan secara teratur pajak yang terutang dan yang telah
dibayar, aparat perpajakan berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Ciri-ciri self assessment system adalah sebagai berikut:
1) Wewenang dalam menentukan besarnya pajak terhutang ada di tangan wajib
pajak itu sendiri.
2) Wajib Pajak aktif dalam menjalankan kewajiban pajaknya, mulai dari
menghitung pajak sendiri, menyetor pajaknya, dan melaporkan pajak
terhutangnya.
3) Dalam sistem self assesment, pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat
ketetapan pajak setiap saat kecuali adanya kasus-kasus tertentu saja seperti
wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau
terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
c. With Holding System
With Holding System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan
bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak
dan juga bukan aparat pajak/fiskus). Jenis sistem ini merupakan jenis yang adil
bagi masyarakatnya. Sistem ini tercermin pada pelaksanaan pengenaan Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Keunggulan dari with holding system ini adalah wajib pajak yang bersangkutan tidak
perlu lagi repot-repot menghitung dan menyetorkan pajaknya karena pekerjaan
tersebut sudah dijalankan oleh pihak ketiga.
Kelemahannya adalah uang pajak yang telah dipungut oleh pihak ketiga memiliki
risiko tidak disetorkan. Pihak ketiga tersebut bisa saja menggunakan uang pajak
yang dipungutnya untuk hal lain.
3. Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,
masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun, bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan
berbagai hambatan dan perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi
berbagai persyaratan, yaitu:
a. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan). 
Seperti halnya produk hukum yang lain, maka hukum pajak pun mempunyai tujuan
untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Pemungutan pajak

Konsep Dasar Perpajakan 9


harus adil sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-undang.
Pelaksanaan pemungutan juga harus adil, yakni dikenakan kepada orang-orang
pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut serta
sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
Contoh pelaksanaanya:
1) Dengan mengatur hak dan kewajiban para Wajib Pajak.
2) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
Wajib Pajak.
3) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran.
b. Pengaturan Pajak Harus Berdasarkan UU (Syarat Yuridis)
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat
dipaksakan. Hak dan kewajiban Wajib Pajak maupun petugas pajak diatur di dalam
syarat ini. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-
Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang tidak puas untuk mengajukan
keberatan dan banding. Undang-undang memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
c. Pungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa supaya jangan sampai
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun
jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok termasuk kecil dan menengah.
Pemungutan pajak harus bisa menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan
tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan
agar tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan.
Jangan sampai pajak yang harus dibayarkan lebih rendah dibandingkan biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak
akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun dari segi waktu.
Pemungutan pajak harus efisien, sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan
harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil penghasilannya.
e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan
pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung
beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak yang positif
bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak.
Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan
membayar pajak.
Pemungutan harus sederhana agar memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh:
1) Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

10 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


2) Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
3) Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (pribadi).

F. Pemungutan Pajak

1. Asas Pemungutan Pajak


Di bawah ini penjelasan tentang asas-asas pemungutan pajak menurut berbagai ahli:
A. Menurut Adam Smith
Dalam bukunya yang berjudul “Wealth of Nations” dengan konsep yang dikenal
dengan The Four Maxims, ia menyebutkan bahwa ada 4 asas pemungutan pajak,
yakni:
1) Asas Equality (Keseimbangan atau Keadilan)
Asas ini mengharuskan negara menyesuaikan dengan kemampuan dan
penghasilan warga negaranya ketika ingin melakukan pemungutan pajak.
Dengan ini negara tidak diperkenankan bertindak diskriminatif atau seenaknya
sendiri dalam melakukan pemungutan pajak bagi wajib pajak (orang yang wajib
membayar pajak). Keadilan di sini tidak berarti semua pihak membayar pajak
yang sama namun harus sesuai dengan yang mereka miliki, misalnya ketika
wajib pajak tersebut kemampuannya lebih dan harta yang dimiliki banyak,
otomatis pajaknya juga tinggi, berbeda dengan wajib pajak yang memiliki
kemampuan rendah atau standart, otomatis pajak yang dikenakan kepadanya
juga standart. Inilah yang disebut dengan adil dalam asas pemungutan pajak
ini.
2) Asas Certainty (Kepastian Hukum)
Pemungutan pajak harus ada aturan dan dasar yang jelas dengan sanksi hukum
yang tegas, hal ini dimaksudkan agar pemungutan pajak tetap dalam koridor
yang benar dan tidak ada penyelewengan. Penetapan pajak harus transparan
dan sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu berupa undang-undang yang
berlaku di setiap negara. Dengan begitu wajib pajak yang tidak bersedia atau
telat membayar pajak maka akan dikenakan sanksi atau hukuman berupa
administrasi maupun pidana. Begitu pula dengan pihak yang berwajib jika
melakukan penyelewengan dalam pemungutan pajak akan mendapatkan
sanksi yang setimpal.
3) Asas Convinience of Payment (Tepat Waktu)
Pemungutan pajak harus dilaksanakan pada waktu yang tepat, di mana wajib
pajak tidak keberatan atau kesulitan saat membayar tanggungan pajaknya.
Tepat waktu di sini diartikan pemungutan pajak dilaksanakan pada waktu itu,
waktu di mana wajib pajak mendapat gajian ataupun mendapat hadiah. Hal
ini dimaksudkan agar pajak tidak memberatkan para wajib pajak. Bisa kita
bayangkan ketika wajib pajak telah membelanjakan harta yang dimilikinya
dan ketika itu dipungut pajak, maka mereka akan merasa keberatan.
4) Asas Effeciency (Efisiensi atau Ekonomis)
Pelaksanaan pemungutan pajak harus dilakukan secara seefisien mungkin.
Karena pada dasarnya pendapatan dari pemungutan pajak digunakan untuk

Konsep Dasar Perpajakan 11


biaya operasional suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan
pajak memang harus tepat dan benar agar tujuan dari pemungutan pajak
bisa tercapai. Untuk lebih jelasnya arti dari efisiensi dalam pemungutan pajak
adalah biaya yang didapat dari pemungutan pajak lebih besar daripada biaya
pelaksanaan pemungutan pajak.
B. Menurut W.J. Langen
Ada beberapa asas yang harus dimiliki dalam pemungutan pajak, yakni:
1) Asas daya pikul
Daya pikul di sini diartikan bahwa beban pajak yang dibebankan kepada wajib
pajak tidak boleh sampai lebih dari kemampuan mereka, jumlah pajak yang
harus dibayarkan harus sesuai dengan harta, pendapatan yang dimiliki oleh
wajib pajak tersebut. Semakin tinggi pendapatan yang dimiliki wajib pajak
maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan olehnya juga tinggi,
sebaliknya bagi wajib pajak yang memiliki pendapatan standar atau kecil,
maka jumlah pajak yang harus dibayarkan juga kecil.
2) Asas manfaat
Hasil dari pemungutan pajak harus digunakan atau dimanfaatkan untuk
kepentingan umum atau kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Asas ini juga
bermakna uang dari warga harus kembali lagi ke warga, maksudnya adalah
wajib pajak bisa merasakan apa yang telah mereka berikan kepada negara.
3) Asas kesejahteraan
Pada dasarnya pemungutan pajak bertujuan untuk menciptakan sebuah
kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang ada di negara tersebut. Karena dengan
adanya pajak maka pemerataan pendapatan ataupun kesejahteraan warga
negara tersebut.
4) Asas kesamaan
Pemungutan pajak harus diberlakukan sama kepada setiap negara yang
memenuhi kriteria wajib pajak. Tidak ada yang namanya unsur kekeluargaan,
teman atau apapun itu. Yang penting semua warga negara yang memenuhi
kriteria wajib pajak harus memenuhi kewajibannya.
5) Asas beban minimum
Untuk masalah pemungutan pajak diusahakan harus memperhatikan
keringanan pada wajib pajak. Di mana jumlah pajak yang dibayarkan lebih
kecil dari nilai objek pajak tersebut. Dengan tujuan agar pajak ini tidak menjadi
sesuatu yang memberatkan wajib pajak.
C. Menurut Adolf Wagner
Ada pemungutan pajak dibagai menjadi beberapa bagian, antara lain:
1) Asas politik finansial
Pemungutan pajak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan negara dengan
berbagai kegiatan yang akan dilaksanakannya. Dengan begitu aspek finansial
suatu negara menjadi perhatian penting bagi pelaksanaan pemungutan pajak,
yang di mana hasil yang diperoleh dari pajak langsung diarahkan pada finansial
negara yang berupa pemenuhan biaya semua kegiatan negara, perawatan
fasilitas umum, pembangunan, dan sebagainya.
2) Asas ekonomi
Asas ekonomi di sini diartikan sebagai penetapan objek pajak, di mana
pemungutan pajak harus sesuai dengan objek pajaknya. Misalnya, pajak

12 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


pendapatan, pajak barang-barang mewah atau antik, pajak bangunan, pajak
hadiah, dan sebagainya. Dengan adanya asas ini tidak menutup kemungkinan
satu individu atau satu wajib pajak bisa membayar pajak lebih dari satu bagian.
Contohnya ketika saat itu ia telah mendapat gaji serta mendapat hadiah
undian. Jadi pajak yang harus dibayarkan ada dua yakni pajak pendapatan
dan pajak hadiah.
3) Asas keadilan
Keadilan di sini diartikan sebagai asas yang menjunjung tinggi keadilan, tanpa
mengenal diskriminasi atau dibeda-bedakan dalam melakukan pemungutan
pajak. Adil di sini memiliki cakupan yang luas, mulai dari pelayanan yang
diberikan antara pihak satu dan lainnya harus sama, jumlah pajak yang
dibayarkan harus sepadan dengan apa yang mereka miliki dan masih banyak
lainnya.
4) Asas administrasi
Asas administrasi di sini menyangkut beberapa aspek penting dalam
pemungutan pajak seperti kepastian pembayaran pajak yang cakupannya
tentang kapan, di mana dan berapa lama dispensasi pembayaran pajak harus
dilakukan, selain itu juga tentang cara pemungutan pajak, dalam hal ini harus
luwes, tidak memberatkan, dan tanpa paksaan dalam pembayaran pajak. Yang
terakhir adalah jumlah atau besarnya pajak yang harus dibayarkan.
5) Asas yuridis
Kata yuridis berarti hukum. Bisa dibilang pemungutan pajak pelaksanaannya
harus sesuai dengan hukum dan mendapat perlindungan hukum. Hukum di
sini adalah perundang-undangan suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar
pemungutan pajak tidak akan terjadi penyelewengan atau kesalahan serta
tidak ada pihak yang dirugikan.
D. Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak
untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Dasar Pengenaan
Pajak, yaitu:
1) Asas Domisili (Kependudukan)
Asas ini menjelaskan tentang pemungutan pajak diberlakukan kepada setiap
wajib pajak sesuai domisili mereka berada. Domisili diartikan sebagai tempat
tinggal dari wajib pajak tersebut. Asas domisili ini diartikan bahwa pemungutan
pajak diberlakukan kepada setiap warga negara yang berdomisili di negara
tersebut. Tidak peduli dari mana pendapatan yang ia dapatkan baik dari luar
maupun dalam negeri selama ia masih berdomisili di negara trersebut maka
ia wajib untuk membayar pajak kepada negara. Hal ini diberlakukan kepada
perorangan maupun suatu lembaga. Misalkan ada suatu lembaga milik asing
atau badan usaha yang menetap di Indonesia, maka mereka wajib menyetorkan
pajak kepada pemerintah Indonesia.
2) Asas sumber
Maksud dari asas ini adalah perlakuan pemungutan pajak disesuaikan dengan
sumber di mana ia mendapatkan pendapatan. Jadi tidak peduli di mana atau
dari mana wajib pajak tersebut, selama ia mendapatkan pendapatan atau
sumber pendapatannya dari negara itu maka ia wajib membayarkan pajak
ke negara tersebut. Contohnya: ada seorang asing atau tidak berasal dari

Konsep Dasar Perpajakan 13


Indonesia, tapi ia bekerja di Indonesia dan mendapat gajian dari pemerintah
Indonesia, maka orang tersebut wajib membayar pajak ke negara Indonesia.
3) Asas kebangsaan (Nasionalitas)
Asas kebangsaan diartikan sebagai kewajiban seorang warga negara untuk
tetap menytorkan kewajiban pajaknya kepada negara meskipun saat itu dia
tidak berada di negaranya, bisa saat dia bekerja ke luar, bisnis di luar, dan
sebagainya. Selama dia masih menjadi warga negara tersebut secara resmi
maka tetap dipungut pajak. Contohnya ada seorang pekerja asal Indonesia
yang bekerja di Malaysia selama 6 bulan. Dalam rentang itulah orang ini
mendapatkan income maka wajib membayar pajak ke negara ia berasal.
Dari tiga asas bisa diambil sebuah kesimpulan yang menunjukkan bahwa
dua asas yakni asas domisili dan asas kebangsaan memiliki makna yang sama
yaitu fokus pemungutan pajak pada subjeknya, yaitu di mana dia berdomisili
dan apa kewarganegaraannya di situlah ia wajib membayar pajak. Berbeda
dengan asas sumber, dalam asas ini tidak peduli siapa dia, darimana dia yang
menjadi fokus pemungutan pajak adalah di mana sumber dia mendapatkan
income, meskipun dia warga negara asing atau tidak berdomisili di tempat
kerjanya namun ia tetap dikenakan pajak.
2. Teori Pemungutan Pajak
Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak maka dalam hukum pajak telah
timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah
hukum, yakni:
a. Teori Asuransi
Mengapa fiskus suatu negara berhak memungut pajak dari penduduknya? Menurut
teori asuransi, fiskus berhak memungut pajak dari penduduk, karena negara
dianggap identik dengan perusahaan asuransi dan wajib pajak adalah tertanggung
yang wajib membayar premi dalam hal ini pajak. Negara yang berhak memungut
pajak itu, menurut teori ini, melindungi segenap rakyatnya.
Namun teori ini mempunyai kelemahan, antara lain tidak adanya imbalan yang
akan diberikan negara jika tertanggung dalam hal ini wajib pajak menderita risiko.
Sebab sebagaimana kenyataannya, negara tidak pernah memberi uang santunan
kepada wajib pajak yang tertimpa musibah. Lagi pula kalau ada imbalan dalam
pajak, maka hal itu sebenarnnya bertentangan dengan definisi pajak itu sendiri.
b. Teori Kepentingan
Para penganut teori ini mengatakan, bahwa negara berhak memungut pajak dari
penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada
negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar
pula perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang
fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-
milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT terjadi kebakaran,
apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan
oleh petugas mobil kebakaran?
Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan
langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah
menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
c. Teori Bakti

14 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


Teori ini boleh dikatakan sama dengan teori kedaulatan negara pada mata kuliah
Pengantar Ilmu Hukum. Penduduk harus tunduk atau patuh kepada negara, karena
negara sebagai suatu lembaga atau organisasi sudah eksis, sudah ada dalam
kenyataannya. Teori bakti mengajarkan, bahwa penduduk adalah bagian dari suatu
negara, penduduk terikat pada keberadaan negara, karenanya penduduk wajib
membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.
Penganut teori bakti menganjurkan untuk membayar pajak kepada negara
dengan tidak bertanya-tanya lagi apa yang menjadi dasar bagi negara untuk
memungut pajak. Karena organisasi atau lembaga yakni negara telah ada sebagai
suatu kenyataan, maka penduduknya wajib secara mutlak membayar pajak, wajib
berbakti kepada negara.
d. Teori Gaya Pikul
Teori gaya pikul sebenarnya tidak memberikan jawaban atas justifikasi pemungutan
pajak. Teori ini hanya mengusulkan supaya dalam memungut pajak, pemerintah
harus memperhatikan daya pikul dari wajib pajak. Jadi wajib pajak membayar pajak
sesuai dengan daya pikulnya.
Ajaran teori ini ternyata masih dapat bertahan sampai sekarang, yakni seorang
wajib pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas seluruh penghasilan
kotornya. Suatu jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya
haruslah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.
Jumlah yang dikeluarkan itu disebut penghasilan tidak kena pajak, kebutuhan
minimum kehidupan atau pendapatan bebas pajak.
e. Teori Asas Gaya Beli
Menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak terletak pada efek atau akibat
pemungutan pajak. Di hampir seluruh negara pemungutan pajak membawa efek
atau akibat yang positif. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk membiayai
pengeluaran umum negara. Karena efeknya baik, maka pemungutan pajak adalah
juga bersifat baik.
f. Teori Pembangunan
Teori–teori yang disebutkan di atas berusaha memberi justifikasi kepada pemerintah
unutk memungut pajak. Untuk Indonesia justifikasi yang paling tepat adalah
pembangunan, pajak dipungut untuk pembangunan. Dalam kata pembangunan
terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir batin,
yang jika dirinci lebih lanjut akan meliputi semua bidang dan aspek kehidupan
seperti ekonomi, hukum, pendidikan sosial budaya, dan seterusnya. Karena dana
yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan yang
membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera, maka di
sinilah letak justifikasinya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan, sehingga
dapatlah dikatakan adanya suatu teori pembangunan di samping teori gaya beli
dan teori lainnya yang disebut di atas.
3. Tarif Pajak
Tarif Pajak adalah besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Subjek Pajak
(Wajib Pajak) terhadap Objek Pajak yang menjadi tanggungannya. Subjek Pajak (Wajib
Pajak) itu sendiri adalah Wajib Pajak adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan
setiap pihak (individu atau badan) yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan objek pajak adalah segala
sesuatu yang dikenakan pajak. Beberapa di antaranya adalah penghasilan yang melebihi

Konsep Dasar Perpajakan 15


jumlah tertentu, tanah, bangunan, laba perusahaan, dan harta kekayaan. Tarif pajak
dinyatakan dalam bentuk persentase (%), jadi semakin tinggi nilai objek pajak, maka
semakin tinggi pula tarif pajak yang harus dibayarkan. Tarif pajak merupakan salah
satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Nilai uang
merupakan standar yang digunakan dalam menghitung pengenaan tarif pajak. Unsur
yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Nilai uang merupakan
standar yang digunakan dalam menghitung pengenaan tarif pajak.
Klasifikasi Jenis Tarif Pajak dan Cara Menghitungnya
a. Tarif Pajak Progresive (a Progressive Tax Rate)
Tarif Pajak Progresive adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin
tinggi bila jumlah dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Dinamakan
“progresif” karena jumlahnya berkembang sesuai dengan nilai objek pajaknya.
Pengenaan tarif pajak progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Progresif Progresif
Tarif pajak berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak, dengan kenaikan tetap.
Contoh Tarif Progresif Progresif

2) Progresif Proporsional
Tarif pemungutan pajak yang prosentasenya naik semakin besar dari nilai
dasar pengenaan pajak, di mana kenaikan persentasenya tetap di setiap
meningkatnya dasar pengenaan pajak untuk jumlah tertentu
Contoh Tarif Progresif Proporsional

3) Progresif Degresif
Tarif pajak berupa persentase yang semakin meningkat dengan meningkatnya
dasar pengenaan pajak, di mana kenaikan persentase menurun di setiap
meningkatnya daras pengenaan pajak dalam jumlah tertentu.
Contoh Tarif Progresif Defresif

16 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


b. Tarif Pajak Proporsional (a Proporsional Tax Rate)
Tarif pajak dengan persentase tertentu yang sifatnya tetap (tidak berubah), semakin
besar dasar pengenaan pajak semakin besar pula jumlah utang pajak yang harus
dibayar, namun persentasenya tetap sama.
Contoh Tarif Pajak Proporsional

c. Tarif Pajak Degresif (a Degressive Tax Rate)


Tarif pajak dengan persentase semakin menurun jika dasar pengenaannya semakin
besar.
Contoh Tarif Pajak Degresif

d. Tarif Pajak Tetap (a Fixed Tax Rate)


Tarif pajak yang jumlah nilainya tetap tanpa melihat besarnya dasar pengenaan
pajak.

Konsep Dasar Perpajakan 17


Rangkuman

1. Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
2. Fungsi pajak yang dipungut oleh negara, antara lain:
a. Fungsi Anggaran (budgetair)
b. Fungsi Mengatur (regularend)
c. Fungsi Pemerataan Pendapatan (redistribution)
d. Legalitas Pemerintahan (representation)
e. Fungsi Stabilitas
3. Hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah dan Wajib Pajak, terdiri atas Hukum Pajak Formal dan Hukum Pajak
Material
4. Berbagai jenis pajak, antara lain:
a. Berdasarkan wewenang (lembaga) pemungutan yaitu pajak pusat dan daerah.
b. Berdasarkan pihak yang menanggungnya, yaitu pajak langsung dan tidak
langsung.
c. Berdasarkan sifat penarikannya, yaitu pajak subjektif dan objektif.
5. Cara pemungutan pajak, yaitu:
a. Stesel nyata (Riil Stelsel), pengenaan pajak yang didasarkan pada objek yang
sesungguhnya, yang benar-benar ada dan dapat ditunjuk.
b. Stelsel Anggaran (Fitive Stelsel), pengenaan pajak yang dipungut oleh negara
yang selanjutnya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk
penyediaan fasilitas publik di seluruh wilayah.
c. Stelsel Campuran merupakan gabungan dari stelsel riil dan stelsel fiktif,
pada awal tahun pajak menggunakan stelsel fiktif, setelah akhir-akhir tahun
menggunakan stelsel riil.
6. Sistem pemungutan pajak, antara lain:
a. Official Assessment System
Merupakan   suatu sistem pemungutan pajak yang wewenangnya untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada
fiskus atau aparat pemungut pajak tersebut.
b. Self assessment system
Merupakan  suatu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terletak pada
pihak wajib pajak yang bersangkutan.
c. With holding system
Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah
pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak dan juga
bukan aparat pajak/fiskus).

18 Administrasi Pajak Kelas XI untuk SMK/MAK


7. Syarat Pemungutan Pajak
a. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan). 
b. Pengaturan Pajak Harus Berdasarkan UU (Syarat Yuridis)
c. Pungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)
e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
8. Asas pemungutan pajak, meliputi:
a. Asas pemungutan pajak menurut Adam Smith, antara lain: Equality, Certanty,
Convinience of Payment, dan Effecincy.
b. Asas pemungutan pajak menurut W. J. Langen, antara lain: daya pikul, manfaat,
kesejahteraan, kesamaan, dan beban minimum.
c. Asas pemungutan pajak menurut Adolf Wagner, antara lain: politik finansial,
ekonomi, keadlian, administrasi, dan yuridis.
d. Asas pemungutan pajak di Indonesia, antara lain: domisili, sumber, dan
kebangsaan.
9. Teori pajak yang memberikan dasar pembenaran (justification) untuk menjawab
berbagai perbedaan yang ada di kalangan para sarjana dan pemikir pemungut
pajak, antara lain:
a. Teori asuransi, artinya untuk mendapatkan perlindungan, warga negara
membayar pajak sesuai premi.
b. Teori kepentingan, artinya pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara.
c. Teori bakti, artinya organisasi negara mengajarkan bahwa negara mempunyai
tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
d. Teori gaya pikul, artinya pemungutan pajak harus sesuai dengan ketentuan
membayar dari Wajib Pajak.
e. Teori gaya beli, artinya pemungutan pajak terletak pada efek atau akibat
pemungutan pajak, dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
10. Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan tarif pajak dan dasar
pengenaan pajak, jenis tarif pajak antara lain:
a. Tarif pajak Progresif, adalah tarif pajak dengan persentase tertentu yang semakin
besar jika dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
b. Tarif Pajak Proporsional, adalah tarif pajak dengan persentase tertentu yang
sifatnya tetap.
c. Tarif Pajak Degresif, adalah tarif pajak yang persentase semakin menurun jika
dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
d. Tarif Pajak Tetap, adalah tarif berupa jumlah atau angka tetap.

Konsep Dasar Perpajakan 19

Anda mungkin juga menyukai