PENGANTAR PERPAJAKAN
KELOMPOK 1 :
PRODI AKUNTANSI
2021
PENGANTAR PERPAJAKAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dingunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Menurut Prof. Dr. PJA. Adriani (Guru Besar Hukum Pajak pada Universitas Amsterdam)
mengatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang dapat membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengann tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dan tidak mendapat
pretasi-pretasi kembali secara langsung yang dapat ditunjuk.
Unsur-unsur pajak terbagi menjadi empat, yakni subyek pajak, wajib pajak, obyek pajak, dan
tarif pajak.
1. Subyek pajak
Subjek pajak adalah orang atau badan usaha yang dibebani pajak. Ini sudah diatur dalam
peraturan perundang-undanga. subyek pajak belum tentu merupakan wajib pajak. Karena ada
sejumlah aturan yang harus dipenuhi untuk menjadi wajib pajak. Secara umum, ada dua jenis
subyek pajak di Indonesia, yakni subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri.
Menurut Syahrul Mustofa dan Ady Supryadi dalam buku Mengenal Hukum Pajak dan Hukum
Acara Pajak di Indonesia (2020), subyek pajak belum tentu merupakan wajib pajak. Karena ada
sejumlah aturan yang harus dipenuhi untuk menjadi wajib pajak.
2. Wajib Pajak
Wajib pajak merupakan orang atau badan usaha yang menurut undang-undang memiliki
kewajiban untuk menyetorkan pajak ke kas negara. Wajib pajak sudah pasti merupakan bagian
dari subyek pajak. Namun, subyek pajak belum tentu merupakan wajib pajak. Sebab, subyek
pajak lebih mengarah pada lembaga atau perseorangan yang tinggal di suatu negara.
Dilansir dari buku Pajak Penghasilan: Teori, Kasus, dan Praktik (2020) oleh Jumaiyah dan Adv.
Wahidullah, wajib pajak, meliputi pembayar, pemotong, serta pemungut pajak yang memiliki
kewajiban perpajakan sesuai undang-undang.
3. Obyek Pajak
Obyek pajak Merupakan benda atau barang yang menjadi sasaran pajak. Contohnya kendaraan
pribadi, rumah, tanah, dan sebagainya.
Dalam Buku Ajar Hukum Pajak (2021) karangan Yasser Arafat dkk, disebutkan bahwa segala
sesuatu dalam masyarakat bisa menjadi obyek pajak, baik keadaan, perbuatan, atau peristiwa
tertentu. Misalnya keadaan ekonomi seseorang, perbuatan atau perjanjian jual beli, serta
keuntungan yang dimiliki seseorang.
4. Tarif Pajak
Adalah pengenaan besaran dana yang harus dibayarkan oleh wajib pajak atas obyek pajak yang
dimilikinya. Biasanya dinyatakan dalam persentase.
Pajak merupakan sumber pendapatan negara dan memiliki fungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan negara. Pada dasarnya, negara
membutuhkan biaya untuk dapat menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan.
Contohnya adalah pembiayaan kegiatan rutin, belanja negara, belanja pegawai, anggaran
pembangunan, dan lain sebagainya.
3. Stabilitas,
Pajak juga berfungsi dalam membantu pemerintah berkaitan dengan kepemilikan dana yang
dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga hal-hal yang berkaitan dengan inflasi dapat dikendalikan dengan baik. Untuk
dapat menjaga stabilitas perekonomian negara, dapat dilakukan dengan mengatur peredaran
uang yang ada di masyarakat, pemungutan pajak, hingga penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
Contohnya adalah bila suatu negara mengalami inflasi, maka negara akan menetapkan
nominal pungutan wajib yang relatif lebih tinggi. Sedangkan, apabila negara mengalami
deflasi maka negara akan menetapkan nominal pungutan yang relatif rendah.
4. Redistribusi Pendapatan,
Pajak yang telah dipungut oleh pemerintah atau negara, nantinya akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk ke dalamnya adalah membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan oleh
warga negaranya yang membutuhkan pekerjaan yang pada akhirnya berujung pada
peningkatan pendapatan masyarakat.
a. Retribusi: Iuran yang dibayarkan rakyat atas jasa atau barang milik negara, contohnya seperti
pembayaran listrik dan air dari PDAM.
b. Cukai: Iuran yang dibayarkan untuk pembelian barang-barang tertentu yang ditetapkan
Menteri Keuangan, contohnya rokok.
c. Bea masuk: Bea yang dipungut pada barang yang masuk ke daerah pabean Indonesia dan
untuk digunakan di dalam negeri.
a. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.
b. Setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak haruslah menyetorkan
pajaknya.
c. Adanya sanksi untuk pelanggaran-pelanggaran pajak yang terjadi.
Pemungutan pajak selalu didasarkan pada undang-undang yang berlaku. Salah satu undang-
undang yang mengatur pemungutan pajak adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dengan adanya pengaturan dalam bentuk undang-
undang, pemerintah memberikan jaminan hukum bagi terlaksananya aktivitas pemungutan
pajak.
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas perekonomian yang dapat mengakibatkan
kelesuan perekonomian nasional. Contohnya, pemungutan pajak tidak boleh mengganggu
aktivitas produksi ataupun perdagangan yang sedang berlangsung.
4. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien).
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga hasil yang diperoleh
maksimal. Efisien maksudnya pemungutan pajak harus dilakukan dengan mudah, tepat sasaran,
tepat waktu dan biaya minimal. Efektif artinya pemungutan pajak harus membawa hasil sesuai
perhitungan yang telah dilakukan. Dalam syarat ini, biaya pemungutan pajak harus lebih kecil
daripada pemasukan pajak yang diterima kas negara.
1. Teori Asuransi
Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan seperti pembayaran premi karena
mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan
segala kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya. Akan tetapi,
teori ini sudah banyak ditentang oleh beberapa para pakar. Alasan para pakar menentang teori
ini adalah:
a. Jika ada timbul kerugian tidak ada pergantian secara langsung dari negara,
b. Antara pembayaran jumlah pajak dan jasa yang diberikan oleh negara tidak terdapat
hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada negara didasarkan pada “kepentingan” atau “perlindungan”
masing-masing orang. Oleh karena itu, semakin besar “kepentingan” seseorang terhadap negara,
maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar.
a. Unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang,
b. Unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi. Mungkin sama-sama berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran pajak
penghasilannya. Penghasilan sama, namun juga harus melihat jumlah tanggungan (misal
status kawin dan jumlah tanggungannya).
4. Teori Bakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini mendasakan bahwa negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa
membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara
karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dengan
demikikan dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia ini menganut
paham imperative. Hal ini mengartikan pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Saat
terjadi pengajuan keberatan pada pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan pemerintah,
sebelum terdapat keputusan dari Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan diterima, maka
wajib pajak pun perlu terlebih dahulu membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara
lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.
Berdasarkan dua poin tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak ialah bagian dari
hukum publik. Hukum pajak ini mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak
dan rakyat sebagai wajib pajak.
Hukum pajak materil memuat norma-norma yang menjelaskan mengenai perbuatan, keadaan,
peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak),
serta segala sesuatu yang berhubungan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak dan dinas
sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dari hukum pajak
materil PPN. Hukum pajak materil PPh ialah II No.7 Tahun 1983 setelah perubah terakhir dari
UU No.36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN ialah UU No.8 Tahun 1983 sesuai dengan
pengubahan terakhir yaitu UU No.42 Tahun 2009.
Contoh bentuk dari hukum pajak materiil ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Hukum pajak formil ialah hukum yang memuat terkait prosedur untuk mewujudkan hukum pajak
materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi. Hukum pajak formil ini memuat tentang tata cara
atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk pengadaan monitoring dan
evaluasi.
Berikut contoh bentuk dari hukum pajak formil ialah Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.
Bentuknya ialah sebagai berikut:
Hukum pajak formil menerangkan mengenai hak dan kewajiban wajib pajak serta hak dan
kewajiban fiskus. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP yaitu mengajukan keberatan,
meminta restitusi, dan mengajukan banding.
Jenis – jenis pajak yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu
menurut sifatnya, sasaran/objeknya, dan lembaga pemungutannya :
a. Pajak Subjektif
Pajak Subjektif dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak
(berstatus kawin atau tidak kawin, dan sebagainya). Pada dasarnya setiap orang yang bertempat
tinggal di wilayah Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun, khusus bagi
warga negara asing, apabila memiliki keterkaitan secara ekonomis dengan Indonesia (contohnya
menjadi pengusaha di Indonesia), maka juga dikenakan kewajiban pajak. Contoh dari pajak
subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Objektif
Dalam pengenaannya, pajak objektif hanya memperhatikan sifat obyek pajak tanpa
memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak bersangkutan. Pajak objektif dikenakan
pada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila penghasilan yang dimiliki telah memenuhi
syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang menggunakan alat atau benda
kena pajak. Kedua, pajak yang berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-
barang mewah, dan pemindahan harta dari Indonesia ke negara lain. Contoh pajak objektif
adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM).
2) Menurut Sasaran/Objeknya
Pengelompokan pajak ini maksudnya adalah pembayaran pajak dilakukan kepada pihak lain
pada kondisi tertentu. Pihak yang menanggung pajak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung.
b. Pembayaran pajak tidak langsung dalam pelunasannya tidak harus dilunasi oleh wajib
pajak. Hal tersebut karena pajak tidak langsung diberlakukan pada objek pajak tertentu,
bukan pada wajib pajak.
a) Pajak Negara
Pajak negara (Pajak pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah tangga. Pemungutan pajak negara
memiliki tujuan pemerataan penghasilan bagi pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil
diperlukan untuk menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai
wujud keseimbangan penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut oleh negara
(pusat) dan bersumber berada di daerah.
A. Pajak Penghasilan (PPh): Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada
penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
C. Bea Materai: Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen-dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek.
D. Cukai: Cukai adalah pungutan yang dilakukan oleh negara secara tidak langsung kepada
konsumen yang menikmati atau menggunakan obyek cukai.
E. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang
dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya kepentingan dan/atau kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi perorangan atau badan yang mempunyai hak atasnya atau
memperoleh manfaat daripadanya.
F. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): BPHTB adalah bea yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
b) Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah (APBD) yang penting untuk
membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan pembangunan. Pajak daerah adalah iuran
wajib terutang yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang. Pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis-Jenis Pajak Daerah Menurut UU Nomor 28
Tahun 2009, jenis-jenis pajak daerah antara lain :
Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pajak Hotel
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) atau
biasa dikenal dengan istilah balik nama Pajak Restaurant
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),
dikenakan pada saat pembelian BBM Pajak Hiburan
Pajak Air Permukaan Pajak Reklame
Pajak Rokok Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan
Sistem ini diterapkan untuk pajak-pajak untuk kategori pajak pusat. Seperti misalnya untuk PPN
(Pajak Pertambahan Nilai) serta PPh (Pajak Penghasilan). Masyarakat diwajibkan menghitung
sendiri besaran pajak anda dengan ketentuan yang berlaku dr DJP. Pengisian pajak mandiri bisa
dilakukan Online dengan melalui djponline.pajak.go.id.
Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Perpajakan saat ini, DJP dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam waktu lima tahun setelah timbulnya kewajiban perpajakan,
akhir masa (bulan) pajak, atau akhir (sebagian) tahun pajak.
a. Pengisian pajak dilakukan secara mandiri oleh semua orang yang sudah diwajibkan
pajak.
b. Wajib pajak berperan yang aktif dalam mengisi dan menyelesaikan kewajiban pajaknya
dari menghitung hingga melaporkan pajaknya.
c. Pemerintah tidak mengeluarkan surat ketetapan pajak apapun. Surat ketetapan pajak baru
dikirimkan jika wajib pajak bersangkutan memiliki kendala dalam melaporkan pajak.
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus
atau aparat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.. Tidak seperti sistem sebelumnya,
di Official Assessment System para wajib pajak berperan pasif sementara nilai pajak diketahui
saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh bagian perpajakan.
Sistem diterapkan pada Pajak Bumi Bangunan (PBB), pemilik usaha serta pemilik properti.
Pembayaran pajak para wajib pajak hanya perlu dibayarkan sesuai dari Surat Pembayaran Pajak
Terutang (SPPT). Ciri - ciri Official Assessment System :
3. Withholding System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Dengan
menerapkan tata cara pemungutan pajak yang satu ini, sejumlah pajak penghasilan yang
dipotong oleh majikan dari gaji karyawan dan membayar langsung ke pemerintah atas nama
karyawan. Dasarnya adalah terdapat pajak yang dibayarkan dan dihitung oleh pihak ketiga.
Pajak penghasilan Indonesia dikumpulkan terutama melalui sistem Pemotongan pajak. Dimana
item pendapatan tertentu dikenakan pemotongan pajak, pembayar umumnya bertanggung jawab
untuk memotong atau memungut pajak. Pemotongan pajak ini biasanya mengacu pada pasal
yang relevan dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Pasal-pasal tersebut adalah Undang-
Undang Pajak Penghasilan Pasal 23/26 (PPh 23/26) dan Pasal 22 (PPh 22).
Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga
denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting karena berkaitan dengan:
a. pembayaran pajak
b. memasukkan surat keberatan
c. menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa
d. menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan lain-lain
e. menentukan besarnya denda maupun sanksi administrasi lainnya.
Apabila melihat timbulnya utang pajak, ada 2 (dua) kondisi yang mengatur tentang timbulnya
utang pajak tersebut, yaitu:
a. Kondisi Formil
Kondisi formil yaitu akibat diterbitkannya SKP oleh fiskus. SKP ini terbit jika pemungutan pajak
dengan official assessment system. Dengan demikian, meskipun syarat adanya tatbestand sudah
terpenuhi namun sebelum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada utang pajak. Fiskus
menghitung jumlah pajak terutang lalu mengirimkan surat pemberitahuan ke wajib pajak perihal
nominal pajak yang harus dibayar. Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau
tidak, berupa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat
diketahui dalam surat ketetapan tersebut.
b. Kondisi Materiil
Kondisi materiil timbul akibat diberlakukannya undang - undang perpajakan atau seseorang
dikenakan pajak. Artinya, apabila suatu undang – undang pajak diundangkan oleh pemerintah,
maka pada saat itulah timbul utang pajak sepanjang apa yang diatur dalam undang – undang
tersebut menimbulkan suatu kewajiban bagi seseorang menjadi terutang pajak. Dalam ajaran ini
seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan Self Assesment
System.
1. Pembayaran, Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran
yang dilakukan ke Kas Negara.
2. Kompensasi, Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan
seseorang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib
Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran
pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya
yang terutang.
3. Kedaluwarsa, kedaluwarsa atau lewat waktu adalah sebagai salah satu sebab berakhirnya
utang pajak dan hapusnya perikatan (hak untuk menagih atau kewajiban untuk membayar
hutang) karena lampaunya jangka waktu tetentu, yang ditetapkan dalam undang-undang. Pasal
13 dan Pasal 22 UU No. 16 Tahun 2000 (UU KUP) menyatakan bahwa kedaluwarsa penetapan
dan penagihan pajak lampau waktu setelah sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhinya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini
untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak titik dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa
panagihan pajak tertangguh, antara lain; apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa
4. Pembebasan, utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan.
Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi
administrasi.
5. Penghapusan, hapusnya utang pajak yang terakhir terjadi karena adanya proses pehapusan
yang disebabkan oleh hal hal sebagai berikut :
a. Wajib pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai
ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan
b. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat
keterangan dari pemerintah daerah setempat.
c. Sebab lain, misalnya Wajib Pajak atau dokumen tidak lagi dapat ditemukan karena keadaan
yang tidak dapat dihindarkan lagi atau di luar kemampuan manusia (force majeur), seperti
kebakaran, bencana alam, dan sebagainya.
Menurut Mardiasmo hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan Pasif ialah, masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain:
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan Aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada
fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknhya antara lain:
a. Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undangundang.
b. Tax Evacion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang
(menggelapkan pajak).
b. Kebijakan tarif pajak terkait erat dengan fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair & fungsi
mengatur.
Tarif proporsional ialah tarif pajak dengan persentase tetap meskipun dasar pengenaan pajaknya
berubah. Dengan demikian, semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan
semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayar, dan perubahan itu bersifat proporsional
atau sebanding.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan tarif proporsional atas tarif Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) adalah sebesar 11% (sebelas persen) di tahun 2022 berdasarkan dengan UU Harmonisasi
Peraturan Perpajakan.
Contoh : PPn
2. Tarif tetap
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya (jumlah rupiah yang dibayar) tetap
meskipun dasar pengenaan pajaknya (objek) berubah sehingga jumlah pajak yang terutang tetap.
Tarif ini diterapkan dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Dalam UU BM tersebut, tarif yang digunakan adalah BM dengan nilai nominal sebesar Rp
500,00 dan Rp 1.000,00. Nilai nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah.
Berdasarkan PP RI Nomor 7 tahun 1995 tarif BM tersebut dinaikkan menjadi Rp 1.000,00 dan
Rp 2.000,00, yang selanjutnya dengan PP RI Nomor 24 tahun 2000, tarifnya dinaikkan lagi
menjadi Rp 3.000,00 dan Rp 6.000,00 dan tarif ini berlaku sampai sekarang. Selain itu, cek dan
Bilyet Giro, berapa pun nilai nominalnya dikenakan Rp 6.000,00.
Sedangkan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, untuk tahun pajak
2009 tidak lagi menggunakan tarif progresif tetapi menggunakan tarif tetap sebesar 28%. Tarif
ini pun kemudian diturunkan menjadi 25% yang digunakan untuk tahun pajak 2010 dst.
Contoh :
Tn. Budi mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp100.000.000, maka besarnya PPh
yang terutang adalah :
Rp 60.000.000 x 5 % = Rp 3.000.000
Rp 40.000.000 x 10 % = Rp 4.000.000
Contoh:
PT. OPAT DUTA merupakan Wajib Pajak Badan. Selama tahun 2008 penghasilan kena pajak
dari usahanya sebesar Rp 450.000.000,00. Berapakah besarnya PPh terutang dari PT. OPAT
DUTA tahun 2008?
Rp 60.000.000 x 30 % = Rp 18.000.000,00
Rp 100.000.000 x 25 % = Rp 25.000.000,00
Rp 290.000.000,00 x 15 % = Rp 43.500.000,00
B.Ilyas, Wirawan dan Richard Burton, (2008), Hukum Pajak,Edisi 6, Salemba Empat Jakarta
H. Heru Tjaraka. 2019. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Indeks Jakarta. Sangadji, Etta M., dan
Sopiah. 2010.
Anonim. (2018). Syarat Pemungutan Pajak: Ini Pengertian, Dasar Hukum dan Penjelasannya.
Diakses 11 September 2022, from https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/syarat-
pemungutan-pajak-ini-pengertian-dasar-hukum-dan-penjelasannya
Joana. P. (2022). Dasar Teori Pemungutan Pajak. Diakses 09 September 2022, dari
https://pajakmania.com/2022/03/17/dasar-teori-pemungutan-pajak/
Khairizka. P. N (2022). Hukum Pajak Formal dan Material. Diakses 15 September 2022, dari
https://www.pajakku.com/read/62d519f2a9ea8709cb18b101/Hukum-Pajak-Formal-&-
Material-Apa-Perbedaannya
Laruan (2022). 3 Tata Cara Pemungutan Pajak. Diakses 11 September 2022, dari
https://www.kreditpintar.com/education/tata-cara-pemungutan-pajak