Anda di halaman 1dari 12

Dasar-Dasar Perpajakan

( Perpajakan 1)

Dosen Pengampu :
Dr. Ratna Septiyanti, S.E., M.Si., Akt.

Disusun Oleh:
Intan Andrella Nalrirati

( 2101051068)

PROGRAM STUDI D3 PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas mengenai
“Dasar-dasar perpajakan ”. Makalah ini disusun sebagai tugas untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perpajakan 1 Program Studi D3 Perpajakan Universitas Lampung.

Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai Dasar-dasar serta konsep perpajakan.,
penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini dan kami sangat
mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menjadi bahan referensi yang berguna.

Bandar Lampung, 1 September 2023

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii
BAB I:PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3. Tujuan Pembahasan ......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1. Dasar-dasar Perpajakan ……………………………………….…… ……………………..
2.2. Fungsi Pajak..........................................................................................................................
2.3. Kedudukan Hukum Pajak…………………………………………………..………………
2.4. Teori yang mendukung pungutan Pajak…………………………..………………………..
2.5. Jenis Pajak………………………………………………………………...………………..
2.6. Tata Cara pungutan Pajak………………………………………………………………….
2.7. Timbulnya Utang Pajak…………………………………………………………………….
2.8. Berakhirnya Utang Pajak ………………………………………….……………………….
2.9. Contoh tarif Pajak………………………………………………………...………………...
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk
pembagunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki beberapa
fungsi yakni fungsi pemasukan anggaran,mengatur kebijakan negara,pemerataan kepada
masyarakat,dan menstabilkan keadaan ekonomi Negara.
Pajak adalah kewajiban kenegaraan karena peran dan fungsinya yang teramat penting
bagi eksistensi negara dalam menjalankan peran dan fungsinya, khususnya dalam
melakukan pembangunan dan melaksanakan sejumlah tugas dan fungsi pelayanan publik.
Karena demikian pentingnya fungsi dan peranan pajak maka hampir seluruh negara di
dunia, termasuk Indonesia, menggencarkan pemungutan pajak. Ada negara yang
menggunakan pendekatan official assessment dimana petugas pajak atau negara yang
secara proaktif memungut pajak. Sementara itu sebagian besar yang lainnya
menggunakan pendekatan selfassessment alias menggantungkan pada sikap aktif
masyarakat dalam mengisi dan melaporkan kewajiban pajaknya.
Ada suatu negara yang memungut pajak secara langsung dari rakyatnya, tetapi ada
pula yang diselipkan dalam harga suatu barang, sehingga tidak nampak adanya suatu
pemungutan pajak. Terlepas dari model pendekatan dan cara yang digunakan dalam
memungut pajak, keberadaannya adalah sesuatu yang sangat penting, namun seringkali
dihindari oleh mereka yang terkena kewajiban membayarnya. Apapun sebutannya dan
apapun cara serta pendekatan yang digunakan, apakah dengan bujukan ataupun dengan
paksaan, apa yang disebut sebagai pajak adalah pemungutan yang dilakukan oleh
pemerintah dan merupakan beban rakyatnya.
Pada prinsipnya pajak yang dikenakan kepada masyarakat adalah sumbangan
terhadap pemerintah yang telah menyediakan barang-barang publik. Kewajiban tersebut
harus dipikul pemerintah karena pihak swasta tidak dapat menghasilkan dan atau tidak
mau menyediakan barang dan jasa yang sifatnya publik itu.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Dasar- Dasar Perpajakan

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmad Soemitro, S.H : Pajak
adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi pajak menurut UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan Tata
cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

A. Ciri-ciri yang Melekat pada Definisi Pajak


1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu oleh
pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus digunakan untuk membiayai public
investment.
B. Pungutan lain selain Pajak
1. Bea Materai, yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan
benda matera ataupun benda lain.
2. Bea masuk dan bea Keluar. Bea masuk adalah pungutan atas barang yang dimasukkan
daerah pabean dan Bea Keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barangyang
dikeluarkan dari daerah pabean.
3. Cukai yaitu pungutan yang dikenakanatas barang – barang tertentu yang sudah
ditetapkan untuk masing-masing golongan barang.
4. Retribusi yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar.
5. Iuran yaitu pungutan yang dikenakan sehubung dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada golongan pembayar.
6. Pungutan lain yang sah/legal berupa sumbangan wajib.
2.2 Fungsi Pajak

1. Fungsi Burgetair ( Sumber Keuangan) artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun
Pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara. Upaya tersebut ditempuh dengan
cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan ( PPh), Pajak pertambahan
nilai ( PPN), Pajak penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan ( PBB).
2. Fungsi Regularen ( Pengatur) artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi serta mencapai
tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Contoh penerapannya adalah Pajak penjualan
atas Barang Mewah ( PPnBM).

2.3 Kedudukan Hukum Pajak

R. Santoso Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum pajak termasuk hukum publik,


yang merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan
warganya dan memuat cara-cara untuk mengatur pemerintah. Namun, tidak berarti bahwa
hukum pajak berdiri sendiri dan terlepas dari hukum pajak yang lain ( Seperti hukum perdata
dan hukum pidana).

R. Santoso Brotodiharjo juga menyatakan bahwa hukum pajak berkaitan erat dengan
hukum perdata. Hukum perdata merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur
hubungan antara orang-orang pribadi . Kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan
pemungutannya atas kejadian,keadaan,dan perbuatan hukum yang tercakup dalam lingkungan
perdata seperti pendapatan,kekayaan,perjanjian penyerahan,pemindahan hak warisan, dan
lain sebagainya.Sebagai contoh dalam hukum pajak terdapat ketentuan bahwa lex specialis (
peraturan yang istimewa) harus diberi tempat yang lebih utama dari lex generalis ( peraturan
yang umum).

A. Pembagiann Hukum Pajak

1. Hukum Pajak Materiil, norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan dan


peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan
berapa besar pajaknya. Contohnys Undang-undang Pajak Penghasilan dan undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Hukum Pajak Formil, peraturan-peraturan mengenai berbagai cara untuk mewujudkan
hukum materiil menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara
penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak,control oleh pemerintah
terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak ( Sebelum dan sesudah
menerima suatu ketetpan pajak , kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam
pemungutannya. Misalnya Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

2.4 Teori yang mendukung Pemungutan pajak

1. Teori Asuransi, Negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya,
meliputi keselamatan dan keamanan jiwa dan harta bendanya. Seperti halnya dalam
perjanjian asuransi ( pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepentingan
tersebut diperlukan pembayaran premi.
2. Teori Kepentingan, teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduk.
3. Teori Gaya Pikul, dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa yang diberikan
oleh negara kepada warganya yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Sebagai contohnya, Tuan Akbar ( tidak kawin) dan Tuan Hakim ( kawin, anak 2-K/2)
mempunyai penghasilan yang sama. Beban pajak untuk Tuan Akbar lebih besar
daripada Tuan Hakim karena gaya pikul ( pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar
lebih kecil daripada Tuan Hakim.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak ( Teori Bakti), Teori ini mendasarkan pada paham
organisasi Staatsleer. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara, timbul
hak mutlak untuk memungut pajak.
5. Teori Asas Gaya Beli, teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak tetapi hanya melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik itu sebagai
dasar keadilannya. Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak disamakan dengan
pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam Masyarakat untuk rumah
tangga negara dan kemudian menyalurkannya Kembali ke Masyarakat dengan
maksud untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya Kembali ke
Masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup Masyarakat dam membawanya
kearah tertentu.
2.5 Jenis Pajak

1. Menurut Golongan
• Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan. Contohnya Pajak penghasilan (PPh).
• Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada
orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai ( PPN)

Cara menentukan apakah suatu pajak termasuk pajak langsung atau pajak tidak
langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat
dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya. Berikut ini ketiga unsur tersebut.

• Penanggung Jawab pajak adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan
melunasi pajak
• Penanggung jawab pajak adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih
dalam beban pajaknya.
• Pemikul pajak adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani
pajak.

2. Menurut Sifat
• Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan
subjeknya.
Contohnya Pajak Penghasilan (PPh) dilihat dari segi perkawaninan atau
memiliki berapa anak.
• Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (
PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut


• Pajak Negara, pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contohnya
PPh,PPN,dan PPnBM.
• Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah
diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Contohnya Pajak
Kendaraan Bermotor.

2.6 Tata Cara Pemungutan Pajak.

1. Stelsel Pajak
• Stelsel Nyata ( Riil), menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
objek yangsesungguhnya terjadi (untuk PPh objeknya adalah penghasilan)
oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak yaitu setelah semua penghasilan yang sesunggunya dalam suatu tahun
pajak diketahui. Kelebihan dari stelsel nyata adalah penghitungan pajak
didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat dan
realistis. Kekurangan dari stelsel nyata adalah pajak baru dapat diketahui pada
akhri periode.

• Stelsel Anggapan ( Fiktif), menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan


pada suatu anggapan yang diatur undang-undang. Sebagai contoh, Penghasilan
suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga
pajak yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang
terutang pada tahun sebelumnya. Contohnya di Indonesia adalah PPh Pasal 25
atau kita kenal dengan istilah angsuran pajak tahun berjalan.

• Stelsel Campuran, menyatakan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel


nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan.

2. Asas Pemungutan Pajak


• Asas Domisili, menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atau
seluruh ppenghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Contohnya Ibu
Mawar adalah WNI yang bertempat tinggal di Indonesia yang memiliki
penghasilan dari Indonesia dan luar negeri, maka atas seluruh penghasilan
yang diperolehnya tersebut negara berhak memungut pajak.
• Asas Sumber, menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber diwilahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
atau wilayah Pajak. Contohnya Ibu Melati adalah WNA yang bertempat
tinggal di Singapura, namun Ibu Melati memperoleh penghasilan berupa
dividen dari perusahaan Indonesia. Maka atas penghasilan tersebut yang
diperoleh Ibu Melati dari Indonesia, fiskus berhak memungut pajak.
• Asas Kebangsaan, menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara Contohnya meskipun ada orang Amerika yang
tinggal di Jepang, orang tersebut tidak bisa diwajibkan untuk membayar pajak
karena kebangsaannya bukan Jepang.

3. Sistem pemungutan Pajak


• Official Assessment System, suatu metode atau cara untuk menghitung
besarnya pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara. Pada
sistem ini, fiskus atau petugas kantor pajak, sebagai pemungut pajak, memiliki
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang wajib pajak. Dengan
kata lain, wajib pajak bersifat pasif. Pajak terutang baru ada setelah fiskus
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
• Self Assessment System, sistem pemungutan pajak yang memberi
kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk berinisiatif dalam
mendaftarkan dirinya agar mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
dan mengurus segala urusan perpajakannya secara mandiri. Sesuai dengan
pengertiannya, dalam sistem ini wajib pajak akan berinisiatif dalam kegiatan
menghitung dan memungut pajaknya sendiri. Dalam hal ini, wajib pajak
dianggap bisa menghitung pajak, mempunyai kejujuran yang tinggi dan
menyadari pentingnya membayarkan pajak, serta memahami undang-undang
perpajakan yang berlaku.
• With Holding System, Sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh
pemerintah kepada pihak wajib pajak, untuk melaksanakan kewajiban atas
penghasilan yang telah dibayarkan kepada pihak penerima penghasilan
sekaligus menyetorkannya ke kas negara Indonesia.

2.7 Timbulnya Utang Pajak


• Ajaran Formil, Dilihat dari ajaran formil bahwa utang pajak timbul
sehubungan dengan dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Hal ini
terjadi apabila pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment
system, yaitu sistem pemungutan pajak dilakukan di mana jumlah pajak yang
harus dibayar dan dihitung oleh fiskus. Kemudian fiskus akan mengirimkan
surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan kepada Wajib
Pajak.
• Ajaran Materil, Dari sisi ajaran materil bahwa utang pajak timbul karena
undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan seseorang atau
suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang memiliki
utang pajak di antaranya: Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan
kegiatan impor atau ekspor, serta bepergian ke luar negeri.

2.8 Berakhirnya Utang Pajak

• Pembayaran Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan


membayarkan pajak pada negara. Pembayarannya secara lunas dalam bentuk
sejumlah uang oleh Wajib Pajak ke Kas Negara.
• Kompensasi, dilakukan apabila Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam
membayar pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak.
• Kedaluwarsa, Melansir dari DJP, hak untuk menagih pajak kedaluwarsa
setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat tanggal terutang pajak
atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan.
• Pembebasan, Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara
pembebasan. Namun, pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti
menghilangkan pokok utang pajak, meniadakan sanksi administratif terkait
utang pajak. Tetapi, utang pajak dapat berakhir dengan pembebasan karena
cara ini merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab
wajib pajak berupa membayar pajak.
• Penghapusan/Peniadaan, merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak.
Namun, hanya dengan alasan tertentu, seperti Wajib Pajak terkena musibah
atau karena dasar penetapannya tidak benar.

2.9 Contoh Tarif Pajak


Jika Anda memiliki 4 buah mobil dengan satu merek dan dibeli pada tahun yang sama. Dari
STNK, tertulis PKB mobil sebesar Rp 1.500.000. Kemudian, didapatkan SWDKLLJ

NJKB: (PKB/2) x 100 = (Rp 1.500.000/2) x 100 = Rp 75.000.000

Setelah nilai NJKB sudah ditemukan, maka perhitungan pajak progresif tiap kendaraan Anda
akan dimulai dari kendaraan pertama sampai keempat dengan perhitungan sebagai berikut

Mobil Pertama

PKB: Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000

SWDKLLJ: Rp 150.000

Pajak: Rp 1.500.000 + Rp 150.000 = Rp 1.650.000

Mobil Kedua

PKB: Rp 75.000.000 x 2,5% = Rp 1.875.000

SWDKLLJ: Rp 150.000

Pajak: Rp 150.000 + Rp 1.875.000 = Rp 2.025.000

Mobil Ketiga

PKB: Rp 75.000.000 x 3% = Rp 2.250.000

SWDKLLJ: Rp 150.000

Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.250.000 = Rp 2.400.000

Mobil Keempat

PKB: Rp 75.000.000 x 3,5% = Rp 2.625.000

SWDKLLJ: Rp 150.000

Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.625.000 = Rp 2.775.000

Cara ini berlaku untuk menghitung pajak mobil kelima, keenam, dan seterusnya sampai nilai
persentase 10%. Dengan perhitungan ini, bisa diketahui bahwa nilai pajak semakin besar
seiring pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Tak hanya itu, NJKB dan SWDKLLJ pun
menentukan biaya yang harus dibayarkan.

Anda mungkin juga menyukai