Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MAKALAH PERPAJAKAN

Diusulkan Oleh:

Hasbuddin
(NPM 21501150)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertama-tama kami mungucapkan puji dan syukur ke hadirat allah SWT atas

rahmat dan hidayahnya karena saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihakyang telah

membantu penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini bias menambah wawasan para pembaca dan bias

bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Makassar, 08 Februari 2022

HASBUDDIN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1Latar Belakang....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan ...............................................................................................................2

1.4 Manfaat .............................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN.........................................................................................4

2.1 Fungsi Pajak.......................................................................................................4

2.2 Subjek Pajak.......................................................................................................4

BAB 3. PENUTUP..................................................................................................6

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................6

3.2 Saran...................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................6

iii
BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu bentuk sumber penerimaan yang paling penting

dalam pembiayaan dan pengeluaran Negara. Penerimaan ini mempunyai peranan

penting dalam Negara dan bentuknya paling strategis dalam roda pemerintahan

dan pembangunan yang dalam hal tersebut Negara tidak dapat bergerak tanpa

dukungan oleh dana. Salah satu sumber pendapatan dalam negeri untuk

pembiayaan masing-masing Negara adalah berasal dari penerimaan pajak. Pajak

adalah bentuk iuran dalam bentuk kas kepada Negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak memperoleh jasa timbal balik (kontrasepsi)

secara langsung dapat ditunjukkan, serta sapat digunakan untuk membayar

pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Definisi pajak menurut UU No.28 tahun

2007: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yg bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam dua dekade ini, pajak telah merupakan isu utama, baik pada pihak

pemerintah maupun pihak Wajib Pajak di Indonesia, pemerintah dari tahun ke

tahun membutuhkan dana yang makin meningkat. Andalan sumber penerimaan

negara yang selama ini terletak pada sumber-sumber alam seperti minyak bumi

dan gas alam, ternyata tidak dapat dipertahankan lagi, dikarenakan harga minyak

1
bum dan gas alam sangat di pengaruhi oleh keadaan pasar internasional dan

dalam jangka panjang, sumbersumber daya alam tersebut akan semakin berkurang

dan habis. Menyadari hal ini maka pada akhir tahun 1983, pemerintah Republik

Indonesia memulai di adakannya Tax Reform. Hal ini telah membuat perubahan

mendasar ke arah pembaruan dalam system perpajakan nasional. Masyarakat

ditempatkan dalam posisi utama dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya.

Hal ini sangat sejalan dengan tuntutan social oriented, dimana masyarakatlah

yang paling menentukan kehidupan dan kegiatannya, sedangkan pemerintah lebih

berfungsi sebagai pengawas, pembina, dan penyedia fasilitas

Dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan telah terjadi

perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dan pemerintah. Wajib Pajak akan

berusaha untuk menekan pembayaran pajaknya serendah mungkin, karena dengan

membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonominya, sedangkan

pemerintah akan berusaha untuk menarik pajak pajak semaksimal mungkin,

karena untuk memutar roda pemerintahan di perlukan dana yang tidak sedikit dan

pajak merupakan salah satu tumpuan pemerintah untuk memperoleh dana

penyelenggaraan pemerintahan. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah

memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak.

Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang

dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam

UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap

jenis pajak.

3
1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini terdapat permasalahan pajak yang harus dipecahkan.

Pajak menjadi salah satu sumber utama perkembangan perekonomian suatu

negara. Adapun masalah-masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa pengertian fumgsi pajak?

2. Bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik dan benar?

3. Apakah yang dimaksud dengan tarif pajak?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian fungsi pajak

2. Mengetahui cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik dan benar

3. Mengetahui maksud dari tarif pajak

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang didapatkan dalam pembuatan makalah ini sebagai

berikut:

1. Manfaat teoritis: Menjadi acuan pembelajaran bagi praktisi pengajar di instansi

tertentu dengan focus ilmunya dan mampu menjadi landasan teori dalam

pembuatan makalah selanjutnya

2. Manfaat praktis: Menjadi acuan praktik lapangan dalam memecahkan

permasalahan perpajakan.

3
BAB 2.

PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Pajak

Fungsi pajak adalah tujuan atau untuk apakah pajak di pungut, Menurut

Nurmantu (30:2003) pada umumnya di kenal dua jenis fungsi pajak, yang pertama

adalah fungsi budgetair, atau di sebut fungsi fiskal, yaitu suatu fungsi dimana

pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas

negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, berdasarkan

kepentingan ini, pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai berbagai

kepentingan.Yang kedua adalah fungsi regulerend, di sebut juga fungsi tambahan,

di mana pajak di gunakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

Contohnya, untuk memberantas kebiasaan mabukmabukan pada masyarakat,

pemerintah mengenakan tarif pajak yang tinggi, sehingga harga minuman keras

menjadi mahal, dan tidak semua orang dapat membelinya, sehingga penerimaan

dari sektor ini berkurang drastis.

 Fungsi Penerimaan (Budgetair): Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya

pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai

pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara,

pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.

Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi


pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti

pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain–lain.

 Fungsi Mengatur (Reguler): Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu diluar bidang

keuangan.

2.2 Subjek Pajak

Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan)

yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang

akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi

syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. Dengan perkataan

lain. Setiap wajib pajak adalah subjek pajak.

Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi

syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia.

Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat

obyektif.

Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk

menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma,

perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi

subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat

menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau
wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-

kewajibannya.

a. Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)

Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.

Secara praktik termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi dan

warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek pajak tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut :

1) Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan

Menggantikan yang Berhak

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan

umur dan juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk

semua (non dicrimination).

     Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan

subjek pajak pengganti, menggantikan menggantikan mereka yang berhak yaitu

ahli waris. Penunjukan ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak

atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan,

demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya


2) Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik

yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha yang meliputi :

1. Perseroan Terbatas (PT)

2. Perseroan Komanditer

3. Perseroan atau perkumpulan lainnya

4. Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD)

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

5. Firma

6. Kongsi

7. Koperasi

8. Dana pensiun

9. Persekutuan

10. Yayasan

11. Organisasi massa

12. Organisasi massa

13. Organisasi sosial politik

14. Bentuk usaha tetap

15. Bentuk usaha lainnya.

3) Bentuk Usaha Tetap

     Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang

didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :

1. Tempat kedudukan manajemen

2. Cabang perusahaan

3. Kantor perwakilan

4. Gedung kantor

5. Pabrik

6. Bengkel

7. Pertambangan dan penggalian sumber alam

8. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

9. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan

10. Gudang

11. Ruang untuk promosi atau penjualan

12. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan

13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain

14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung resiko

di Indonesia

16. Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki sewa atau

digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan

usaha melalui internet.


b. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam

negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal

2 ayat 2 UU No. 26 tahun 2008

1. Subjek pajak dalam negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang

berada atau bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara

praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12

bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai

berikut:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang  pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT)

di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada di

Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari

dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila telah menerima atau

memperoleh penghasilan, sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi

wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber

penghasilan di Indonesia atau di peroleh melalui badan usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak

Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :

1) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima

atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak

luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber

penghasilan di Indonesia.

2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto dengan

tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan

penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.


3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam

suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib

memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban

pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan jenis pajak

subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan,

artinya kewajiban pajak tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh

karenanya, penentuan saat di mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif

menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 A UU PPh, yaitu sebagai

berikut :

1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka

kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan

berakhir saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya.

2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan

tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir saat di

bubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183

hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia

yang menjalankan usaha melalui badan usaha tetap di Indonesia, dimulai saat
orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui bentuk usaha tetap.

4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia

atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak

didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

memperoleh penghasilan melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima

atau memperoleh penghasilan tersebut.

5) Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan

menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada

saat timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan

yang belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut

mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak warisan tersebut setelah

warisan selesai dibagi.  

c. Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang

Mewah (PPN-PPnBM)

1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak

adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak


(BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU

PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri

Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi

PKP.

Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75

Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha

kena pajak sebagai subjek PPN yaitu :  

a. Pabrik

b. Importir

c. Agen utama atau penyalur utama

d. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang

Kena Pajak.

e. Pedagang besar

f. Eksportir

g. Pedagang eceran beras

h. Pemborong atau Kontraktor

i. Pengusaha jasa bidang komunikasi

j. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri

k. Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak

2. Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan

BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan

pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

d. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai kewajiban

untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan

melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai hak

atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan

tersebut. Hak-hak atas bumi dan bangunan dalam PBB adalah mengacu pada

ketentuan Undang-undang Agraria yaitu ; Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak

Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.

e. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Subjek  pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak

atas Tanah dan/atau Bangunan.

2.3 Objek Pajak

a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh

diartikan secara luas didalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.”

Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No.

36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan

lain dalam undang-undang ini.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.


13. Karena penilaian kembali aktiva

14. Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari

anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas

15. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak

16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa imbalan bunga

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan

umum dan tata cara perpajakan

17. Surplus Bank Indonesia.

b. Objek Pajak PPN

Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana

telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :

1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh

pengusaha dengan syarat :

 Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena

pajak

 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean

 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor barang kena pajak

3. Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh

pengusaha dalam syarat :


 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,

 Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,

 Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

3. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di

dalam daerah pabean

4. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

5. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

6. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha

diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun

sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau

pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan

digunakan sendiri atau pihak lain.

7. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah

diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh

pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.  

c. Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)

Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir

dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :

1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh

penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah

tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.


2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan

atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi

tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang

ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam

atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan.

Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :

1. Bangunan tempat tinggal (rumah)

2. Gedung kantor

3. Hotel

4. Pabrik

Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut di atas,

seperti :

1) Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya

2) Hotel

3) Kolam renang

4) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak, fasilitas

lain yang memberikan manfaat.


Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah

objek pajak yang :

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan

untuk memperoleh keuntungan.

2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis lainnya.

3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,

tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum

dibebani suatu hak.

4) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

e. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan, meliputi :

1. Pemindahan hak karena :

 Jual beli

 Tukar menukar

 Hibah

 Hibah wasiat

 Waris

 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan


 Penunjukan pembeli dalam lelang

 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap

 Penggabungan usaha

 Peleburan usaha

 Pemekaran usaha

 Hadiah.

2. Pemberian hak baru karena :

 Kelanjutan pelepasan hak

 Di luar pelepasan hak

Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :

 Hak milik

 Hak guna usaha

 Hak guna bangunan

 Hak pakai,

 Hak milik atas satuan rumah susun

 Hak pengelolaan.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum


3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf

6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

f. Objek pajak Bea Materai

Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk

digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau

keadaan yang bersifat perdata.

2. Akta-akta notaris termasuk salinannya

3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-

rangkapnya

4. Surat yang memuat jumlah uang

5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek, serta

6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka

pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan, dan surat-

surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika

digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud

semula.
2.4 Tarif Pajak

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam

prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan,

pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk

kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah

satu cara untuk mencapai keadilan. Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini

dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai berikut :

1. Tarif Tetap

2. Tarif proporsional atau sebanding

3. Tarif progresif

4. Tarif degresif

a. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar

pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang

adalah tetap. Tarif ini diterapkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985

tentang Bea Materai (BM). Dalam undang-undang Bea Materai, tarif digunakan

adalah Bea Materai dengan nilai nominal sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai

nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP Nomor 7

Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000 dan Rp 2.000

yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi

menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.


b. Tarif Proporsional

Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan pajak yang

menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar

pengenaan pajak, sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah secara

proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian

semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar

pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).

Contoh : Tarif PPN 10%

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Jumlah Pajak

Rp 10.000.000,00 10% Rp 1.000.000,00

Rp 20.000.000,00 10% Rp 2.000.000,00

Rp 30.000.000,00 10% Rp 3.000.000,00

Rp 40.000.000,00 10% Rp 4.000.000,00

c. Tarif Progresif

Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin

besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar,

sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif

dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.

Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%


Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%

Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%

Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%

Di atas Rp. 200.000.000 35% 35%

d. Tarif Degresif

Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil

bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun

persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi

kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan

pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik

perundang-undangan perpajakan.

Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%

Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%

Di atas Rp. 50.000.000 15%


BAB 3.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan yang sangat penting untuk

pembiayaan pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran

pembangunan. Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang secara suka rela dan

senang untuk membayar pajak karena para Wajib Pajak merasa bahwa mereka

tidak memperoleh keuntungan timbal balik dari jumlah pajak yang mereka

bayarkan. Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan

dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan

dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-

syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam

prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan,

pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk

kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah

satu cara untuk mencapai keadilan.


3.2 Saran

Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia adalah berasal dari

pajak. Pajak yang di bebankan pemerintah kepada Wajib Pajak menimbulkan

perbedaan kepentingan, karena bagi wajib pajak, membayar pajak berarti

mengurangi kemampuanekonomis dan laba mereka.

Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara

khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan

baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu para wajib

pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan

pertumbuhan  ekonomi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita

sebagai warga Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi

subjek pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang berlaku di Negara

Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat dan

menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Safri Nurmantu, M.Si. “Pengantar Perpajakan”, Edisi 2, Jakarta: Granit 2003

Erly Suandi. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo. 2011. “Perpajakan Edisi Revisi”. Yogyakarta: Andi

Siti Resmi. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat.

Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-


undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai