Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

DASAR – DASAR PERPAJAKAN


(Tugas Mata Kuliah Perpajakan 1)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. ARIEF NURJAYA 202030038


2. ANDI TENRI AKKO 202030104

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIEM)


BONGAYA MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan nikmat
iman dan nikmat taqwa sehingga kami masih diberikan kesehatan jasmani
dan rohani untuk melakukan rutinitas sebagai manusia layaknya manusia.
Shalawat serta salam kepada nabi Muhammad Saw yang telah
mengajarkan konsep tauhid dan kebenaran kepada manusia sehingga
ajarannya itu yang menjadikan jembatan bagi kita untuk bertemu dengan
peradaban yang terang benderang seperti sekarang ini.

Makalah yang berjudul “Dasar-Dasar Perpajakan” ini kami tujukan


kepada dosen mata kuliah perpajakan untuk melengkapi tugas kelompok.
Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
menyelesaikan makalah ini. Dan kami juga memahami bbahwa dalam
penulisan makalah ini jauh dari sempurna, maka itu kami meminta kritik
dan saran kepada orang yang membaca makalah ini guna memperbaikii
penulisan dilain waktu.

Makassar, 29 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar............................................................................ i

Daftar Isi..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat.................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 3

A. Pengertian Pajak....................................................................... 3
B. Asas – asas Pajak...................................................................... 5
C. Hukum Pajak............................................................................ 9
D. Fungsi Pajak............................................................................. 10
E. Teori Pemungutan Pajak............................................................ 11
F. Jenis Pajak................................................................................13
G. Tata Cara Pemungutan Pajak..................................................... 14

BAB III PENUTUP........................................................................


................................................................................................16

A. Kesimpulan............................................................................... 16
B. Saran....................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................
................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan penerimaan terbesar suatu Negara. Dominasi


pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat
wajar, ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa
lagi di andalkan. Penerimaan dari suatu sumber daya alam mempunyai
umum relatif terbatas yang suatu saat akan habis dan tidak bisa
diperbaharui lagi. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan
ini mempunyai umur yang tidak terbatas, apalagi seiring bertambahnya
jumlah penduduk, maka akan semakin besar pula penerimaan Negara
dari sektor pajak.

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban Negara


dan peran serta masyarakat mengumpulkan dana untuk membiayai
Negara dan pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan
pelayanan biaya publik, mengalokasikan pajak tidak hanya untuk
rakyat pembayar juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib
membayar pajak.

Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke


tahun senantiasa memberikan tugas kepada Direktorat Jendral Pajak
untuk menaikkan penerimaan pajak kepada Negara. Namun pada
kenyataannya rasio antara jumlah wajib pajak dengan jumlah usaha
masih sangat kecil, disamping itu tahun yang akan dating pajak akan
diproyekkan menjadi salah satu pilar utama penerimaan Negara secara
mandiri.

Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak merupakan aksi yang


telah dicanangkan oleh Direktorat Jendral Pajak dalam rangka
meningkatkan penerimaan pajak, yaitu dengan memperluas subjek
dan objek pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Di lain pihak
perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah yang demikian
dinamis barangkali jauh meninggalkan jangkauan pajak. Meskipun
jarring pengaman bagi wajib pajak berupa (Nomor Pokok Wajib Pajak)
agar melaksanakan kewajiban perpajakan sudah dipasang, terutama
bagi usaha-usaha kecil menengah tersebut, tetapi masih ditemukan
usaha-usaha kecil menengah yang lepas dari jeratan pajak.
Sebenarnya masih banyak wajib pajak potensial yang belum terdaftar
sebagai wajib pajak aktual. Ketidaktaatan dalam membayar pajak tidak
hanya terjadi pada lapisan pengusaha saja tetapi telah menjadi rahasia
umum bahwa para pekerja profesional lainnya juga tidak taat untuk
membayar pajak.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dasar mengenai pajak?


2. Apa saja asas-asas perpajakan?
3. Apa saja hukum terkait pajak?
4. Apa fungsi pajak?
5. Apa saja teori yang mendukukung pemungutan pajak?
6. Apa saja jenis-jenis pajak?
7. Bagaimana tata cara pemungutan pajak?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan Penulisan makalah dan mengangkat tema mengenai


“Dasar-Dasar Perpajakan” ini adalah untuk memenuhi tugas darimata
kuliah Perpajakan.

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memperluas wawasan


pembaca tentang masalah Perpajakan. Selain itu untuk memantik
kesadaran diri dari penullis maupun pembaca untuk tertib membayar
pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak

Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen
uang pajak yang dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan
negara dari sektor pajak. Penggunaannya untuk membiayai belanja
pemerintah pusat maupun daerah demi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1,
pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Berikut ini beberapa definisi dari para ahli :

Menurut Prof.DR.P.J.A. Andriani, pajak adalah iuran kepada Negara


(dapat dipaksakan) yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan guna untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubung dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Prof. Dr. Rochmat SH, pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.

Salah satu definisi pajak yang terpendek ialah an individual sacrifice


for a collective goal, yakni individu berkorban untuk tujuan bersama.
Definisi ini dirumuskan oleh Frdinand H.M. Grapperhaus, seorang guru
besar di Universitas Leiden bidang hukum pajak dan sejarah pajak.

Dari beberapa definisi tersebut, terlihat ada beberapa unsur pokok


yaitu sebagai berikut.

1. Iuran atau pungutan


Dilihat dari segi arah arus dana pajak jika arah datangnya pajak
berasal dari wajib pajak, pajak disebut sebagai iuran. Sementara itu
jika arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut
berasal dari pemerintah, pajak itu disebut sebagai pungutan.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang


Salah satu karakteristik pokok adalah pemungutannya harus
berdasarkan undang-undang. Hal ini disebabkan pada hakikatnya

3
pajak adalah beban yang haru dipikul oleh rakyat banyak sehingga
dalam perumusan macam, jenis, dan berat ringannya tarif pajak
itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujuinya melalui
wakil-wakilnya di parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, segala pajak


untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang.

Penjelasan pasal 23 Undang-undang Dasar 1945 antara lain


menyatakan bahwa betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan
hidup dan dari mana di dapatnya belanja buat hidup harus
ditetapkan oleh rakyat itu sendiri dengan perantaraan Dewan
Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri karena itu
juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak
rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, segala tindakan yang
menempatkan beban kepada rakyat sebagai pajak dan lain-lainnya
harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan
persetujuan DPR.

3. Pajak dapat dipaksakan


Fiskus mendapat wewenang dari undang-undang memaksa wajib
pajak supaya mematuhi pelaksanaan kewajiban perpajakannya.
Kekuasaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi-
sanksi administratif ataupun sanksi pidana fiscal dalam undang-
undang perpajakan, khususnya dalam UU Nomor 16 Tahun 2000
yang disebutkan diatas.

Fiksus juga mendapat wewenang dari undang-undang untuk


mengadakan tindakan memaksa wajib pajak dalam bentuk
penyitaan harta gerak ataupun harta tetap wajib pajak. Bahkan
dalam sejarah hukum pajak di Indonesia, dikenal adanya lembaga
sandera atau gijzeling, yakni wajib pajak yang pada dasarnya
mampu membayar pajak tetapi selalu menghindar dengan berbagai
dalih untuk tidak membayar pajak, fiskus dapat menyandera wajib
pajak yang bersangkutan dengan memasukkannya dalam
kurungan.

4. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah


Pajak itu dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dana yang diterima
dari pungutan pajak dalam pengertian definisi diatas tidak pernah
ditunjukkan untuk suatu pengeluaran khusus.

Ada dua prinsip dasar mengapa Negara memungut pajak. Yang


pertama Bennefit Principle, bahwa karena warga Negara
memperoleh keuntungan dari Negara, maka Negara diperbolehkan

4
memungut pajak kepada warga negaranya. Yang kedua, prinsip
yang juga menjadi dasar negar memungut pajak adalah Ability-To-
Pay Taxation Principle yaitu bahwa Negara memungut pajak harus
berdasarkan kepada kemampuan masing masing individu warga
Negara. Warga Negara yang mempunyai kemampuan lebih,
membayar pajak lebih besar daripada mereka yang mempunyai
penghasilan kecil.

B. Asas – asas Perpajakan


Di dalam pajak, dikenal ada beberapa asas yang menjadi pokok
dasar atau tumpuan berfikir, dan dalam kamus umum Bahasa
Indonesia kata ”asas” antara lain diberikan pengertian sebagai
“sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir”.
Menurut Sudikno Mertokusumo yaitu “Asas hukum atau prinsip hukum
adalah bukan merupakan peraturan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan
dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan hukum konkret
tersebut.”

Asas-asas perpajakan antara lain adalah asas Rechtsfilosofis, asas


pembagian beban pajak, asas pengenaan pajak, dan asas pelaksanaan
pemungutan pajak.

1. Asas Rechtsfilosofis
Asas Rechtsfilosofis mencari dasar pembenaran terhadap
pengenaan pajak oleh negara. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar
yang ingin dicari jawabannya dari asas ini adalah: “Mengapa Negara
mengenakan pajak terhadap rakyat?” atau”Atas dasar apa Negara
mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyat?” Terhadap
permasalahan itu ada beberapa jawaban yang ada di dalam beberapa
teori:
a) Teori Asuransi
Adalah temasuk tugas Negara untuk melindungi orang dan
segala kepentingannya : keselamatan dan keamanan jiwa, juga
harta bendanya. Sebagaimana juga halnya dengan setiap
perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan
tersebut diatas diperlukan pembayaran premi, dan didalam hal
ini, pajak inilah dianggap sebagai preminya, yang pada waktu-
waktu tertentu harus dibayar oleh masing-masing. Walaupun
perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak tepat, karena:

5
(a) dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari
Negara. (b) Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan
jasa-jasa yang diberikan oleh Negara, tidaklah terdapat
hubungan yang langsung, namun teori ini oleh para
penganutnya dipertahankan, sekadar untuk memberikan dasar
hukum kepada pemungutan pajak saja.
b) Teori Kepentingan (Aequivalen)
Teori ini dalam ajarannya yang semula lebih menekankan pada
pembagian beban pajak yang harus dipungut dari rakyat
seluruhnya. Pembagian beban ini harus didasarkan atas
kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas
pemerintah (yang bermanfaat baginya), tarmasuk juga
perlindungan atas jiwa dan harta benda orang-orang itu. Maka
sudah selayaknyalah bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Negara untuk menunaikan kewajibannya dibebankan kepada
rakyatnya.
c) Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Teori ini sering disebut juga “teori bakti”. Teori tersebut
didasarkan pada organ theory dari Otto von gierke, yang
menyatakan bahwa Negara itu merupakan suatu kesatuan yang
di dalamnya setiap warga Negara terikat. Tanpa ada “organ”
atau lembaga itu individu tidak mungkin dapat hidup. Lembaga
tersebut, oleh karena memberi hidup kepada warganya, dapat
membebani setiap anggota masyarakatnya dengan kewajiban-
kewajiban, antara lain kewajiban membayar pajak, kewajiban
ikut mepertahankan hidup masyarakat atau Negara dengan
milisi/wajib militer.
d) Teori Daya Beli
Menurut teori ini, pajak diibaratkan sebagai pompa yang
menyedot daya beli seseorang/anggota masyarakat, yang
kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi,
sebenarnya uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi
kepada masyarakat melalui saluran lain. Jadi, pajak yang
berasal dari rakyat kembali lagi kepada masyarakat tanpa
dikurangi, sehingga pajak ini hanya berfungsi sebagai pompa,
penyedot uang dari rakyat yang akhirnya dikembalikan lagi
kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga
pajak pada hakekatnya tidak merugikan rakyat. Oleh sebab itu,
maka pungutan pajak dapat dibenarkan.
e) Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila

6
Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong.
Gotong royong dalam pajak tidak lain daripada pengorbanan
setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk
kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan.
Jadi, berdasarkan pancasila pungutan pajak dapat dibenarkan
karena pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak
keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup.
2. Asas Pembagian Beban Pajak
Berbeda dengan asas rechtfilosofis yang mencari dasar
pembenaran pemungutan pajak oleh Negara terhadap rakyat, asas ini
mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu
dikenakan terhadap rakyat secara adil. Terhadap permasalahan
tersebut ada beberapa jawaban.
a) Teori Daya Pikul
Menurut teori ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai
dengan daya pikul masing-masing. Daya pikul menurut De
langen, adalah kekuatan sesorang untuk memikul suatu beban
dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilan dikurangi
dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan
primer diri sendiri beserta keluarga. Menurut Cohen Stuart
“daya pikul disamakan dengan suatu jembatan, dimana daya
pikul itu sama dengan seluruh kekuatan pikul jembatan
dikurangi dengan bobot sendiri”. Dari pengertian tersebut dapat
dimengerti bahwa yang dimaksud dengan daya pikul bukan
hanya dilihat dari keseluruhan penghasilan yang diperoleh oleh
orang yang bersangkutan, melainkan terlebih dahulu dikurangi
dengan pengeluaran-pengeluaran tertentu yang memang
secara mutlak harus dikeluarkan untuk memenuhi kehidupan
primernya sendiri beserta keluarga yang menjadi
tanggungannya.
b) Prinsip Benefit (Benefit Principle)
Santoso Brotodiharjo menyebutnya sebagai asas kenikmatan.
Menurut asas ini pengenaan pajak seimbang dengan benefit
yang diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan
oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka pajak dikatakan
adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar
dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan
proporsi beban pajak yang lebih besar.
3. Asas Pengenaan Pajak

7
Asas pengenaan pajak ini mencari jawaban atas permasalahan:
Siapa atau pemerintah mana yang berwenang memungut pajak
terhadap suatu sasaran pajak tertentu? Siapa yang dapat dikenai
pajak? Apa sasaran pengenaan pajak? Dalam hal ini, pembicaraan
menyangkut yurisdiksi dari suatu Negara, berhadapan dengan negara
lain. Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa jawaban sebagai
berikut:
a) Asas Negara Tempat Tinggal
Asas ini sering disebut sebagai asas domisili. Asas Negara
tempat tinggal ini mengandung arti, bahwa Negara dimana
seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang
kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tak terbatas untuk
mengenakan pajak terhadap orang-orang itu dari semua
pendapatan yang diperoleh orang itu dengan tak menghiraukan
dimana pendapatan itu diperoleh. Jadi yang mempunyai
kewenangan untuk memungut pajak adalah Negara dimana
wajib pajak berdomisili, dan dikenakan terhadap semua
penghasilan (word wide income).
b) Asas Negara Sumber
Asas Negara sumber mendasarkan pemajakan pada tempat
dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan,
kekayaan atau tempat kegiatan disuatu Negara. Negara dimana
sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan
pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.
c) Asas Kebangsaan
Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status
kewarganegaraannya. Jadi, pemajakan dilakukan oleh Negara
asal wajib pajak. Yang dikenakan pajak ialah semua orang yang
mempunyai kewarganegaraan Negara tersebut, tanpa
memandang tempat tinggalnya.
4. Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Yang termasuk ke dalam asas ini ada beberapa asas yaitu asas
yuridis, ekonomis, finansial.
a) Asas Yuridis
Menurut asas ini hukum pajak harus dapat memberikan
jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang
tegas baik untuk Negara maupun warganya. Oleh karena itu,
mengenai pajak di Negara hukum segala sesuatunya harus
ditetapkan dalam Undang-Undang. Dengan kata lain, hukum
pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi

8
tercapainya keadilan, dan jaminan ini diberikan kepada pihak-
pihak yang tersangkut dalam pemungutan pajak, yakni pihak
fiscus dan wajib pajak.
b) Asas Ekonomis
Perlu diketahui bahwa pajak disamping mempunyai
fungsi budgeter juga mempunyai fungsi mengatur. Mengingat
fungsinya yang demikian, maka pemungutan pajaknya:
(1)Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat
lancarnya produksi dan perdagangan (2)Harus diusahakan
supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya
mencapai kebahagiaan dan (3)Harus diusahakan jangan sampai
merugikan kepentingan umum.
c) Asas Finansial
Berkaitan dengan hal ini, fungsi pajak yang terpenting adalah
fungsi budgeter-nya, yakni untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas Negara. Sehubungan dengan itu, agar
hasil yang diperoleh besar, maka : (1) biaya pemungutannya
harus sekecil mungkin (2) harus dipungut pada saat yang
paling menguntungkan.

C. Hukum Pajak

Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di


Indonesia menganut paham imperative. Artinya, pelaksanaan
pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika terjadi pengajuan
keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan
pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak
tentang keberatan diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus
membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berikut ini
adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:

1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu


dengan individu lainnya
2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyatnya. Antara lain terdiri dari Hukum Tata Negara,
Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara), Hukum
Pajak, dan Hukum Pidana.

Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan


hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak

9
mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan
rakyat sebagai wajib pajak.
Hukum pajak adalah kumpulan aturan yang berisi peraturan hak
serta kewajiban maupun hubungan wajib pajak dengan pemerintah
sebagai pemungut pajak.

1. Dasar-Dasar Hukum Pajak


- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa, dan Penjualan atas
Barang Mewah.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan
Pajak dan Surat Paksa.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak.

2. Fungsi Hukum Pajak


- Hukum pajak memiliki fungsi sebagai dasar dan acuan dalam
membuat sistem pemungutan pajak yang dilandaskan atas
keadilan, efisien, dan diatur dengan jelas dalam undang-undang
mengenai hukum pajak itu sendiri.
- Hukum pajak memiliki fungsi sebagai sumber menjelaskan
mengenai siapa subjek serta objek yang wajib atau tidak wajib
dijadikan sumber pungutan dalam hukum pajak guna
meningkatkan potensi pajak secara menyeluruh.
- Hukum pajak berfungsi guna memakmurkan serta
mensejahterakan rakyat.
- Hukum pajak guna menciptakan ketertiban dalam menciptakan
sebuah kondisi lingkungan yang memiliki nuansa kondusif dan
damai, sehingga diperlukan pemeliharaan atas ketertiban umum
yang didukung secara penuh oleh rakyat.

D. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang yang sangat penting bagi dalam


kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berikut ini
adalah beberapa fungsi dari pajak.

10
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan, Negara
membutuhkan Negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeridikurangi pengeluaran rutin.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)


Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi pajak mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun
luar negeri, diberikan sebagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini biasa dilakukan antara
lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan


Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja yang pada akhirnnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.

E. Teori Pemungutan Pajak

Pemerintah atau Negara melakukan pemungutan pajak dengan


dasar teori yang mendukung. Berikut ini adalah teori-teori yang
mendukung pemungutan pajak.

1. Teori Asuransi
Menurut teori asuransi, pembayaran pajak diibaratkan seperti
membayar premi dalam perusahaan asuransi dengan harapan
mendapatkan perlindungan dari kejadian tidak terduga di masa
yang akan datang.

11
Premi asuransi harus dibayarkan oleh setiap peserta asuransi. Dana
tersebut kemudian akan digunakan untuk menjamin kehidupan
setiap peserta asuransi yang mengalami kejadian tidak terduga
yang bias mengganggu keuangan pribadi.

2. Teori Kepentingan
Dalam teori kepentingan, pembagian pajak kepada Negara
didasarkan pada kepentingan atau perlindungan masing-masing
orang. Negara harus melindungi harta dan jiwa masyarakat agar
kepentingannya bisa terlaksana dengan baik. Oleh karena itu,
semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, maka
semakin besar pula pajak yang harus dibayar.

3. Teori Gaya Pikul


Dalam teori gaya pikul, pajak yang harus dibayarkan oleh
masyarakat harus sesuai gaya pikul dan ukuran yang sesuai
dengan pengeluaran dan penghasilan, baik perorangan atau
sebuah badan usaha.

Gaya pikul yang digunakan untuk membayar pajak akan muncul


apabila kebutuhan primer dari individu sudah terpenuhi. Jika
individu masih memiliki penghasilan di bawah PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak) maka belum memiliki gaya pikul.

4. Teori Bakti
Teori bakti mengatakan jika suatu Negara memiliki hak mutlak
untuk mengambil pajak dari rakyat. Rakyat sudah memahami
bahwa membayar pajak merupakan sebuah kewajiban dan tanda
bakti kepada Negara.

Hal tersebut dilakukan agar sistem pemerintahan Negara bisa terus


berjalan dengan baik. Rakyat sudah mulai mengerti bahwa uang
pajak yang dibayarkan akan dikelola pemerintah untuk banyak hal,
seperti membangun infra struktur.

5. Teori Daya Beli


Teori daya beli ini sangat erat berkaitan dengan kemampuan
masyarakat saat melakukan tranksaksi jual beli. Masyarakat yang
banyak dengan kebutuhan yang berbeda-beda tentu membutuhkan
berbagai barang untuk memenuhi setiap kebutuhannya.

Pada transaksi beli, jenis pajak yang dikenakan adalah PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah). Jadi semakin mewah atau semakin mahal barang yang
dimiliki masyarakat, maka nominal pajaknya semakin besar pula.

12
F. Jenis Pajak

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, jenis-


jenis pajak yang termasuk dalam ruang lingkup pajak pusat adalah
sebagai berrikut :

1. Pajak Penghasilan (PPh)


Pajak Penghasilan diatur dalam undang-undang PPh, pengertian
penghasilan menurut undang-undang adalah setiap kali wajib pajak
menerima tambahan kemampuan ekonomis baik yang berasal dari
dalm negeri maupun luar negeri, yang digunakan untuk konsumsi
atau sekedar menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalm tahun pajak. Subjek pajak tersebut di kenai pajak
apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
adalah wajib pajak.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dipungut atas tanah
dan bangunan karena adanya keuntungan dan kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai
suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Pajak
Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak yang dikenakan
terhadap individu atau beban selaku pemilik atau pengguna hal
atas tanah dan bangunan.

3. Bea Materai
Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang
bersifat perdana dan dokumen untuk digunakan di pengadilan.
Yang dikatakan dengan dokumen merupakan dokumen khusus,
dimana terdapat beberapa aturan yang berkaitan dengan
penetapan dokumen yang termasuk dalam jenis perpajakan.
Dokumen yang dimaksud dalam hal ini adalah objek pajak yang
meliputi antara lain surat perjanjian, akta notaris, akta tanah, surat
yang memuat jumlah uang tertentu, surat berharga dan yang
terakhir adalah dokumen berupa efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun selam memuat sejumlah nominal harga diatas nilai
ketetapan undang-undang.

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap
adanya aktivitas konsumsi barang atau jasa, dimana barang dan

13
jasa yang dimaksud secara hukum termasuk dalam kategori objek
kena pajak didalam daerah pabean. Pemungutan pajak ini berlaku
untuk siapapun yang terlibat dalam aktivitas ekonomi barang dan
jasa baik itu pribadi atau individu, badan usaha atau perusahaan.

5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Berdasarkan undang-undang yang berlaku Pajak Penjualan atas
Barang Mewah merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dihitung dengan
cara mengalihkan presentasi pada tarif PPnBM dengan nilai dasar
pengenaan pajak (Harga barang sebelum dikenakan pajak
termasuk PPN). Sedangkan untuk membuat laporannya SPT masa
PPN. Selama masih berada dalam satu periode pajak yang sama
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilaporkan bersama
dengan PPN dan PPN impor. Pelaporan pajak barang mewah harus
segera dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah
tanggal faktur dibuat.

G. Tata Cara Pemungutan Pajak

1. Stelsel Pajak
- Stelsel Nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada akhir
tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak
lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.

- Stelsel Anggapan (fictive stelsel), pengenaan pajak didasarkan


pada suatu anggapan yang diatur undang-undang. Tanpa
menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan
sesungguhnya.

- Stelsel Campuran, merupakan kombinasi antara stelsel nyata


dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan
anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya.

2. Asas Pemungutan Pajak


Dalam teori pemungutan pajak, ada beberapa asas yang dijadikan
acuan oleh Negara untuk menentukan wewenangnya. Baik untuk
warga Negara asing atau warga Negara sendiri.

- Asas domisili artinya warga Negara dapat menarik pajak sesuai


tempat tinggal. Istilah domisili dapat merujuk pada tempat
tinggal wajib pajak orang pribadi, juga tempat domisili wajib

14
pajak suatu badan atas penghasilan yang telah diterima wajib
pajak. Para wajib pajak yang berdomisili di suatu tempat akan
dikenai pajak sesuai ketentuan dimana wajib pajak berdomisili.

- Dalam asas kebangsaan yang menjadi landasannya adalah


status kewarganegaraan dari badan usaha atau orang yang
mendapatkan penghasilan. Hamper sama dengan asas domisili
karena Negara dapat memberikan pajak dengan status wajib
pajak kewarganegaraan.

- Asas sumber yaitu Negara dapat mengenakan pajak untuk


penghasilan yang diperoleh Negara tersebut. Semua
penghasilan yang di dapat dari Negara, Negara dapat
memberikan pajak tanpa melihat domisili wajib pajak. Misalnya
penghasilan yang di dapa Singapore Ltd, maka dapat dikenakan
wajib pajak luar negri untuk jasa yang dipakai di Indonesia bias
dikenakan pajak.

3. Sistem Pemungutan Pajak


- Official Assesment system adalah suatu system pemungutan
yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak,
ciri-cirinya sebagai berikut :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiskus.
 Wajib pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.

- Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak


yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya
adalah :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada wajib pajak sendiri.
 Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
 Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

- With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak


yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya,
wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen
uang pajak yang dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos
pendapatan negara dari sektor pajak. Penggunaannya untuk
membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi
kesejahteraan masyarakat. Dalam pemungutan pajak dikenal
beberapa teori yang berdasarkan falsafah yaitu teori asuransi, teori
kepentingan, teori gaya pikul, teori kewajiban mutlak, dan teori asas
gaya beli. Adapun tata cara pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 stelsel yaitu stelsel nyata, stelsel anggapan, dan stelsel
campuran.

B. SARAN

Sebagai wajib pajak, rakyat sudah seharusnya membayarkan pajak


sesuai dengan peraturan yang ada tanpa melakukan berbagai usaha
agar terhindar dari pajak. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa
lebih memperketat pengawasan terhadap pemungutan pajak supaya
penyelewengan- penyelewengan pajak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dapat dihindari, karena hal tersebut dapat
merugikan rakyat dan negara.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-
jenisnya

https://www.pajak.go.id/id/pajak

https://123dok.com/article/asas-asas-perpajakan-tinjauan-umum-pajak-
pengertian-pajak.dy4jln9y

https://klikpajak.id/blog/ketahui-kedudukan-hukum-pajak-di-indonesia/

Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta : Andi Offset, 2003 Resmi,Siti,


Perpajakan:Teori dan Kasus edisi 7 , Jakarta : Salemba Empat,
2009.

Waluyo dan Wirawan, B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba


Empat, 2003.

17

Anda mungkin juga menyukai