Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM PAJAK

TENTANG
ASAS DAN DASAR PAJAK
Dosen pengampu:
Dr. A.P. Karel Betaubun, SE., MM

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

1. NURUL HIJERAH 201961201017


2. TIOFANI M. SIAGIAN 201961201025
3. JANUARTO C. KORE 201961201037
4. RISMA ARISANDA 201961201051
5. WEKY N. MALOKY 201961201052
6. HIZKIA SHINDU PRISNANTA 201961201107
7. MUHAMMAD HIDAYAT 201961201131
8. MAYA JESICA A. MALYETI 201961201142
9. SANDHY AIRIS PRATAMA 201961201145
10. KEVIN A. CANDRA 201961201171
11. DJOIZ V. BARTHOLOMEUS 201961201211

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSAMUS MERAUKE
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha kuasa, kami panjatkan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ‘’AZAS DAN DASAR
PAJAK’’
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Kami berharap semoga makalah ilmiah tentang azas dan dasar pajak ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

  MERAUKE, 25 Maret 2020

Penulis

   

ii
DAFTAR PUSTAKA

COVER..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN/ISI ...............................................................................3


2.1 Dasar Pajak............................................................................................3
.......................................................................................................................
2.1.1 Ciri – ciri pajak........................................................................3
2.1.2 Fungsi pajak.............................................................................4
2.1.3 Jenis pajak yang dipungut pemerintah dari masyarakat..........5
2.1.4 Pembagian hukum pajak..........................................................6
.............................................................................................................
2.1.5 Syarat pemungutuan pajak.......................................................7
2.2 Asas pajak.............................................................................................8
2.2.1 Asas – asas pemungutan pajak.................................................8
2.2.2 Asas pembagian beban pajak.................................................10
2.2.3 Asas pengenaan pajak............................................................10
2.2.4 Asas pelaksanaan pemungutan pajak.....................................11
2.2.5 Asas pembentukan ketentuan pajak yang baik .....................12
2.2.6 Asas perpajakan yang lain.....................................................14

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................16
3.I Kesimpulan..........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”
Wujud partisipasi masyarakat yang telah membayar pajak harus dibarengi pula
dengan jaminan akan hak-hak Wajib Pajak sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang Perpajakan. Hak dan kewajiban Wajib Pajak harus seimbang
sehingga keadilan dapat diwujudkan dalam kenyataan Utara pajak membawa
konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Aspek hukum masalah perpajakan sangat penting untuk diketahui oleh
seluruh lapisan masyarakat baik wajib pajak maupun fiskus, sehingga iklim
perpajakan yang sehat dapat diwujudkan. Iklim yang sehat berarti masyarakat
Wajib Pajak mau dan sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak. Untuk
mengerti dan memahami peraturan perundang-undangan pajak dengan baik
diperlukan terlebih dahulu penguasaan asas-asas dan dasar-dasar pajak. Pajak
diatur dengan undang-undang.
Oleh karena itu Pajak harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan mantap.
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang. Dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
(APBN), pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara guna pembiayaan
negara baik bagi kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan. Bahkan pajak
sudah merupakan sumber pembiayaan utama, sehingga keberadaannya merupakan
suatu keharusan.
Kegiatan rutin dimaksud adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintah sehari-
hari, sedangkan kegiatan pembangunan adalah kegiatan melakukan perbaikan dan
pembaharuan baik fisik maupun mental serta mencerdaskan bangsa.

1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja Dasar Pajak ?
2. Asas – asas apa saja yang termasuk dalam asas pajak?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui tentang dasar pajak
dan asas – asas apa saja yang termasuk asas pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN/ ISI

2.1. DASAR PAJAK


Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak. Penggunaannya
untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi kesejahteraan masyarakat.
Uang pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk mendanai pembangunan di pusat dan
daerah, seperti membangun fasilitas umum, membiayai anggaran kesehatan dan pendidikan, dan
kegiatan produktif lain. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan
undang-undang.
Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1, pengertian pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak
dan Pendapatan Pajak, mendefenisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal
(kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. 

2.1.1 CIRI – CIRI PAJAK


Adapun beberapa ciri-ciri dari pajak yaitu sebagai berikut:
1. Pajak Merupakan Kontribusi Wajib Warga Negara
Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun hal
tersebut hanya berlaku untuk warga negara yang sudah memenuhi syarat subjektif
dan syarat objektif. Yaitu warga negara yang memiliki penghasilan melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 
PTKP yang berlaku saat ini adalah Rp54 juta setahun atau Rp4,5 juta per bulan.
Itu artinya, jika Anda memiliki pendapatan lebih dari Rp4,5 juta sebulan akan kena
pajak. Sementara bila Anda adalah seorang pengusaha atau wirausaha dengan omzet,
tarif PPh Final 0,5% berlaku dari total peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp4,8
miliar dalam satu tahun pajak (berdasarkan PP 23 Tahun 2018). 

2. Pajak Bersifat Memaksa untuk Setiap Warga Negara


Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif, maka wajib
untuk membayar pajak. Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika
seseorang dengan sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka
ada ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara pidana.

3
3. Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan Langsung
Pajak berbeda dengan retribusi. Contoh retribusi: ketika mendapat manfaat parkir,
maka harus membayar sejumlah uang, yaitu retribusi parkir, namun pajak tidak
seperti itu. Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara.
Jadi ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung
menerima manfaat pajak yang dibayar. Yang akan Anda dapatkan, misalnya berupa
perbaikan jalan raya di daerah Anda, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga,
beasiswa pendidikan bagi anak Anda, dan lainnya.

4. Berdasarkan Undang-undang
Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara. Ada beberapa undang-undang
yang mengatur tentang mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

2.1.2 FUNGSI PAJAK


Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara,
khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam
membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk
pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara
mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai
pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya.
Dengan demikian, fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki
tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)


Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam
lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
 Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
 Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti
pajak ekspor barang.
 Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi
dari dalam negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
 Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu
perekonomian agar semakin produktif.

3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)


Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara
pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian,
seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan

4
ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
2.1.3 JENIS PAJAK YANG DIPUNGUT PEMERINTAH DARI MASYARAKAT
Ada beberapa jenis pajak yang dipungut pemerintah ke masyarakat atau wajib
pajak, yang dapat digolongkan berdasarkan sifat, instansi pemungut, objek pajak
serta subjek pajak.

1. Jenis Pajak Berdasarkan Sifat


Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: pajak tidak
langsung dan pajak langsung.
a. Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan kepada wajib
pajak bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Sehingga pajak tidak
langsung tidak dapat dipungut secara berkala, tetapi hanya dapat dipungut bila
terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang menyebabkan kewajiban membayar
pajak. Contohnya: pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), di mana pajak
ini hanya diberikan bila wajib pajak menjual barang mewah
.
b. Pajak Langsung (Direct Tax)
Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala kepada wajib
pajak berlandaskan surat ketetapan pajak yang dibuat kantor pajak. Di dalam surat
ketetapan pajak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pajak
langsung harus ditanggung seseorang yang terkena wajib pajak dan tidak dapat
dialihkan kepada pihak yang lain. Contohnya: Pajak Bumi dan Penghasilan (PBB)
dan pajak penghasilan.

2. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut


Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:
pajak daerah dan pajak negara.
a. Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan terbatas
hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat II
maupun Pemda Tingkat I. Contohnya pajak hotel, pajak hiburan, pajak
restoran, pajak kendaraan bermotor, BPHTB, PBB (perdesaan dan perkotaan),
dan pajak daerah lainnya. 

b. Pajak Negara (Pusat)


Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui
instansi terkait, yakni DJP. Contohnya: PPN, Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM,
bea meterai, PBB (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan).

3. Jenis Pajak Berdasarkan Objek Pajak dan Subjek Pajak


Berdasarkan objek dan subjeknya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pajak
objektif dan pajak subjektif.
a. Pajak Objektif

5
Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya.
Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan bermotor, bea meterai, dan
masih lainnya. 

b. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya.
Contohnya pajak kekayaan dan pajak penghasilan. Semua administrasi yang
berhubungan dengan pajak pusat, dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Sedangkan pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak daerah,
dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah di
bawah Pemerintah Daerah setempat.

2.1.4 PEMBAGIAN HUKUM PAJAK


Hukum pajak dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum
pajak formil
a. Hukum pajak materiil
Hukum pajak materiil merupakan norma-norma yang menjelaskan keadaan,
perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus
dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain, hukum pajak
materiil mengatur timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak beserta
hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Yang termasuk dalam
hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat kenaikan, denda, sanksi atau
hukuman, cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang
memberi hak tagihan utama kepada fiskus. Peraturan tersebut ada yang bersifat
sederhana dan ada yang bersifat berbelit-belit seperti pajak penghasilan.

b. Hukum pajak formil


Hukum pajak formil merupakan peraturan-peraturan mengenai berbagai cara
untuk mewujudkan hukum materiil menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini
memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak,
kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para wajib pajak
(sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga,
serta prosedur dalam pemungutannya. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk
melindungi fiskus dan wajib pajak serta memberi jaminan bahwa hukum
materiilnya dapat diselenggarakan setepat mungkin. Hubungan hukum antara
fiskus dan wajib pajak tidaklah selalu sama karena kompetensi aparatur fiskus
yang terkadang ditambah atau dikurangi. Sebagai contoh, mula-mula tidak
terdapat peraturan yang melindungi wajib pajak, melainkan yang bersifat
melawannya. Akan tetapi, lama-kelamaan ada perbaikan dalam hal terdapatnya
hak-hak wajib pajak yang umumnya melindungi tindakan sewenang-wenang
pihak fiskus.

6
2.1.5 SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Tidak mudah dalam membebankan pajak kepada masyarakat. Jika
pemungutan terlalu tinggi, tentu saja masyarakat tidak mau dan pembangunan tidak
berjalan dengan lancar. Untuk itu, pemerintah juga menetapkan syarat pemungutan
pajak berdasarkan kesepakatan dua belah pihak. Syarat pemungutan pajak tersebut,
antara lain:
a. Pemungutan Pajak Harus Adil
Pemungutan pajak untuk masyarakat harus adil dalam pelaksanaannya, sesuai
ketetapan hukum. Contohnya, mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak,
pajak diberlakukan kepada setiap warga yang memenuhi syarat sebagai wajib
pajak, atau sanksi diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran.

b. Pengaturan Pajak Harus Berdasarkan Undang-undang


Sesuai dengan undang-undang pasal 23 yang berbunyi, “Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Dengan
begitu, dalam peraturan pajak dilakukan berdasarkan ketetapan hukum dan
jaminan hukum.

c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian


Pemungutan pajak diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu
perekonomian masyarakat, baik dalam kegiatan produksi, perdagangan, atau pun
jasa.

d. Pemungutan pajak dengan efisien


Pemungutan pajak harus dilakukan secara efisien. Perhitungkan pemungutan
pajak dengan seksama. Jangan sampai pemungutan pajak dari wajib pajak lebih
besar dari pada pendapatannya.

e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana


Melalui sistem yang sederhana, pemungutan pajak dapat berjalan dengan
lancar dan tidak membingungkan. Selain itu, dengan sistem yang benar dan
sederhana dapat memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
Selain itu, kesederhanaan sistem juga mampu memberikan dampak positif bagi
wajib pajak dalam meningkatkan kesadaran dan pembayaran.

7
2.2 ASAS PAJAK
2.2.1 ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Asas ini mencari dasar pembenar terhadap pengenaan pajak oleh negara. Terdapat
beberapa teori mengenai asa pembenaran pemungutan pajak oleh Negara, yaitu:
a. Teori Asuransi
Menurut Teori Asuransi, pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang
harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-
haknya dari pemerintah. Teori ini menyamakan pajak dengan premi asuransi, di
mana pembayar pajak (wajib pajak) disamakan dengan pembayar premi asuransi,
yakni pihak tertanggung. Adapun Negara disamakan dengan pihak penanggung
dalam perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi, hubungan antara prestasi dan
kontraprestasi itu terjadi secara langsung. Adanya pembayar premi yang merupakan
kewajiban tertanggung berhubungan langsung dengan haknya untuk menerima ganti
rugi bila terjadi evenement. Sebaliknya, hak sipenanggung untuk menerima
pembayaran premi itu diimbangi dengan adanya kewajiban untuk membayar ganti
rugi bila terjadi evenement. Dalam kenyataannya negara tidak memberikan ganti rugi
begitu saja bila seseorang meninggal, mengalami musibah, dan sebagainya, dan
menerima klaim kerugian dari rakyat atas kerugian yang dideritanya bila terjadi
evenement. Justru untuk pajak, tidak diterima suatu imbalan yang secara langsung
dapat ditunjuk. Oleh karena mengandung banyak kelemahan, teori ini kemudian
ditinggalkan.

b. Teori kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena
Negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak
sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi semakin besar
kepentingan yang dilindungi maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar.
Kapita Selekta Perpajakan di Indonesi. Teori ini menunjukkan bahwa dasar
pembenar mengapa negara mengenakan pajak adalah karena negara telah berjasa
kepada rakyat selaku wajib pajak, di mana pembayaran pajak itu besarnya ekuivalen
(setara) besarnya jasa yang sudah diberikan oleh negara kepadanya. Teori tersebut
kiranya dapat menimbulkan pertanyaan: apakah hanya terhadap mereka yang
membayar pajak saja negara memberikan perlindungan ataupun jasanya? Bukankah
semua rakyat, termasuk yang tidak termasuk wajib pajak, juga memperoleh
perlindungan? Apabila besar kecilnya jasa yang diberikan oleh negara didasarkan
pada besar kecilnya pajak yang dibayar oleh orang yang bersangkutan, bukankah hal
tersebut dapat menimbulkan diskriminasi? Dalam kenyataan tidak seperti itu. Teori
ini menyamakan pajak dengan retribusi, di mana hubungan antara prestasi dan
kontraprestasi terjadi secara langsung.

c. Teori Kewajiban Pajak Mutlak


Teori ini sering disebut juga Teori Bakti. Teori tersebut didasarkan pada orgaan
teory dari Otto Von Gierke, yang menyatakan bahwa negara merupakan suatu
kesatuan yang di dalamnya setiap warga terikat. Tanpa ada “organ” atau lembaga,

8
individu tidak mungkin dapat hidup. Lembaga tersebut, oleh karena memberi hidup
kepada warganya, dapat membebani setiap anggota masyarakatnya dengan
kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban membayar pajak, kewajiban ikut
mempertahankan hidup/negara dengan milisi/wajib militer. Dengan demikian negara
dibenarkan membebani warganya karena memang negara begitu berarti bagi
warganya, sementara bagi rakyat, membayar pajak merupakan sesuatu yang
menunjukkan adanya bakti kepada Negara.

d. Teori Daya Beli


Menurut teori ini pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli
seseorang/anggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat.
Jadi sebenarnya uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi kepada masyarakat
melalui saluran lain. Pajak yang berasal dari rakyat kembali lagi kepada masyarakat
tanpa dikurangi, sehingga pajak hanya berfungsi sebagai pompa, menyedot uang dari
rakyat yang akhirnya dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk kesejahteraan
masyarakat sehingga pajak pada hakikatnya tidak merugikan rakyat. Oleh sebab itu,
pungutan pajak dapat dibenarkan. Logika berpikir teori ini adalah oleh karena pajak
digunakan untuk kepentingan umum maka baik mereka yang membayar pajak
maupun tidak membayar pajak memperoleh manfaat daripadanya. Jadi bukan dari
satu pihak dibayar untuk pihak lain, di mana pembayar tidak mendapatkan apa-apa.
Dalam pajak pembayar pajak juga ikut menikmati hasilnya.

e. Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila


Pancasila mengandung sifat kekeluargaan dan gotong royong. Gotong royong
dalam pajak tidak lain daripada pengorbanan keluarga (anggota masyarakat) untuk
kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi berdasarkan
Pancasila pemungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak dipandang
sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak
hidup. Akhirnya uang pajak digunakan untuk diri sendiri, untuk kesejahteraan
sendiri, untuk masyarakat sendiri. Individu, dalam hubungan ini, tidak dapat dilihat
terlepas dari keluarganya, dan anggota masyarakat tidak pula dapat dipandang
terlepas dari masyarakat dan lingkungannya. Hak asasi individu dihormati dan hanya
dapat dikurangi demi kepentingan umum. Dari sisi hubungan antara seseorang
sebagai pribadi dengan sebagai anggota masyarakat semestinya mendapatkan
perlakuan selaras. Pajak merupakan wujud kebersamaan. Tidak terlalu sulit kiranya
memberikan contoh mengenai hal ini. Kalau pajak digunakan untuk membangun
sarana kesehatan berupa Puskemas maka dapat dibayangkan bahwa yang paling
banyak mendapatkan manfaat dari keberadaan Puskesmas adalah masyarakat
golongan ekonomi tidak/kurang mampu. Sementara itu kelompok masyarakat
mampu yang notabene merupakan pembayar pajak terbesar, umumnya tidak mau
menggunakan Puskesmas tersebut sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
kesehatannya. Fungsi subsidiaritas dan solidaritas sangat diperlukan apabila kita
sepakat untuk mempertahankan hubungan dan kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara, disitulah peran pajak.

9
2.2.2 ASAS PEMBAGIAN BEBAN PAJAK
Asas ini mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan
kepada rakyat secara adil, di dalam asa ini terdapat
a. Teori Daya Pikul
Menurut teori ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai daya pikul masing-
masing. Daya pikul menurut Prof. de Langen, sebagaimana dikutip oleh Rochmat
Soemitro, adalah kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban atas apa yang
tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran
yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta keluarganya. Atau menurut
Mr. Ir. Cohen Stuart, disamakan dengan suatu jembatan, di mana daya pikul adalah
sama dengan seluruh kekuatan pikul jembatan dikurangi bobot sendiri. Dari
pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa yang dimaksud daya pikul bukan hanya
dilihat dari keseluruhan penghasilan yang diperoleh oleh orang yang bersangkutan,
melainkan terlebih dahulu dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran tertentu yang
Asas dan Dasar Pemungutan Pajak memang secara mutlak harus dikeluarkan untuk
memenuhi kehidupan primernya sendiri beserta keluarga yang menjadi
tanggungannya.

b. Prinsip kemanfaatan/kenikmatan
Menurut asas ini pengenaan pajak seimbang dengan benefit yang diperoleh wajib
pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini,
pajak dikatakan adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari
jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi beban pajak
yang lebih besar. Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan prinsip benetif ini
mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. Dasar pemikiran penerapan prinsip ini
di dalam pajak terhadap kekayaan adalah bahwa pelayanan publik (dari negara) telah
menginginkan harga/ nilai kekayaan. Hal tersebut tampaknya dipengaruhi oleh Teori
Hukum Alam Abad XVI, di mana salah satu fungsi negara adalah memberikan
perlindungan terhadap kekayaan warga dan oleh karena itu pemiliknya berkewajiban
turut membayar pengeluaran-pengeluaran negara.

2.2.3 ASAS PENGENAAN PAJAK


Asas pengenaan pajak ini mencari jawaban atas permasalahan siapa/pemerintah
Negara mana yang berwenang memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu.
Dalam hal ini pembicaraan menyangkut yurisdiksi suatu negara berhadapan dengan
negara lain. Atas permasalahan tersebut ada beberapa jawaban, yaitu sebagai berikut:
a. Asas Negara Tempat Tinggal
Asas ini sering disebut juga asas domisili. Asas tempat tinggal ini mengandung
arti bahwa negara tempat seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang
kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tak terbatas untuk mengenakan pajak
terhadap orang-orang itu atas semua pendapatan yang mereka peroleh tanpa
menghiraukan di mana pendapatan itu diperoleh. Jadi yang mempunyai kewenangan
untuk memungut pajak adalah negara tempat wajib pajak berdomisili dan dikenakan
terhadap semua penghasilan (word wide income), maupun juga seluruh kekayaan di
manapun berada.

10
b. Asas Negara Asal (Negara Sumber)
Asas Negara sumber mendasarkan pemajakan pada tempat di mana sumber itu
berada, seperti adanya suatu perusahaan, kekayaan atau tempat kegiatan di suatu
negara. Negara di mana sumber itu berada mempunyai wewenang untuk
mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu. Dalam hal ini penghasilan
yang dapat dikenakan pajak oleh Negara tempat penghasilan itu diperoleh (sumber)
hanya terbatas pada penghasilan yang diperoleh dari negara tersebut. Dengan
demikian sasaran pengenaan pajak menjadi sangat terbatas.

c. Asas Kebangsaan
Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya.
Jadi pemajakan dilakukan oleh Negara asal wajib pajak. Yang dikenakan pajak ialah
semua orang yang mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandangi
tempat tinggalnya. Apabila asas ini digunakan oleh suatu negara maka sasaran
pengenaan pajaknya adalah seluruh penghasilan dan kekayaan dari mana pun
asalnya. Asas kebangsaan menurut Tony Marsyahrul disebut dengan asas nasional.
Asas nasional adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan
dengan kebangsaan dari suatu negara. Untuk menghindari seorang wajib pajak
dikenakan pajak dari berbagai negara yang menganut salah satu dari ketiga asas
tersebut, maka diadakan suatu perjanjian perpajakan (tax treaty).

2.2.4 ASAS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam asas ini, terkait didalamnya beberapa asas yaitu:
a. Asas Yuridis
Menurut asas ini hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang
perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun warganya.
Oleh karena itu mengenai pajak di negara hukum, segala sesuatunya harus
ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain, hukum pajak harus dapat
memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan, dan jaminan ini diberikan
kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam pemungutan pajak, yakni pihak
fiskus dan wajib pajak. Fiskus diberi jaminan terhadap pelaksanaan tugasnya.
Misalnya, fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, dan
sebagainya. Dalam hal ini kewenangan tersebut menjadi jaminan bahwa fiskus
dapat memaksa berdasarkan hukum yang berlaku terhadap wajib pajak atau
penanggung pajak. Demikian pula kepada wajib pajak atau penanggung pajak juga
diberikan hak untuk memperoleh perlindungan. Misalnya ada kemungkinan bahwa
wajib pajak dapat mengajukan keberatan, banding, gugatan, dan sebagainya. Hal
ini dimaksudkan agar wajib pajak dan penanggung pajak tidak diperlakukan
semena-mena. Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya jaminan terhadap
perlindungan rahasia dari wajib pajak atau rahasia dari penanggung pajak. Untuk
itu harus juga mendapatkan perlindungan secara memadai.

b. Asas Ekonomis
Pajak selain memiliki fungsi anggaran akan tetapi juga memiliki fungsi
mengatur . oleh karena fungsi yang demikian maka pemungutan pajaknya:

11
 Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
dan perdagangan;
 Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya mencapai kebahagiaan; dan
 Harus diusahakan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

c. Asas Finansial
Di sini fungsi pajak yang terpenting adalah fungsi budgeter, yakni
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Sehubungan dengan
hal itu, agar hasil pemungutan pajak besar maka biaya pemungutannya harus
sekecil-kecilnya. Untuk itu pemerintah harus memperhitungkan efisiensi
pengeluaran untuk penetapan pajak, pemungutan pajak, pelaporan pajak, juru
pungut, dan sebagainya. Sedapat mungkin biaya yang dikeluarkan itu ditekan.
Atau, kalau memang secara riil tidak menguntungkan, sebaiknya tak perlu
dilakulan pemungutan. Memang tidak mudah menyikapi hal ini, terutama dari sisi
proporsionalitas besaran pajak. Kalau pemerintah hanya melakukan pemungutan
terhadap pajak yang besar maka peran serta masyarakat pada lapisan bawah tidak
tertampung. Tentunya bukan itu yang dimaksudkan di sini. Masyarakat diharapkan
secara aktif mau memenuhi kewajiban pajaknya sekalipun hanya kecil sehingga
dari sisi pemungutan dapat menekan biaya pemungutan. Untuk itu perlu adanya
kesadaran dari masyarakat selaku wajib pajak.

2.2.5 ASAS PEMBENTUKAN KETENTUAN PAJAK YANG BAIK


Seperti diketahui bahwa sesuai dengan asas legal, sebuah peraturan di bidang pajak
harus mempunyai referensi dalam undang-undang. Hal tersebut secara jelas tertera
dalam Pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Pasal ini selain
memberikan dasar hukum bagi pemungutan pajak oleh Negara terhadap rakyat, juga
sekaligus mengandung dasar falsafah pajak.
Dengan adanya syarat bahwa yang menjadi dasar hokum pemungutan pajak adalah
undang-undang maka dengan sendirinya disyaratkan pula adanya persetujuan dari
rakyat terhadap pemungutan pajak tersebut. Hal itu mengingat mekanisme pembentukan
undang-undang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Dengan demikian, pemungutan pajak rakyat dapat dikatakan telah
disetujui pemiliknya, yakni rakyat melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Dewan
Perwakilan Rakyat. Inilah yang sering disebut dasar falsafah pemungutan pajak.
Ketentuan-ketentuan di bidang pajak tentunya juga dibuat dengan mengindahkan dasar
falsafah tersebut.
Sebelum wakil-wakil rakyat menyetujui sebuah rancangan undang-undang perlu
menyerap aspirasi rakyat yang diwakilinya. Seperti dikemukakan oleh Satjipto
Rahardjo, bahwa hukum, termasuk undang-undang dan peraturan lainnya, senantiasa
mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Artinya, ia harus
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan anggota masyarakat serta memberikan
pelayanan kepadanya. Masyarakat tidak hanya ingin melihat keadilan diciptakan dalam
masyarakat dan kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan juga agar dalam

12
masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan
mereka satu sama lain.
Apa yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro pada bagian asas-asas di muka
kiranya dapat dijadikan dasar untuk pembuatan peraturan di bidang pajak. Hal tersebut
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eikema Hommes bahwa pembentukan
hokum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum. Dengan kata lain, asas hukum
ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
Khususnya untuk pembentukan peraturan di bidang pajak ini, dalam bukunya yang
berjudul Wealth of Nation, Adam Smith memberikan pedoman bahwa supaya peraturan
pajak itu adil maka empat syarat berikut harus dipenuhi. Keempat pedoman ini disebut
The Four Canons of Adam Smith adalah sering juga disebut The Four Maxime:
a. Equality and equity
Equality and equity mengandung arti persamaan dan keadilan, di mana
undangundang pajak senantiasa memberikan perlakuan yang sama terhadap orang-
orang yang berada dalam kondisi yang sama. Dalam hal ini di dalamnya terkandung
maksud adanya larangan terhadap perlakuan diskriminatif

b. Certainty,
Certainty, mengandung arti kepastian. Undang-undang pajak yang baik
senantiasa dapat memberikan kepastian hokum kepada wajib pajak mengenai kapan
ia harus membayar pajak, apa hak dan kewajiban mereka, dan sebagainya. Terkait
dengan hal itu, undang-undang pajak tidak boleh mengandung kemungkinan
penafsiran ganda (ambigius). Apabila ketentuan mengenai sesuatu hal yang
berpotensi menimbulkan penafsiran ganda maka seyogyanya dapat diberikan
penjelasan seperlunya. Kemudian, apabila dimungkinkan, hal tersebut dimasukkan
ke dalam batang tubuh undang-undang tersebut, misalnya dalam ketentuan umum
Pasal 1. Tafsir otentik yang dimuat di dalam Pasal 1 akan meminimalisasi
kemungkinan penafsiran ganda.

c. Convenience of payment,
Convenience of payment adalah bahwa pajak harus dipungut pada saat yang
tepat, yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan wajib pajak. Mengenai kapan wajib pajak memiliki uang sehingga
mampu membayar pajak sesuai kewajibannya, masing-masing wajib pajak tidaklah
sama.

d. Economic of collection.
Economic of collection, dalam undang-undang pajak juga harus diperhitungkan
rasio (perimbangan) antara biaya pengumpulan/pemungutan dengan hasil pajak itu
sendiri sehingga diharapkan tidak terjadi hasil pajak yang negatif di mana biaya yang
dikeluarkan bagi pemungutan pajak justru lebih besar daripada jumlah pajak yang
berhasil dihimpun. Dari sisi ini sebaiknya pengeluaran untuk pemungutan pajak itu
dibuat efisien.

Rochmat Soemitro berpandangan bahwa pembuatanundang-undang pajak


hendaknya memenuhi syarat-syarat tertentu:

13
a. Syarat Yuridis
Di mana pajak haruslah adil. Keadilan tersebut mencakup sisi aturannya di mana
pajak harus dipungut sesuai dengan kekuatan membayar (daya pikul).
Pelaksanaan undang-undang pajak pun harus diawasisupaya pejabat yang
melaksanakan tidak sewenangwenang, sekaligus ada kesempatan untuk
pengajuan keberatan dan pengaduan kepada atasan pejabat yang berwenang.
Ditambahkan pula bahwa meskipun telah digunakan pertimbangan masak-masak
saat suatu undangundang dibuat, pelaksanaannya dapat menjadi kurang adil.
Untuk itu dapat dilakukan billijkheids ordonantie.

b. Syarat Ekonomis
Di mana pajak harus dibayar dari penghasilan rakyat (volkeinkomen) dan tidak
boleh mengurangi kekayaan rakyat. Pajak tidak menghalanghalangi kelancaran
perdagangan dan perindustrian. Pajak tidak boleh merugikan kebahagiaan rakyat,
umpama pajak atas barang-barang sandang-pangan yang memberatkan. Pajak
sebaiknya ditagih pada waktu yang tepat, misalnya sehabis panen, dan
sebagainya.

c. Syarat Keuangan
Di mana hendaknya pajak yang dipungutnya cukup untuk menutup sebagian
pengeluaran negara. Pajak juga tidak memakai ongkos pemungutan yang besar.

2.2.6 ASAS PERPAJAKAN YANG LAIN


Mengingat bahwa pajak merupakan pungutan paksa yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap wajib pajak yang tidak ada kontraprestasi secara langsung maka
suatu pungutan pajak harus memenuhi asas-asas sebagai berikut:
a. Asas legal
Di mana berdasarkan asas ini setiap pungutan pajak harus didasarkan pada
undang-undang. Oleh karena itu setiap peraturan perpajakan, baik yang terdapat
dalam peraturan pemerintah maupun peraturan yang lebih rendah tingkatannya
harus ada referensinya dalam undangundang. Dalam sistem perpajakan Indonesia
hal tersebut dinyatakan secara eksplisit dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yang
menyatakan “Segala pajak untuk keperluan negara berdasar Undang-Undang”
(Setelah Amandemen, Pasal 23 tersebut berubah menjadi Pasal 23 A).

b. Asas kepastian hukum


Di mana ketentuan-ketentuan perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-
raguan, kebingungan, harus jelas dan mempunyai satu pengertian sehingga tidak
bersifat ambigius. Ketentuan-ketentuan pajak yang ditafsirkan ganda akan
menimbulkan celah-celah (loopholes) yang dapat dimanfaatkan oleh para
penyelundup pajak.

c. Asas efisien
Di mana pajak yang dipungut dari masyarakat kemudian digunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Oleh

14
karena itu suatu jenis pungutan harus efisien, jangan sampai biayabiaya
pungutannya justru lebih besar daripada hasil penerimaan pajak itu sendiri.

d. Asas non-distorsi
Yakni bahwa pajak harus tidak menimbulkan adanya distorsi di dalam
masyarakat, terutama distorsi ekonomi. Pengenaan pajak seharusnya tidak
menimbulkan kelesuan ekonomi, mis-alokasi, sumbersumber daya dan inflasi.

e. Asas kesederhanaan
Dalam hal ini berarti bahwa aturanaturan pajak harus dibuat secara sederhana
sehingga mudah dimengerti baik oleh fiskus maupun wajib pajak, sebagai pihak-
pihak yang terkait dalam hubungan pajak.

f. Asas adil
Hal tersebut terutama berarti bahwa alokasi beban pajak pada berbagai
golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan. Ada 2 kriteria yang lazim
untuk melihat apakah alokasi beban pajak telah mencerminkan aspek keadilan,
yaitu kemampuan membayar wajib pajak dan prinsip benefit

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam pembahasan makalah ini pembahsaan yang dapat ditarik adalah
1. Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Setiap sen uang pajak yang
dibayarkan rakyat akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak.
Penggunaannya untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan UU  KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1,
pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Adapun beberapa ciri-ciri dari pajak yaitu pajak merupakan kontibusi wajib warga
Negara, pajak bersifat memaksa untuk setiap warga Negara, warga Negara tidak
mendapat imbalan langsung dan berdasarkan undang-undang
3. Adapun beberapa fungsi pajak yaitu fungsi anggaran (fungsi budgeter), fungsi mengatur
(fungsi regulasi), fungsi pemerataan (pajak distribusi) dan fungsi stabilisasi
4. Jenis pajak yang dipungut pemerintah dari masyarakat yaitu jenis pajak berdasarkan sifat
(pajak tidak langsung dan pajak langsung), jenis pajak berdasarkan instansi pemungut
(pajak daerah dan pajak Negara) dan jenis pajak berdasarkan objek dan subjek pajak
(pajak objektif dan pajak subjektif)
5. Hukum pajak dibagi menjadi 2 yaitu hukum pajak materil dan hukum pajak formil
6. Syarat dari pemungutan pajak yaitu: pemungutan pajak harus adil, pengaturan pajak
harus berdasarkan UU, pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian, pemungutan
pajak dengan efisien dan sistem Pemungutan pajak harus sederhana
7. Ada beberapa teori dalam asas-asas pemungutan pajak yaitu teori auransi, teori
kepentingan. Teori kewajiban pajak mutlak, teori daya beli dan teori pembenaran pajak
menurut pancasila
8. Ada beberapa poin penting dalam asas pembagian beban pajak yaitu: teori daya pikul dan
prinsip kemanfaatan/kenikmatan
9. Asas –asas yang terkait dengan asas pengenaan pajak ialah asas Negara tempat tinggal,
asa Negara asal dan asas kebangsaan
10. Asas-asa yang terkait dengan asas pelaksanaan pemungutan pajak ialah asas yuridis, asas
ekonomis dan asas finansial.
11. Dalam asas pembentukan ketentuan pajak yang lain, Adam Smith memberikan 4
pedoman yaitu Equality and equity, Certainty, Convinience of payment dan Economic of
collection. Menurut Rochmat Soemitro pembuatan UU pajak hendaknya memenuhi
syarat-syarat tertentu yakni syarat yuridis, syarat ekonomis dan syarat keuangan.
12. Dalam asa perpajakan yang lain ada beberapa asas yang terkait yakni asas legal, asas
kepastian hukum, asas efisien, asas non-distorsi, asas kesederhanaan dan asas adil

16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya

https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/hukum/dasar-dasar-perpajakan

http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-II-kapita-selekta-

perpajakan.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai