Anda di halaman 1dari 15

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Dosen Pengampu:
SARDIMAN NASUTION, MM

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji serta Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini. Penyusunan makalah ini semata - mata sebagai perancang
dalam menyadari akan kekurangan - kekurangan yang kami miliki. Oleh karena
itu, tidak mustahil apabila makalah ini jauh dari kata “ sempurna “. Hal ini
disebabkan karena sangat terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang kami
miliki. Makalah ini juga kami susun untuk memenuhi salah satu tugas demi
pencapain dan tambahan nilai materi kuliah Hukum Pajak.
Mudah - mudahan makalah ini dapat  memberikan manfaat yang besar,
khususnya bagi kami dan  umumnya bagi pembaca. Serta dapat menambah
pengetahuan dan  wawasan yang sangat bermanfaat bagi semuanya.
Kami menyadari bahwa tanpa kerjasama yang terjalin dengan baik di
antara kami, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik serta tepat
pada waktunya. Dan atas segala kekurangan serta kesalahan apabila ada yang
tertera dalam makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak
terlepas juga atas saran dan kritik yang dapat membangun makalah ini supaya
menjadi lebih sempurna.

Maume
re,    Mei 2023

                                                                      
 Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................   i
DAFTAR ISI...............................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................   1
A.    Latar belakang .................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................   2
A.    Hukum Pajak....................................................................................   2
B.     Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak.........................................   4
BAB III PENUTUP....................................................................................   12
A.    Kesimpulan......................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................   13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan
politik harus disadari bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk
lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak,
meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di
bidang perpajakan. Selain itu, Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan
administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban
perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-
Undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut
khususnya berkaitan dengan peningkatkan keseimbangan hak dan kewajiban bagi
masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan
hak dan kewajiban perpajaknnya dengan lebih baik. Sistem perpajakan yang lama
ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional maupun dalam
laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Disamping itu, perpajakan yang
lama tersebut belum dapat menggerakan peran dari semua lapisan subyek pajak
yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat
diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan
nasional. Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru
dengan yang lama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Pajak
Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah
dengan para wajib pajak, yang antara lain menerangkan,Siapa-siapa wajib pajak,
Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak, Kewajiban wajib pajak terhadap
pemerintah, Timbul dan hapusnya hutang pajak, Cara penagihan pajak,Cara
mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak. Dalam penyusunan
peraturan perpajakan ini harus diperhatikan banyak hal, antara lain kemampuan
wajib pajak, keadilan dalam pembebanan pajak, keadaan keuangan negara,
keadaan ekonomi masyarakat dan cara-cara pelaksanaannya.
Unsur – unsur Pajak antara lain, Dari rakyat kepada Negara,Iuran
Berdasarkan undang-undang, Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari
Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Digunakan untuk membiayai rumah
tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat
luas.
Fungsi Pajak antara lain, Fungsi budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya, Fungsi mengatur
(regulered) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur untuk melaksanakan
kebijaksaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Dengan berpegang teguh
pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan
perubahan Undang-Undang tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a. Meningkatkan efesiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung
penerimaan Negara.
b. Menigkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat
guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan
tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
c. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta
perkembangan di bidang teknologi informasi.
d. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
e. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.
f. Meningkatkan penerapan prinsip self assement secara akuntabel dan
konsisten.
g. Mendukung iklim usaha kearah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Dasar hukum Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
adalah Undang - undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. Tahun Pajak Pada umumnya tahun
pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi wajib pajak
dapat menggunakan tahu pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat
konsisten selama 12 bulan dan melapor kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
setempat. Cara menentukan suatu tahun adalah sebagai berikut:
1. Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim
Pembukaan dimulai 1 januari 2007 dan berakhir 31 desember 2007, disebut
tahun pajak 2007.
2. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim
3. Pembukuan dimulai 1 juli 2007 dan berakhir 30 juni 2008. Disebut tahun
pajak 2007 karena 6 bulan pertama pada tahun 2007.
4. Pembukuan dimulai 1 oktober 2006 dan berakhir 30 september 2007.
Disebut tahun pajak 2007 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.
5. Pembukuan dimulai 1 april 2006 dan berakhir 31 maret 2007. Disebut tahun
pajak 2006 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.

2.1.1 Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak


Adapun Hak dan Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1. Hak Wajib Pajak
a. Hak Atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata
lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran
pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang
seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan
kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap. Khusus untuk WP yang masuk
kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat
dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN
sejak permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa
pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: a) Melalui Surat
Pemberitahuan (SPT); atau b) dengan mengirimkan surat permohonan
yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat
mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan,
maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
b. Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan.
Hak yang kedua adalah hak dalam hal dilakukan pemeriksaan, maka
WP berhak:
a) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan;
b) Melihat tanda pengenal pemeriksa;
c) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemeriksaan;
d) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT;
e) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan; dan
f) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil
pemeriksaan.
c. Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta
peninjauan kembali.
Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP,
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan
atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan
keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan banding
atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam
sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
(MA).
d. Hak kerahasiaan WP
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya
kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan
ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas
di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan
Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan,
pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan
Wajib Pajak antara lain :
a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
b) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
c) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka
penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan
instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari
atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan
kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
e. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak.
f. Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun
PPh Orang Pribadi.
g. Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
h. Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek
pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena
bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang
kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan
permohonan pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah
dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk
pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi
di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
i. Hak untuk pembebasan pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak
Penghasilan.
j. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib
Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihanpembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1
bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
k. Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier
utama ditanggung oleh pemerintah.
l. Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan
tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak
Dipungut. BKP tertentu yang ibebaskan dari pengenaan PPN antara
lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku,
perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya
di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang
melakukan kegiatan dikawasan tertentu seperti Kawasan Berikat
mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan
perolehan bahan baku. Dengan memahami hak dan kewajiban WP,
diharapkan setiap WP di Indonesia tidak ragu lagi untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus menikmati hak-haknya.

2. Kewajiban Wajib Pajak

1. Kewajiban Mendaftarkan Diri


Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPPatau KP2KP yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak
untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal
atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP,
Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP dengan
mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan
administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara
on-line melalui e-register. Bagi Pengusaha yang telah memiliki
NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh
KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat
untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau
badan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa
kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet)
melebihi Rp600.000.000,- setahun. Pengusaha yang tidak memenuhi
persyaratan, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
a. Kewajiban pembayaran pajak

Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti diperhatikan:


1. WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi:
pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan
(PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama
setahun (PPh Pasal 29);
2. WP wajib membayar PPh melalui pemotongan dan
pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh
Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri;
3. WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi
jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah;
4. WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui
perangkat desa. Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga
meliputi kewajiban untuk membayar atau melunasi utang
pajak yang timbul karena pemeriksaan pajak. Utang pajak
akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: a) Surat
Tagihan Pajak (STP); b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB); c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT); d) Surat Keputusan Pembetulan, e) Surat
Keputusan Keberatan, f) Surat Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2. Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme
pembayaran lainnya, yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi
penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk
tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan
dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan
PPN dan PPn BM.
3. Kewajiban pelaporan pajak
Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan pajak
dapat disampaikan di tempat-tempat berikut:[11] a) Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; b) Drop Box; c)
e-Filing; dan/atau d) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana pelaporan dan
pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan pembayaran
atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui
mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran
dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan
pajak yang telah dilakukan. SPT terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT
Tahunan dan SPT Masa.

4. Kewajiban pembukuan/pencatatan
Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian
apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp4,8 milyar. Sedangkan
bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dengan omset di bawah Rp4,8 milyar setahun atau tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, diwajibkan untuk
melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data
tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang
bersifat final.

5. Kewajiban dalam hal diperiksa


Jika WP diperiksa, maka WP wajib Memenuhi panggilan untuk datang
menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor Memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan
dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk
Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan kesempatan kepada
pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah
secara elektronik,Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna
kelancaran pemeriksaan, Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Meminjamkan kertas kerja
pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis
Pemeriksaan Kantor, Memberikan keterangan lain baik lisan maupun
tulisan yang diperlukan.

6. Kewajiban memberi data


Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk memberi data dan
informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain,
wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada
Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16
Tahun 2009. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi
orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau
usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang
bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan
keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada
instansi lain di luar DJP.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna
pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung,
disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai
seorang wajib pajak yang diantaranya yaitu :
a.       Hak Wajib Pajak :
·         Hak atas kelebihan pembayaran pajak
·         Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
·         Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan
kembali
·         Hak kerahasiaan WP
·         Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
·         Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
·         Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
·         Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
·         Hak untuk pembebasan pajak
·         Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
·         Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
·         Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
a.       Kewajiban Wajib Pajak :
·         Kewajiban Mendaftarkan Diri
·         Kewajiban pembayaran pajak
·         Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
·         Kewajiban pelaporan pajak
·         Kewajiban pembukuan/pencatatan
·         Kewajiban dalam hal diperiksa
·         Kewajiban memberi data

3.2 Saran
Dengan menetapkan self assement system diharapkan pemerintah lebih
meningkatkan sistem pengawasan karena kemungkinan agar menimbulkan
kecurangan dalam pelaporan pajak oleh wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA
H. Bohari, SH., M.S., 2002. Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada,.
Drs. C.S.T Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka.
.H. Bohari, SH., M.S., 2002. Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada, .
Prof. H. A. M. Effendy, SH., 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang :
Tiga Serangkai.
Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia, Bandung :
Erlangga,
Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung

[1]Pandiangan. Undang-Undang Perpajakan Indonesia, (Banduung :


Erlangga, 2002), hal. 76
[2] Ibid., hal. 77
[3] H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta : P.T. Raja
Grafindo Persada, 2002), Hal. 99
[4] Ibid., hal. 99
[5] H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta : P.T. Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 21-22
[6] Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1989), hlm. 324
[7] Ibid., hal 325
[8] Ibid., hal. 345
[9] H. Bohari, SH., M.S., Op.Cit., hlm. 23-24
[10] Rocmat Soemitro. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, (PT Eresco,
Bandung, 1991), hal. 89
[11] Ibid., hal. 90
[12] Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia,
(Semarang :Tiga Serangkai,  1994, hlm.93

Anda mungkin juga menyukai