Disusun oleh:
Richa Lara Yohana C0D021018
Maura Andhita Septiandini C0D021020
KELAS G
JURUSAN PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“KENTENTUAN MENGENAI PEMBAYARAN PAJAK”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Dra, SUSFA YETI, M. Si, Ak pada mata kuliah Pengantar Akuntasi.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Persamaan dasar akuntasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. SUSFA YETI M. Si, Ak, selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Akuntasi yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………....1
KATA PENGANTAR………………………………………………………...2
DAFTAR ISI…………………………………………………………..............3
BAB.I PENDAHULUAN..................................................................................4
A. Latar Belakang masalah..............................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................4
C.Tujuan.............................................................................................................4
BAB.II
PEMBAHASAN…………………………………………………………….....5
A. Pengertian Surat Setoran Pajak (termasuk e-Payment) .............................6
B. Jatuh tempo pembayaran pajak..................................................................8
C. Sanksi berkaitan dengan pembayaran pajak.............................................9
BAB.III
PENUTUP……………………………………………………………………..11
A. Kesimpulan
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah format awal metode pembayaran pajak.
Melalui SSP, penyetoran pajak dilakukan dengan melengkapi formulir dan
menyerahkannya ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk
Menteri Keuangan.
SSP terdiri dari beberapa jenis, yaitu: SSP Standar, SSP Khusus, Surat Setoran
Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam Rangka Impor, dan Surat Setoran Cukai
atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri. Berikut
penjelasannya:
SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh WP yang berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan
bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya
yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi
yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP)
adalah SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka
impor.
Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau
Buatan dalam Negeri adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk
cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.
Sementara itu, peraturan lebih lanjut yang mengatur mengenai bentuk formulir SSP
dan penjelasannya terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
38/PJ/2009 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016.
Berdasarkan Pasal 2 dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa formulir SSP dibuat
dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai berikut:
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
B. Jatuh tempo pembayaran pajak
Sebagai wajib pajak yang taat, Anda tentu tahu bahwa wajib pajak memiliki
kewajiban dalam melakukan pembayaran pajak. Terutama apabila Anda seorang
pebisnis yang memiliki usaha dan sudah atau memutuskan untuk menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Guna mencapai target penerimaan negara,
pemerintah membuat batas waktu pembayaran pajak. Apabila wajib pajak melewati
batas waktu pembayaran pajak, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Setiap jenis pajak memiliki batas waktu pembayaran pajak yang berbeda-
beda. Maka wajar apabila wajib pajak masih keliru mengenai ketetapan batas waktu
atau jatuh tempo bayar pajak ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang batas
penyetoran pajak agar terhindar dari sanksi keterlambatan setor pajak.
1. SPT Masa
o Batas waktu penyampaian SPT paling lambat 20 hari setelah akhir
Tahun Pajak.
o Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi
masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
o Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, dan pelaporan pajak
untuk SPT Masa, yakni:
Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan
hari libur termasuk Sabtu atau libur nasional, maka pembayaran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
BIla tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur
termasuk Sabtu atau libur nasional, pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Libur nasional termasuk yang diliburkan untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak
untuk SPT masa adalah sebagai berikut:
Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sanksi pajak administratif meliputi sanksi
denda, bunga, dan kenaikan. Berikut penjelasan ketiganya.
1. Denda
Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran
dalam hal pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan, adanya pengungkapan
ketidakbenaran dalam SPT, hingga tidak membuat faktur pajak.
Adapun rincian sanksi denda atas pelanggaran pajak adalah sebagai berikut.
Pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak 50% x Jumlah pajak berdasarkan keputusan keberat
ditolak/dikabulkan sebagian mengajukan keberatan
2. Bunga
Sanksi administratif berikutnya adalah sanksi bunga. Jenis sanksi ini biasanya
berkaitan dengan ketidakdisiplinan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran
pajak.
Misalnya, terlambat atau menunda pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena
gagal berproduksi, atau kurang bayar.
Lantas apa saja jenis sanksi bunga pajak yang diatur dalam Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan?
Wajib Pajak diperbolehkan menunda menyampaikan SPT karena 2% per bulan dari kekurangan bayar dihitung dari batas
terdapat pajak kurang bayar kekurangan tersebut.
3. Kenaikan
Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang
melanggar aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan informasi
yang salah dalam hitungan pembayaran pajak.
Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi
pembayaran pajak yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar.
Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih besar
dibanding sanksi administratif lainnya di mata Wajib Pajak.
Jenis Pelanggaran
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak akibat Surat Pemberitahuan tidak disampaikan melewati w
ditentukan.
Kewajiban pembukuan tidak dilakukan sehingga tidak dapat diketahui besaran pajak terutang
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT namun isinya tidak benar atau lampiran tida
dan pertama kali dilakukan
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan setelah penyelidikan ternyata dit
data baru yang menyebabkan penambahan jumlah pajak kurang bayar.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) setelah penyelidikan atas permoho
pengembalian kelebihan bayar pajak dengan kriteria tertentu yang tercantum dalam Pasal 17C a
KUP
Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang
terindikasi melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja
dalam hal menjalankannya sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan
pidana.
1. Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan
negara maka sanksi pidana berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling
lama 1 tahun dengan denda paling sedikit satu kali dan paling banyak dua kali
dari pajak terutang.
2. Setiap orang dengan sengaja;
Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau usaha untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
Menyalahgunakan tanpa hak NPWP/PKP;
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan namun tidak lengkap
Menolak dilakukan pemeriksaan;
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
dipalsukan;
Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia;
Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan/pencatatan;
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan
kerugian negara maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6
tahun dan denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali dari jumlah
pajak terutang.
Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bupot, buset pajak yang tidak
berdasarkan data sebenarnya;
Menerbitkan faktur pajak namun belum dikukuhkan sebagai PKP maka
mendapatkan sanksi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun
serta denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam
faktur pajak/bupot/buset pajak.
1. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan pajak
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp25 juta.
2. Dengan sengaja merusak proses penyelidikan atau pemeriksaan dikenakan
pidana kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
3. Dengan sengaja merahasiakan sesuatu pada saat proses penyelidikan atau
pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dengan
denda paling banyak Rp1 miliar.
4. Dengan sengaja membocorkan rahasia pada saat proses penyelidikan atau
pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 10 bulan
dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.
5. Dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta atau
menyalahgunakan data pada saat proses pemeriksaan dikenakan sanksi
pidana kurungan paling lama kurungan paling lama 1 tahun dengan denda
paling banyak Rp500 juta.
BAB.III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis
pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan
pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan
satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
Saat ini Surat Setoran Pajak (SSP) sudah tidak digunakan lagi secara
umum, karena pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan e-billing.