Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata kuliah: Pengantar Akutansi
Dosen mata kuliah: Dra.SUSFA YETI, M. Si, Ak

Disusun oleh:
Richa Lara Yohana C0D021018
Maura Andhita Septiandini C0D021020

KELAS G
JURUSAN PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“KENTENTUAN MENGENAI PEMBAYARAN PAJAK”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Dra, SUSFA YETI, M. Si, Ak pada mata kuliah Pengantar Akuntasi.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Persamaan dasar akuntasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. SUSFA YETI M. Si, Ak, selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Akuntasi yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi,9 maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………....1
KATA PENGANTAR………………………………………………………...2
DAFTAR ISI…………………………………………………………..............3
BAB.I PENDAHULUAN..................................................................................4
A. Latar Belakang masalah..............................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................4
C.Tujuan.............................................................................................................4
BAB.II
PEMBAHASAN…………………………………………………………….....5
A. Pengertian Surat Setoran Pajak (termasuk e-Payment) .............................6
B. Jatuh tempo pembayaran pajak..................................................................8
C. Sanksi berkaitan dengan pembayaran pajak.............................................9
BAB.III
PENUTUP……………………………………………………………………..11
A. Kesimpulan
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan
dan peran serta masyarakat mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan penambahan pelayanan
publik, mengalokasikan pajak tidak hanya untuk rakyat pembayaran pajak juga
untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan ketentuan mengenai pembayaran pajak.
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar mahasiswa mampu dan memahami tentang pembayaran pajak

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Surat Setoran Pajak (termasuk e-Payment)

SSP Adalah Bukti Pembayaran Pajak

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah format awal metode pembayaran pajak.
Melalui SSP, penyetoran pajak dilakukan dengan melengkapi formulir dan
menyerahkannya ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk
Menteri Keuangan.

SSP terdiri dari beberapa jenis, yaitu: SSP Standar, SSP Khusus, Surat Setoran
Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam Rangka Impor, dan Surat Setoran Cukai
atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri. Berikut
penjelasannya:

 SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh WP yang berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan
bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
 SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya
yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi
yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
 Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP)
adalah SSP yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka
impor.
 Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau
Buatan dalam Negeri adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk
cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.

Sementara itu, peraturan lebih lanjut yang mengatur mengenai bentuk formulir SSP
dan penjelasannya terdapat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
38/PJ/2009 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016.
Berdasarkan Pasal 2 dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa formulir SSP dibuat
dalam rangkap 4 dengan peruntukan sebagai berikut:

 lembar ke-1: untuk arsip Wajib Pajak;


 lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
 lembar ke-3: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
 lembar ke-4: untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.

Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
B. Jatuh tempo pembayaran pajak
Sebagai wajib pajak yang taat, Anda tentu tahu bahwa wajib pajak memiliki
kewajiban dalam melakukan pembayaran pajak. Terutama apabila Anda seorang
pebisnis yang memiliki usaha dan sudah atau memutuskan untuk menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Guna mencapai target penerimaan negara,
pemerintah membuat batas waktu pembayaran pajak. Apabila wajib pajak melewati
batas waktu pembayaran pajak, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. 

Setiap jenis pajak memiliki batas waktu pembayaran pajak yang berbeda-
beda. Maka wajar apabila wajib pajak masih keliru mengenai ketetapan batas waktu
atau jatuh tempo bayar pajak ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang batas
penyetoran pajak agar terhindar dari sanksi keterlambatan setor pajak.

1. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi


o Batas waktu penyampaian SPT paling lama 3 bulan setelah akhir
Tahun Pajak
 Tahun Pajak merupakan jangka waktu 1 tahun kalender kecuali
bisa wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender
 Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan
adalah WP OP yang dalam satu Tahun Pajak telah menerima
penghasilan neto yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
o Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. 
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
o Batas waktu penyampaian SPT paling lama 4 bulan setelah akhir
Tahun Pajak. 
 Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali jika
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender. 
o Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. 

1. SPT Masa
o Batas waktu penyampaian SPT paling lambat 20 hari setelah akhir
Tahun Pajak. 
o Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi
masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. 
o Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, dan pelaporan pajak
untuk SPT Masa, yakni: 
 Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan
hari libur termasuk Sabtu atau libur nasional, maka pembayaran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 
 BIla tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur
termasuk Sabtu atau libur nasional, pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya. 
 Libur nasional termasuk yang diliburkan untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti
bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. 
 Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak
untuk SPT masa adalah sebagai berikut: 

No. Jenis Pajak Batas Pembayaran Batas


(Paling Lambat) Pelaporan

1 PPh pasal 4(2) setor sendiri tgl 15 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

2 PPh pasal 4(2) pemotongan tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

3 PPh pasal 15 setor sendiri tgl 15 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

4 PPh pasal 15 pemotongan tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

5 PPh pasal 21 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

6 PPh pasal 23/26 tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

7 PPh pasal 25 tgl 15 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

8 PPh pasal 22 impor setor saat penyelesaian  


sendiri (dilunasi bersamaan dokumen PIB
dg bea masuk, PPN,
PPnBM)

9 PPh pasal 22 impor yang 1hari kerja hari kerja


pemungutan oleh BC berikutnya terakhir
minggu
berikutnya
10 PPh pasal 22 pemungutan hari yang sama dg 14 hari
oleh bendaharawan pembayaran atas setelah masa
penyerahan barang pajak berakhir

11 PPh pasal 22 migas tgl 10 bulan tgl 20 bulan


berikutnya berikutnya

12 PPh pasal 22 pemungutan tgl 10 bulan tgl 20 bulan


oleh WP badan tertentu berikutnya berikutnya

13 PPN & PPnBM akhir bulan akhir bulan


berikutnya setelah berikutnya
masa pajak berakhir setelah masa
& sebelum SPT pajak berakhir
masa PPN
disampaikan

14 PPN atas kegiatan tgl 15 bulan akhir bulan


membangun sendiri berikutnya setelah berikutnya
Masa Pajak berakhir setelah masa
pajak berakhir

15 PPN atas pemanfaatan tgl 15 bulan akhir bulan


BKP tidak berwujud berikutnya setelah berikutnya
dan/atau JKP dari Luar saat terutangnya setelah Masa
Daerah Pabean pajak Pajak berakhir

16 PPN & PPnBM tgl 7 bulan akhir bulan


Pemungutan berikutnya berikutnya
Bendaharawan setelah masa
pajak berakhir

17 PPN dan/ atau PPnBM harus disetor pada  


pemungutan oleh Pejabat hari yang sama
Penandatanganan Surat dengan pelaksanaan
Perintah Membayar sebagai pembayaran kepada
Pemungut PPN PKP Rekanan
Pemerintah melalui
KPPN

18 PPN & PPnBM tgl 15 bulan akhir bulan


Pemungutan selain berikutnya setelah berikutnya
bendaharawan Masa Pajak berakhir setelah masa
pajak berakhir

19 PPh 25 WP kriteria tertentu harus dibayar paling 20 hari


yang dapat melaporkan lama pada akhir setelah
beberapa Masa Pajak Masa Pajak terakhir. berakhirnya
dalam satu SPT Masa. Masa Pajak
(Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) terakhir

20 Pembayaran masa selain harus dibayar paling 20 hari


PPh 25 WP kriteria tertentu lama sesuai dengan setelah
yang dapat melaporkan batas waktu untuk berakhirnya
beberapa Masa Pajak masing-masing jenis Masa Pajak
dalam satu SPT Masa. pajak. terakhir.
(Pasal 3 ayat (3B) UU KUP)

4. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25:


o Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25
adalah: 
 Wajib Pajak orang pribadi tidak menjalankan usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas. 
 Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak
menerima penghasilan neto tidak melebihi PTKP (kepada wajib
pajak ini juga dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT
Tahunan) 
o Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank
persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara
online dan Surat Setoran Pajak (SSP) telah mendapatkan validasi
dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT
Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai
dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. 

C. Sanksi berkaitan dengan pembayaran pajak.

Sanksi Pajak Administratif

Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan dengan melakukan pembayaran


kerugian kepada negara yang diakibatkan dari pelanggaran oleh Wajib Pajak.

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sanksi pajak administratif meliputi sanksi
denda, bunga, dan kenaikan. Berikut penjelasan ketiganya.

1. Denda
Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran
dalam hal pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan, adanya pengungkapan
ketidakbenaran dalam SPT, hingga tidak membuat faktur pajak.

Adapun rincian sanksi denda atas pelanggaran pajak adalah sebagai berikut.

Jenis Pelanggaran Sanksi Denda

SPT Masa PPN tidak disampaikan lebih dari 20 hari


Rp500.000
setelah akhir masa pajak

SPT Masa lainnya tidak disampaikan lebih dari 20


Rp100.000
hari setelah akhir masa pajak

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tidak


disampaikan lebih dari 4 bulan setelah akhir tahun Rp1.000.000
pajak

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tidak


disampaikan lebih dari 3 bulan setelah akhir tahun Rp100.000
pajak

Pengungkapan ketidakbenaran dan/atau pelunasan


150% x Jumlah Pajak Kurang Bayar
sebelum penyidikan

Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak membuat faktur


pajak

PKP tidak mengisi formulir pajak secara lengkap 2% dari Dasar 

PKP melaporkan faktur tidak sesuai masa terbit Pengenaan Pajak

PKP gagal produksi dan telah diberikan restitusi


(pengembalian) pajak

Pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak 50% x Jumlah pajak berdasarkan keputusan keberat
ditolak/dikabulkan sebagian mengajukan keberatan

100% x jumlah pajak berdasarkan putusan banding d


Permohonan banding ditolak/dikabulkan sebagian
mengajukan keberatan
 

2. Bunga

Sanksi administratif berikutnya adalah sanksi bunga. Jenis sanksi ini biasanya
berkaitan dengan ketidakdisiplinan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran
pajak.

Misalnya, terlambat atau menunda pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena
gagal berproduksi, atau kurang bayar.

Lantas apa saja jenis sanksi bunga pajak yang diatur dalam Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan?

Jenis Pelanggaran Jenis Sanksi

Pembetulan sendiri SPT Tahunan dalam 2 tahun

2% per bulan dari jumlah pajak kurang bayar dihitung s


Pembetulan sendiri SPT Masa dalam 2 tahun
pembayaran.

Terlambat bayar/setor pajak masa dan tahunan

Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) setelah


48% dari jumlah pajak yang tidak/kurang bayar
melewati 5 tahun dengan alasan dipidana  

PPh tahun berjalan kurang bayar dengan diterbitkannya Surat Tagihan


2% per bulan dari jumlah pajak tidak/kurang bayar mak
Pajak

Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi 2% dari pajak yang ditagih.

Adanya Surat Ketetapan Pajak, Putusan banding, atau Peninjauan


Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah pada saat jatuh tempo tidak atau kurang bayar
2% per bulan dari jumlah pajak tidak/kurang bayar dihit
STP diterbitkan.
Wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan mengangsur atau
menunda

Wajib Pajak diperbolehkan menunda menyampaikan SPT karena 2% per bulan dari kekurangan bayar dihitung dari batas
terdapat pajak kurang bayar kekurangan tersebut.

 3. Kenaikan
Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang
melanggar aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan informasi
yang salah dalam hitungan pembayaran pajak.

Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi
pembayaran pajak yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar. 

Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih besar
dibanding sanksi administratif lainnya di mata Wajib Pajak.

Jenis Pelanggaran

Terbukti adanya ketidakbenaran dalam isian SPT setelah melewati 2 tahun

Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak akibat Surat Pemberitahuan tidak disampaikan melewati w
ditentukan.

 SPT Masa, 20 hari setelah akhir masa pajak


 SPT Orang Pribadi, 3 bulan setelah akhir tahun pajak
 SPT Badan, 4 bulan setelah akhir tahun pajak

Ditemukan setelah penyelidikan ternyata PPN/PPnBM tidak seharusnya dikompensasikan atau ti


seharusnya dikenai tarif 0%

Kewajiban pembukuan tidak dilakukan sehingga tidak dapat diketahui besaran pajak terutang

Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT namun isinya tidak benar atau lampiran tida
dan pertama kali dilakukan

Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan setelah penyelidikan ternyata dit
data baru yang menyebabkan penambahan jumlah pajak kurang bayar.

Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) setelah penyelidikan atas permoho
pengembalian kelebihan bayar pajak dengan kriteria tertentu yang tercantum dalam Pasal 17C a
KUP

Diterbitkannya SKPKB setelah penyelidikan atas permohonan pengembalian kelebihan bayar pa


persyaratan sesuai dengan Pasal 17D ayat (2) UU KUP
 

Sanksi Pajak Pidana

Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang
terindikasi melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja
dalam hal menjalankannya sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan
pidana.

Tindakan pelanggaran tersebut dapat berupa manipulasi data seperti memalsukan


dan menyembunyikan data perpajakan. OECD menyebutnya sebagai penggelapan
pajak atau tax evasion.

Berikut jenis pelanggaran dan sanksi pidana yang berlaku di Indonesia.

1. Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan
negara maka sanksi pidana berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling
lama 1 tahun dengan denda paling sedikit satu kali dan paling banyak dua kali
dari pajak terutang.
2. Setiap orang dengan sengaja;

 Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau usaha untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
 Menyalahgunakan tanpa hak NPWP/PKP;
 Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan namun tidak lengkap
 Menolak dilakukan pemeriksaan;
 Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
dipalsukan;
 Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia;
 Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan/pencatatan;
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan
kerugian negara maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6
tahun dan denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali dari jumlah
pajak terutang.

1. Melakukan kembali tindakan pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun


terhitung sejak selesainya masa pidana maka mendapatkan dua kali sanksi
pidana seperti yang telah ditetapkan pada poin nomor 2.
2. Setiap orang dengan sengaja:

 Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bupot, buset pajak yang tidak
berdasarkan data sebenarnya;
 Menerbitkan faktur pajak namun belum dikukuhkan sebagai PKP maka
mendapatkan sanksi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun
serta denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam
faktur pajak/bupot/buset pajak.
1. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan pajak
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp25 juta.
2. Dengan sengaja merusak proses penyelidikan atau pemeriksaan dikenakan
pidana kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
3. Dengan sengaja merahasiakan sesuatu pada saat proses penyelidikan atau
pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dengan
denda paling banyak Rp1 miliar.
4. Dengan sengaja membocorkan rahasia pada saat proses penyelidikan atau
pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 10 bulan
dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.
5. Dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta atau
menyalahgunakan data pada saat proses pemeriksaan dikenakan sanksi
pidana kurungan paling lama kurungan paling lama 1 tahun dengan denda
paling banyak Rp500 juta.

BAB.III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis
pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan
pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan
satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.

Saat ini Surat Setoran Pajak (SSP) sudah tidak digunakan lagi secara
umum, karena pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan e-billing. 

Anda mungkin juga menyukai