(NPWP)
Disusun oleh :
Nani Juniarti
Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya dan hidayah-Nya Kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas dari dosen pada mata kuliah Perpajakan tentang “Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)”.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
dan Biaya.......................................................................................... 16
A. Kesimpulan...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah atau
penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu
salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga
merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada
masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak.
Karena itu, jelaslah bagi kita untuk membiayai seluruh kepentingan
umum, salah satu yang dibutuhkan dan terpenting adalah suatu peran aktif dari
warganya untuk ikut memberikan iuran kepada negaranya dalam bentuk pajak,
sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Dana selebihnya
merupakan tabungan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara demi keadilan
yang merata.
Bagi Wajib Pajak, khususnya para pengusaha, kewajiban dan hak
perpajakan merupakan suatu hal yang sulit untuk dapat dihindari. Sebab setiap
langkah untuk menjadi penguasha formal, seperti izin Pemda, izin Departemen
Perdagangan mempersyaratkan pemenuhan salah satu kewajiban Perpajakan,
yakni kewajiban mendaftarkan di Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Selanjutnya selama kegiatan bisnis
berlangsung timbul berbagai kewajiban perpajakan di satu pihak dan hak
perpajakan di lain pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak dan apa saja hal-hal yang
menyangkut NPWP?
2. Apa yang dimaksud dengan SSP dan Bagaimana Ketentuan
Pembayarannya?
3. Apa itu SPT dan SKP?
1
4. Bagaimana Metode Pembukuan sebagai Dasar Penentuan Penghasilan
dan Biaya?
5. Apa saja Sanksi-Sanksi atas Pelangaran dalam Perpajakan?
6. Apa yang dimaksud dengan PTKP?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal
yang menyangkut NPWP.
2. Menjelaskan tentang SSP dan Ketentuan Pembayarannya.
3. Menjelaskan tentang SPT dan SKP.
4. Menjelaskan tentang Metode Pembukuan sebagai dasar Penentuan
Penghasilan dan Biaya.
5. Menjelaskan tentang Sanksi-Sanksi atas Pelanggaran dalam Perpajakan.
6. Menjelaskan tentang PTKP.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Agus Setiawan dan Basri Musri, Perpajakan Umum, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2006, hlm 3
2
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2013, hlm 25
3
Op.Cit, hlm 4
3
6. Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan.
Wajib Pajak adalah sekumpulan orang atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu
(Pasal 1 butir 1 UU KUP).
Kewajiban dari wajib pajak yang utama adalah membayar pajak sendiri
dan memungut atau memotong pajak orang lain dan kemudian menyetorkannya
kepada negara melalui bank atau kantor pos.
4
e. Subjek pajak luar negeri, orang pribadi tidak tinggal di Indonesia kurang
dari 183 hari dalam 12 bulan
f. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia
1. Pasal 2 UU KUP
2. SK Dirjen Pajak No. Kep. 515/PJ/2000
3. SK Dirjen Pajak No. Kep. 161/PJ/2001
4. SK Dirjen Pajak No. Kep. 338/PJ/2001
1. Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan atau pekerjaan bebas dan
penghasilan netonya di atas PTKP
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang
jumlahnya teah melebihi PTKP setahun.
3. Wajib pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha di beberapa tempat
wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-
tempat kegiatan wajib pajak.
4. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula “wanita kawin” yang dikenakan
pajak secara terpisah karena :
a. Hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim
b. Dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta
5. Wajib pajak badan didirikan seperti PT, CV, Firma, Kongsi, Yayasan,
Perkumpulan, Lembaga, Koperasi, BUMN, Ormas, Orospol wajib
melaporkan usahanya adalah setiap pengusaha yang dikenakan pajak
pertambahan nilai yang :
a. Menyerahkan barang kena pajak omzetnya diatas 360 juta
b. Menyerahkan jasa kena pajak omzetna di atas 180 juta
5
Pengusaha ini wajib melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP dan
kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP).
Penghapusan NPWP
Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
6
kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi
pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara
yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak idana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau perkreditan yang
dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau perkreditan yang dilakukan.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka
waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban
mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :
a. Bagi WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak
melakukan perkerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai
dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.
4
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2013, hlm 37
7
Fungsi SSP
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
Pejabat Kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi.
SSP merupakan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke keas negara. SSP dapat
berupa SSP standar, SSP khusus, SSPCP (surat setoran pabeab, cukai, dan pajak
dalam rangka impor), SSCP (surat setoran cukai atas barang kena cukai dan PPN
hasil tembakau buaan dalam negeri). Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain :5
1. Membayar sendiri pajak yang terutang yang meliputi PPh Pasal 25 dan
PPh Pasal 29.
2. Melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain yang meliputi PPh Pasal
4 Ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPH Pasal 23, PPh
Pasal 26.
3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri, yaitu PPh Pasal 24.
4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditnjuk pemerintah.
5
Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan Perhitungan,
Yogyakarta, Penerbit Andi, 2010, hlm 114
6
Ibid, hlm 31
8
SPT merupakan dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wjib pajak
dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang diperluakn untuk
menetapkan secara tepat jumlah pajak yang terutang. Pengertian SPT dalam Pasal
1 butir 10 UU KUP dijelaskan bahwa, “Surat pemberitahuan adalah surat yang
oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak
yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”7
Sesuai dengan prinsip self assesment system, wajib pajak harus melaporkan
pajak bulanan dan pajak tahunan. Pelaporan ini menggunakan surat
pemberitahuan (SPT) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak, atau
dapat diotokopi. Landasan hukum pengaturan SPT ini berdasarkan :
1. Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 UU KUP
2. STMK No. 534/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
3. STMK No. 535/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
4. STMK No. 536/KMK 04/2000 tanggal 22 Desember 2000
5. SK Dirjen No. 517/PJ/2000
7
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta, Kencana,
2006, hlm 150
9
a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam
masa pajak.
b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran terutang dalam satu tahun
pajak.
Pengisian SPT
Pada prinsipnya SPT harus diisi sendiri oleh wajib pajak, karena wajib
pajaklah yang mengetahui tentang transaksi dan kegiatan yang berhubungan
dengan pajaknya. Apabila tidak paham tentang kerumitan peraturan perundang-
undangan perpajakan, maka dapat dibantu oleh praktisi pajak (jasa konsultan
pajak). Wajib pajak mengisi SPT harus benar sesuai dengan kenyataan dan
lengkap, apabila tidak, maka akan mengakibatkan sanksi administrasi, lebih jauh
akan dikenakan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada wajib pajak.
Untuk dapat mengisi data dalam SPT, diperlukan catatan atau pembukuan
wajib pajak. Oleh karena itu, wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan
minimal pencatatan. Sebagai bukti pengisian data SPT tersebut telah sesuai
dengan keadaan sebenarnya, maka perlu dilampirkan neraca dan laporan rugi laba
(untuk pembukuan) dan catatan peredaran harian (untuk pencatatan).
10
Penyerahan Kembali SPT
Jenis SPT
SPT meliputi :
11
b. SPT Masa yang terdiri dari :
1) SPT Masa Pajak Penghasilan;
2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan
3) SPT Masa Pajak ertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak.
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
12
b. Laporan keuangan sementara; dan
c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran
pajak yang terutang.
a. Secara langsung;
b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. Dengan cara lain, yang meliputi :
1. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
pengiriman surat, atau
2. e-Filling melalui ASP.
a. Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai.
b. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
Lainnya.
c. Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan.
13
d. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.8
8
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2013, hlm 37
9
Djoko Muljono, Panduan Brevet Pajak – Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan,
Yogyakarta, Penerbit Andi, 2010, hlm 136
10
Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan
Perhitungan, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2010, hlm 16-17
14
Apabila telah melebihi jangka waktu 5 tahun sejak terutangnya pajak
ternyata tidak diberikan SKPKB maka dianggap pajak yang telah dibayar
adalah benar adanya. Jumlah kekurangan pajak yang tercantum dalam
SKPKB yang dikarenakan oleh poin a dan e akan dikenakan sanksi
adminirasi berupa kenaikan sebesar 50% dai PPh yang tidak atau kurang
dibayar, serta 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut atau dipotong, dipungut tetapi kurang disetor, dan PPN atau
PPnBM yang kurang dibayar.
15
imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka
waktu tersebut sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Merupakan surat ketentuan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besanya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
11
http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-pembukuan-dan-pencatatan-bagi-wajib-pajak (diakses
tanggal 08 September 2016)
16
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain
Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri
Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan
hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
17
Sanksi Administrasi merupakan pembayaran kerugian terhadap
negara yang bisa berupa Denda, Administrasi Bunga, atau Kenaikan Pajak
yang terutang.
a) Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam
UU Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar
jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka
perkalian dari jumlah tertentu.
b) Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat
bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima
dibayarkan.
c) Sanksi kenaikan pajak yang terutang adalah sanksi yang paling
ditakuti oleh Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi
tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat
ganda.sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka
persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam UU Perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana,
yaitu:
a) Denda Pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan
diancamkan juga kepada pejabat pajak atau pihak ketiga yang
melanggar norma, denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b) Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak
ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar
norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda
18
pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana
sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c) Pidana Penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap
kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
19
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling paling
banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang
menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan.
Besarnya PTKP untuk tahun pajak 2016, 2015, dan 2014 terdiri dari :
1. Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta ribu rupiah) untuk diri wajib
pajak orang pribadi.
2. Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk wajib
pajak yang menikah.
3. Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta ribu rupiah) tambahan untuk
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.36
tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
4. Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak tiga (3) orang untuk setiap keluarga.
20
PTKP ini berlaku mulai masa Januari Tahun Pajak 2016 bagi wajib pajak
orang pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh orang
pribadi
1. Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi.
2. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah) tambahan untuk wajib pajak yang
menikah.
3. Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta ribu rupiah) tambahan untuk
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
5. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga (3)
orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini berlaku mulai Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
1. Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk
Wajib Pajak orang pribadi.
2. Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang menikah.
3. Rp. 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan
untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
4. Rp. 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
21
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak tiga (3) orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb)
wajib memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki
NPWP adalah orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah
tertentu yang disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai
dengan kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak
hampir meliputi semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25
bulanan, dan pelaporan SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karyawan,
kewajibannya juga meliputi PPh Pasal 21. Bagi orang pribadi yang statusnya
hanya sebagai karyawan, kewajibannya hanya menyampaikan SPT Tahunan
setiap tahun.
23
DAFTAR PUSTAKA
Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu.
Jakarta: Kencana.
Muljono, Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak – Akuntansi Pajak dan Ketentuan
Umum Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Setiawan, Agus dan Basri Musri. 2006. Perpajakan Umum. Jakarta : PT Raja
Grafindo.
www.pajak.go.id/content/seri-kup-pembukuan-dan-pencatatan-bagi-wajib-pajak
(08 September 2016)