Anda di halaman 1dari 37

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

PERPAJAKAN
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
SURAT PERNYATAAN...................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................6
A. Latar Belakang.......................................................................................................6
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................8
A. Pengertian, Fungsi, dan Cara Mendapatkan NPWP, NPPKP.................................8
1. NPWP................................................................................................................8
2. NPPKP.............................................................................................................10
B. Pengertian dan Fungsi SPT, SKP, STP.................................................................11
1. SPT...................................................................................................................11
2. (Surat Ketetapan Pajak) SKP............................................................................12
3. STP...................................................................................................................16
C. Kewajiban Pembukuan.........................................................................................18
D. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak......................................................................20
E. Keberatan dan Banding........................................................................................24
1. Keberatan.........................................................................................................24
2. Banding............................................................................................................26
F. Penagihan Pajak...................................................................................................28
G. Sengketa dalam Perpajakan dan Penyelesaiannya............................................31
H. Sanksi Perpajakan.............................................................................................32
BAB III PENUTUP..........................................................................................................39
A. Kesimpulan..........................................................................................................39
B. Kritik dan Saran...................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40

2
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak adalah istilah yang tidak asing bagi kita, peranannyapun dalam
pengembangan suatu Negara juga sangat besar. Karena itu, di Indonesia
banyak UU maupun peraturan yang menjelaskan tentang pajak. Dari period eke
periode peraturan tentang pajak selalumengalami perubahan, begitupuun di
Indonesia. Sehingga muncullah istilah-istilah baru tentang perpajakkan yang
harus diketahui oleh orang banyak.

Selain tiu, perlu disadari juga bahwa sebagian besar penduduk Indonesia
yang belum mempunyai NPWP, padahal NPWP tersebut sangat penting bagi
pembangunan Negara. Maka dari itu kami membuat makalah ini guna
memberitahu pembaca tentang NPWP dan menumbuhkan kesadaran pembaca
untuk membayar pajak.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalahnya, sebagai
berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan NPWP dan NPPKP, apa fungsinya dan
bagaimana cara untuk mendapatkan NPWP, NPPKP ?
2. Apa yang dimaksud dengan SPT, SKP, STP dan apa saja fungsinya ?
3. Apa itu kewajiban pembukuan ?
4. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan dan penyidikan pajak ?
5. Bagaimana cara mengajukan keberatan dan banding ?
6. Bagaimana cara penagihan pajak sesuai prosedur ?
7. Bagaimana sengketa yang ada di dalam perpajakan dan penyelesainnya ?

3
8. Apa sanksi perpajakan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan NPWP dan NPPKP, apa
fungsinya dan bagaimana cara untuk mendapatkan NPWP, NPPKP
Deskripsi tentang sukuk.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan SPT, SKP, STP dan apa saja
fungsinya.
3. Untuk mengetahui cara melakukan pemeriksaan dan penyidikan pajak.
4. Agar mengetahui cara mengajukan keberatan dan banding.
5. Mengetahui tata cara penagihan pajak sesuai prosedur.
6. Mengetahui sengketa yang ada di dalam perpajakan dan penyelesainnya.
7. Mengetahui apa saja sanksi yang ada dalam perpajakan.

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian, Fungsi, dan Cara Mendapatkan NPWP, NPPKP


1. NPWP
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan wajb pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (menurut Pasal 2 UU KUP ). Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanaan hak dan kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan
satau NPWP dan NPWP tersebut berfungsi :

a) Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.


b) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan.

Cara untuk memperoleh NPWP, sebagai berikut :

a) Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
berdasarkan system self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus
untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
b) Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya.
c) Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan

5
pemotongan atau pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
d) Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direkotorat Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jendral
Pajakyang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
e) Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin
yang dikenal pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta.
f) Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
g) Direktur Jendral Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajb Pajak secara
jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak
secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya
Nomor Pokok Wajib Pajak.
h) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka
waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP
adalah:
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendftarkan diri paling lambat 1
bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya

6
sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat
pada akhir bulan berikutnya.1

Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP wajib mengisi, mendatangani, dan
menyampaikan formulir pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak. Selanjutnya
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan Terdafdar dengan
jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan
pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap.Wajib Pajak yang
telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri atas 15 (lima
belas) digit; yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan
6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi pajak. Kartu NPWP ini
diterbitkan oleh KPP.2

2. NPPKP
NPPKP adalah Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak yang berguna
sebagai identitas Wajib Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
PPN 1984.

Fungsi NPPKP :

1. Sebagai identitas Wajib Pajak PKP.


2. Pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM.
3. Pengawasan Perpajakn.

Kewajiban pengusaha kena pajak, antara lain untuk:

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.


2. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
1
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta: CV Andi Offset,2013),
hlm.25-27.
2
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak, Perpajakan Indonesia Edisi 10, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.25

7
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
4. Melaporkan penghitungan pajak.

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak


adalah:

1. Pengusaha kecil.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dana tau jasa yang
tidak dikenakan PPN.

Cara mendapatkan NPPKP , sama halnya dengan mendapatkan NPWP yaitu


dengan mendaftarkan diri ke kantor Dirjen Pajak yang terdekat dengan tempat
tinggal PKP.3

B. Pengertian dan Fungsi SPT, SKP, STP


1. SPT
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan
atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.4

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) :

a. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan

1) Sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan


jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan


sendiri dan atau melalui pemotong pajak atau pemungut pajak dalam
satu tahun .

3
Agus Arwani,S.E,M.Ag,. PPT.Pertemuan%201-2%20Pengata,hlm.18.
4
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.31.

8
3) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain
dalam satu masa pajak.

b. Bagi Pengusaha Kena Pajak


1) Sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPn BM (Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah) yang sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan atau melalui
pihak lain dalam satu masa pajak yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3) Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.5

2. (Surat Ketetapan Pajak) SKP


Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi
SKPKB,SKPKBT,SKPN , SKPLB.

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokokpajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

SKPKB diterbitkan apabila :


1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar.

5
Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2003).

9
2) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
3) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata
tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen).
4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
5) Kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP dana tau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan


hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal
dana tau kewajiban material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret
yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa
hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan.

Sanksi Administrasi:

a. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (a dan e),
maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
b. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (b, c, dan d),
maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetorkan.
 100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.

10
Fungsi SKPKB, yaitu :

a. Koreksi atau jumlah yang terutang menurut SPT-nya.


b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.

Jangka Waktu Penerbitan SKPKB :

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKP.

Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan


Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. SKPKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan.
Fungsi SKPKBT :
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.

Sanksi SKPKBT :

11
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan
pajak tersebut. Sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila
SKPKBT diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas
kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan.

Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT :

Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data
baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
SKPKBT.

Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam
hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipindana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).


Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Penerbitan SKPN :

SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak


atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau

12
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
pajak.

5. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukn jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau


jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:

a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang.
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung
dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar
lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

3. STP
Surat Keterangan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

STP dikeluarkan apabila :

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.


b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.

13
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: identitas pembeli, nama dan
tanda tangan).
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Fungsi STP :

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak.

Sanksi Administrasi STP :

a. Jumlah kekurangan pajak terutang (penerbitan SPT poin a dan b) ditambah


dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk
paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
b. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin d,
e, atau f) selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenal sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
c. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin g) dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang
ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.

14
Kekuatan Hukum STP

STP (Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama


dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga
dilakukan dengan Surat Paksa.6

C. Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengmpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyususn laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut. 7
Kewajiban pembukuan menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan telah diatur dalam Pasal 28 tentang Undnag-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada prinsipnya Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan
di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto
dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, dikecualikan dan kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan terdiri atas data yang
dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dana tau penerimaan
penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.

Pembukuan atau pencatatan harus :

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencermikan


keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia.

6
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.41-46.
7
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.57.

15
3. Menggunakan huruf latin dan angka Arab.
4. Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang diizikan
oleh Menteri Keuangan.
5. Disusun dalam Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizikan oleh
Menteri Keuangan.
6. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan dasar akrual (accrual
basis) atau dasar kas (cash basis). Perubahan atas metode pembukuan atau
pencatatan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak.

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,


kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak terhutang. Sedangkan pencatatan
terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dana tau penghasilan bruto. Bentuk dan tata caranya akan
diatur dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak.
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen termasuk pengolahan data
elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, wajib di simpan di
Indonesia selama 10 tahun. Kewajiban penyimpanan tersebut bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi adalah di tempat kegiatn atau tempat tinggal, dan bagi Wajib
Pajak Badan adalah di tempat kedudukan.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang
mempunyai hubungan istimewa (perhatikan pengertian hubungan istimewa
pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan), bahwa kewajiban
menyimpan dokumen meliputi dokumen dana tau informasi tambahan untuk
mendukung transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Menteri
Keuangan akan mengatur jenis dokumen dana tau informasi tambahan
tersebut.8

8
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.58-59.

16
D. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,


mengolah data dana tau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Tujuan pemeriksaan, yaitu:

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:


a. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian
pendahuluan pajak.
b. SPT rugi.
c. SPT tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang ditetapkan
dalam Surat Teguran) disampaikan.
d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya.
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis (risk based selection) mengindikasi adanya kewajiban
perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Tujuan lain, yaitu :
a. Pemberian NPWP secara jabatan.
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan Penghapusan Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP.
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.

17
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas
perpajakan.
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak
berhak :

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal


Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan.
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang
alasan dan tujuan pemeriksaan.
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberitahukan pemberitahuan
secara tertulis sehubungan dengan pelaksaan Pemeriksaan Lapangan.
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas
apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
5. Menerima Surat Pemberitahuan Pajak mengalami perubahan.
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim
Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak
dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuisioner Pemeriksaan.
9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada
pihak lain yang tidak berhak.9

9
BookletKUP.hlm.22

18
Wewenang Memeriksa

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk


menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Prosedur Pemeriksaan

1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan


dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
2. Wajib Pajak yang diperiksa harus :
a. Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
c. Memberi keterangan yang diperlukan.
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban
untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruanngan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi poin 2 diatas.10

Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian


tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidik adalah
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi wewenag khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan

10
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.54.

19
tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Wewenang penyidik , yaitu:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan


berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut lebih lengkap dan jelas.
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang pekerjaan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.
7. Menyuruh berhenti dana tau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dana tau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada poin 5.
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan.
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
10. Menghentikan penyidikan.
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturang perundang-
undangan.

20
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.

Kewajiban Penyidik :

Penyidik sebagaimana memberitahuakan dimulainya penyidikan dan


menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik
pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Penyidikan dihentikan dalam hal:

1. Tidak terdapat cukup bukti.


2. Peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang
perpajakan.
3. Peristiwanya telah daluwarsa.
4. Tersangkanya meninggal dunia.
5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal
surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke
pengadilan.

Penghentian penyilidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya


dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
bayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.11

E. Keberatan dan Banding


1. Keberatan
Beberapa persoalan yang bersangkutan dengan doleansi (keberatan) yaitu
pokok perselisihan, pemasukan Surat Keberatan, isi Surat Keberatan, pembuktian,
dan keputusan Surat Keberatan. Dalam perkembangannya, dengan diundangnya
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP, penulis membatasi kajian

11
BookletKUP.hlm.26-27.

21
Ilmu Hukum Pajak. Uraian berikut menyampaikan ketentuan formal bagi Wajib
Pajak yang mengajukan keberatan maupun banding.

Dengan mengacu pada Pasal 25 Undang-Undang KUP bahwa Wajib Pajak


dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Tata cara pengajuan keberatan yaitu Wajib Pajak mengajukan surat dalam
bentuk Surat Keberatan yang harus memenhi syarat :

1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.


2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar pertimbangan.
3. 1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan
Pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan
pajak.
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan.
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat
Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak (force majeur).

22
6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat
Keberatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan
tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih


dapat menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan
yang belum terpenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirimi
Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh
pihak ketiga (perhatikan syarat nomor 5) tanggal penyampaian perbaikan Surat
Keberata itulah yang merupakan tanggal Surat Keberatan diterima.

Untuk kepentingan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta


kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi. Dalam keterangan
ini, Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib
Pajak dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat
permintaan Wajib Pajak diterima. Namun, jangka waktu pemberian keterangan ini
tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.

2. Banding
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui atas keputusan keberatan, Wajib
Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP) sebagai upaya hukum
dalam menyelesaikan perselisihan/ sengketa di bidang perpajakan. Pada sub bab
banding, akan dijelaskan ketentuan banding sebagaimana diatur dalam KUP
sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007


tentang KUP menegaskan seperti sebagai berikut :

1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan


peradilan pajas atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di
lingkungan peradilan tata usaha negara.

23
3. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan
Keberatan diterima dan dilampiri dengan Salinan Surat Keputusan
Keberatan. Untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur
Jenderal Pajak berkewajiban memberikan keterangan secara tertulis hal
yang menjadi dasar penerbitan Surat Keputusan Keberatan, tetapi terlebih
dahulu WP mengajukan permintaan keterangan tersebut.
4. Terhadap WP yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak
atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan
menjadi tertangguhkan sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan
putusan banding. Jangka waktu pelunasan pajak dimaksud yaitu yang telah
diatur dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
5. Terhadap jumlah yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan
seperti butir 4 tersebut tidak termasuk sebagai utang pajak yang dimaksud
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang KUP yaitu utang pajak yang dapat
dikompensasikan.
6. Bila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP akan
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak
berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak.
Sebagai contoh perhitungan: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) PT Ananta sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan WP hanya menyetujui Rp. 200.000.000,00 dan
mengajukan keberatan atas jumlah pajak yang disetujui telah dilunasi.
Putusan keberatan mengabulkan sebagian, dengan pajak yang harus
dibayar menjadi Rp. 750.000.000,. WP dimaksud tidak menyutujui
putusan tersebut yang selanjutnya mengajukan banding. Putusan banding
pengadilan pajak bahwa pajak yang harud dibyar menjadi
Rp.450.000.000,00. Kaus sedemikian terhadap sanksi administrasi berupa
bunga 2% per bukan (Pasal 19 UU KUP) maupun sanksi berupa denda
(Pasal 25 ayat (9) ) tidak dikenakan. Tetapi pengenaan sanksinya justru

24
sanksi administrasi berupa denda Pasal 27 ayat (5d) UU KUP sebesar
100% (Rp 450.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) = Rp 250.000.000,00).12

F. Penagihan Pajak
 Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak berikut ini merupakan sarana administrasi bagi


direktur jendral pajak untuk melakukan penagihan pajak. Berdasarkan
pasal 18 UU KUP, yang menjafi dasar penagihan pajak adalah :

1. surat tagihan pajak (STP)


2. surat ketetapan kurang bayar (SKPKB)
3. surat keputusan pembentukan
4. surat keputusan pemberatan
5. putusan banding, yang meneybabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.
 Tahapan Penagihan Pajak
Bagi wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak didaerah tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jangka
pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan. (pasal 5 ayat
(1 & 2)PMK-24/PMK.03/2008).
Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :
1. Surat Teguran. Penaghihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu
mnerbitkan surat teguran oleh pejabat. Surat teguran tidak diterbitkan
oleh penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengansur atau
menunda pembayaran pajak.
Penyampaian surat teguran kepada wajib pajak :
a. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak sat jatuh
tempo pengajuan keberatan, apabila wajib pajak tidak menyetujui
sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib pajak tidak

12
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.77-86.

25
mengajukan keberatan atau surat ketetapan pajak kurang bayar atau
surat ketetapan pajak kurang tambahan.
b. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh
tempo pengajuan banding, apabila wajib pajak tidak menyetujui
sebagian atau seluruh jumlh pajak yang masih harus dibayar dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak tidak
mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dengan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB),
atau surat ketetapan kurang bayar tambahan (SKPKBT).
c. Wajib pajak disampaikna surat teguran setelah 7 hari sejak jatuh
tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan
putusan banding, apabila wajib pajak tidak menyetujuisebagian atau
seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak mengajukan permohonan
banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan surat
ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atau surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan (SKPKBT).
d. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari setelah sejak
sat tempo pelunasan (1 bulan sejak tanggal diterbitkan) apabila wajib
pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masoh harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
e. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak tanggal
pencabutan pengajuan kebertan apabila wajib pajak mencabut
pengajuan keberatan atas surat ketetapan pajak kurang byar
(SKPKB) atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambaham
(SKPKBT) setelh tanggal jatuh tempo pelnasan tetapi sebelum
tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak.
2. Surat Paksa. Surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan
secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak, apabila
jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat
waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan surat teguran.

26
3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan.Pejabat menerbitkan surat
perintah melaksanakan perintah apabila setelah lewat waktu 2 x 24 jam
sejak surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang
pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak. Berdasarkan surat perintah
melaksankan penyitaan, jurusita pajak melaksanakan penyitaan
terhadap barang milik penanggung pajak.
4. Pengumuman Lelang.Pengumuman lelang dilakukan pejabat apabila
setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan,
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagih pajak.
Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk
barang tiak bergerak dilakukan 2 kali.
5. Penjualan Barang Sitaan. Penangung pajak dilakukan oleh pejabat
melalui kantor lelang negara apabila batas waktu 14 hari sejak
pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak.
a. Daluwarsa Penagihan Pajak
Daluarsa penagihan pajak dapat tertangguh/melampaui 5 tahun
apabila :
1. direktur jendral pajk menerbitkan dan memberitahukan surat
pajak kepada pkepada penanggung pajak tidak melakukan
pembayaran hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak
dihitung sejak tanggalm pemberitahuan surat paksa tersebut.
2. Wajib pajak menyatakan hutang pajak dengan cara mengajukan
pembayaran angsuran atau penundaan pembayaran hutang pajak
sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitumg sejak tanggal surat
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran uatang pajak
diterima oleh direktur jenderal pajak.
3. Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib

27
pajak karena wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat merugikan
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan
surat ketapan pajak tersebut.
4. Terhadap wajib pajak dilakukan penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan. Daluwarsa dihitung sejak tanggal
penerbitan surat perintah penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan.

G. Sengketa dalam Perpajakan dan Penyelesaiannya


Definisi sengketa pajak dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU
No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ,yang berbunyi :

“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
WP atau penanggung pajak dengan pejabat berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.”

Myron S Scholes dan Mark A Wolfson (1992) menerangkan sebab-sebab


timbulnya pajak sebagai berikut :

1. Adanya keterbatasan pengetahuan perundang-undangan perpajakan WP,


menyangkut masalah formal-administratif, serta validitas bukti-bukti
perhitungan pajaknya.
2. Adanya pencatatan berdasarkan metode akuntansi yang berbeda untuk
pembukuan secara komersial dan fiscal.
3. Adanya perbedaan interpretasi (grey area) dan law loophole.
4. Adanya vested interest (yang mempengaruhi disiplin dalam pemungutan
dan pemenuhan kewajiban perpajakan).

28
H. Sanksi Perpajakan
Sanksi bagi Petugas Pajak

(Menurut Pasal 36A UU KUP)

Petugas pajak karena kelalainnya atau dengan sengaja menghitung atau


menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan dikenakan sanksi
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

1. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak


di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen
Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi dan
apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan
pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan
diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 368 Undang-Undang Hukum Pidana.
3. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara
melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima
pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri ,
diancam dengan dipidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
korupsi dan perubahannya.

Kode Etik Pegawai DPJ

(Pasal 36B UU KUP)

Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai


Direktorat Jenderal Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/ 2007.

Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik Direktorat Jenderal
Pajak :

29
1. Pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral
dan atau hukuman disiplin.
2. Pengenaan sanksi moral disampaikan secara tertutup dan terbuka.

Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik


pegawai Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

1. Alpa
(Pasal 38 UU KUP)
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dan menyampaikan SPT tidak
benar , maka berakibat :
a. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A.
b. Didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
c. Dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
2. Sengaja
(Pasal 38 Ayat 1 UU KUP)
Tindak Pidana yang secara sengaja dilakukan oleh Wajib Pajak , sebagai
berikut :
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
c. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan.
d. Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap.

30
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 29.
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak atau tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperlihatkan atau meminjamkan buku , catatan , atau
dokumen lain.
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen lain, menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana maksud dalam pasal 18 ayat (11).
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Semua hal di atas dapat berakibat menimbulkan kerugian pada pendapatan


negara.

(Pasal 39 Ayat (1), (2), (3) UU KUP).

a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau paling


lama 6 tahun.
b. Denda paling sedikit 2x jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.

Hal tersebut juga berlaku bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak,
atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan,
yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana
perpajakan ( menurut Pasal 43 Ayat (1) ).

(Pasal 39A UU KUP)

Setiap orang yang dengan sengaja :

31
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.

Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan


paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam
faktur pajak, bukti pemungutan pajak, , bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, , bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti
setoran pajak.

3. Pengulangan
(Pasal 39 Ayat (2) UU KUP)
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.Ancaman pidana (Pasal 39 Ayat (1) ) sanksi
dilipatkan dua.
4. Percobaan
(Pasal 39 Ayat (3) UU KUP)
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana :
a. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP pajak dan
pengukuhan PKP.
b. Menyampikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap.

( Dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan


kompensasi pajak atau pengkreditan pajak).

Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau


paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan

32
paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.13

Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang
berupa bunga dan kenaikan.
1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran,
bunga penagihan dan bunga ketetapan.
2. Bunga pembayaran adalah bungs karena melakukan pembayaran pajak tidak
pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya
surat tagihan berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT.
3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan
surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT, tidak dilakukan dalam batas
waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP (lihat
pasal 19 (1) KUP).
4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dinamakan dalam surat ketetapan pajak
tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksium 24 bulan. Bunga
ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 (2) KUP).
Denda Administrasi

No. Masalah Cara membayar/menagih


1. Tidak/terlambat SPT ditambah Rp
memasukkan/menyampaikan 100.000,- atau Rp
SPT 500.000,- atau Rp
1.000.000
2. Pembetulan sendiri SPT SSP ditambah 150%
tahunan
3. Khusus PPN SSP/SPKPB (ditambah
a. Tidak melaporkan usaha 2% denda dari dasar
b. Tidak membuat faktur pengenaan)
c. Melanggar larangan

13
Agus Arwani,S.E,M.Ag,.PPT.Pertemuan%203-4%20KUP,hl.118-127

33
membuat faktur (PKP
yang tidak di kukuhkan)
4. Khuhus PBB STP + denda 2%
a. STP/SKPKB tidak/kurang (maksimum 24 bulan)
dibayar/telat dibayar SKPKB + denda
b. Dilakukan pemeriksaan, administrasi dari selisih
pajak kurang dibayar pajak yang terutang

Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir
atau benteng hokum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
1. Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi yang berupa denda adminstrasi yang hanya
dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, selain
Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada
pihak ketiga yang melanggar norma.
2. Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditunjukkan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga.
Karena pidana kurungan diancamkan terhadap si pelanggar norma itu
ketentuan sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka
maslahnya hanya ketetentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti
dengan pidana kurungan selama-lamanya.
 Pidana Penjara
Pidana penjara sama halnya seperti pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan kepada kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjukan kepada pihak Ketiga
adanya kepada pejabat dan Wajib Pajak.

 Sanksi Pidana
Ditetapkan dalam UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

34
dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
UU No.v12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Yang Dikenakan Sanksi Norma Sanksi Pidana


Pidana
1. Setiap orang 1. Kealpaan tidak 1. Denda paling
menyampaikan sedikit 1 kali
SPT atau umlah pajak
menyampaikan terutang yang
SPT tetapi tidak tidak atau kurang
benar/lengkap atau bayar dan paling
melampirkan banyak 2 kali
keterangan yang jumlah pajak
tidak benar. terutang yang
tidak atau kurang
dibayar, atau
dipidana
kurungan paling
singkat 3 bulan
dan paling lama
1 tahun

35
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan
diri pada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajb pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (menurut Pasal 2 UU KUP ). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya.

B. Kritik dan Saran


Apabila dalam penulisan dan penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
penulisan baik tanda baca maaupun kalimat yang sukar dipahami , kami
sebagai penyusun selalu menerima masukkan baik berupa kritik/ saran yang
bersifat membangun.

36
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak.2013.Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: CV Andi


Offset

Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak.2011.Perpajakan Indonesia Edisi 10, Jakarta: Salemba Empat.

Arwani, A. (2015). HANDOUT: PENGANTAR PERPAJAKAN.

Agus Arwani,S.E,M.Ag,. PPT.Pertemuan%201-2%20Pengata

Agus Arwani,S.E,M.Ag,.PPT.Pertemuan%203-4%20KUP

Brotodiharjo. 2003Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Refika Aditama.


BookletKUP

Tansuria, Billy Ivan Ak.2010. Pokok-Pokok Ketentuan Umum Perpajakan(KUP) Edisi


Pertama, Yogyakarta: Ruko Jambusari No.7A

37

Anda mungkin juga menyukai