Anda di halaman 1dari 22

Kelompok 1

• ANDRIANUS CANDRA TULUNG 331201300227


• WAWAN GUNAWAN 331201300233
• HERDIANA 331201300244
• SITI EVI KHOLILAH 331201300209
• ROMUALDUS HIA 331201300222
• RINI EMBUN SARI 331201300143
• MUHAMAD TAUFIK 3312013002
• TATA RIDWAN PURNAMA 331201300235
Wajib pajak adalah setiap orang yang terlibat dalam aktivitas perpajakan termasuk
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak. Wajib pajak menurut UU No. 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebagai wajib pajak, seseorang memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak dan
kewajiban inilah yang dilindungi oleh pemerintah melalui undang-undang. Kewajiban wajib
pajak di antaranya harus memiliki NPWP, membayar, memotong, dan melaporkan pajak,
kooperatif saat pemeriksaan pajak, dan lain sebagainya. Untuk hak wajib pajak, di antaranya
hak atas kelebihan pembayaran pajak, hak untuk dijaga kerahasiaannya identitasnya, hak untuk
mengangsur dan menunda pembayaran dengan melaporkan alasannya serta hak untuk
dibebaskan dari kewajiban perpajakan.
NPWP adalah Nomer Pokok Wajib Pajak berupa sebuah kartu yang diterbitkan oleh Ditjen Pajak.
Kartu NPWP ini memuat informasi penting berupa nomor pokok wajib pajak si pemilik kartu. NPWP
berfungsi sebagai identitas atau tanda pengenal bagi wajib pajak untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam perpajakan. Kartu NPWP diterbitkan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KKP) atau
melalui Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Sedangkan, untuk
mendapatkan NPWP Anda sebagai wajib pajak harus mengajukan permohonan atau membuatnya secara
online maupun offline. Setelah memiliki NPWP, Anda harus tahu apa saja hak dan kewajiban NPWP itu
sendiri. Hak-Hak bagi Pemilik Kartu NPWP Selain sebagai identitas bagi wajib pajak, kartu NPWP
diterbitkan untuk beberapa tujuan lain. Salah satunya adalah sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan. Selain itu, Keberadaan kartu ini juga berfungsi untuk menjaga ketertiban dalam hal
membayar pajak atau pengawasan administrasi perpajakan. Bukan hanya itu, kartu NPWP juga sebagai
salah satu persyaratan untuk menikmati berbagai pelayanan umum, seperti membuat paspor,
mengajukan kredit di bank, atau mengikuti lelang. Kewajiban NPWP Sejak era reformasi perpajakan
tahun 1983 silam, Indonesia menggunakan self assessment system. Berdasarkan sistem ini, seseorang
yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif harus berinisiatif untuk mendaftarkan diri
sebagai wajib pajak untuk selanjutnya melakukan daftar NPWP.
Self assessment system juga berlaku bagi wajib pajak saat melaksanakan kewajibannya.
Artinya, wajib pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai
ketentuan yang telah berlaku. Oleh karena itu, sangat penting bagi wajib pajak untuk mengenal
kewajibannya sebagai pemilik NPWP. Kewajiban pemegang NPWP :
1. Wajib Menyampaikan Surat Pemberitahuan atau SPT
2. Wajib Membayar Pajak

Wajib Pajak akan dikenakan tarif PPh 21 dari PKP yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi
komponen pengurang penghasilan bruto dan komponen PTKP.
Tarif PPh 21 yang berlaku saat ini adalah :
1. Sebesar 5% untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan Rp50.000.000.
2. Sebesar 15% untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000.
3. Lalu sebesar 25% untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000.
4. Lalu sebesar 25% untuk wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000.
5. Sedangkan Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif lebih tinggi 20%.

Dari perhitungan tersebut akan ditemukan tarif pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.
Apabila jumlah penghasilan tahunan yang diterima masih di bawah PTKP, maka wajib pajak tidak perlu
membayar PPh 21. Kebingungan tentang hak dan kewajiban NPWP apa saja memang sering
menghinggapi benak para wajib pajak yang baru saja menerima NPWP. Kebanyakan dari mereka tidak
tahu langkah apa yang bisa ditempuh setelah memperoleh NPWP. Informasi di atas diharapkan dapat
membatu Anda dalam memahami hak-hak dan kewajiban NPWP yang harus Anda lakukan.Karena
begitu Anda menerima NPWP berarti Anda telah sah menjadi wajib pajak.
• APA ITU PENGUSAHA KENA PAJAK?
Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena.
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan
perubahannya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa dikenal PKP.

• PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)


Menurut Pasal 44 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/ PMK.03/ 2017, Pengusaha
dapat dikukuhkan sebagai PKP jika pengusaha telah melakukan penyerahan objek pajak sesuai
Undang-Undang PPN. Adapun Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan Pasal 2 UU KUP
berfungsi untuk mengetahui identitas sebenaya atas Pengusaha Kena Pajak tersebut, serta
berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.
Tanggal pengukuhan yang tercantum dalam surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sesuai
dengan tanggal diterbitkannya Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

TATA CARA PENGUKUHAN PKP, Permohonan pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Secara langsung; Melalui pos dengan bukti pengirim surat;
2. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP
atau KP2KP yang wilayah kerjanya atau Secara elektronik.

Permohonan Pengukuhan PKP secara elektronik dilakukan dengan cara:


1. Mengisi dan menyampaikan formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
2. Mengunggah (upload) salinan digital dokumen pada aplikasi registrasi yang tersedia di
Direktorat Jenderal Pajak.
• PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK(PKP) :
Bagi Wajib Pajak yang sudah tidak lagi memenuhi syarat subjektif dan objektif,
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP). Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dibuat secara elektronik atau tertulis,
dilampiri dengan dokumen pendukung yang menunjukan ketentuan sebagai PKP tidak lagi
dipenuhi. Permohonan pencabutan PKP secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal
54 ayat 3.

• PER-04/PJ/2020 dilakukan dengan:


Mengisi formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada aplikasi registrasi
Mengunggah (upload) salinan digital dokumen pendukung pada aplikasi registrasi yang
tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Formulir pencabutan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui aplikasi registrasi dianggap
telah ditandatangani secara elektronik dan mempunyai kekuatan hukum. Pencabutan
pengukuhan PKP dilakukan melalui penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak.
Pengertian Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi WP untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini. Bagi WP orang pribadi berstatus pegawai,
ada dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan besaran penghasilannya selama setahun,
yakni formulir 1770 dan formulir 1770 S. WP dapat mengisi formulir tersebut melalui laman DPJ
online.
Adapun perbedaan masing-masing formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk WP
yang berpenghasilan dibawah Rp 60jt, sedangkan untuk berpenghasilan di atas Rp 60jt pertahun
menggunakan formulir 1770 S.

Cara Pelaporan Pajak :


1. WP masuk ke laman resmi DJP online, www.pajak.go.id melalui hp atau laptop
2. Login dengan memasukkan nomer MIK/NPWP dan password serta kode keamanan
3. Jika sudah login, maka klik lapor dan pilih e-filing serta buat SPT.
Surat pemberitahuan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak (Terutang) adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh otoritas pajak untuk memberitahu wajib pajak tentang kewajibannya untuk
menyampaikan laporan SPT. Dalam pemeriksaan pajak, wajib pajak memiliki beberapa kewajiban,
termasuk:
• Kewajiban Melakukan Pelaporan SPT: Wajib pajak harus menyampaikan SPT sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
• Surat pemberitahuan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh otoritas pajak untuk mengingatkan wajib pajak tentang kewajiban mereka
untuk mengajukan laporan pajak tahunan.
• Mengisi SPT dengan Benar: Wajib pajak harus mengisi formulir SPT sesuai dengan jenis dan
jumlah penghasilan yang mereka peroleh selama tahun pajak yang bersangkutan.
• Melampirkan Dokumen Pendukung: Wajib pajak harus melampirkan dokumen pendukung
seperti bukti-bukti transaksi, laporan keuangan, dan dokumen lain yang relevan.
• Melakukan Pembayaran Pajak Tepat Waktu: Setelah mengajukan SPT, wajib pajak harus membayar
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan jadwal pembayaran yang ditetapkan oleh otoritas pajak.
• Menyimpan Bukti Penerimaan dan Pengeluaran: Wajib pajak perlu menyimpan bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu, karena dokumen ini dapat diminta
selama pemeriksaan.
• Memberikan Kerjasama Selama Pemeriksaan: Jika ada pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan
oleh otoritas pajak, wajib pajak diharapkan untuk memberikan kerjasama penuh dan memberikan
informasi yang diperlukan.
• Mematuhi Aturan dan Ketentuan Pajak: Wajib pajak harus mematuhi semua aturan dan ketentuan
yang berlaku dalam hukum pajak negara mereka.
Peraturan terkait surat pemberitahuan SPT dan kewajiban dalam pemeriksaan pajak dapat berbeda di
setiap negara, namun secara umum, beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman adalah:
• Jadwal Pengajuan SPT: Terdapat batas waktu yang ditetapkan oleh otoritas pajak untuk mengajukan
SPT. Wajib pajak harus mematuhi tenggat waktu ini.
• Kewajiban Mengisi dengan Benar: Wajib pajak diharapkan untuk mengisi formulir SPT dengan akurat
dan menyediakan informasi yang benar mengenai pendapatan dan pengeluaran mereka.
• Pengumpulan Bukti Pendukung: Wajib pajak harus dapat menyediakan dokumen dan bukti
pendukung yang diperlukan untuk memverifikasi informasi yang tercantum dalam SPT.
• Pembayaran Pajak Tepat Waktu: Wajib pajak harus membayar jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan jadwal pembayaran yang ditetapkan oleh otoritas pajak.
 PENAGIHAN PAJAK
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

 Dasar Penagihan Pajak


- Pajak Pusat (PPh, PPN, PPn BM, Bea Masuk, Cukai)
- Pajak Daerah
- Tk I (PKB, Bea Balik Nama KB, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air)
- Tk II (Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Bahan Galian, Pajak Parkir) .
• Cara Penagihan Pajak (Pasal 9 ayat 3 UU KUP 1984) :

- Penagihan Pajak Pasif menggunakan :


- Surat Tagihan Pajak (STP) - Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
- Surat Keputusan Keberatan - Surat Keputusan Pembetulan
- Putusan Banding
- Putusan Peninjauan Kembaliyang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

- Penagihan Pajak Aktif menggunakan :


- Surat Tagihan Pajak (STP) - Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
- Surat Keputusan Keberatan - Surat Keputusan Pembetulan
- Putusan Banding
-Putusan Peninjauan Kembali jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dilunasi dalam
jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan
bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu.
• Penagihan Seketika dan Sekaligus (Pasal 20 ayat 2 UU KUP 1984) :
- Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk
itu,
- Penanggung pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia.
- Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan atau memekarkan usaha atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau
yang dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk yang lainnya,
- Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
- Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan.

• Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) Dasar hukum UU No.19 tahun 1997 jo UU No.19
tahun 2000 :
- Penagihan pajak: serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
- Surat paksa: surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
• Daluwarsa Penagihan Pajak (Pasal 22 ayat LUU KUP 1984)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali.

Di dalam Pasal 1 angka 29 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, disebutkan bahwa Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.
Penyelenggaraan pembukuan bertujuan untuk mempermudah setiap Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Diantaranya adalah pengisian SPT, perhitungan PKP. Serta untuk mengetahui
posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
Kesimpulan kewajiban pembukuan dilakukan oleh Wajib Pajak :
- Orang Pribadi yang melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas
- Badan, baik SPDN maupun SPLN

Secara umum, aturan hukum terkait tindak pidana diatur dalam KUHP. Namun, khusus untuk tindak
pidana di bidang perpajakan, berlaku ketentuan lex specialis derogat legi generalis, di mana ketentuan
yang khusus mengesampingkan ketentuan yang umum.Oleh karena itu, ketentuan mengenai tindak
pidana perpajakan diatur khusus dalam UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
atau UU KUP. Secara spesifik, diatur dalam Bab VIII UU KUP.
Selain itu, ketentuan pidana di bidang perpajakan perpajakan juga diatur dalam hukum pajak
material. Ketentuan itu termuat dalam UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, dan
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Pengertian Tindak Pidana PerpajakanSeperti telah disebutkan, ketentuan mengenai tindak


pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam UU KUP, serta hukum pajak material. Namun,
dalam beberapa aturan tersebut tidak secara tegas menyebutkan mengenai definisi tindak pidana
perpajakan. Definisi mengenai tindak pidana perpajakan, justru tertera dalam UU Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Lebih tepatnya, pada bagian penjelasan Pasal 33 ayat (3).

Penjelasan atas Pasal 33 ayat (3) UU Penanaman Modal, berbunyi "Yang dimaksud dengan tindak pidana
perpajakan adalah informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak
dengan menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara dan
kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan".
Selain itu, definisi mengenai tindak pidana perpajakan juga termaktub dalam aturan teknis
perpajakan. Secara spesifik, pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
239/PMK.03/2014 s.t.d.d PMK 242/PMK.03/2014. Aturan tersebut berbunyi "Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan
yang meliputi Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41C, dan Pasal 43
Undang-Undang KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-
Undang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-Undang PPSP".

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam UU 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua
undang-undang No 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan taat cara perpajakan. Dengan demikian
ada dua jenis wajib pajak yaitu :
• Orang perorangan atau pribadi (person) danBadanNomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP). Nomor yang
diberikan kepada wajib pajak sebagi sarana administrasi perpajakan sebagai tanda pengenal Surat
Pemberitahuan Surat Setoran Pajak. Surat setoran pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib
pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke kas negara. Surat Ketetapan
Pajak. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang melalui surat ketetapan pajak kurang bayar
.Surat Tagihan Pajak. Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan kegiatan pajak.Disamping
yang diterangkan di atas yang perlu juga diketahui dalam ketentuan umum tentang perpajakan ini
adalah sebagai berikut.
• Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
perkerjaanya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengeskpor barang melakukan uasah
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari laur daerah pabean, melakuakn usaha jasa
atau memanfaatkan jasa dari laur daerah pabean. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha
sebagaimana dimaksud di atas yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan
jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai 1984
• Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak dalam tahun
pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentaan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Dengan diterbitkannya peraturan pemerintah nomer 74 tahun 2011 tentang cara pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap
ketentuan mengenai tata cara pengurangan ataupenghapusan sanksi administrasi,pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang tidak benar, dan
pembatalan hasil pemerikasaan. Direktur Jendral Pajak berdasarkan permohonan WP dapat
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan UU perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan Karena kesalahannya. Mengurangkan atau
membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar. Mengurangkan atau membatalkan Surat
Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 UU KUP yang tidak benar atau
membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan
tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil verifikasi dan/atau pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak. Sanksi administrasi
yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan wajib pajak meliputi :
1. Sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
2. Sanksi administrsi yang tercantum Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat
ketetapan pajak.
Dalam hal surat ketetapan pajak dibatalkan terhadap masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak dan jenis pajak yang terkait dengan surat ketetapan pajak yang dibatalkan tersebut dianggap
tidak pernah diterbitkan surat ketetapan pajak dan Direktur Jendral Pajak tetap dapat menerbitkan
surat ketetapan pajak atas masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dan jenis pajak
tersebut. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan meliputi Surat Tagihan
Pajak dengan jumlah administrasi yang tidak benar dan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang
dapat dibatalkan meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai