Nim/No : 2002622010206/25
Kelas : Akuntansi B Malam
TUGAS PERPAJAKAN
1. Perbedaan antara pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha wajib pajak
dengan pengusaha wajib pajak?
Jawab:
• Pengusaha kena pajak (PKP) adalah Pengusaha orang pribadi maupun badan
usaha, yang melakukan penyerahan Barang kena pajak (BKP) dan Jasa kena
pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tahun 1984
serta perubahannya. PKP tidak termasuk pengusaha kecil (yang batasannya
ditentukan oleh keputusan menteri keuangan), terkecuali jika pengusaha kecil
tersebut ingin perusahaannya dikukuhkan sebagai PKP.
• Sedangkan Pengusaha Tidak Kena Pajak (Non PKP) adalah pengusaha yang
belum dikukuhkan sebagai PKP oleh Direktorat Jendral Pajak atau KKP terkait.
Jadi semua kewajiban yang ditanggung PKP tidak dilakukan oleh Non PKP.
Apabila seorang pengusaha Non PKP ingin dikukuhkan menjadi PKP, maka
harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP).
Seorang pengusaha dapat dikukuhkan sebagai PKP jika memenuhi syarat dan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pengusaha harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPPKP jika peredaran
usaha atau omzetnya dalam 1 tahun mencapai lebih dari Rp 4.800.000.000
(Empat miliar delapan ratus juta rupiah).
2) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 ditetapkan
bahawa perusahaan yang omzetnya tidak mencapai Rp 4,8 Miliar, maka tidak
diwajibkan sebagai PKP, pengusaha dengan kualifikasi tersebut akan otomatis
masuk dalam kategori pengusaha kecil dan Non PKP.
Pengusaha yang memiliki omzet Rp 4,8 Mliar per tahun wajib menjadi PKP, tetapi
jika belum menjadi PKP maka tidak bisa memungut PPN dan menerbitkan faktur
pajak. Jadi Perbedaan dari PKP dan Non PKP adalah masalah Kewajiban dan Haknya
dalam melakukan pemungutan pajak pada konsumen.
Pola produksi dan investasi pengusaha akan lebih membaik karena semua
biaya dibebankan konsumen akhir.
5. Jelaskan fungsi dari SPT!
Fungsi yang dimiliki oleh SPT (Surat Pemberitahuan) meliputi:
• Bagi Wajib Pajak. Bagi setiap wajib pajak, SPT memiliki fungsi sebagai suatu
sarana untuk melaporkan pertanggungjawaban atas penghitungan jumlah
pajak. Seperti pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri ataupun melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh
pihak lain. Kemudian, penghasilan yang merupakan suatu objek pajak yang
dikenai PPh final. Serta pembayaran dari pemotongan atau pemungutan pajak
orang pribadi atau badan.
• Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagi pengusaha kena pajak atau PKP,
SPT memiliki fungsi sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan kewajiban pajaknya. Dimana ini meliputi setiap
perhitungan jumlah PPN dan PPnBM. Terkait dengan hal pengkreditan Pajak
Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran (PK). Serta melalui pemungutan
pajak oleh pihak lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
• Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak. SPT ini memiliki fungsi sebagai sarana
untuk melaporkan pajaknya. Serta memberikan pertanggungjawaban atas
kewajiban pajaknya. Yaitu pajak yang telah dipotong atau yang telah dipungut
oleh pihak lain serta penyetorannya.
• Bagi Petugas Pajak. Bagi petugas pajak, SPT memiliki fungsi sebagai suatu
sarana untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Hal ini ditujukan dalam rangka
melaksanakan serta menjalankan fungsi pengawasan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh
harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28
TAHUN 2007)
• Untuk SPT Tahunan PPh WP badan
1. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 4 bulan setelah
akhir Tahun Pajak (pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007).
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP No. 28 TAHUN 2007).
242/PMK.03/2014)
Ketentuan mengenai
kewajiban untuk
melaporkan PPh Pasal
21/26 yang dipotong
tetap berlaku dalam
hal jumlah PPh Pasal
21/26 yang dipotong
pada bulan yang
bersangkutan nihil.
(Pasal 10 ayat (2)
PMK-
243/PMK.03/2014
Cukai
11 PPh Pasal 22 yang disetor pada hari yang
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang bersttus sebagai warga negara asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan menteri Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
2. kebakaran;
Jenderal Pajak.
2. Ketentuan terkait sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak
adalah :
1. Untuk SPT Masa
Pembayaran atau penyetoran pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 9 ayat (2a) UU
Nomor 28 TAHUN 2007)
2. Untuk SPT Tahunan PPh
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 9 ayat (2b) UU Nomor 28 TAHUN
2007).