Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ni Made Swandewi

Nim/No : 2002622010206/25
Kelas : Akuntansi B Malam

TUGAS PERPAJAKAN

Pertanyaan dan jawaban:

1. Perbedaan antara pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha wajib pajak
dengan pengusaha wajib pajak?
Jawab:
• Pengusaha kena pajak (PKP) adalah Pengusaha orang pribadi maupun badan
usaha, yang melakukan penyerahan Barang kena pajak (BKP) dan Jasa kena
pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tahun 1984
serta perubahannya. PKP tidak termasuk pengusaha kecil (yang batasannya
ditentukan oleh keputusan menteri keuangan), terkecuali jika pengusaha kecil
tersebut ingin perusahaannya dikukuhkan sebagai PKP.
• Sedangkan Pengusaha Tidak Kena Pajak (Non PKP) adalah pengusaha yang
belum dikukuhkan sebagai PKP oleh Direktorat Jendral Pajak atau KKP terkait.
Jadi semua kewajiban yang ditanggung PKP tidak dilakukan oleh Non PKP.
Apabila seorang pengusaha Non PKP ingin dikukuhkan menjadi PKP, maka
harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP).
Seorang pengusaha dapat dikukuhkan sebagai PKP jika memenuhi syarat dan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pengusaha harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPPKP jika peredaran
usaha atau omzetnya dalam 1 tahun mencapai lebih dari Rp 4.800.000.000
(Empat miliar delapan ratus juta rupiah).
2) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 ditetapkan
bahawa perusahaan yang omzetnya tidak mencapai Rp 4,8 Miliar, maka tidak
diwajibkan sebagai PKP, pengusaha dengan kualifikasi tersebut akan otomatis
masuk dalam kategori pengusaha kecil dan Non PKP.
Pengusaha yang memiliki omzet Rp 4,8 Mliar per tahun wajib menjadi PKP, tetapi
jika belum menjadi PKP maka tidak bisa memungut PPN dan menerbitkan faktur
pajak. Jadi Perbedaan dari PKP dan Non PKP adalah masalah Kewajiban dan Haknya
dalam melakukan pemungutan pajak pada konsumen.

2. Sebutkan hak dan kewajiban pengusaha kena pajak?


a. Hak Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai wajib PKP akan mendapat hak-hak
yaitu: dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan BPK/JKP, dapat
melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN yang PKP bayarkan.
b. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Memungut PPN dan
PPnBM yang terutang. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan PPnBM yang terutang. Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT
Masa PPN. Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan BKP dan/atau JKP.
3. Apa syarat seorang pengusaha yang ingin dilakukan sebagai pengusaha kena pajak?
Untuk mendapat pengukuhan atas Pengusaha Kena Pajak (PKP), seorang pengusaha
atau wajib pajak badan harus memenuhi syarat pengajuan PKP. Selain itu, anda juga
perlu untuk melengkapi dokumen persyaratan dan lolos dari survey yang dilakukan KPP
atau KP2KP. Supaya anda bisa mendapatkan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari
Direktorat Jenderal Pajak, maka syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
• Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp
4,8 miliar. Tidak termasuk pengusaha / bisnis / perusahaan dengan
pendapatan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar, kecuali pengusaha tersebut
memilih dikukuhkan jadi Pengusaha Kena Pajak.
• Melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat
pendaftaran
• Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.
Pengusaha Kecil juga diperbolehkan untuk melakukan pengukuhan menjadi
Pengusaha Kena Pajak. Jika pengusaha kecil memilih dianggap sebagai PKP, maka
UU PPN juga akan dikenakan dan berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013, Pengusaha kecil
merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku telah melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang memiliki jumlah peredaran bruto atau
penerimaan bruto sebanyak tidak lebih dari Rp4,8 miliar. Permohonan untuk menjadi
PKP tersebut dapat diajukan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha wajib pajak. Selain harus
memiliki omzet yang mencapai Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, pengusaha yang wajib
mendapatkan pengukuhan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Kemudian pengusaha
yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak
dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Maka diwajibkan bagi pengusaha seperti
tersebut di atas untuk:
• Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
• Memungut pajak yang terutang
• Menyetorkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
• Melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat
akhir bulan berikutnya (SPT Masa PPN)
Pengusaha yang memiliki keinginan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP), selain memenuhi dokumen persyaratan juga harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
• Telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak
terakhir yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan
• Tidak mempunyai utang pajak, kecualiutang pajak yang telah memperoleh
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
• Ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan 2 juga berlaku untuk seluruh
pengurus atau penanggung jawab
Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat diajukan secara tertulis dengan
mengisi formulir dan dilampiri persyaratan, disampaikan:
• Secara langsung.
• Melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
• Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
4. Menurut saudara adakah keuntungan pengusaha yang dilakukan sebagai
PKP?
Selain mendapatkan hak dan juga kewajiban.Terdapat keuntungan pengusaha yang
dilakukan sebagai PKP.
Dianggap memiliki sistem yang baik dan legal di mata hukum.

Dianggap sebagai perusahaan tertib dalam kewajiban perpajakan.

Perusahaan dianggap bonafit dan besar.

Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah.

Pola produksi dan investasi pengusaha akan lebih membaik karena semua
biaya dibebankan konsumen akhir.
5. Jelaskan fungsi dari SPT!
Fungsi yang dimiliki oleh SPT (Surat Pemberitahuan) meliputi:
• Bagi Wajib Pajak. Bagi setiap wajib pajak, SPT memiliki fungsi sebagai suatu
sarana untuk melaporkan pertanggungjawaban atas penghitungan jumlah
pajak. Seperti pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri ataupun melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh
pihak lain. Kemudian, penghasilan yang merupakan suatu objek pajak yang
dikenai PPh final. Serta pembayaran dari pemotongan atau pemungutan pajak
orang pribadi atau badan.
• Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagi pengusaha kena pajak atau PKP,
SPT memiliki fungsi sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan kewajiban pajaknya. Dimana ini meliputi setiap
perhitungan jumlah PPN dan PPnBM. Terkait dengan hal pengkreditan Pajak
Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran (PK). Serta melalui pemungutan
pajak oleh pihak lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
• Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak. SPT ini memiliki fungsi sebagai sarana
untuk melaporkan pajaknya. Serta memberikan pertanggungjawaban atas
kewajiban pajaknya. Yaitu pajak yang telah dipotong atau yang telah dipungut
oleh pihak lain serta penyetorannya.
• Bagi Petugas Pajak. Bagi petugas pajak, SPT memiliki fungsi sebagai suatu
sarana untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Hal ini ditujukan dalam rangka
melaksanakan serta menjalankan fungsi pengawasan.

6. Sebutkan jenis-jenis SPT?


Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kita mengenal dua jenis SPT
yakni:
1. SPT Masa.
SPT Masa digunakan untuk melaporkan pajak dalam kurun waktu tertentu
(bulanan). Jenis pajak yang harus dilaporkan setiap bulan melalui SPT Masa
terdiri dari: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21; PPh Pasal 22; PPh Pasal 23; PPh
Pasal 25; PPh Pasal 26; PPh Pasal 4 ayat 2; PPh Pasal 15; Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM); Pemungut PPN.
Meski sembilan jenis pajak di atas memiliki SPT Masa, format tiap formulir
pajaknya berbeda. Perbedaan format SPT Masa tersebut berkaitan dengan tarif
dan objek pajak yang berbeda untuk masing-masing jenis pajak. Tak hanya format
formulirnya yang berbeda, batas waktu pelaporan tiap jenis SPT masa juga
berbeda. Untuk SPT Masa PPh, wajib pajak harus melaporkannya paling lambat
tanggal 20 pada bulan berikutnya. Sementara itu, SPT Masa PPn wajib dilaporkan
setiap akhir bulan pada bulan berikutnya. Bila jatuh tempo pelaporan SPT Masa
adalah hari libur, wajib pajak harus melaporkan SPT-nya pada keesokan hari,
misalnya pada tanggal 21 atau 22, sesuai dengan hari kerja Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).
2. SPT Tahunan
Sesuai dengan namanya, SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahun, atau pada
akhir tahun pajak. SPT Tahunan sendiri dibagi ke dalam dua kategori: SPT Tahunan
Perorangan, dan SPT Tahunan Badan.
SPT Tahunan Perorangan dibagi lagi ke dalam tiga jenis formulir yang terdiri dari
formulir SPT Tahunan 1770, SPT 1770 S, dan SPT 1770 SS. Perbedaan antara
tiga jenis formulir SPT Tahunan tersebut terletak pada status kepegawaian
seseorang, sumber penghasilan lain, serta besaran penghasilan wajib pajak setiap
tahunnya. Formulir 1770 digunakan oleh Wajib Pajak berstatus pegawai yang
memiliki sumber penghasilan lain, sedangkan pegawai dengan penghasilan kurang
dari atau sama dengan Rp60.000.000 per tahun dapat menggunakan formulir 1770
SS. Mereka yang berstatus pegawai dengan penghasilan lebih dari Rp60.000.000
diwajibkan melaporkan SPT Tahunan-nya dengan formulir 1770 S.
Batas waktu pelaporan SPT Tahunan terbagi menjadi dua, yakni tiga bulan setelah
masa pajak pagi perorangan, serta empat bulan setelah masa pajak bagi badan usaha.
Biasanya, batas pelaporan SPT Tahunan Perorangan jatuh pada 30 Maret, sedangkan
untuk badan usaha adalah sebulan setelahnya, yakni pada 30 April.
7. Kapan Batas Waktu Penyampaian SPT?
1. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir
Tahun Pajak (pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh
harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28
TAHUN 2007)
• Untuk SPT Tahunan PPh WP badan

1. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 4 bulan setelah
akhir Tahun Pajak (pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007).
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP No. 28 TAHUN 2007).

2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT


Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
(pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)
• Untuk SPT Masa
1. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari
setelah akhir Masa Pajak (Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU No 28
TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur dalam PMK-

242/PMK.03/2014)

2. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan


penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi
masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. (Pasal 9 ayat (1) UU
Nomor 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur dalam PMK-
242/PMK.03/2014)
3. Ketentuan terkait tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak,
dan pelaporan pajak untuk SPT Masa diatur dalam PMK-
242/PMK.03/2014, yaitu:
1. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak
dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 9
ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
2. Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dan Pasal 11 bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat
dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 12 ayat
(1) PMK-243/PMK.03/2014)
3. Hari libur yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari
yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti
bersama secara nasional. (Pasal 12 ayat (2) PMK-
243/PMK.03/201).
4. Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk
SPT masa adalah:
No Jenis pajak BATAS WAKTU BATAS WAKTU
PENYETORAN (Pasal PELAPORAN (Pasal
2 PMK- 10 dan 11 PMK-
242/PMK.03/2014) 243/PMK.03/2014)
1 Tanggal 15 (lima belas) paling lama 20 (dua
PPh pasal 4(2)
bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
setor sendiri
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhir
2 tanggal 10 (sepuluh) paling lama 20 (dua
PPh pasal 4(2)
bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
pemotongan
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhi
3 PPh Pasal 4 ayat sebelum akta, keputusan, paling lama 20 (dua
(2) atas perjanjian, kesepakatan puluh) hari setelah
penghasilan dari atau risalah lelang atas Masa Pajak berakhir
pengalihan hak pengalihan hak atas tanah
atas tanah dan/atau dan/atau bangunan
bangunan yang ditandatangani oleh
dipotong/dipungut pejabat yang berwenang.
atau yang harus
dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak
4 PPh pasal 15 setor Tanggal 15 (lima belas) paling lama 20 (dua
sendiri bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhir
5 PPh pasal 15 tanggal 10 (sepuluh) paling lama 20 (dua
pemotongan bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhir
6 PPh Pasal 21/26 tanggal 10 (sepuluh) paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir

Ketentuan mengenai
kewajiban untuk
melaporkan PPh Pasal
21/26 yang dipotong
tetap berlaku dalam
hal jumlah PPh Pasal
21/26 yang dipotong
pada bulan yang
bersangkutan nihil.
(Pasal 10 ayat (2)
PMK-
243/PMK.03/2014

7 PPh pasal 23/26 tanggal 10 (sepuluh) paling lama 20 (dua


bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhir
8 Tanggal 15 (lima belas) paling lama 20 (dua
PPh pasal 25 bulan berikutnya setelah puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir Masa Pajak berakhir
9 PPh Pasal 22, PPN harus dilunasi bersamaan
atau PPN dan dengan saat pembayaran
PPnBM atas impor Bea Masuk dan dalam hal
Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22,
PPN atau PPN dan
PPnBM atas impor harus
dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean
impor.
10 PPh Pasal 22, PPN 1 (satu) hari kerja setelah hari kerja terakhir
atau PPN dan dilakukan pemungutan minggu berikutnya
PPnBM atas impor pajak.
yang dipungut
oleh Direktorat
Jenderal Bea dan

Cukai
11 PPh Pasal 22 yang disetor pada hari yang

pemungutannya sama dengan pelaksanaan


dilakukan oleh pembayaran kepada PKP
kuasa pengguna rekanan pemerintah
anggaran atau melalui Kantor Pelayanan
pejabat penanda Perbendaharaan Negara.
tangan Surat
Perintah
Membayar sebagai
Pemungut PPh
Pasal 22
12 paling lama 7 (tujuh) hari paling lama 14 (empat
PPh Pasal 22 yang
dipungut oleh setelah tanggal belas) hari setelah
Bendahara pelaksanaan pembayaran Masa Pajak berakhir.
Pengeluaran
atas penyerahan barang
yang dibiayai dari belanja
Negara atau belanja
Daerah, dengan
menggunakan Surat
Setoran Pajak atas nama
rekanan dan
ditandatangani oleh
bendahara.
13 PPh Pasal 22 yang Tanggal 10 (sepuluh) paling lama 20 (dua
pemungutannya bulan berikutnya setelah
puluh) hari setelah
dilakukan oleh Masa Pajak berakhir
Wajib Pajak badan Masa Pajak berakhir
tertentu
14 PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya paling lama akhir
setelah masa pajak bulan berikutnya
berakhir & sebelum SPT setelah Masa Pajak
masa PPN disampaikan berakhir.
15 PPN atas kegiatan tanggal 15 (lima belas) akhir bulan berikutnya

membangun bulan berikutnya setelah setelah Masa Pajak


sendiri berakhir.
16 PPN atas tanggal
Masa Pajak15 berakhir.
(lima belas) paling lama akhir
pemanfaatan BKP
bulan berikutnya setelah bulan berikutnya
tidak berwujud
saat terutangnya pajak. setelah saat
dan/atau JKP dari
terutangnya pajak.
Luar Daerah
Pabean
17 PPN & PPnBM paling lama 7 (tujuh) hari paling lama akhir
yang dipungut setelah tanggal bulan berikutnya
oleh Bendahara pelaksanaan pembayaran setelah Masa Pajak
Pengeluaran kepada PKP Rekanan berakhir.
sebagai Pemungut Pemerintah melalui
PPN KPPN.
18 PPN dan/ atau harus disetor pada hari
PPnBM yang sama dengan
pemungutan oleh pelaksanaan pembayaran

Pejabat kepada PKP Rekanan


Penandatanganan Pemerintah melalui
Surat Perintah KPPN
Membayar sebagai
Pemungut PPN
19 PPN atau PPN dan tanggal 15 (lima belas) paling lama akhir

PPnBM yang bulan berikutnya setelah bulan berikutnya


pemungutannya setelah Masa Pajak
Masa Pajak berakhir.
dilakukan oleh berakhir.
Pemungut PPN
yang ditunjuk
selain Bendahara
Pemerintah
20 Ph 25 bagi WP harus dibayar paling lama 20 hari setelah

dengan kriteria pada akhir Masa Pajak berakhirnya Masa


tertentu yang dapat terakhir.
Pajak terakhir.
melaporkan
beberapa Masa
Pajak dalam satu
SPT Masa. (Pasal
3 ayat (3B) UU
KUP)
20 harus dibayar paling lama 20 hari setelah
Pembayaran masa
sesuai dengan batas berakhirnya Masa
selain PPh 25 WP
waktu untuk masing-
kriteria tertentu Pajak terakhir.
masing jenis pajak.
yang dapat
melaporkan
beberapa Masa
Pajak dalam satu
SPT Masa. (Pasal
3 ayat (3B) UU
KUP)
8. Apa sanksi seseorang jika tidak/terlambat melaporkan SPT?
Sanksi Keterlambatan Pembayaran Dan Pelaporan SPT yaitu:
Ketentuan Terkait Keterlambatan Penyampaian SPT (Pasal 7 Ayat (1) UU KUP
No 28 Tahun 2007)
Sanksi Administrasi Yang Dikenakan Adalah:

No Jenis SPT Denda


UU 28 /2007 UU 16/2000 UU 9 /1994 UU 6 /1983
1 SPT Masa 500.000 50.000 25.000 10.000
PPN
2 SPT Masa 100.000
Lainnya
3 SPT PPh 1.000.000 100.000 50.000
WP Badan
4 SPT PPh 100.000
WP OP

1. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan SPT

tidak dilakukan terhadap: (pasal 7 ayat (2) UU KUP No 28 TAHUN 2007)

1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia:

2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang bersttus sebagai warga negara asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan menteri Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

• Wajib Pajak lain (ditetapkan dengan keputusan Dirjen Pajak)


adalah wajib pajak yang tidak dapat menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan karena keadaan antara lain: (Pasal 17 ayat (3) PMK-
242/PMK.03/2014)
1. kerusuhan massal;

2. kebakaran;

3. ledakan bom atau aksi terorisme;

4. perang antar suku; atau

5. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara


atau perpajakan; atau
6. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur

Jenderal Pajak.
2. Ketentuan terkait sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak
adalah :
1. Untuk SPT Masa
Pembayaran atau penyetoran pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 9 ayat (2a) UU
Nomor 28 TAHUN 2007)
2. Untuk SPT Tahunan PPh
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 9 ayat (2b) UU Nomor 28 TAHUN
2007).

Anda mungkin juga menyukai