Anda di halaman 1dari 30

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Guna mendukung sistem perpajakan agar berjalan dengan baik, terdapat kewajiban dan hak-hak
yang dimiliki Wajib Pajak.

Hak-Hak Wajib Pajak

1. Mendapatkan pelayanan, pembinaan, dan penyuluhan pajak.

2. Memperpanjang penyampaian SPT.

3. Membetulkan SPT.

4. Memperoleh kelebihan pembayaran pajak.

5. Mengajukan keberatan dan banding.

6. Mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak dan penundaan pembayaran pajak.

7. Mengurangi penghasilan bruto dengan biaya fiscal.

8. Menggunakan Norma Penghitungan.

9. Memperoleh fasilitas perpajakan.

10. Mengkreditkan Pajak Masukan

11. Menunjuk kuasa.

Pelayanan, Pembinaan dan Penyuluhan

Pelayanan, pembinaan dan penyuluhan pajak diberikan agar ke depan dapat lebih mengefektifkan
self assessment system berjalan dengan baik.
Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang dalam 1 tahun pajak (PPh) atau PKP yang dalam 1 masa pajak (PPN), bila pajak yang
telah dibayar melebihi pajak yang seharusnya terutang dan dilaporkan dalam SPT, berhak
memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.

Pengurangan Penghasilan Bruto

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha, berhak mengurangi penghasilan bruto yang diterima
dengan biaya yang telah dikeluarkan (biaya fiskal yang diatur dalam Pasal 6 UU PPh).

Norma Penghitungan

Untuk dapat menghitung besarnya kewajiban pajak dalam suatu tahun pajak, pada dasarnya Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas harus membuat Pembukuan. Untuk Wajib
Pajak tertentu, dapat menyelenggarakan Pencatatan dan penghitungan pajak dilakukan dengan
Norma Penghitungan.

Kewajiban Wajib Pajak

• Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak.

• Mengisi dan menyampaikan SPT.

• Membayar atau menyetor pajak yang terutang.

• Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

• Membantu pelaksanaan pemeriksaan pajak.


• Melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.

• Membuat Faktur Pajak.

• Melunasi bea meterai.

Wajib Pajak & Pengusaha Kena Pajak

Pengertian

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut/pemotong pajak tertentu.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena
Pajak.

Sesuai dengan self assessment sistem, setiap :

• Wajib Pajak (WP) wajib mendaftarkan diri.

• Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaporkan usahanya.

Ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana bertempat tinggal/tempat kedudukan/tempat kegiatan


usaha, atau tempat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan (WP Khusus dan WP Besar).

Fungsi NPWP adalah :

* Identitas Wajib Pajak

* Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan

* Sarana dalam administrasi perpajakan

* Menjaga ketertiban pembayaran pajak.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan NPPKP


1. Penghapusan NPWP, karena :

WP meninggal.

Warisan yang belum terbagi, selesai dibagi.

WP bubar secara resmi (ada proses likuidasi).

BUT kehilangan status sebagai BUT.

2. Pencabutan NPPKP

PKP pindah alamat.

WP badan telah bubar secara resmi (ada proses likuidasi)

PKP lain yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.

Surat pemberitahuan (SPT)

Pengertian

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah : surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan/pembayaran pajak, objek pajak/bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban,
menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.

Fungsi SPT :

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan melaporkan tentang :

• Pembayaran / pelunasan pajak yang dilaksanakan sendiri / melalui pemotongan / pemungutan


pihak lain.

• Penghasilan yang merupakan objek/bukan objek pajak.

• Harta dan kewajiban


• Pembayaran dari pemotong/pemungut.

Ada 2 macam SPT :

• SPT Masa

• SPT Tahunan

Jangka waktu penyampaian SPT KPP :

• SPT Masa : paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

• SPT Tahunan : paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

Terlambat penyampaian SPT, dikenakan sanksi administrasi berupa denda :

• Rp 50.000 (SPT Masa).

• Rp 100.000 (SPT Tahunan)

Memperpanjang Penyampaian SPT

Wajib Pajak berhak memperpanjang waktu penyampaian SPT Tahunan hingga paling lama 6 bulan,
misalnya karena :

• luasnya kegiatan usaha.

• Masalah-masalah teknis dalam penyusunan laporan keuangan.

Sehingga sulit untuk memenuhi jangka waktu tersebut.

Pembetulan SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun (dengan syarat sebelum dilakukan
pemeriksaan atau penyidikan).

Pembayaran / Penyetoran Pajak

Setiap jenis pajak, ada jatuh tempo (jangka waktu) pembayarannya. Jika lewat jatuh tempo,
dikenakan sanksi perpajakan berupa bunga penagihan, yang besarnya 2% per bulan.

Sarana atau Bukti Pembayaran dilakukan dengan :

• Surat Setoran Pajak (SSP) à untuk PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan.

• Surat Setoran Bea (SSB) à untuk BPHTB

• Surat Tanda Setoran (STS) à untuk PBB.

Tempat pembayaran dilakukan di :

• Bank, yang ditunjuk pemerintah.

• Kantor Pos.

• Tempat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Pembukuan Dan Pencatatan

A. Pembukuan

Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
(Neraca dan Laba rugi) pada setiap tahun pajak terakhir.

Yang wajib menyelenggarakan pembukuan :

• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

• Wajib Pajak Badan.

Pembukuan/pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan


mencerminkan keadaan/kegiatan usaha yang sebenarnya.

Pembukuan/pencatatan harus :

• Diselenggarakan di Indonesia.

• Menggunakan huruf Latin dan angka Arab.

• Disusun dalam bahasa Indonesia (bahasa asing, izin Menkeu) dan dalam mata uang Rupiah (mata
uang asing, izin Menkeu).

• Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau kas.

B. Pencatatan

Pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto/penerimaan penghasilan sebagai dasar
menghitung jumlah penghasilan neto.

Pencatatan dapat dilakukan :

• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas (dengan omzet di
bawah Rp 600 juta/tahun).

• Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Wajib Pajak yang punya lebih dari 1 jenis usaha/tempat usaha, pencatatan harus dapat
menggambarkan secara jelas jumlah peredaran/penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha /
tempat usaha.

HAK DAN KEWAJIBAN FISKUS

Di samping Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Pemerintah yang menyelenggarakan tugas pelayanan,
pembinaan dan penerangan/penyuluhan (Fiskus) juga memiliki Hak dan Kewajiban.

Hak-Hak Fiskus

• Menerbitkan NPWP/Pengukuhan PKP secara jabatan.

• Menerbitkan ketetapan pajak (SKP, STP, SPPT).

• Menerbitkan Surat Paksa, dan melaksanakan penyitaan.

• Melakukan pemeriksaan dan penyegelan.

• Melakukan penyidikan.

• Menghapuskan dan mengurangkan sanksi administrasi.

Pengukuhan NPWP/PKP Secara Jabatan

Sesuai dengan self assessment system, WP/PKP harus dengan sukarela/ kesadaran sendiri
mendaftarkan diri sebagai WP/melaporkan sebagai PKP. Jika tidak, berdasarkan data dan informasi
atau ekstensifikasi, dilakukan penetapannya secara jabatan. KPP akan memberikan NPWP dan
NPPKP.

Penerbitan Ketetapan Pajak


Atas pemeriksaan yang dilakukan, KPP akan menerbitkan ketetapan pajak (berupa SKP, STP, SPPT)
sebagai dasar hukum besarnya penetapan pajak yang harus dibayar WP.

Surat Paksa dan Penyitaan

Bila hingga jatuh tempo pembayaran telah dilalui dan telah ditegor, maka atas utang pajak tersebut
KPP (melalui Jurusita) menerbitkan dan melaksanakan Surat Paksa (SP), maupun Penyitaan (SPMP).

Pemeriksaan dan Penyegelan

Dalam menjalankan fungsi pembinaan, DJP melakukan pemeriksaan pajak terhadap WP untuk
mengetahui tingkat kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau tujuan lain.

Dalam hal WP tidak kooperatif, tidak memberikan dokumen/berkas yang diminta Pemeriksa, maka
dilakukan penyegelan atas tempat dokumen/berkas tersebut.

Penyidikan

Bila WP diduga melakukan tindak pidana perpajakan, maka akan dilakukan penyidikan terhadap WP
tersebut. Penyidikan dilakukan oleh PPNS.

Bila terbukti melakukan tindak pidana perpajakan, akan diajukan ke Pengadilan untuk kelanjutannya.

Kewajiban Fiskus

• Membina Wajib Pajak

• Menerbitkan SKPLB.

• Merahasiakan data Wajib Pajak.

Pembinaan Terhadap Wajib Pajak


Guna melaksanakan fungsi pembinaan sehubungan dengan penerapan self assessment system, DJP
wajib melakukan pembinaan terhadap WP seperti dalam hal:

• Pelaksanaan pembukuan/pencatatan.

• Penghitungan besarnya pajak.

• Pelaporan kewajiban pajak.

• Pembuatan Faktur Pajak.

• Administrasi perpajakan.

• Dlsb.

Penerbitan SKPLB

Jika dalam suatu masa pajak, atau tahun pajak ternyata menurut penghitungan WP terjadi lebih
bayar, WP dapat mengajukan permohonan pengembaliannya (restitusi).

Setelah melalui proses penelitian/pemeriksaan oleh Fiskus, bila ternyata menurut ketentuan UU
Perpajakan lebih bayar, maka Fiskus akan menerbitkan SKPLB untuk pengembalian lebih bayar pajak.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak

Atas data WP yang ada dan disampaikan kepada Fiskus, dirahasiakan untuk kepentingan di luar
DWP.

• Sanksi-sanksi Perpajakan Yang Diatur Dalam KUP

Sanksi-sanksi di bidang perpajakan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum dan tata cara
perpajakan (KUP) dapat berupa :

1. Sanksi administrasi

2. Sanksi Pidana
ad1. Sanksi administrasi terdiri;

a. sanksi administrasi berupa bunga

b. sanksi administrasi berupa denda

c. sanksi administrasi berupa kenaikan

ad.1a. Sanksi administrasi berupa bunga.

Sanksi administrasi yang dikenakan berupa bunga dihitung dalam bentuk persentase tertentu pada
umumnya sebesar 2% (dua persen) sebulan. Untuk lebih jelas diberikan contoh sebagai berikut :

(1) Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar
dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena wajib
pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.

(2) Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan
pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.

(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak dibayar
atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB ditambah sanksi administrasi
berupa bunga 2% (dua persen) sebulan, paling lama dua puluh empat bulan, dihitung saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai
diterbitkannya Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar.

ad.1b. Sanksi Administrasi Berupa Denda

Sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak berupa denda adalah dihitung dalam bentuk
jumlah uangnya atau dalam persentase.

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :

(1) Apabila SPT tidak disampaikan atau disampaikan melewati batas waktu yang telah ditentukan
dalam undang-undang maka di kenakan sanksi administrasi berupa denda, untuk SPT masa sebesar
Rp 25.000,- dan untuk SPT tahunan sebesar Rp 50.000,-
(2) Surat Tagihan Pajak (STP) dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Terhadap PKP tersebut dikanakan
sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

(3) Surat tagihan pajak dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi
membuat faktur pajak atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak dikenakan sanksi administrasi
berupa benda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Ad.1c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

Sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak berupa kenaikan adalah terhitung dalam
bentuk persentase yang besarnya 50% atau lebih. Untuk lebih jelas diberi contoh sebagai berikut;

(1) Jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) sebagai mana dimaksud pada
pasal 13 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d undang-undang KUP ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar.

a. 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

b. 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak
atau kurang disetorkan dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.

c. 100% dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah yang
tidak atau kurang dibayar.

(2) Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dapat diterbitkan dalam jangka waktu sepuluh
tahun, apabila ditemukan data baru dan/atau data semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

ad.2 Sanksi Pidana Terdiri dari :

a. alpa

b. sengaja
c. pengulangan

d. percobaan

ad.2a. Sanksi pidana karena alpa

Barang siapa karena kealpaannya tiak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setingginya dua kali jumlah pajak
yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

ad.2b. Sanksi pidana dengan sengaja.

Barang siapa dengan sengaja :

1. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), atau nomor pengukuhan pengusaha kena pajak (NPPKP), atau

2. Tidak menyampaikan SPT; atau

3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau

4. Memperlihatkan pembukuan pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar, atau

5. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan dan meminjamkan


buku catatan atau dokumen lainnya; atau.

6. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan
dengan setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

ad. 2c Sanksi Pidana Karena Melakukan Pengulangan.

Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun
terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara yang dijatuhkan terhadapnya karena dilakukan
dengan sengaja, maka ancaman pidana yang dikenakan lagi terhadapnya dilipat dua.

Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang
perpajakan.

ad. 2d Sanksi Pidana Karena Melakukan Percobaan


Barang siapa melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana penyalahgunaan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP), atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Percobaan
untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan tertentu sebagai delik yang berdiri sendiri,
karena tidak selesainya kejahatan tersebut bukan atas kemauan mereka.

Daluwarsa Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun
pajak yang bersangkutan.

Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Aparat Negara

Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui/ diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda.

Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui/diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, diancam dengan pidana
selama-lamanya 2 tahun dan denda.

Tuntutan pidana bagi aparat negara terhadap pelanggaran kewajiban merahasiakan segala sesuatu
yang diketahui atau yang diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya adalah
merupakan delik aduan atau dijadikan tindak pidana pengaduan.

Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Pihak Ketiga

Barang siapa yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan
atau bukti yang tidak benar termasuk yang menyuruh atau menganjurkan atau membantu
melakukannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan denda.

Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda.
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan merupakan hukum pajak pajak formil yang mengatur
tata cara untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan atau cara melaksanakan
hukum pajak materiil.

Dasar Hukum KUP

1. UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

2. UU No. 9 tahun 1994 tentang perubahan pertama UU No. 6 tahun 1983

3. UU No. 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua UU No. 6 tahun 1983

4. UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU No. 6 Tahun 1983.

BEBERAPA ISTILAH PENTING DALAM KUP

• Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut
pajak atau pemotong pajak tertentu.

• Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha
tetap, dan bentuk badan lainnya.

• Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau
jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan
takwim

• Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

• Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1(satu) Tahun Pajak.

• Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak,
dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.

• Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

• Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
KETENTUAN TENTANG TAHUN PAJAK

Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Wajib pajak dapat
menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat taat asas
(konsisten) selama 12 bulan dan melapor/memberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
setempat dan telah disetujui oleh Dirjen Pajak.

Ilustrasi Penerapan Penggunaan Tahun Pajak

Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim

Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Pengertian

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Fungsi NPWP

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.

Pencantuman NPWP

NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan antara lain :

1. Formulir pajak yang dipergunakan wajib pajak. Seperti SPT,SSP dll

2. Surat menyurat dalam hubungan perpajakan. Seperti surat keberatan, banding dll

3. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP. Misalnya surat
perjanjian kredit dengan bank, dll

Dasar dan Jangka Waktu Penerbitan NPWP

1. Berdasarkan surat pendaftaran wajib pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP

2. Secara jabatan oleh Dirjen Pajak

Surat Keterangan terdaftar harus diterbitkan oleh KPP paling lama pada hari kerja berikutnya setelah
permohonan pendaftaran beserta persyaratannya diterima secara lengkap

Tempat Pendaftaran Untuk Memperoleh NPWP

• Pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak.
• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di beberapa tempat, juga wajib
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat
kegiatan usaha Wajib Pajak.

• Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada dalam dua atau lebih
wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Jangka waktu pendaftaran :

1. Untuk wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak
badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan.

2. Untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila
sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

Yang Wajib Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP

Adalah semua wajib pajak yang meliputi :

1. Setiap badan yang menjadi subjek pajak penghasilan, yaitu : perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan
bentuk badan lainnya.

2. Setiap wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan neto diatas penghasilan tidak
kena pajak (PTKP)

Penghasilan tidak kena pajak diberikan sebesar :

a. Rp 15.840.000,- untuk diri wajib pajak pribadi

b. Rp 1.320.000,- tambahan untuk wajib pajak kawin

c. Rp 15.840.000,- tambahan untuk seorang isteri yang


penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

d. Rp 1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga


sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Karyawan yang penghasilannya sudah melebihi penghasilan tidak kena pajak.

Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan
hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan harta.
Yang tidak wajib memiliki NPWP

1. Orang pribadi yang memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP

2. Orang pribadi atau badan yang bukan merupakan subjek pajak

Penghapusan NPWP

1. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan

2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan

3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi

4. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi

5. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap

6. Wajib pajak orang pribadi lainnya selain angka 1 dan 2 yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai
wajib pajak

SANKSI BERKAITAN DENGAN NPWP

a. Bagi mereka yang dengan SENGAJA :

1.Tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau

2.Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang bayar.

b. Pidana sebagaimana dimaksud diatas dilipatkan 2 (dua) apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan

c. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
bayar.

Catatan :

a. Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri, bila memerlukan NPWP dapat
mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP

b. Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak

c. Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya. Sedangkan untuk badan, NPWP
atas nama badan.
d. Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP. Karena apabila
rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.

Diposkan oleh Abdullah Badawi di 21.17

Kirimkan Ini lewat Email

BlogThis!

Berbagi ke Twitter

Berbagi ke Facebook
Pengusaha kena pajak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Sedangkan Pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk menyebut Penghasilan Kena Pajak dalam konteks Pajak
Penghasilan.

Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP[sunting | sunting sumber]

Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan
untuk dikukuhkan menjadi PKP.

Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa
tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat
kegiatan usaha

Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis
untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa
pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
paling lambat akhir Masa Pajak berikutnya.

Fungsi Pengukuhan PKP[sunting | sunting sumber]

Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.

Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.


Sarana dalam pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM).

Pengukuhan PKP Secara Jabatan[sunting | sunting sumber]

Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sedangkan berdasarkan data yang dimiliki
Direktorat Jenderal Pajak ternyata Wajib Pajak memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Contoh kasus : WP telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal
20/05/2010. Namun ternyata dikemudian hari diketahui / terdapat data bahwa sejak tahun 2009 WP
sudah seharusnya dikukuhkan menjadi PKP. Maka sebenarnya kewajiban sebagai PKP harus dipenuhi
WP sejak tahun 2009 dan Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Pengukuhan PKP secara
jabatan.

Kategori: Perpajakan di Indonesia


PERATURAN PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

__________________________________________________________________________________
_________

21 Juli 2000

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 21/PJ.51/2000

TENTANG

PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN


BERMOTOR

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan ketentuan PPN di bidang tata niaga
kendaraan

bermotor, dengan ini diberikan beberapa penegasan sebagai berikut :

1. Dalam tataniaga kendaraan bermotor, mata rantai distribusi


kendaraan bermotor pada umumnya

melewati lini-lini sebagai berikut :

a. Lini I : Importir Umum/ATPM/Industri


Perakitan.

b. Lini II : Distributor

c. Lini III : Dealer


d. Lini IV : Sub-Dealer/Showroom

2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :


SE-43/PJ.51/1989 tanggal 7 Agustus 1989

ditegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah


Nomor 28 Tahun 1988, setiap lini

dalam distribusi kendaraan bermotor dikukuhkan sebagai Pengusaha


Kena Pajak (PKP) kecuali lini IV

(Sub-Dealer/Showroom) tidak dikukuhkan sebagai PKP karena


statusnya sebagai Pedagang Pengecer.

3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 jo. Pasal 38 Peraturan Pemerintah


Nomor 50 Tahun 1994

sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan


Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999,

bahwa mulai tanggal 1 Januari 1995 Peraturan Pemerintah Nomor 28


Tahun 1988 tentang Pengenaan

PPN atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh
Pedagang Besar dan penyerahan

Jasa Kena Pajak (JKP) disamping Jasa yang dilakukan oleh Pemborong,
dinyatakan tidak berlaku.

4. Memperhatikan harga kendaraan bermotor saat ini, maka dalam tata


niaga kendaraan bermotor

tidak ada Pengusaha Kecil, karena jumlah peredaran usaha melebihi


Rp. 240.000.000,00 dalam satu

tahun buku. Oleh karena itu setiap Pengusaha pada seluruh lini
distribusi kendaraan bermotor tersebut

adalah Pengusaha Kena Pajak, termasuk Sub-dealer/Showroom.

5. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kendaraan bermotor


berkewajiban untuk melakukan hak
dan kewajibannya sebagai PKP, yaitu : memungut, menyetor dan
melaporkan PPN dan/atau PPn BM

yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor yang


dilakukannya.

6. Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk


melakukan pengawasan

kepatuhan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam


pendistribusian kendaraan bermotor yang

terdaftar di KPP masing-masing.

7. Untuk mempermudah pemahaman mata rantai distribusi kendaraan


bermotor ini, dapat digambarkan

sebagai berikut :

______________________________________

IMPORTIR UMUM/INDUSTRI PERAKITAN/ATPM

(PKP)

______________________________________

| |

| |

| |

_____________

DISTRIBUTOR

(PKP)

_____________
| |

| |

_______ | |

| |

DEALER ______________________ | |

(PKP) |

_______ |

| |

| ______________________

| ________________ SUB-DEALER/SHOWROOM

(PKP)

______________________

| |

| |

| |

__________

KONSUMEN

__________

8. Untuk memperjelas mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM,


diberikan contoh penghitungan pada

Lampiran I Surat Edaran ini.


9. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta

oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (kendaraan


bermotor), tidak termasuk pajak

yang dipungut menurut UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah


diubah dengan Undang-undang

Nomor 11 Tahun 1994 dan potongan harga yang dicantumkan dalam


Faktur Pajak.

Berdasarkan ketentuan di atas, untuk mencegah akibat ganda


pengenaan PPn BM, maka dalam

menentukan Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena


pajak yang sama pada rantai

berikutnya (sesudah "Pabrikan"/Importir), unsur PPn BM (seperti


halnya PPNnya) harus dikeluarkan

dahulu

10. Dalam hal pembelian kendaraan bermotor dengan sistim on the road
(langsung atas nama pembeli)

maka Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), retribusi untuk


Surat Tanda Nomor Kendaraan

Bermotor (STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)


tidak merupakan unsur Harga Jual

yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak sepanjang BBNKB serta


retribusi untuk STNK dan BPKB

tersebut tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak. Diberikan contoh


perhitungan pada lampiran 2 dan 3

Surat Edaran ini.

11. a. PPN terutang pada saat terjadinya penyerahan kendaraan


bermotor dari PKP (Importir Umum/

ATPM/Industri
Perakitan/Distributor/Dealer/Sub-Dealer/Showroom). Dalam hal pembayaran
diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor atau
pembayaran uang muka, maka PPN

terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Jumlah PPN


yang terutang pada saat

pembayaran uang muka tersebut dihitung secara proporsional


dengan jumlah pembayarannya

dan diperhitungkan dengan PPN yang terutang pada saat dilakukan


penyerahan.

Contoh :

- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 165.000.000,- (termasuk


PPN sebesar

Rp 15.000.000,- (10%))

- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp.


55.000.000,-

- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000


dengan kekurangan bayar

sebesar Rp. 110.000.000,-

PPN terutang dan harus dipungut :

- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000,


sebesar

10/110 x Rp 55.000.000,- = Rp 5.000.000,- dan harus


dilaporkan pada SPT Masa PPN

bulan Agustus 2000.

- Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September


2000, sebesar

10/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 10.000.000,- dan harus


dilaporkan pada SPT Masa

PPN bulan September 2000.


b. Apabila atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM
karena penyerahan dilakukan oleh

Pemungut PPn BM ("Pabrikan"), maka dalam pembayaran uang


muka yang diterima sebelum

penyerahan kendaraan bermotor, terutang PPn BM disamping


terutang PPN.

Contoh :

- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 250.000.000,- (termasuk


PPN sebesar

Rp 20.000.000,- (10 %) dan PPn BM sebesar Rp 30.000.000,-


(15%))

- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp.


25.000.000,-

- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000


dengan kekurangan bayar

sebesar Rp. 225.000.000,-

PPN dan PPn BM terutang dan harus dipungut :

- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000 :

1) PPN : sebesar 10/125 x Rp 25.000.000,- = Rp


2.000.000,- dan harus

dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.

2) PPn BM : sebesar 15/125 x Rp 25.000.000,- = Rp


3.000.000,- dan harus

dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan Agustus


2000.

- Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September


2000 :

1) PPN : sebesar 10/125 x (Rp. 250.000.000,- - Rp


25.000.000,-)

= Rp 18.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT


Masa PPN bulan
September 2000.

2) PPn BM : sebesar 15/125 x (Rp 250.000.000,- - Rp


25.000.000,-)

= Rp 27.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT


Masa PPn BM bulan

September 2000.

12. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus
2000.

13. Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan yang dimaksud


dalam Surat-surat Edaran

sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Surat


Edaran ini, dinyatakan masih tetap

berlaku.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

MACHFUD SIDIK
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta
melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal
pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang
terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan
UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat
Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU
No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan
kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan
apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Berkenaan dengan hal tersebut buku ini
menyajikan kronologis hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktur Jenderal pajak
dengan harapan masyarakat Wajib Pajak mengetahui hak dan kewajiban dalam melaksanakan self
asessment. Buku ini juga disusun secara sistematis dan kronologis sesuai dengan praktik sehari-hari
sehingga memudahkan pembaca untuk mengerti, memahami, dan mengimplementasikannya,
terutama dengan adanya CD Lampiran yang berisi SPT Tahunan PPh Badan beserta Lampiran (Form
1771), SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang Mempunyai Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas (Form
1770), SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang Tidak Mempunyai Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas
(Form 1770S dan 1770SS), SPT Masa PPh Pasal 21 beserta Lampiran dan Bukti Potongnya, SPT Masa
PPh Pasal 22 beserta Lampiran dan Bukti Potongnya, SPT Masa PPh Pasal 23/26 beserta Lampiran
dan Bukti Potongnya, SPT Masa PPh Pasal 15 beserta Lampiran dan Bukti Potongnya, SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) beserta Lampiran dan Bukti Potongnya, SPT Masa PPN beserta Lampiran, Surat
Setoran Pajak (SSP), serta Kode Jenis Setoran (KJS) dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dalam
SSP.

Anda mungkin juga menyukai