SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban meterial. Keterangan lain
tersebut adalah data kongkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jendral Pajak, antara
lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotonganPajak Penghasilan.
b.Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d maka dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
=50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
=100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut,tidak
atau kurang di setor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan. =100%
dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Jangka Waktu Penerbita SKPKB, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jendral
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapanpajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan, dan memiliki fungsi yang sama dengan SKPB
SKPKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
3. urat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang,SKPLB memiliki fungsi sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan
pembayaran pajak , SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
a.Pajak Penghasilah apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang;
b.Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai, jumlah
pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Penambahan Nilai tersebut
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak. Penerbitan SKPN, SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
1. *Bunga:*
- Dikenakan sebesar 2% per bulan, dengan batas maksimal 24 bulan.
- Dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
2. *Denda:*
- Dikenai sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali.
- Dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak hingga tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak.
- Bagian dari bulan dihitung sebagai satu bulan.
Kekuatan Hukum STP (Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
surat ketetapan pajak, sehingga dalam penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat paksa.
Yang memiliki kewajiban melakukan penyelenggaraan pembukuan adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau wirausaha dan wajib pajak badan di Indonesia.
Oleh karena itu, semua pengusaha di Indonesia wajib memiliki pembukuan. Bahkan dalam UU
Perseroan Terbatas, perusahaan yang memiliki kriteria tertentu harus menerbitkan laporan
keuangannya kepada akuntan publik untuk diaudit (Pasal 68 UU Perseroan Terbatas).
Pencatatan
Pencatatan dalam perpajakan diberlakukan karena tidak semua wajib pajak mampu melakukan
pembukuan secara lengkap. Beberapa wajib pajak diberikan pengecualian dari kewajiban
pembukuan namun tetap diwajibkan untuk membuat pencatatan. Ini termasuk orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Ada dua kriteria dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) yang memungkinkan pengecualian dari pembukuan:
1. Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas secara utuh tidak
diwajibkan melakukan pembukuan. Namun, jika mereka memiliki kegiatan usaha sampingan,
seperti restoran, mereka harus melakukan pembukuan.
2. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bisa menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Norma) untuk menghitung penghasilan neto mereka.
Namun, ini hanya berlaku jika penghasilan bruto mereka tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dan
mereka memberitahukan hal tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 3 bulan
pertama tahun pajak yang bersangkutan.
1. Pencatatan penghasilan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang tidak dikenai pajak final,
dengan mencatat tanggal, uraian, jumlah bruto, dan keterangan. Semua dokumen terkait harus
disimpan.
2. Pencatatan penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang tidak
dikenai pajak final, dengan mencatat tanggal, uraian, jumlah bruto, biaya, jumlah neto, dan
keterangan. Semua dokumen terkait juga harus disimpan.
3. Pencatatan penghasilan bruto untuk orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha/pekerjaan bebas, dengan mencatat tanggal, uraian, penghasilan bruto, pengurang
penghasilan bruto, penghasilan neto, dan keterangan. Ini mencakup penghasilan dari pekerjaan
sendiri, pasangan, dan anak-anak yang belum dewasa, termasuk yang tidak dikenakan
pemotongan pajak Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak.
KEBERATAN
Keberatan dalam perpajakan merupakan mekanisme yang memungkinkan Wajib Pajak untuk
menyalurkan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka terhadap hasil pemeriksaan pajak
yang tercermin dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP). Proses ini memberikan kesempatan kepada
Wajib Pajak untuk membela diri atau mengklarifikasi perbedaan pandangan mereka terhadap
penilaian pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pada intinya, mekanisme keberatan memberikan Wajib Pajak kesempatan untuk memberikan
argumen atau bukti tambahan yang mungkin tidak dipertimbangkan selama pemeriksaan awal.
Hal ini memungkinkan proses perpajakan menjadi lebih transparan dan memberikan jalan bagi
penyelesaian yang lebih adil bagi kedua belah pihak.
BANDING
Undang-Undang Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002 memberikan hak kepada Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak untuk melakukan upaya hukum banding terhadap keputusan yang mereka
ajukan banding, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Banding di Pengadilan Pajak merupakan langkah hukum tambahan yang dapat diambil oleh
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang, seperti keputusan atas keberatan yang diajukan.
Perlu dicatat bahwa banding dalam Peradilan Pajak berbeda dengan banding dalam Peradilan
Tata Usaha Negara. Dalam Peradilan Tata Usaha Negara, banding adalah upaya hukum terhadap
Pengadilan Tingkat II setelah terdapat keputusan dari pengadilan tingkat sebelumnya.
Sementara dalam Peradilan Pajak, banding adalah permohonan hukum yang diajukan oleh
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan banding sesuai
dengan peraturan perpajakan.
Proses pengajuan banding harus dilakukan melalui surat pengaduan dalam bahasa Indonesia ke
Pengadilan Pajak dalam waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan banding, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan perpajakan. Batas waktu ini tidak berlaku
jika Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kendali mereka. Alasan banding harus jelas dan
tanggal penerimaan dibandingkan, dengan satu surat banding diajukan untuk satu putusan.
Dalam kasus banding yang diterima, jika menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan
tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan tambahan bunga sebesar 2% per bulan,
maksimal selama 24 bulan sejak tanggal pembayaran pajak hingga dikeluarkannya Keputusan
Banding. Penting untuk dicatat bahwa putusan pengadilan pajak bukan merupakan putusan tata
usaha negara.
IMBALAN BUNGA
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding
GUGATAN
**Definisi dan Tujuan:**
Gugatan adalah langkah hukum yang diambil oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terkait
dengan penagihan pajak atau keputusan perpajakan yang diatur oleh Undang-Undang (UU)
perpajakan. Gugatan disampaikan kepada pengadilan pajak dengan tujuan mencari keadilan
dalam sengketa pajak. Pengadilan pajak merupakan badan peradilan yang memiliki yurisdiksi
tertinggi dalam menyelesaikan sengketa pajak, dan putusannya tidak dapat digugat di
pengadilan lain kecuali ada pertimbangan tertentu.
**Proses Gugatan:**
Surat gugatan harus disusun dalam Bahasa Indonesia dan ditujukan kepada pengadilan pajak.
Surat gugatan harus dilampiri dengan salinan keputusan yang digugat, bukti pendukung, dan
surat kuasa jika diperlukan.
**Pencabutan Gugatan:**
Gugatan dapat dicabut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan kepada pengadilan
pajak. Pencabutan juga dapat dilakukan jika terdapat penetapan Ketua atau putusan
Majelis/Hakim Tunggal yang menyetujui pencabutan tersebut.
Dengan demikian, proses gugatan pajak melalui pengadilan pajak memiliki aturan yang jelas dan
tersusun untuk menyelesaikan sengketa pajak dengan adil dan sesuai dengan hukum yang
berlaku.