Anda di halaman 1dari 5

Nama : Amanda Shakila

Nim : 43121120001
Matkul : TB1 Perpajakan

Banyak masalah yang terjadi dalam bisnis terutama berkaitan dengan penetapan pajak
terutang. Wajib Pajak menerima SKPKB yang bermasalah karena tidak sesuai dgn data wajib
pajak. Dalam hal seperti yang disebutkan dimaksud upaya hukum apakah yang dapat
dilakukan oleh wajib pajak. Berikanlah penjelasan lengkap.

Jawab:
Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar pasa suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam
Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku. Masa Pajak adalah sama dengan satu bulan kalender Tahun Pajak adalah sama
dengan satu tahun kalender atau tahun takwin.
SKPKB adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Surat ini merupakan salah satu sarana
administrasi bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk melakukan penagihan pajak, yang
mana jumlah pajak yang harus dibayar bisa bertambah.Dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 dijelaskan bahwa SKPKB merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009, disebutkan bahwa Ditjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB
dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang 6/1983 itu pun dijelaskan sejumlah kondisi yang
membuat Ditjen Pajak mengeluarkan SKPKB. Kondisi dimaksud adalah:

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang pajak dibayar.
2. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
Asal tahu saja, jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa paling lambat
20 hari setelah akhir masa pajak, Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)Pajak
Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun
pajak, sementara SPT PPh WP badan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata
tidak seharusnya dikenai tarif 0%.
4.Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tentang pembukuan atau Pasal
29 tentang pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang.
5.Apabila kepada Wajib pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Kurang Bayar Pajak, Kena Denda


Jika Anda mendapat SKPKB dari Ditjen Pajak, maka biaya yang harus Anda bayarkan tidak
lah hanya jumlah kekurangan bayar pajak Anda sebagaimana tertera dalam surat ketetapan
yang diterbitkan.

Melainkan Anda harus membayar tambahan sanksi administrasi atau denda berupa bunga
yang besarannya tergantung kasus kurang bayar pajak Anda. Berikut ragam besaran sanksi
untuk wajib pajak yang mendapat SKPKB:

1. Tambahan bayar denda berupa bunga sebesar 2% dari nilai kekurangan pajak. Bunga
ini akan dihitung berkali lipat setiap bulan dengan pengenaan sanksi maksimal
terhitung 24 bulan sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak sampai
diterbitkannya SKPKB.
Denda sebesar 2% per bulan ini diberikan kepada wajib pajak yang ketahuan terutang
pajak, belum bayar pajak atau tidak bayar pajak berdasarkan hasilpemeriksaan Ditjen
Pajak atau keterangan pajak lainnya. Serta bagi wajib pajak yang mendapat Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan.
2. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak penghasilan yang
tidak atau kurang bayar dalam satu tahun pajak.
3. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak penghasilan yang
tidak atau kurang dipotong, dipungut, disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak
atau kurang disetor.
4. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 100% dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang
dibayar.
Denda sebesar 50% dan 100% sebagaimana tertuang dalam poin 2, 3, dan 4 dikenakan
kepada WP yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan pajak sesuai tenggat waktu
yang ditentukan, PPN dan PPnBM yang tidak seharusnya dikenai tarif 0%, serta WP
yang tidak melakukan pembukuan atau belum diperiksa kepatuhannya oleh DJP.

Upaya-Upaya Hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
Proses Keberatan (Hak Wajib Pajak)
Proses Permohonan Gugatan (Hak Wajib Pajak)

Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak


1. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Pembetulan Pasal 1 angka 33 Undang-Undang KUP mendefinisikan Surat Keputusan Pembetulan
adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam
surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian
Imbalan Bunga.
b. Keberatan
Keberatan merupakan upaya hukum dalam ranah hukum administrasi. Keberatan sering disebut
dengan kuasi peradilan karena sebenarnya keberatan adalah upaya hukum atau proses peradilan tetapi
dilaksanakan masih di dalam DJP yang merupakan ranah eksekutif bukan yudikatif. Jika dalam
pembetulan karena adanya kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi maka dalam keberatan
memang ada sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus terhadap materi ketetapan pajak.
c. Upaya Hukum Dalam Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang KUP
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 yang tidak benar;
atau
4) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
d. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Berdasarkan Permohonan Wajib Pajak
Dirjen Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya. Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan
berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi:
1) sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang
tercantum dalam SKPKB yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP.

2) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan
pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25
ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
3) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain STP sebagaimana dimaksud pada huruf b.
4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut berlaku juga untuk denda administrasi
Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Pencabutan Permohonan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP oleh Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan yang telah disampaikan kepada
Dirjen Pajak sebelum diterbitkan SK terkait permohonan Wajib Pajak. Pencabutan terhadap surat
permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan
pencabutan;
2) pencabutan harus disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
3) surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani
bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak yang melakukan pencabutan terhadap surat permohonan, Wajib Pajak tidak berhak untuk
mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis permohonan yang dicabut.
f. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Secara Jabatan

irjen Pajak karena jabatan dapat:


1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang
KUP yang tidak benar; atau
4) membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian SPT hasil pemeriksaan atau SPT hasil verifikasi; dan/atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
2. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Banding
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada badan peradilan pajak atas SK Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1). Jika Wajib Pajak masih belum merasa puas dengan SK Keberatan maka Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak.
b. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap
pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Peninjauan Kembali
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun
demikian pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.

Anda mungkin juga menyukai