Anda di halaman 1dari 5

Fakultas : FE/ Fakultas Ekonomi

Kode/ Nama MK : EKSI4206/ Perpajakan


Tugas : 1

No Pembahasan
1 PT Sinaran melakukan pembukuan tidak hanya untuk kegiatan komersilnya, tetapi juga untuk pelaporan
perpajakannya. Berikut disajikan data laba rugi fiskal PT Sinaran tahun 2016-2020.
2016: rugi fiskal Rp 270.000.000
2017: rugi fiskal Rp 140.000.000
2018: laba fiskal Rp Nihil
2019: laba fiskal Rp 140.000.000
2020: laba fiskal Rp 250.000.000

Pak Bagas adalah pemilik PT Sinaran, mengetahui bahwa perusahaan mengalami kerugian fiskal tahun
2016 yang cukup besar maka Pak Bagas mencari informasi terkait apakah kerugian tersebut memperoleh
fasilitas kompensasi pajak. Pak Bagas bertanya pada anda, yaitu manajer bagian pajak PT Sinaran
terkait hal ini.

Diminta:
Jelaskan pendapat anda terkait perlakukan perpajakan untuk kerugian fiskal PT Sinaran tahun 2016 dan
2017! Jangan lupa untuk menunjukkan juga aturan perpajakan terkait dengan kerugian fiskal, untuk
memperkuat pendapat anda!

Jawab:

Dasar hukum kompensasi kerugian fiskal ada pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak
Penghasilan (PPh). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa: 

“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian,
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 tahun.”

Adapun arti dari pengurangan pada ayat (1) pernyataan di atas adalah sebagai berikut:

a) Pengurangan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. 
b) Penyusutan atas pengeluaran agar memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk mendapatkan hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. 
c) Iuran ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 
d) Kerugian yang terjadi akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan terkait.
e) Kerugian yang disebabkan oleh selisih kurs mata uang asing. 
f) Pengurangan atas biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 
g) Biaya beasiswa, pelatihan, dan magang. 
h) Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih. 
i) Bentuk sumbangan yang dialokasikan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang mana
ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). 
j) Biaya sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
mana ketentuannya juga diatur dengan PP. 
k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya juga diatur dengan PP. 
l) Sumbangan untuk fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam PP. 
m) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga  yang ketentuannya diatur dengan PP. 
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui mengenai kompensasi kerugian fiskal berdasarkan
UU PPh, yaitu:

a) Kerugian fiskal sebagaimana dijelaskan dalam UU PPh adalah kerugian berdasarkan ketetapan pajak
yang telah diterbitkan DJP serta kerugian berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (self
assessment) dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh DJP. 
b) Kompensasi kerugian fiskal muncul jika dalam tahun pajak sebelumnya terdapat kerugian fiskal (SPT
Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih Bayar tetapi ada kerugian fiskal). 
c) Kerugian fiskal terjadi karena pada saat penghasilan bruto dikurang biaya, hasilnya mengalami
kerugian. 
d) Kerugian fiskal dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya
secara berturut-turut sampai dengan lima tahun. 
e) Ketentuan tentang jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal telah diberlakukan sejak
2009. 
f) Jika di kemudian hari berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah kerugian
fiskal yang berbeda dari kerugian yang berdasarkan SPT Tahunan PPh atau hasil pemeriksaan
menjadi tidak rugi, kompensasi kerugian fiskal tersebut harus segera direvisi sesuai dengan ketentuan
atau prosedur pembetulan SPT sebagaimana dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. 

Kompensasi kerugian fiskal tidak akan berlaku bagi wajib pajak yang seluruh penghasilannya bersifat final
atau bukan merupakan objek pajak. Selain itu, kerugian yang diterima dari luar negeri tidak bisa
diikutsertakan dalam perhitungan kompensasi kerugian fiskal. 

Berdasarkan penjelasan diatas maka menurut Saya, PT Sinaran tahun 2016 dan 2017 berhak
mendapatkan fasilitas kompensasi pajak

Sumber:

Kenalan dengan Kompensasi Kerugian Fiskal, Yuk! (online-pajak.com)

2 Tahun 2020, Arman mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total pajak
yang kurang dibayar sebesar Rp 15.000.000 dari Dirjen Pajak.
Diminta:

Jelaskan kondisi apa saja yang menyebabkan Arman mendapatkan surat tersebut! Jelaskan juga apa
beda SKPKB dengan SKPKBT!
Jawab:

a. Kondisi yang menyebabkan Arman menerima SKPKB dapat dikarenakan beberapa alasan
diantaranya:

1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang bayar
2) Apabila Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran
3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih
pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%
4) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP mengenai
pembukuan dan pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang; atau
5) Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukugkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan

b. Perbedaan antara SKPKB dan SKPKBT

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat ketetapan
pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak.Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak
membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan,
adanya salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas
PMK No. 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat
Tagihan Pajak, SKPKB diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar
berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap:

1) SPT;
Kewajiban perpajakan wajib pajak karena wajib pajak tidak menyampaikan SPT dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara
tertulis wajib pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran;

Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap wajib pajak yang
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya
yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU
KUP di antaranya berupa:

- Hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak;


- Bukti pemotongan pajak penghasilan; atau
- Bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan
- Untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.

2) SKPKB juga dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan (Bukper)
terhadap wajib pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU
KUP.

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.

Dalam pengertian sederhana, SKPKBT merupakan koreksi atas SKP yang diterbitkan
sebelumnya. Ketika wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak terutang sesuai dengan
nominal yang tercantum dalam SKP, petugas pajak akan melakukan pemeriksaan kembali pada
data baru tersebut. Jika masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar
oleh wajib pajak, Ditjen Pajak akan menerbitkan SKPKBT.

SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, dengan jumlah pajak terutang yang harus
dibayar ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika sudah melewati jangka waktu tersebut
dan wajib pajak belum membayar kekurangan pajak, akan ada tambahan sanksi sebesar 48%
dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.

Jadi perbedaan mendasar antara SKPKP dengan SKPKBT adalah dasar pemungutannya.
Apabila SKPKP dikarenakan kekurangan pembayaran pokok pajak sementara SKPKBT
dikarenakan adanya koreksi (untuk penambahan) atas jumlah pajak yang sudah dibayar
sebelumnya.

Sumber:
SKP Surat Ketetapan Pajak - Jenis: STP, SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB (pinterpandai.com)
EKS14206/MODUL 2 Perpajakan

3 PT Aquaria memiliki penghasilan kotor sebesar Rp 4,2 miliar, pada tahun 2020. Perhitungan pajak PT
Aquaria menggunakan norma perhitungan. Selama periode 2020, PT Aquaria sudah menyetor PPh 21
masing-masing sebesar Rp6.000.000 ke kas negara.

Diminta:

Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan dari PT Aquaria! Namun sebelumnya, jelaskan dulu aturan
penghitungan Penghasilan Kena Pajak WP badan!

Berapa sisa pajak yang harus dibayar ke kas negara oleh PT Aquaria tahun 2020!

Jawab:

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah cara penghitungan pajak penghasilan badan untuk menentukan
besarnya PPh yang terutang. Artinya, Penghasilan Kena Pajak adalah dasar dari Cara Menghitung Pajak
Penghasilan Badan Terutang. Dalam Undang Undang PPh, terdapat dua golongan Wajib Pajak, yaitu
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).

Bagi WPDN, Cara Menghitung PPh Terutang dapat dilakukan dengan cara biasa dan penghitungan
dengan menggunakan Norma Penghitungan. Sedangkan bagi WPLN, penentuan besarnya PKP atau
Cara Menghitung PPh Terutang dibedakan antara WPLN yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha dalam bentuk usaha tetap di Indonesia, dan WPLN lainnya.

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah norma yang dapat digunakan oleh wajib pajak
dalam penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan PPh Pasal
25/29 terutang. Norma penghitungan ini bertujuan untuk menyederhanakan penghitungan untuk mencari
penghasilan neto, diatur dengan  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 Tentang
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Hasil perhitungan PPh 21 PT Aquaria dengan menggunakan norma perhitungan sebagai berikut:

Asumsi PT Aquari merupakan WP bergerak di sektor pelayaran, berkedudukan di Jakarta.

perhitungan
Penghasilan netto = 50% x 22% x Rp4,2 M

= 50% X 22% x 4,2M = Rp462.000.000,00

Pajak penghasil terutang = 462 jt – 6jt

= Rp456.000.000,00

Anda mungkin juga menyukai