a. Perubahan PPh
Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU Cipta Kerja.
Ketentuan penarikan pajak terhadap WNI yang berada di Luar Negeri dan
WNA yang berada di Dalam Negeri juga berubah.
WNA yang selama 183 hari berada di Dalam Negeri dan melakukan usaha
atau mendapatkan penghasilan di wilayah hukum Indonesia akan menjadi
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), sehingga akan dikenakan PPh Dalam
Negeri.
Sebaliknya, jika WNI yang 183 hari berada di Luar Negeri dan melakukan
usaha di negara lain, statusnya menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)
dan dikenakan PPh Luar Negeri.
WNI dan WNA sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a,
b, c, d.
b. Perubahan PPN dan PPnBM
Pada peraturan sebelumnya di pasal 9 ayat (2a) UU PPN dan PPnBM, PKP
yang belum berproduksi dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Namun, jika tidak ada penyerahan barang atau jasa, pajak masukan dalam
hal sektor barang atau jasa tertentu, tidak bisa dikreditkan.
Pada sektor tertentu, dapat diberikan periode yang lebih panjang dari 3
tahun.
c. Perubahan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
1. Penurunan sanksi telat lapor SPT dan Kurang Bayar Pajak disesuaikan
dengan tingkat atau tarif suku bunga acuan per bulan, yang sebelumnya
tertuang di UU KUP sebesar 2% per bulan.
Hasil penghitungan baru ini, jumlahnya bisa lebih rendah dibanding sanksi
sebelumnya.
b. Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dibagi 12,
paling lama 24 bulan, jika tidak melunasi SPT yang kurang bayar.
c. Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 15% dibagi 12,
paling lama 24 bulan, jika tidak melunasi pajak kurang bayar dan
mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
3. Jika PPh PKP kurang bayar, sanksi administratif berupa bunga yang
ditetapkan Menkeu dihitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai diterbitkannya
Surat Tagihan Pajak (STP).
Jika dari hasil evaluasi Menteri Keuangan, peraturan tersebut dicabut oleh
presiden, pemda tidak dapat menerapkan perda terkait PDRD tersebut.
Berikut adalah undang-undang perpajakan yang berlaku sejak reformasi perpajakan tahun 1983
hingga sekarang : Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, telah mengalami beberapa kali perubahan dengan UU. Nomor 9 tahun 1994,
UU. Nomor 16 tahun 2000 dan terakhir UU. Nomor 28 tahun 2007 yang efektif berlaku mulai
tahun pajak 2008. Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, telah
mengalami beberapa kali perubahan dengan UU. Nomor 7 Tahun 1991, UU. Nomor 10 Tahun
1994, UU. Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir UU. Nomor 36 Tahun 2008 yang efektif berlaku
mulai tahun pajak 2009. Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, telah mengalami beberapa
perubahan dengan UU. Nomor 11 Tahun 1994, dan UU. Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang
Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, telah mengalami perubahan terakhir
dengan UU. Nomor 12 tahun 1994. Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterei
Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
telah mengalami perubahan dengan UU. Nomor 20 Tahun 2000. Undang-undang Nomor 10
tahun 1995 tentang Kepabeanan, telah diubah dengan UU. Nomor 17 tahun 2006. Undang-
undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai telah mengalami perubahan dengan UU. Nomor 39
Tahun 2007. Undang-undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak. Undang-undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (tax
treaty) Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, telah
mengalami perubahan dengan UU. Nomor 34 Tahun 2000.
Sumber: http://www.pajakita.net/2009/04/mengenal-undang-undang-perpajakan.html
Konten terlindungi Hak Cipta
RUU Omnibus Law Perpajakan ini akan mencakup 4 UU Perpajakan yakni UU PPh,
UU PPN, UU KUP, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta UU.
1. Tarif pajak badan akan dipangkasdari saat ini 25% menjadi 22% dan 20%,
22% untuk periode 2021-2022. Adapun untuk periode 2023 akan menjadi
20%. Khusus untuk PPh badan yang akan melakukan go publicmendapatkan
tambahan diskon pengurangan sebesar 3% selama 5 tahun sesudah go
public.
Dengan demikian untuk yang go public, PPh-nya akan turun dari 22% menjadi 19%
dan yang go public nanti pada 2023, akan turun dari 20% menjadi 17%, karena turun
3% di bawah tarif normal.
Untuk sistem teritori yang kedua, terutama untuk penghasilan tertentu dari luar
negeri, yaitu dari Warga Negara Asing yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri
yang selama ini mereka mendapatkan posisi sebagai dual residence. Jadi, orang
asing tetapi dia tinggal di Indonesia, maka yang dipajaki atau yang objek
pembayaran pajaknya hanya PPh yang berasal dari penghasilan yang dari
Indonesia saja, pemerintah tidak meminta penghasilan mereka yang berasal dari
luar teritori Indonesia.
Dalam RUU ini, Subjek Pajak Dalam Negeri -nya bisa dikecualikan apabila mereka
memenuhi persyaratan tertentu sehingga mereka bisa dianggap sebagai subjek
pajak luar negeri. Dan, PPh yang diperoleh dari atas penghasilan dari Indonesia,
dikenakan mekanisme pemotongan Pasal 26, tetapi untuk penghasilan yang berasal
dari luar Indonesia itu adalah subjek pajak di luar negeri, karena sudah lebih dari
183 hari.
Untuk Warga Negara Asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari, selama ini
begitu dia tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan, dia otomatis menjadi Subjek Pajak
Dalam Negeri. Kita juga akan melakukan hal yang sama, tetapi pajak yang dibayar
oleh Warga Negara Asing di dalam negeri adalah hanya atas penghasilan yang
diperoleh di Indonesia saja.
Ini juga termasuk untuk Pajak-Pajak Masukan dari SPT yang ditemukan pada saat
pemeriksaan dan mereka tidak bisa lagi mengidentifikasi dari mana perusahaan
yang dia peroleh atau pembelian barang- barang tersebut dari perusahaan yang dia
peroleh.