Anda di halaman 1dari 3

Nadya Restyana

3019210052
Hukum Pajak (B)

1. Hukum positif pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Hukum pajak formal merupakan hukum yang memuat tata cara realisasi atau realisasi
undang-undang perpajakan yang substantif. Hukum pajak formal memuat prosedur atau
prosedur untuk menentukan jumlah pajak yang terutang, dan otoritas pajak berhak untuk
mengawasi dan mengevaluasi, di dalam hukum pajak formal mengatur peraturan tentang
hukum yang isinya menegakkan hukum material seandainya terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan material.
3. Ketentuan formal hukum pajak diatur dalam :
1) Pasal 2, Ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) Nomor 28 Tahun 2007
2) Pasal 4 (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) Nomor 28 Tahun 2007
3) Pasal 12 (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) Nomor 28 Tahun 2007
4. Hukum pajak formal mengatur bagaimana badan hukum yang juga merupakan badan pajak
yang memenuhi syarat menjalankan kewajibannya. Pemenuhan kewajiban diawali dengan
pencatatan dan pelaporan kegiatan usahanya untuk menjadi Wajib Pajak dan / atau diakui
sebagai Pengusaha Kena Pajak, serta kewajiban perpajakan lainnya yang harus dipenuhi
(penyampaian pemberitahuan, cara membayar pajak) dan wajib pajak. Hukum pajak
formal juga mengatur kewenangan pemerintah untuk menegakkan pajak (misalnya,
administrator pajak pusat dilaksanakan oleh Administrasi Perpajakan Negara). Selain itu,
berbagai tindak pidana wajib pajak dan pejabat juga diatur, dalam hal pelanggaran
perpajakan dapat ditetapkan sanksi administratif dan / atau pidana di bidang perpajakan,
dan untuk kepastian hukum juga diatur pelanggaran hukum masa berlaku perilaku dan
Kewajiban wajib pajak.
5. Nomor Pokok Wajib Pajak yang biasa disingkat NPWP adalah nomor pengelolaan pajak
yang diberikan kepada Wajib Pajak, digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Fungsi NPWP di bidang
perpajakan adalah sebagai tanda pengenal pribadi atau status wajib pajak dalam
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, serta sebagai alat pengelolaan perpajakan
dalam berbagai bentuk. Dasar hukum NPWP yang berlaku tercantum dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak. Yang wajib memiliki
NPWP adalah :
1) Orang pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan bebas.
2) Orang pribadi yang tidak mempunyai usaha atau pekerjaan bebas.
3) WP badan wajib daftar NPWP 1 bulan sejak pendirian.
Yang tidak wajib NPWP adalah :
1) Jika penghasilan dibawah PTKP, tidak wajib untuk membayar atau melaporkan
pajak.
Hapusnya NPWP adalah apabila Wajib Pajak sudah tidak lagi memenuhi persyaratan
subjektif dan atau objektif, termasuk karena meninggal dunia, kembali ke negara asal, dan
penghapusan NPWP istri yang ikut suami.
6. SPT adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan pajak, objek pajak
dan / atau objek bukan pajak, dan / atau penghitungan dan / atau pembayaran aset dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan perpajakan. SPT dapat melaporkan setiap
penghitungan dan pembayaran pajak yang dilaksanakan oleh wajib pajak yang
bersangkutan (baik itu perorangan maupun badan). SPT memiliki beberapa fungsi antara
lain :
1) Bagi setiap wajib pajak, SPT berfungsi melaporkan tanggung jawab penghitungan
jumlah pajak. Misalnya perpajakan atau likuidasi yang dilakukan secara mandiri
atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain. Kemudian
penghasilan yang dikenakan pajak dikenai pajak penghasilan final. Dan
pembayaran yang dilakukan dari pemotongan pajak atau pemungutan pajak
individu atau perusahaan.
2) Bagi Pengusaha Kena Pajak atau PKP, SPT berfungsi melaporkan dan menjelaskan
kewajiban perpajakannya. Ini termasuk semua penghitungan jumlah PPN dan
PPnBM. Hal ini terkait dengan pencatatan pajak masukan (PM) menjadi pajak
keluaran (PK). Dan melalui pemungutan pajak dan pengelolaan pihak lain dalam
masa pajak yang ditetapkan oleh undang-undang perpajakan yang berlaku
3) Bagi pemotong SPT memiliki fungsi pelaporan pajak. Dan sistem akuntabilitas
yang memberikan kewajiban perpajakan. Artinya, pajak dan simpanan yang telah
dipotong atau dipungut oleh pihak lain
4) Bagi petugas pajak, SPT memiliki fungsi untuk menguji kepatuhan wajib pajak.
Hal ini juga untuk melakukan dan menjalankan fungsi pemantauan.
Ada 2 macam SPT yaitu :
a. SPT Tahunan, surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak. Ini adalah jenis
pelaporan pajak yang wajib dilakukan oleh wajib pajak perseorangan maupun wajib
pajak badan.
b. SPT MASA, surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. SPT Masa digunakan
untuk 10 jenis pajak yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan. Terdapat tiga
kategori utama dari SPT Masa, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pasal 13A UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP, disebutkan bahwa apabila kealpaan tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana,
tetapi dikenakan sanksi administrasi 200% dari pajak yang kurang bayar. Sedangkan
kealpaan yang kedua akan didenda paling sedikit 1 (satu) kali dan paling banyak 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar atau dipidana kurungan paling singkat
2 (dua) bulan/paling lama 1 (satu) tahun.

DAFTAR PUSAKA
Soemitro, Rochmat, Dr. S.H. 1988. Asas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: PT. Eresco
Brotodihardjo, Santoso, R. S.H. 1995. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Eresco
Nurmantu, Safri, Drs., M.Si. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor Indonesia
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2006
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2005
Mardiosmo, Perpajakan Edisi Revisi, Yogyakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai