Anda di halaman 1dari 8

Bab 1 Dasar-Dasar Manajemen Perpajakan

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi
pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak seorang pun senang membayar pajak. Asumsi
Leon Yudkin mempertegas hal tersebut.

1. Wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak terutang sekecil mungkin, sepanjang hal
itu dimungkinkan undang-undang

2. Wajib pajak cenderung untuk menyeludupkan pajak (tax ecasion) yakni usaha penghindaran
pajak terutang secara ilegal, sepanjang wajib pajak tersebut yakin bahwa mereka tidak akan
ditangkap, dan bahwa orang lain pun melakukan hal yang sama.

Tax Planning adalah suatu alat dan suatu tahap awal dari manajemen perpajakan (tax
management) yang berfungsi untuk menampung aspirasi yang berkembang dari sifat dasar
manusia itu.

Perencanaan perpajakan (tax planning) merupakan tahap awal untuk melakukan analisis
secara sistematis berbagai alternatif perlakuan perpajakan dengan tujuan untuk mencapai
pemenuhan kewajiban perpajakan minimum.Pekerjaan perpajakan yang harus dijalankan wajib
pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Tax Compliance
Berhubungan dengan kegiatan untuk mematuhi aturan perpajakan, yang meliputi : administrasi,
pembukuan, pemotongan/pemungutan pajak, penyetoran, pelaporan, memberikan data untuk
keperluan pemeriksaan pajak, dan sebagainya.
2. Tax Planing
Merupakan rangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk
meminimalkan kewajiban perpajakan dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan
perpajakan (in legal way).
3. Tax Research
Merupakan proses untuk mencari jawaban, solusi, atau rekomendasi atas suatu permasalahan
perpajakan. Jadi manajemen perpajakan merupakan bagian integral dan perencanaan strategi
perusahaa yang seharusnya sudah dimulai sebelum suatu usaha dimulai.

Strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisiensikan beban pajak secara legal yaitu :

1. Tax Saving

2. Tax Aloidance

3. Penundaan/Penggeseran Pembayaran Pajak

4. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan


5. Menghindari Pemeriksaan Pajak dengan cara Menghindari Lebih Bayar

6. Menghindari PelanggarannTerhadap Peraturan Perpajakan

Manajemen perpajakan merupakan usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam
suatu perusahaan atau organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakam dari
perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelolah baik, efisien, ekonomi, sehingga memberi
kontribusi maksimum bagi perusahaan.

Secara umum tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak/ perencanaan pajak
yang baik adalah

1. Meminimalisasi beban pajak yang terutang

2. Memaksimalkan laba setelah pajak

3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak jika terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus

4. Menenuhi kewajiban perpajakan secara benar, efisien dan efektif, sesuai dengan ketentuan
perpajakan.

Pajak itu melihat pada subjek yang sudah terbebani sebagai wajib pajak (WP) orang pribadi
atau badan sejak awal, misalnya perusahaan baru berdiri kemudian mulai berjalan dan tidak lama
bubar. Jika sudah bubar pajaknya belum selsai. Pajak dianggap suatu beban dan secara umum
orang menerimanya sebagai suatu kebenaran. Dalam pengorganisasian dibuat perangkat-
perangkat sedemikian rupa sehingga perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik. Perangkat
itu adalah:

1. Pemahaman ketentuan perpajakan

2. Pengadministrasian atau pendokumrntasian yang baik

3. Menjaga hubungan dan komunikasi yang baik

4. Implementasi perencanaan pajak.

Bab 2 Strategi Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk

Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan UU serta peraturan pelaksanaannya.

Perseroan terbuka (Tbk) adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran
umum saham sesuai dengan ketentuan UU di bidang pasar modal
Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang banyak
digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung hukum UU No. 40 tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.

Dalam literatur hukum, kita tahu ada 3 (tiga) macam perkumpulan bukan badan hukum atau
tidak termasuk kategori sebagai badan hukum, yaitu Persekutuan Perdana, Firma, dan CV.

Ada beberapa perbedaan dalam menghitung pajak usaha antara pajak perseorangan dengan
pajak Perseroan, antara lain :

 Dalam perhitungan pajak perseroan, ada beberapa faktor pengutang seperti Penghasilan
tidak kena pajak (PTKP) dan biaya jabatan, yang dalam perhitungan pajak perseroan faktor
tersebut tidak ada dalam ketentuannya.
 Terdapat perbedaan tax rase dan lapisan penghasilan kena pajak antara PPh perseorangan
dalam pajak penghasilan badan, di mana pph perseorangan menggunakan tarif progrogresif
dark lapisan tarif 5% hingga tarif maksimum 30%, sedangkan pajak penghasilan badan
menggunakan tarif tunggal 25% (tarif 25% berlaku sejak awal tahun 2010, sedangkan tahun
2009 tarif 28%).

Koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak digunakan
di Indonesia yang didirikan dengan payung hukum UU No. 25 tahun 1992 Tentang
Perkopeerasian. Dalam koperasi tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pengurus bukan
kepada anggota koperasi. Beberapa jenis koperasi :

1. Koperasi konsumen (misalnya koperasi warung serba ada atau supermarket)

2. Koperasi Produsen (misalnya koperasi jasa konsultasi)

3. Koperasi Simpan Pinjam

4. Koperasi Pemasaran

Yayasan adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak digunakan
di Indonesia didirikan dengan payung hukum UUD No.16 2001 Tentang Yayasan. Ada
beberapa jenis yayasan, diantaranya:

1. Yayasan Pendidikan

2. Yayasan Keagamaan dan Sosial

3. Yayasan Kesehatan

4. Yayasan bidang penelitian dan pengembangan


Bab 3 Tax Planning PPh Pasal 21/26

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

PPh pasal 21 diberlakukan kepada WPOP sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN),
apabila penerima penghasilan adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar
Negeri (SPLN) selain BUT (Badan Usaha Tetap), maka akan dikenai PPh 26.

Berikut merupakan dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009:

 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh).

 PMK No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang
Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiun.

 PMK No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas


Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

 PMK No. 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan


Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan, serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

 PER-Dijen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi
dengan PER-Dirjen Pajak Nomor: 57/PJ/2009.

 PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012
meliputi:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari:

a. Orang pribadi atau badan


b. Cabang perwakilan
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah

3. Dana pension badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan badan-badan lain yang
membayar uang pension dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

5. Penyelenggara kegiatan.

Subjek Pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26, atau disebut Subjek Pemotongan
adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jabatan, jasa atau legiatan.

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-Dirjen Pajak No.
PER-31/PJ./2012

2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang diberikan oleh:

a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final,


b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).

3. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing penghitungan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (Kurs) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat
dibebankan sebagai biaya.

4. Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa penerimaan
dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang
yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diberikan.

Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sesuai Per-
Dirjen pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,


kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), kecuali natura atau
kenikmatan yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, atau diberikan oleh WP yang dikenakan
PPh final atau dikenakan PPh berdasarkan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit).
3. Iuran pension yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek
yang dibayar yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

5. Beasiswa.

6. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi pekerja.

Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21

Dasar Pengenaan Pajak (DPP):

a. Penghasilan Kena Pajak berlaku bagi:

1. Pegawai Tetap

Penghasilan kena pajak = Penghasilan bruto - Biaya jabatan - PTKP

2. Penerima Pensiun Belaka

Penghasilan kena pajak = Penghasilan bruto - Biaya pension - PTKP

3. Pegawai Tidak Tetap

Penghasilan kena pajak = Penghasilan bruto - PTKP

4. Bukan Pegawai, meliputi:

- Distributor MLM atau direct selling

- Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus pegawai

- Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai

- Penerima penghasilan bukan pegawai

Penghasilan kena pajak = Penghasilan bruto - PTKP yang dihitung bulanan


Tarif Pajak

1. Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009:

Lapisan Penghasilan Kena Tarif Tarif Non NPWP


Pajak (PKP) Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000 5% 120% X 5% = 6%

Di atas Rp50.000.000- 15% 120% X 15% = 18%


Rp250.000.000

Di atas Rp250.000.000-Rp 25% 120% X 25% =30%


500.000.000

Di atas Rp 500.000.000 30% 120% X 30% = 36%

2. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon sesuai Per-Menkeu
No. 16/PMK.03/2010 ditentukan sebagai berikut:

• Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000;

• Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000;

• Sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000;

• Sebear 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000

3. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, Jaminan Hari tua ditentukan sebagai berikut:

• Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000;

• Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000

• Honorarium dan imalan lain, dengan nama apa pun yang diterima oleh Pejabat Negara,
PNS, anggota TNI/Polri, yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan
daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS golongan II d ke bawah dan anggota TNI/Polri
berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

Penghitungannya dilakukan dengan menerapkan tarif 15% x penghasilan bruto.


Dalam perhitungan PPh pasal pasal 21 tiga metode yang bisa aplikasikan yakni :

1. Net Method

Merupakan metode pemotongan pajak di mana perusahaan menanggung PPh pasal 21 karyawan

2. Gross Method

Merupakan metode pemotongan pajak di mankaryawan menanggung sendiri jumlah pajak


penghasilannya

3. Gross-Up Method

Merupakan metode pemotongan pajak, di mana perusahaan memberikan tunjangan pajak.

Anda mungkin juga menyukai