BAGIAN PERTAMA
SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
h. Bab VIII : Tentang Ketentuan Peralihan, terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 33, 33A,
34.
i. Bab IX : Tentang Ketentuan Penutup, terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 35, II, III.
Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak adalah orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Pengertian Subjek Pajak meliputi orang
pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap,
sebagai berikut:
a. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.Masalah penunjukan warisan yang
belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.
c. Badan
Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang KUP, bahwa badan merupakan
sekumpulan orang dan atau mdoal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apa
pun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi sejenis, Lembaga, Bentuk
Usaha Tetap, dan badan lainnya.
Dalam badan ini termasuk Reksadana. BUMN atau BUMD sebagai Subjek Pajak
tanpa memperhatikan nama dan bentuknya. Sebagai contoh lembaga atau badan yang
dimiliki Pemerintah Pusat atau Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
untuk memperoleh penghasilan.
Khusus masalah perkumpulan sebagai Subjek Pajak adalah perkumpulan yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan dan atau
memberikan jasa kepada anggota. Perkumpulan mencakup pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE 26/PJ 42/1999 Tanggal 21
Juni 1999 tentang Perlakuan Perpajakan bagi Partai Politik bahwa Partai Politik juga
termasuk Subjek Pajak yang telah termasuk dalam pengertian badan dalam Undang-
undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Tahun 2000.
d. Badan Usaha Tetap
Badan usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri yang terpisah dari
badan.Perlakuan perpajakannya disampaikan dengan Subjek Pajak badan.Pengenaan
Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai eksistensi sendiri dan tidak
termasuk dalam pengertian badan.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak adalah sarana pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak
terutang. Yang menjadi Objek PPh yaitu penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada Subjek Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
lain-lain.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak bergerak seperti
bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, jika dilihat dari penggunaannya (outflow), penghasilan dapat dipakai untuk
konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
Berikut Penghasilan yang Termasuk Sebagai Objek Pajak adalah sebagai berikut:
Sesuai Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh yang
termasuk penghasilan sebagai Objek Pajak antara dengan nama dan bentuk apa pun
termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba Usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, atau badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deviden dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Memperhatikan rincian penghasilan di atas, istilah penghasilan pada Pasal 4 ayat 1
menampilkan pendekatan abstrak (konsepsional) dan operasional.Secara konsepsional dalam
alenia umum dimuat, tetapi batasan secara operasional ditampilkan dalam contoh-
contoh.Pengertian operasional juga diperlukan untuk melaksanakan pengertian abstrak dari
penghasilan dalam pemungutan pajak, agar tampak jelas wujud tambahan kemampuan
ekonomis dalam mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
Konsep penghasilan yang komprehensif sebagaimana yang dikenal, Pajak Penghasilan
dikenakan atas penghasilan dari kegiatan aktif (active income) maupun bersumberkan
penghasilan yang pasif.Dengan contoh-contoh bentuk penghasilan yang dimuat dalam Pasal
4 Ayat 1 dimaksudkan untuk memperjelas pengertian penghasilan dalam pengertian
penghasilan dalam pengertian luas tentu tidaklah terbatas pada contoh-contoh yang ada.
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah
orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia.Yang termasuk dalam
pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.Apakah seseorang mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan
orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 hari tidak harus berturut-turut, tetapi
ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu
12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai
Subjek Pajak Dalam, Negeri dianggap Subjek Pajak Dalam Negeri mengikuti status
pewaris.Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan
tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.Apabila warisan tersebut
telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai
Subjek Pajakluar Negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak
pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap,
maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak Luar Negeri
tersebut.
Perbedaan yang penting antara Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar
Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, antara lain:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri
dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
2. Subjek Pajak Dalam Negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum, sedangkan Subjek Pajak luar Negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan.
3. Subjek Pajak Dalam Negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,
sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat
final.
Berikut yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak:
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan
syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran pada naggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri
keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
Kewajiban Pajak Subjektif
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya
melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut
dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya.Oleh karena itu, dalam
rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban
pajak subjektif menjadi penting. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
tersebut ditentukan sebagai berikut:
1. Bagi orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya
dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia, sedangkan bagi orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama orang pribadi
tersebut berada di Indonesia atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selamanya.
2. Bagi badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kewajiban pajak
subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
3. Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat
orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia (dimulai saat bentuk usaha tetap tersebut berada di
Indonesia), dan kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melaui bentuk usaha tetap di Indonesia (bentuk usaha
tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia).
4. Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat orang pribadi
atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, dan
kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
5. Bagi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak,
kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi
tersebut, yaitu saat pada meninggalnya pewaris, sehingga saat itu pemenuhan
kewajiban perpajaknnya melekat pada warisan tersebut. Kewajiban pajak subjektif
warisan berakhir padasaat warisan tersebut selesai dibagi kepada para ahli warisnya,
sehingga sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajaknnya beralih kepada para ahli
warisnya.
6. Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang
berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak
tersebut menggantikan tahun pajak. Dapat terjadi orang pribadi menjadi Subjek Pajak
tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi yang mulai
menjadi Subjek Pajak pada pertengahan tahun pajak, atau yang meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang
kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang
menggantikan tahun pajak.
Cara Menghitung Pajak
Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan
Penghasilan Kena Pajak.
Pajak Terutang = Tarif Pajak X Penghasilan Kena Pajak
Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan antara Wajib Pajak
Dalam Negeri dan Wajib Pajak luar Negeri. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri pada dasarnya
terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
1. Penghitungan PPh dengan dasar pembukuan.
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diterimanya atau
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Objek Pajak Bentuk
Usaha Tetap adalah:
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT).
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, dan pemberian
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
c. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh oleh
kantor Pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.
3. Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap
Dalam menentukan besarnya laba suatu Bentuk Usaha Tetap, perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
a. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, serta
biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26
yang diterima atau diperoleh Kantor Pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut, diperbolehkan
untuk dibebankan sebagai biaya bagi Bentuk Usaha Tetap (BUT).
b. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya
yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
c. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:
• Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, hak paten, atau
hak-hak lainnya.
• Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
• Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
d. Pembayaran sebagaimana tersebut pada butir 3 yang diterima atau diperoleh dari
kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan
dengan usaha perbankan.
UJI KOMPETENSI
Soal Pilihan Ganda
1. Yang dimaksud dengan pajak PPh adalah……
a. Pajak pribadi
b. Pajak harta warisan yang belum dibagi
c. Pajak penghasilan
d. Pajak badan
e. Pajak bentuk usaha tetap
2. Setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang
mendapatkan penghasilan dari Indonesia disebut……..
a. Subjek pajak pribadi
b. Subjek pajak badan
c. Bentuk usaha tetap
d. Objek pajak
e. Subjek pajak harta warisan yang belum dibagi
3. Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam
jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara
langsung disebut…….
a. Karyawan tetap
b. Pejabat negara
c. Karyawan
d. Karyawan lepas
e. Karyawan dengan status wajib pajak luar negeri
4. Perkumpulan orang dan atau modal baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan
usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD,
bentuk usaha tetap disebut…..
a. Subyek pajak pribadi
b. Subyek pajak badan
c. Bentuk usaha tetap
d. Obyek pajak
e. Subyek pajak harta warisan belum dibagi
5. Bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau
badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia tetapi melakukan kegiatan di
Indonesia disebut…….
a. Subyek pajak pribadi
b. Subyek pajak badan
c. Bentuk usaha tetap
d. Obyek pajak
e. Subyek pajak harta warisan belum dibagi
6. Berikut ini yang merupakan obyek pajak menurut Pasal 4 Ayat 1 UU No.17 Tahun 2000
tentang PPh adalah, kecuali……..
a. Hadiah dari undian
b. Laba usaha
c. Keuntungan karena penjualan
d. Deviden
e. Pemberian dari pihak lain
7. Berikut ini yang tidak termasuk sebagai subyek pajak adalah……
a. Badan perwakilan negara asing
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik
c. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menkeu dengan Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Mentri keuangan
dengan syarat bukan warga Indonesia
e. Orang pribadi asing yang memiliki nama popularitas tinggi
8. Perhatikan pernyataan berikut ini:
I. Royalti
II. Imbalan dari jasa manajemen
III. Pembelian
IV. Bunga perbankan
V. Penjualan
Dari pernyataan-pernyataan di atas, yang merupakan pembayaran tidak diperkenankan
sebagai biaya adalah…..
a. Pernyataan I dan II
b. Pernyataan I dan IV
c. Pernyataan II dan IV
d. Pernyataan III dan V
e. Pernyataan IV dan V
9. Berikut ini yang merupakan objek pajak yang menurut Pasal 5 UU No.36 Tahun 2008
adalah………
a. Bantuan
b. Royalti
c. Beasiswa
d. Bunga obligasi
e. Penghasilan dari usaha
10. Berikut ini yang bukan merupakan contoh dari pihak yang bukan merupakan subjek pajak
adalah…….
a. Badan perwakilan negara asing
b. Orang pribadi
c. Badan
d. Warisan yang belum terbagi satu kesatuan
e. Badan usaha tetap
11. Partai politik juga termasuk dalam subjek pajak yang telah termasuk dalam pengertian badan
merupakan isi dari Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor……….
a. SC 26/PJ 42/1999
b. SE 25/PK 44/1998
c. SE 26/PJ 42/1999
d. SE 26/PJ 41/1999
e. SC 25/PC 43/1998
12. Berikut ini yang bukan merupakan penghasilan kena PPh menurut Pasal 5 ayar 3
adalah………
a. Penghasilan kantor
b. Bunga obligasi
c. Royalty
d. Bantuan dari BPJS
e. Penjualan saham pada BEI
13. Apabila PKP telah dikurangi pajak dari suatu BUT, PKP akan dikenai pajak sesuai ketentuan
pasal……..
a. Pasal 5 ayat 37
b. Pasal 26 ayat 4
c. Pasal 21 ayat 2
d. Pasal 4 ayat 1
e. Pasal 4 ayat 2
14. Tariff pajak yang dikenakan PKP atas ketentuan pasal 26 ayat 4 adalah……
a. 10%
b. 20%
c. 30%
d. 40%
e. 50%
15. Berapa tariff terendah yang diterima BUMD?
a. 10%
b. 15%
c. 20%
d. 25%
e. 30%
BAGIAN KEDUA
PENGGOLONGAN BIAYA MENURUT FISKAL
A. Pengeluaran Yang Dapat Dibebankan Sebagai Biaya Dan Pengeluaran Yang Tidak Dapat
Dibebankan Sebagai Biaya
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif pajak dikalikan dengan penghasilan kena
pajak.Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri danbentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau pengeluaran
tertentu.Pengeluaran tersebut dinamakan juga biaya atau beban. Pengeluaran atau biaya atau
beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan biaya
pada tahun yang bersangkutan.
Contoh:
a. Gaji
b. Biaya administrasi dan bunga
c. Biaya rutin pengolahan limbah
d. Dan lain-lain.
2. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Beban yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
Kemudian pengeluaran atau biaya atau beban yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pengeluaran yang dapat dibedakan sebagai biaya (deductible expense)
Pengeluaran yang dapat dibedakan menjadi biaya adalah pengeluaran yang
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat
dari pengeluaran tersebut.
2. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-deductible expense)
Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
atau pengeluaran dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat
kebiasaan pedagang yang baik.Oleh karena itu, pengeluaran yang melampaui batas
kewajaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka pengeluaran tersebut tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
a. Biaya pembelian bahan.
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
c. Bunga, sewa, dan royalti.
d. Biaya perjalanan.
e. Biaya pengolahan limbah.
f. Premi asuransi.
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
h. Biaya administrasi.
i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
Objek Pajak.Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Pengeluaran menurut
sifatnya merupakan pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang
dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan
dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial.
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah uang
tertentu.
d. Syarat pada huruf c) tidak berlaku untuk menghapus piutang tak tertagih debitur kecil.
Yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam
peraturan Pemerintah.
Pengeluaran Yang Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Biaya (Non-Deductible Expense)
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat dibedakan antara
pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto atau pengeluaran yang dianggap
sebagai biaya (deductible expense) dan yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
atau pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-deductible expense).Pada
prinsipnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu biaya yang memiliki
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.Pembebanan tersebut dapat dilakukan
dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat pengeluaran tersebut.
Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran
yang bersifat sebagai pemakaian penghasilan atau jumlahnya melebihi kewajaran.
Pengeluaran yang diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 6
ayat 1 UU PPh. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengeluaran
yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) sesuai Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk
deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Pembagian laba ini tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang
membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan
badan yang akan dikenakan pajak.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
Contoh dari biaya ini yaitu perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi
asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham
atau keluargannya.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya pemupukan dana cadangan atau cadangan piutang tak tertagih diatur
sebagai berikut:
• Usaha bank umum dan sewa guna usaha dengan hak opsi, Bank Perkreditan Rakyat.
Besarnya cadangan adalah:
1) 0,5% dari kredit yang digolongkan lancar.
2) 3% dari kredit yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan yang dikuasai.
3) 50% dari kredit yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan
yang dikuasai.
4) 100% dari kredit yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan
yang dikuasai.
• Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada dana
cadangan ditetapkan setinggi-tingginya:
1) 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid.
2) 75% dari nilai agunan lainnya, atau sebesar nilai yang ditetapkan oleh perusahaan
penilai.
• Perusahaan asuransi
Besarnya cadangan premi yang dibentuk adalah 40% dari jumlah premi
tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
• Perusahaan pertambangan
Perusahaan pertambangan yang menurut kontrak diharuskan melakukan
reklamasi atas tanah yang dieksploitasi dapat membentuk atau memupuk cadangan
biaya reklamasi dihitung berdasarkan metode satuan produksi yang didasarkan pada
jumlah taksiran biaya reklamasi.
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, premi asuransi yang dibayarkannya tersebut tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat penerimaan penggantian atau
santunan asuransi, jumlah tersebut juga bukan merupakan Objek Pajak.Apabila premi
tersebut ditanggung atau dibayar oleh pemberi kerja, bagi pemberi kerja pembayaran
tersebut merupakan pengurang penghasilan bruto atau dibebankan sebagai biaya dan bagi
pegawai yang bersangkutan merupakan Objek Pajak.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh,
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan
merupakan Objek Pajak.Selaras dengan hal tersebut, dalam ketentuan ini penggantian
atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan
sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, pemberi natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya:
a. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil.
b. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (Satpam), antar jemput karyawan.
c. Pemberian atau penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan.
Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang
diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham.Oleh karena pada dasarnya
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai
dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran
tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan
oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan
pemerintah.
Pajak Penghasilan.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang pribadi yang menjadi
tanggungannya pada hakikatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
B. Mengidentifikasi Pengeluaran Yang Dapat Dibebankan Sebagai Biaya Dan Pengeluaran Yang
Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Biaya
Pengeluaran Yang Dapat Dibebankan Sebagai Biaya (Deductible Expense)
Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
Objek Pajak.Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun X yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
Penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak Sesuai Rp 75.000.000,00
Penghasilan bruto lainnya Rp 100.000.000,00 (+)
Jumlah Penghasilan Bruto Rp 175.000.000,00
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 125.000.000,00, biaya yang dapat
dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah: 3/4 x Rp
125.000.000,00 = Rp 93.750.000,00.
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak
dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang deviden yang diterimanya tidak merupakan
Objek Pajak.Bunga pinjaman tidak dapat dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasikan
sebagai penambah harga perolehan saham.
Penyusutan
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta harta berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut
selama masa manfaat harta yang bersangkutan melalui penyusutan (depresiasi).
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, tanah hak guna usaha dan
pakai tidak dapat disusutkan, kecuali jika tanah tersebut berkurang karena digunakan untuk
Dimana:
r = Besarnya persentase untuk depresiasi
NR = Nilai Residu
HP = Harga Perolehan
n = Taksiran umur penggunaan
Contoh :
PT BIMA mempunyai sebuah gedung yang diperkirakan dapat dipergunakan
selama 5 tahun. Harga perolehan gedung tersebut Rp 155.000.000,00 dan nilai
residu Rp 5.000.000,00. Besarnya persentase untuk tarif depresiasi adalah sebagai
berikut.
𝑛 𝑁𝑅
r =1- �
𝐻𝑃
5 5.000.000
r =1- �
155.000.000
r = 0,4968
r = 49,68% -----dibulatkan menjadi 50%
Depresiasi untuk tahun ke-5 tidak berdasarkan tarif, tetapi dengan mengurangkan
nilai residu pada nilai buku.
Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan didapat kerugian, kerugian tersebut
dikompensasikans dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai
lima tahun.
Contoh:
PT ABC dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam
5 tahun berikutnya laba-rugi fiskal PT ABC sebagai berikut:
2010 : Laba fiskal Rp 200.000.000,00
2011 : Rugi fiskal Rp 300.000.000,00
2012 : Laba fiskal Rp NIHIL
2013 : Laba fiskal Rp 100.000.000,00
2014 : Laba fiskal Rp 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:
Rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 1.200.000.000,00 )
Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 1.000.000.000,00 )
Rugi fiskal tahun 2011 ( Rp 300.000.000,00 )
Sisa rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 1.000.000.000,00 )
Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL…………….
Sisa rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 1.000.000.000,00 )
Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 900.000.000,00 )
Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 ( Rp 100.000.000,00 )
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir
tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan
rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp 300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan dengan
laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak
tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan tidak kena pajak merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak. Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak orang pribadi dalam
negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
PTKP yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2000 mengalami
beberapa perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta
perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Sampai dengan diberlakukannya
UU Nomor 36 Tahun 2008 perubahan PTKP dapat dilihat sebagai berikut:
Besarnya PTKP
Keterangan
per tahun (Rp)
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi 24.300.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 2.025.000
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung 24.300.000
dengan penghasilan suami
Tambahan untuk setiap tanggungan (maksimal 3 orang) 2.025.000
Penyesuaian besarnya PTKP sebagaimana tersebut di atas telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Penetapan besarnya PTKP tersebut telah disesuaikan dengan perkembangan
ekonomi dan moneter serta harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak
kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
Wajib Pajak Nn. Evin, berstatus tidak kawin dengan tanggungan 2 orang tua
kandung.Maka besarnya PTKP untuk Nn. Evin adalah Rp 28.350.000,00 yang terdiri
atas:
Rp 24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak.
2 x Rp 2.025.000,00 untuk tanggungan.
Contoh penghitungan PTKP untuk beberapa status atau kondisi Wajib Pajak dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Status Wajib Pajak pada Awal Tahun PTKP Setahun
Laki-laki (tidak kawin, tanpa tanggungan) Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Laki-laki (tidak kawin, 2 tanggungan) 2 tanggungan Rp 4.050.000,00
Total Rp 28.350.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Laki-laki (kawin, tanpa tanggungan) Status kawin Rp 2.025.000,00
Total Rp 26.325.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Status kawin Rp 2.025.000,00
Laki-laki (kawin, 3 tanggungan)
3 tanggungan Rp 6.075.000,00
Total Rp 32.400.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Status kawin Rp 2.025.000,00
Laki-laki (kawin, penghasilan istri PTKP istri yang
digabung, 1 tanggungan) Penghasilannya digabung Rp 24.300.000,00
3 tanggungan Rp 6.075.000,00
Total Rp 56.700.000,00
Wanita (tidak kawin, tanpa tanggungan) Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Wanita (kawin, suami berpenghasilan, 2
2 tanggungan Rp 4.050.000,00
tanggungan)
Total Rp 28.350.000,00
Diri Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
Wanita (kawin, suami tidak Status kawin Rp 2.025.000,00
berpenghasilan, 4 tanggungan) 3 tanggungan Rp 6.075.000,00
Total Rp 32.400.000,00
Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak
kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
sepenuhnya apabila tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung
oleh Wajib Pajak.
Contoh:
Wajib Pajak X mempunyai istri dengan tanggungan 4 anak. Apabila istrinya
berpenghasilan yang sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut
tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, besar
penghasilan tidak kena pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak X yaitu Rp 21.120.000,00
(15.840.000,00 + 1.320.000,00 + (3 x 1.320.000,00)), sedangkan untuk istrinya, pada saat
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak
Kena Pajak sebesar 15.840.000,00.
Total Rp 18.480.000,00
Laki-laki (kawin, tanpa tanggungan) Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
Status kawin Rp 1.320.000,00
Total Rp 17.160.000,00
Laki-laki (kawin, 3 tanggungan) Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
Status kawin Rp 1.320.000,00
3 tanggungan Rp 3.960.000,00
Total Rp 21.120.000,00
Laki-laki (kawin, penghasilan istri digabung, 1 Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
tanggungan) Status kawin Rp 1.320.000,00
PTKP istri yang
Penghasilannya digabung Rp 15.840.000,00
3 tanggungan Rp 3.960.000,00
Total Rp 34.320.000,00
Wanita (tidak kawin, tanpa tanggungan) Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
Wanita (kawin, suami berpenghasialn, 2 Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
tanggungan) 2 tanggungan Rp 2.640.000,00
Total Rp 18.480.000,00
Wanita (kawin, suami tidak berpenghasilan, 4 Diri Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
tanggungan) Status kawin Rp 1.320.000,00
3 tanggungan Rp 3.960.000,00
Total Rp 21.120.000,00
Contoh:
PT. Nusantara selama tahun 2012 telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp
12.000.000,00. Maka jumlah ini tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tahun 2012.
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan mengatur pula mengenai
pengeluaran dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung besarnya
penghasilan kena pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap termasuk:
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak.
2. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
3. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan yang dikenakan pajak
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus
(perhatikan pasal 14 dan pasal 15 UU PPh).
4. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1 UU PPh tetapi tidak termasuk deviden
sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak.
5. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupaka
Objek Pajak.
Demikian halnya yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PnBM) selanjutnya peraturan pemerintah mengatur bahwa Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 UU PPN dan PPnBM) dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto tetapi terdapat unsur pengecualian. Pengecualian tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, meliputi:
1. Pajak Masukan (Pasal 9 ayat 8 huruf f dan huruf g) sepanjang tidak dapat dibuktikan
bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar.
2. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tadak dapat dikurangkan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat 1 UU PPh). Terhadap Pajak
Masukan, walaupun dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tetapi perlu diperhatikan
apabila hal tersebut sehubungan dengan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh terlebih dahulu harus dikapitalisasi dengan
pengeluaran/biaya tersebut dan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi.
UJI KOMPETENSI
SOAL PILIHAN GANDA
1. Suatu pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan oleh perusahaan guna untuk memperlancar
kegiatan operasional disebut……..
a. Pengeluaran
b. Biaya
c. Pendapatan
d. Pajak
e. Utang
2. Pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari
pengeluaran tersebut disebut……
a. Deductible expense
b. Non-deductible expense
c. Tangible expense
d. Non-tangible expense
e. Biaya rutin
3. Berikut ini yang merupakan suatu pengorbanan ekonomis yang memiliki masa manfaat lebih
dari satu tahun adalah……
a. Biaya gaji
b. Biaya administrasi
c. Biaya bunga
d. Biaya rutin
e. Biaya depresiasi
4. Dibawah ini yang tidak termasuk dalam macam-macam asuransi adalah……
a. Kesehatan
b. Kecelakaan
c. Pensiun
d. Dwiguna
e. Jiwa
5. Perhatikan jenis-jenis biaya berikut ini:
I. Biaya pembangunan infrastruktur
II. Biaya penelitian
III. Biaya Pajak penghasilan
IV. Biaya beasiswa
V. Biaya penyusutan
Dari biaya-biaya diatas yang dapat dikelompokkan ke dalam deductible expense adalah……
a. I, II, dan IV
b. I, III, dan IV
c. I, IV, dan V
d. II, III, dan V
e. I, IV, dan V
6. Jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak disebut………
a. PKP
b. PPN
c. PPh
d. PPNBM
e. PTKP
7. Metode penyusutan yang diterapkan dalam suatu perusahaan dengan harga perolehan
dikurangi dengan nilai residu dan dibagi dengan umur ekonomis adalah…..
a. Declining balanced method
b. Double declining balanced method
c. Straight line method
d. Year value method
e. Decrease line method
8. Metode penyusutan garis lurus disebut juga……
a. Declining balanced method
b. Double declining method
c. Year value method method
d. Straigt-line method
e. Decrease line method
9. Jumlah PTKP untuk seorang yang sudah beristri dan memiliki 1 orang anak adalah…..
a. Rp 24.300.000,00
b. Rp 2.025.000,00
c. Rp 4.050.000,00
d. Rp 28.350.000,00
e. Rp 26.350.000,00
10. Tn. X adalah seorang direktur PT. Edmondo. Setiap bulannya ia mendapatkan honor sebesar
Rp 8.000.000,00. Tn. X sudah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak serta mengasuh 2
orang anak yatim. Besarnya PTKP untuk Tn. X adalah……
a. Rp 8.000.000,00
b. Rp 24.300.000,00
c. Rp 28.350.000,00
d. Rp 30.075.000,00
e. Rp 32.400.000,00
11. Biaya yang mempunyai manfaat tidak lebih dari 1 tahun adalah kecuali……
a. Beban gaji
b. Beban administrasi
c. Biaya lain-lain
d. Biaya penyusutan
e. Biaya bunga
12. Tuan Prabowo bekerja pada PT DWI ANGKASA dengan gaji perbulan Rp 5.000.000, dia
menikah dengan Ny. Tasa dan memiliki 2 anak. Dengan membayar premi asuransi Rp
350.000 dan mendapat tunjangan kesehatan sebesar Rp200.000. Berapa gaji kotor yang
diterima oleh Tuan Prabowo selama 1 tahun?
a. Rp 5.000.000,00 d. Rp 25.000.000,00
b. Rp 30.000.000,00 e. Rp 45.000.000,00
c. Rp 60.000.000,00
13. Berapa gaji bersih/netto Tuan Prabowo?
Soal Essay
1. CV. NIRO pada awal tahun 2013 membangun sebuah gedung untuk dijadikan sebagai kantor
dengan harga perolehan Rp 360.000.000,00. Gedung tersebut ditaksir oleh CV. NIRO
memiliki nilai residu sebesar RP 20.000.000,00 dan memiliki umur ekonomis selama 10 tahun.
Susunlah biaya depresiasi tiap tahun dengan metode garis lurus dan metode saldo menurun.
2. Tn. Rosyid bekerja pada LPA Mitra Bijak dengan gaji tiap bulannya sebesar Rp 3.000.000,00.
Ia berstatus sudah kawin dan memiliki 3 orang anak. Berapa besarnya pajak Tn. Rosyid?
3. Tn. Alex memiliki istri dan memiliki 1 anak. Ia bekerja pada sebuah kantor KAP Wartono dan
mendapat gaji setiap bulannya sebesar Rp 5.000.000,00. Tiap bulan ia harus membayar
jamsostek dan dana pensiun yang masing-masing sebesar Rp 200.000,00 dan Rp
250.000,00. Berapa pajak yang dikenakan terhadap Tn. Alex?
4. Nn. Manohara yang berstatus janda telah memiliki 2 orang anak. Ia bekerja pada PT. Djarum
dengan mendapat gaji tiap bulannya sebesar Rp 4.000.000,00. Berapa pajak yang dikenakan
terhadap Nn. Manohara pada bulan tersebut?
5. Tn. Rosyid adalah seorang direktur dari sebuah Bank BRI. Ia mendapat gaji sebesar Rp
12.000.000,00/bulan. Ia belum memiliki istri, namun ia memiliki tanggungan 2 orang adiknya
karena ia seorang yang yatim piatu. Maka besar PTKP untuk Tn. Rosyid adalah?
6. Sebutkan biaya yang berkaitan dengan kegiatan secara langsung dan tak langsung!
7. Sebutkan syarat yang membuat piutang nyata tidak dapat ditagih!
8. Sebutkan besar cadangan usaha bank umum dengan hak opsi!
9. Sebutkat apa saja yang tidak termasuk dalam pembentukan atau penumpukan dana
cadangan!!
10. Dalam menentukan besarnya biaya penyusutan, sebutkan hal yang perlu diperhatikan!
BAGIAN KETIGA
HARGA PEROLEHAN DAN HARGA PENJUALAN
Dengan aktiva tersebut dibuat sendiri, maka untuk penghitungan sebagai harga
perolehan yaitu semua-semua pengeluaran yang dikeluarkan guna membuat aktiva tetap
tersebut. Aktiva tetap dibuat sendiri maka akan membuat pengeluaran menjadi lebih kecil.
3. Aktiva tetap dapat diperoleh dengan cara pertukaran
Memperoleh aktiva tetap dengan cara pertukaran yaitu dengan proses tukar-menukar
dan perusahaan tersebut nantinya akan memberikan nilai cash jika aktiva yang ditukarkan
nantinya nilainya dibawah harga aktiva tetap yang baru. Dari pertukaran ini, maka terdapat
dua macam yaitu.
a. Pertukaran dengan surat berharga.
b. Pertukaran dengan aktiva lain (tidak sejenis maupun sejenis).
4. Aktiva tetap diperoleh dari pemberian pihak lain atau temuan
Aktiva tetap ini diperoleh dengan cara bahwa pihak lain memberikan hibah atau
sumbangan terhadap entitas tersebut atau juga perolehan aktiva tetap ini juga dapat
diperoleh dengan cara barang temuan.
Aktiva tetap tersebut memiliki dua macam yaitu aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap
tak berwujud.Aktiva tetap berwujud dapat berupa tanah, bangunan, peralatan, kendaraan,
alat-alat, mesin dan lain-lain.Dan aktiva tetap tidak berwujud dapat berupa royalti, hak paten,
hak cipta, dan lain-lain.
Berikut harga perolehan dari aktiva tetap berwujud:
1. Tanah
Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi dalam rangka pemilikannya yaitu:
• Harga beli
• Komisi pembelian
• Balik nama
• Pajak-pajak yang menjadi beban pembeli
• Biaya perataan dan pembersihan tanah
• Biaya pembongkaran bangunan.
2. Bangunan
Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi dalam rangka pemilikannya yaitu:
• Harga beli
• Biaya perbaikan
• Komisi pembelian
• Biaya balik nama
• Dan lain-lain.
3. Mesin dan Alat Pabrik
Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi dalam rangka pemilikannya yaitu:
• Harga faktur (harga beli)
• Biaya pengangkutan
• Biaya asuransi pengangkutan
• Biaya pemasangan
• Biaya percobaan.
4. Meubel dan Peralatan Kantor
Jumlah = Rp 800.000.000,00
Jurnal pembelian aktiva tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 25 Tanah Rp 300,000,000.00
Maret Bangunan Pabrik Rp 150,000,000.00
Mesni-mesin Rp 150,000,000.00
Kas Rp 600,000,000.00
Perhitungan alokasi:
400.000.000,00
1. Tanah : x Rp 600.000.000,00 = Rp 300.000.000,00
800.000.000,00
200.000.000,00
2. Bangunan : x Rp 600.000.000,00 = Rp 150.000.000,00
800.000.000,00
200.000.000,00
3. Mesin : x Rp 600.000.000,00 = Rp 150.000.000,00
800.000.000,00
2. Aktiva tetap berwujud diperoleh dengan membuat sendiri
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dengan membuat sendiri yaitu perusahaan
mempunyai empat alasan sebagai berikut:
a. Mengharap penghematan.
b. Memanfaatkan fasilitas yang menganggur.
c. Mendapatkan kualitas yang baik.
d. Tidak ada perusahaan lain yang menyediakan aktiva tersebut, sesuai kriteria yang
diinginkan.
Jika aktiva berwujud diperoleh dengan membangun sendiri, maka harga
perolehannya meliputi seluruh biaya yang terjadi berkenaan dengan pembuatan aktiva
tersebut hingga siap digunakan.
Biaya
Bermasalah dalam
pembebanan
Bermasalah dalam
Pembebanan biaya bunga
a. Dialokasikan secara proporsional ke harga perolehan aktiva tetap berwujud dan harga
pokok produksi.
Alasan: aktiva yang dibuat sendiri dan produk rutin secara bersama-sama menikmati
BOP.
b. Yang dibebankan ke harga perolehan aktiva tetap berwujud hanya sebesar tambahan
biaya yang timbul akibat pembuatan aktiva tersebut.
Alasan: biaya overhead pabrik tetap, besarnya tidak berubah dengan adanya
pembuatan aktiva tetap berwujud, sehingga biaya tersebut harus dibebankan ke harga
pokok produk saja. Yang dapat dibebankan ke harga perolehan aktiva tetap berwujud
sebesar tambahannya saja.
c. Dialokasikan ke harga perolehan aktiva tetap berwujud sebesar opportunity cost (biaya
kesempatan) yang hilang untuk berproduksi akibat pembuatan aktiva tetap berwujud.
Penentuan besarnya opportunity cost sulit dan sangat bersifat subjektif.
Selain masalah BOP, adalah masalah biaya bunga (jika dibiayai dengan dana
pinjaman). Terhadap pembebanan bunga terdapat tiga pendapat yaitu:
a. Biaya bunga tidak dikapitalisasikan ke harga perolehan aktiva tetap berwujud
Alasan : harus ada pemisahan antara biaya pembuatan dengan biaya
pembelanjaan (cost of financing).
b. Biaya bunga dikapitalisasikan ke harga perolehan aktiva tetap berwujud sebesar yang
dibayangkan selama masa pembuatan aktiva tersebut.
Alasan: biaya bunga tersebut terjadi dalam usaha mendapatkan aktiva tetap
berwujud Biaya bunga selama masa pembuatan.
c. Harga perolehan, harus memperhitungkan biaya atas penggunaan dana.
Penggunaan dana ada dua kemungkinan, yaitu milik sendiri dan pinjaman.
Alasan : pemakaian dana memerlukan pengorbanan (biaya).
Pengakuan harga perolehan aktiva tetap berwujud maksimal sebesar harga
pasarnya.
Harga Perolehan
• Jika harga pasar saham atau obligasi tidak diketahui, ditentukan sebesar harga pasar
aktiva tersebut.
• Jika harga pasar kedua-duanya tidak diketahui, nilai penukaran ditentukan pimpinan
perusahaan.
Contoh:
Pada tanggal 10 Januari 2012, PT Andalas menukar mesin dengan 1.000 lembar
saham biasa, nominal Rp 100.000,00 per lembar.Pada saat penukaran, harga pasar
saham Rp 110.000,00 per lembar.
Jurnal Pertukaran Aktiva
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 10 Mesin Rp 110,000,000.00
Januari Modal Saham Biasa Rp 100,000,000.00
Agio Saham Biasa Rp 10,000,000.00
Jika dalam pertukaran ini PT Andalas harus menambah uang (kas), maka harga
perolehan mesin adalah sebesar kas yang dikeluarkan ditambah harga pasar saham
tersebut.
b. Ditukar dengan aktiva tetap berwujud yang lain
• Jika ditukar dengan aktiva tidak sejenis ada dua kemungkinan yaitu terdapat laba
pertukaran dan terjadi kerugian pertukaran.
Terdapat laba pertukaran
Contoh:
Pada tanggal 10 Januari 2012, PT Sendara membeli sebidang tanah untuk
perluasan pabriknya. Penjual tanah sepakat menerima pembayaran berupa kas
sebesar Rp 20.000.000,00 dan sebuah truk bekas pakai. Nilai buku truk pada
tanggal transaksi adalah Rp 30.000.000,00 (harga perolehan Rp 40.000.000,00
dan akumulasi penyusutan atau deperesiasi Rp 10.000.000,00). Pada tanggal
transaksi, harga pasar tanah adalah Rp 50.000.000,00 sedangkan harga pasar
truk Rp 32.000.000,00. Jurnal yang dibuat PT Sendara adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 10 Tanah Rp 52,000,000.00
Januari Akumulasi Depresiasi Kend. Rp 10,000,000.00
Laba pertukaran Rp 2,000,000.00
Kendaraan Rp 40,000,000.00
Kas Rp 20,000,000.00
Perhitungan
Harga pasar truk = Rp 32,000,000.00
Kas yang dibayarkan = Rp 20,000,000.00
Harga Perolehan = Rp 52,000,000.00
Seperti kasus di atas, jika harga pasar truk adalah Rp 25.000.000,00. Maka
jurnal yang dibuat PT Sendara sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 10 Tanah Rp 45,000,000.00
Januari Akumulasi Depresiasi Kend. Rp 10,000,000.00
Rugi Pertukaran Rp 5,000,000.00
Kendaraan Rp 40,000,000.00
Kas Rp 20,000,000.00
Perhitungan
Harga pasar truk = Rp 25,000,000.00
Kas yang dibayarkan = Rp 20,000,000.00
Harga Perolehan = Rp 45,000,000.00
Perhitungan
Harga pasar kendaraan (baru) = Rp 60,000,000.00
Kas yang dibayarkan = Rp 44,000,000.00
Harga jual kendaraan lama = Rp 16,000,000.00
Nilai buku kendaraan (lama) = Rp 20,000,000.00
Rugi Pertukaran = Rp 4,000,000.00
Terdapat laba pertukaran dan tidak ada penerimaan kas
Contoh:
Seperti kasus di atas, jika CV Ciprut hanya diharuskan membayar
Rp30.000.000,00. Jurnal yang dibuat CV Ciprut adalah sebagai berikut.
4. Aktiva Tetap Berwujud diperoleh dari Pemberian (Donasi) atau hasil temuan
a. Dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak, dengan mengkreditkan
akun “Modal donasi atau temuan”.
b. Jika harga pasar tidak dapat ditentukan, maka berdasarkan harga taksiran seorang ahli
dalam bidangnya sebagai dasar yang digunakan untuk mencatat harga perolehan.
Contoh 1:
Pada tanggal 17 Agustus 2012, CV ALDO memperoleh sumbangan sebuah
kendaraan dari relasinya. Harga pasar kendaraan tersebut pada saat diterima adalah Rp
30.000.000,00. Jurnal yang dibuat CV ALDO adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 17 Kendaraan Rp 30,000,000.00
Agustus Modal Sumbangan/Donasi Rp 30,000,000.00
Apabila dalam proses penerimaan harus mengeluarkan sejumlah biaya, misalnya adalah
biaya balik nama, maka akun “Modal Sumbangan” didebit sebesar biaya tersebut.
Contoh:
Jika CV ALDO harus mengeluarkan kas Rp 2.500.000,00 untuk bea balik nama, dan
lain-lain. Jurnal yang dibuat CV ALDO sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2012 17 Modal Sumbangan/Donasi Rp 2,500,000.00
Agustus Kas Rp 2,500,000.00
Contoh 2:
Pada tanggal 25 Agustus 2013, PT Duta Sinar menerima hadiah berupa tanah dan
gedung yang dinilai sebagai berikut:
Tanah = Rp 250.000.000,00
Gedung = Rp 400.000.000,00
Jumlah = Rp 650.000.000,00
Dalam penerimaan hadiah tersebut, PT Duta Sinar mengeluarkan biaya Rp
10.000.000,00. Jurnal yang dibuat PT Duta Sinar adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2013 25 Tanah Rp 250,000,000.00
Agustus Gedung Rp 400,000,000.00
Modal-Hadiah Rp 640,000,000.00
Kas Rp 10,000,000.00
Depresiasi aktiva yang diterima dari sumbangan atau hadiah dilakukan dengan cara yang
sama dengan aktiva tetap lainnya.
Contoh 3:
Pada tanggal 31 Agustus 2013, PT Sritex mendapat hadiah berupa tanah yang harga
pasarnya Rp 200.000.000,00. Hak atas tanah akan diserahkan jika perusahaan sudah
berjalan 2 tahun. Jurnal yang dibuat PT Sritex adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2013 31 Aktiva yang belum pasti-Tanah Rp 200,000,000.00
Agustus Modal yang belum pasti-Hadiah Rp 200,000,000.00
Ketika hak atas tanah sudah diterima (31 Agustus 2015), dikeluarkan biaya Rp
5.000.000,00 untuk bea balik nama. Jurnal yang dibuat PT Sritex adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
2015 31 Tanah Rp 200,000,000.00
Agustus Modal yang belum pasti-Hadiah Rp 200,000,000.00
Aktiva yang belum pasti-Tanah Rp 200,000,000.00
Modal-Hadiah Rp 195,000,000.00
Kas Rp 5,000,000.00
UJI KOMPETENSI
Soal Pilihan Ganda
1. Semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh entitas untuk memiliki suatu barang disebut…….
a. Harga beli
b. Harga jual
c. Harga pokok produksi
d. Harga pokok penjualan
2. Semua pengeluaran yang telah dikorbankan untuk barang yang telah dijual disebut….
a. Harga beli
b. Harga jual
c. Harga pokok produksi
d. Harga pokok penjualan
e. Harga perolehan
3. Semua pengeluaran yang layak dan diperlukan pada saat aktiva itu diperoleh disebut……
a. Harga jual
b. Harga beli
c. Harga perolehan asli
d. Harga pokok penjualan
e. Tambahan atas harga perolehan asli
4. Berikut ini yang bukan merupakan cara untuk mendapatkan aktiva tidak tetap adalah…..
a. Diperoleh dengan cara pembelian
b. Diperoleh dengan cara penjualan
c. Diperoleh dengan cara temuan
d. Diperolah dengan cara pertukaran
e. Diperoleh dengan cara membuat sendiri
5. Suatu cara mendapatkan aktiva dengan cara pembayaran kas dan sebagian yang lain
pembayarannya diutang disebut…..
a. Pembelian tunai
b. Pembelian kredit
c. Pembelian lumpsum
d. Pembelian standar
e. Pembelian semi-kredit
6. Nilai yang digunakan oleh pihak yang melakukan pertukaran dengan saham adalah…..
a. Nilai nominal
b. Nilai material
c. Nilai wajar
d. Nilai buku
e. Nilai potensial
7. Berikut ini kemungkinan yang akan terjadi ketika pendapatan aktiva dengan pertukaran
dengan barang yang tidak sejenis adalah….
a. Terdapat rugi dan laba pertukaran dengan ada penerimaan kas
b. Terdapat rugi dan laba pertukaran dengan tidak ada penerimaan kas
c. Terdapat rugi dan laba pertukaran saja
d. Terdapat rugi pertukaran dan tidak ada penerimaan kas
e. Ada penerimaan kas
8. Bagi suatu entitas yang ingin mendapatkan aktiva dengan pertukaran saham, jika pada saat
transaksi nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai nominal maka akibat yang terjadi
adalah……
a. Disagio
b. Agio
c. Premi
d. Utang
e. Kredit
9. Tn. Sony membeli suatu komputer untuk kantornya sebesar Rp 5.000.000,00. Selain itu, Tn.
Sony wajib membayar pajak PPN sebesar 10% dari harga beli dan biaya-biaya yang
dikorbankan adalah Rp 500.000,00 (biaya antar Rp 150.000,00, biaya percobaan Rp
300.000,00, dan biaya adminstrasi Rp 50.000,00). Maka harga peorlehan untuk komputer
adalah……
a. Rp 5.500.000,00
b. Rp 6.000.000,00
c. Rp 5.350.000,00
d. Rp 5.000.000,00
e. Rp 5.150.000,00
10. PT. Indramayu menukar sebuah truk PT. Sanur dengan 1000 lembar saham. Saham tersebut
memiliki nilai nominal sebesar Rp 15.000,00/lembar. Pada saat transaksi, harga pasar saham
adalah Rp 17.000/lembar. Maka besar harga perolehan dari sebuah truk adalah…..
a. Rp 15.000.000,00
b. Rp 17.000.000,00
c. Rp 2.000.000,00
d. Rp 16.000.000,00
e. Rp 20.000.000,00
11. Pegeluaran-pengeluaran yang terjadi dari pembelian tanah adalah......
a. Biaya angkut
b. Biaya pemasangan
c. Balik nama
d. Biaya percobaan
e. Asuransi pengangkutan
12. Aktiva tetap berwujud diperoleh dari.......macam pembelian
a. Lima d. Dua
b. Empat e. Satu
c. Tiga
13. Yang tidak termasuk dalam surat berharga adalah........
a. Saham d. Giro
b. Wesel e. Promes
c. Deposito
14. Dibawah ini yang termasuk dalam aktiva tetap adalah.......
a. Laptop d. Tanah
b. Gedung e. Mesin
c. Kendaraan
15. Diketahui kurs pembelian adalah 100% dengan harga nominal Rp 6.000.000,00 sebanyak 500
lembar. Dijual dengan kurs 95% pada tanggal 30 Januari 2013. Transaksi pada tanggal 30
Januari 2013 mengakibatkan......
a. Rp 15.000.000,00
b. Rp 17.000.000,00
c. Rp 2.000.000,00
d. Rp 16.000.000,00
e. Rp 20.000.000,00
Soal Essay
1. Jelaskan yang dimaksud dengan harga perolehan!
2. Bagaimana perlakuan pembelian suatu aktiva dengan cara pembuatan sendiri?
3. Pada tanggal 1 Januari 2012 PT ABC membeli sebuah mesin. Mesin tersebut seharga Rp
300.000.000,00 dan memiliki umur ekonomis 15 tahun dan nilai residu Rp 15.000.000,00.
Untuk membeli mesin tersebut PT ABC mengeluarkan beberapa biaya seperti biaya angkutan,
biaya kompensasi pembelian, biaya percobaan, dan biaya instalasi mesin tersebut sebesar Rp
100.000,00, Rp 1.000.000,00, Rp 500.000,00, Rp 200.000,00). Untuk PPN 10% dari harga
mesin tersebut. Berapa harga perolehan dari mesin tersebut?
4. PT Hadena Indonesia membeli aktiva pada perusahaan yang sudah gulung tikar yaitu tanah,
gedung, mesin, dan truk. Dari semua aktiva tersebut disepakati oleh PT Hadena Indonesia
dan perusahaan yang sudah gulung tikar tersebut sebesar Rp 1.000.000.000,00. Pada saat
transaksi tersebut nilai wajar dari aktiva tersebeut adalah sebagai berikut:
Tanah = Rp 500.000.000,00
Gedung = Rp 200.000.000,00
Mesin = Rp 250.000.000,00
Truk = Rp 150.000.000,00
Berapa harga perolehan dari dari masing-masing aktiva tersebut?
5. Sebut dan jelaskan macam-macam harga perolehan!
1. Harga Perolehan Asli
Harga perolehan asli yaitu semua pengeluaran yang layak dan diperlukan pada saat
aktiva itu diperoleh.
2. Tambahan atas Harga Perolehan Asli
Tambahan atas harga perolehan asli yaitu pengeluaran-pengeluaran yang menyangkut
aktiva tetap selama pemilikan dan penggunaan.
6. PT Rabbani adalah perusahaan yang bergerak pada bidang dagang. Perusahaan tersebut
memperoleh mesin dengan menukarkan saham sebanyak 500 lembar dengan nominal Rp
120.000,00. Pada transaksi tersebut harga pasar saham adalah Rp 125.000,00. Dan untuk
percobaan mesin dikeluarkan biaya sebesar Rp 125.000. Berapa harga perolehan dari mesin
tersebut?
7. Menerut yang Anda ketahui, aktiva tetap adalah.......
8. Aktiva tetap dapat diperoleh dengan cara pembelian. Dalam proses pembelian, aktiva tetap
10. Pada tanggal 22 Agustus 2013, PT DWI TATA menerima hadiah berupa tanah dan gedung
yang dinilai sebagai berikut:
Tanah = Rp 300.000.000,00
Mesin = Rp 500.000.000,00
Gedung = Rp 475.000.000,00
Jumlah = Rp 1.275.000.000,00
Dalam penerimaan hadiah tersebut, PT DWI TATA mengeluarkan biaya Rp 15.000.000,00.
Jurnal yang dibuat PT DWI TATA adalah sebagai berikut........
BAGIAN KEEMPAT
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN
• Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Traif Pajak Tarif Pajak
memelihara penghasilan baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
meliputi:
a. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.
b. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
c. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
4. Fasilitas pengurangan tersebut bukan merupakan pilihan.
2. Tarif lainnya
Tarif PPh lainnya seperti:
a. PPh Final,
b. PPh Pasal 21,
c. PPh Pasal 22,
d. PPh Pasal 23,
e. PPh Pasal 26,
f. Dan PPh lain yang tidak dibahas dalam tarif Pasal 17 UU PPh.
Penghitungan Pajak Penghasilan Akhir Tahun
Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri
dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat 1 dikurangi dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1
dan ayat 2, Pasal 7 ayat 1, serta Pasal 9 ayat 1 huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g. Pasal-
Pasal dan ayat-ayat tersebut telah disebut dalam sub-bab berikut:
UU PPh Sub bab dalam bab ini
Pasal 4 Ayat 1 Penghasilan Termasuk Objek Pajak
Pasal 6 Ayat 1 Biaya Diperkenankan sebagai Pengurang Objek Pajak
Pasal 6 Ayat 2 Kompensasi Kerugian
Pasal 7 Ayat 1 Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pasal 9 Ayat 1: Biaya Tidak Diperkenankan sebagai Penguarang Objek Pajak:
Huruf c Pembentukan dan pemupukan dana cadagangan dengan syarat
Huruf d tertentu.
Huruf e Premi asuransi tertentu yang dibayar oleh pemberi kerja (sebagai
Wajib Pajak orang pribadi) dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang menerima.
Natura dalam bentuk makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
Huruf g dan natura & kenikmatan untuk daerah tertentu diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan.
Sumbangan dan zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga
Keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan
Pemerintah.
Wajib Pajak badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) diwajibkan menyelenggarakan
pembukuan.Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk
menyelenggarakanpembukuan.Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung
besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Norma Penghitungan.
Norma Penghitungan yaitu pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus.
Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal:
1. Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap.
2. Pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan
secara tidak benar.
Norma Penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau
data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Norma penghitungan akan sangat
membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk
menghitung penghasilan neto. Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh
digunakan dengan syarat sebagai berikut:
1. Wajib Pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya kurang dari jumlah Rp 4.800.000.000,00.
2. Wajib Pajak orang pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Janderal Pajak
dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
3. Wajib Pajak wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya
sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur
Jnderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap
memilih menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak yang wajib menyelanggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan
pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
1. Tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan.
2. Tidak tersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya pada waktu yang dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan
peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui maka
peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan Penghasilan netonya
dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto dengan
memperhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat Wajib Pajak untuk
menyelenggarakan pembukuan. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang menggunakan norma sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan PTKP.
Penghasilan neto sama dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto dari
usaha atau pekerjaan bebas dikalikan dengan persentase Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN). Oleh karena tidak menyelenggarakan pembukuan maka tidak
ada rugi wajib pajak tersebut, sehingga tidak ada pengakuan terhadap kompensasi
kerugian dalam menghitung PKP. Penghitungan PKP tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
PKP = Penghasilan neto – PTKP
= (Peredaran usaha x % NPPN) – PTKP
Bagi Wajib Pajak orang pribadi muslim yang membayarkan zakat atas penghasilan
kepada badan amil zakat (BAZIS), jumlah zakat yang dibayarkan tersebut dapat
dikurangkan dari penghasilan neto sebelum dikenakan pajak. Penghitungan PKP adalah
sebagai berikut:
PKP = Penghasilan neto – Zakat atas penghasilan – PTKP
= (Peredaran usaha x %NPPN) – Zakat atas penghasilan – PTKP
4. Wajib Pajak bentuk usaha tetap
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan Penghasilan Tidak
Kena Pajaknya pada dasarnya sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak badan dalam negeri. Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk
menyelenggarakan pembukuan, Penghasialn Kena Pajaknya dihitung dengan cara
penghitungan biasa.
5. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun
pajak
Dapat terjadi kemungkinan bahwa orang pribadi menjadi Subjek Pajak tidak dalam
jangka waktu 1 tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak
pada pertengahan tahun pajak atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu kurang dari 1 tahun pajak tersebut
dinamakan “bagian tahun pajak” yang menggantikan tahun pajak.PKP bagi Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak tersebut,
dihitung berdasarkan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun
pajak yang disetahunkan.
Pelunasan Pajak Penghasilan
Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh Wajib Pajak sendiri. Pelunasan pajak
penghasilan dalam tahun berjalan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun
2000. Dalam hal pelunasan pajak dilakukan oleh pihak lain, penghitungan, pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang memberikan atau membayarkan
penghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan tidak dalam tahun berjalan (sesudah
tahun pajak terakhir).
1. Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain
a. Membayar pajak yang kurang disetor dengan menghitung sendiri jumlah PPh yang
terutang untuk satu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal 29 UU PPh.
b. Membayar pajak yang kurang disetor karena menerima surat ketetapan pajak (SKPKB
atau SKPBT) ataupun Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
B. Penghitungan PPh Akhir Tahun
Penghitungan
1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
a. Untuk penghasilan sampai dengan atau (≤) Rp 50.000.000,00, besar tarifnya adalah
5%.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tn. Isnan pada tahun 2013 adalah Rp 45.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 45.000.000,00 = Rp 2.250.000,00
b. Untuk penghasilan diatas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00, tarif
pajaknya adalah 15%.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tn. Mas’ud pada tahun 2013 adalah Rp
200.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang adalah:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 150.000.000,00 = Rp 22.500.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan terutang Tn. Mas’ud = Rp 25.000.000,00
c. Untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00,
maka tarif pajak adalah 25%.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tn. Rosyid pada tahun 2013 sebesar Rp
500.000.000,00.
Pajak Penghasilan terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 (+)
Total PPh Terutang = Rp 95.000.000,00
d. Untuk penghasilan di atas Rp 500.0000.000,00, maka tarif pajak adalah 30%.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tn. Andi pada tahun 2013 adalah Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00(+)
Jumlah PPh terutang = Rp 125.000.000,00
2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Badan Usaha Tetap adalah 28%.
Tarif tersebut menjadi 25% berlaku mulai Tahun Pajak 2010.
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Alfamart pada tahun 2012 adalah:
Terkait PPh bersifat final Rp 30.000.000.000,00
Terkait bukan objek pajak Rp 10.000.000.000,00
Terkait PPh tidak bersifat final Rp 20.000.000.000,00
Jumlah peredaran bruto Rp 60.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.000.000.000,00
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang:
Seluruh penghasilan kena pajak dikenai tarif berdasar Pasal 17 ayat 1 huruf b UU PPh
karena jumlah peredaran bruto PT Alfamart Rp 60.000.000.000,00 dimana telah melebihi
batas maksimal peredaran bruto yang mendapat fasilitas pengurangan
(Rp50.000.000.000,00).
Pajak penghasilan yang terutang:
28% x Rp 2.000.000.000,00 = Rp 560.000.000,00.
3. Tarif Wajib Pajak Badan
PKP = Penghasilan Neto
= Penghasilan Bruto – Pengurang/Biaya diperkenankan sesuai UU PPh
Contoh:
Penjualan bruto Rp 6.100.000.000,00
Retur penjualan Rp 60.000.000,00
Potongan penjualan Rp 40.000.000,00
Rp 100.000.000,00 (-)
Penjualan neto Rp 6.000.000.000,00
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp 5.400.000.000,00 (-)
Laba usaha Rp 600.000.000,00
Penghasilan diluar usaha Rp 50.000.000,00
Biaya-biaya diluar usaha Rp 30.000.000,00 (-)
Penghasilan neto diluar usaha Rp 20.000.000,00 (+)
Total penghasilan neto (PKP) Rp 620.000.000,00
UJI KOMPETENSI
Soal Pilihan Ganda
1. Dasar yang digunakan untuk penghitungan PKP adalah……
a. Tarif dan objek pajak
b. Tarif dan wajib pajak
c. Tarif dan subjek pajak
d. Objek pajak dan tarif pajak
e. Wajib pajak dan subjek pajak
2. Menghitung pajak atas penghasilan sendiri dikenal dengan…..
a. Pajak penghasilan terutang
b. Pajak penghasilan yang dibayar
c. Pajak penghasilan tertunggak
d. Pajak penghasilan lain
e. Pajak penghasilan tunjangan
3. Persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh disebut…..
a. Objek pajak
b. Wajib pajak
c. Tarif pajak
d. Utang pajak
e. Subjek pajak
4. Berdasarkan Pasal 17 UU No.7 1983, besar pajak yang ditetapkan untuk penghasilan antara
Rp 250.000.000,00 dan Rp 500.000.000,00 adalah……
a. 5%
b. 15%
c. 25%
d. 30%
e. 1%
5. Tarif pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak yang berbentuk badan dan memiliki
penghasilan lebih dari Rp 4.800.000.000.000,00 adalah…..
a. 1%
b. 28%
c. 40%
d. 5%
e. 50%
6. Berikut ini isi dari Pasal 6 ayat 2 adalah…..
a. Penghasilan termasuk pajak
b. Kompensasi kerugian
c. Penghasilan tidak kena pajak
d. Biaya diperkenankan sebagai pengurang objek pajak
e. Premi asuransi
7. Nn. Lilis bekerja pada sebuah kantor akuntan. Pada bulan Januari 2013, gaji yang didapat
sebesar Rp 6.500.000,00. Maka besar PPh terutang dari Nn. Lilis pada bulan Januari 2013
adalah…….
a. Rp 325.000,00
b. Rp 6.500.000,00
c. Rp 300.000,00
d. Rp 405.000,00
e. Rp 6.700.000,00
8. Pada nomor 7, jika Nn. Lilis memiliki penghasilan satu tahun sebesar Rp 75.000.000,00. Maka
besar PPh terutang adalah……
a. Rp 7.500.000,00
b. Rp 3.750.000,00
c. Rp 6.250.000,00
d. Rp 2.500.000,00
e. Rp 3.250.000,00
9. Dasar tarif pajak yang dikenakan oleh wajib pajak pribadi yang memiliki penghasilan satu
tahun Rp 100.000.000,00 adalah…..
a. 5%
b. 5% dan 10 %
c. 5% dan 15%
d. 15%
e. 25%
10. Surat ketetapan pajak yang diberikan kepada wajib pajak yang kurang bayar disebut….
a. SKP
b. SKPLB
c. SKPKB
d. SKPKBT
e. STP
11. Tarif pajak badan pada tahun......
a. 1995
b. 2004
c. 1977
d. 2013
e. 2010
12. Apabila suatu badan usaha memiliki laba sebesar Rp 455.000.000, maka pajak
penghasilannya adalah......
a. Rp 90.000.000
b. Rp 4.550.000
c. Rp 22.750.000
d. Rp 45.500.000
e. Rp 88.750.000
13. Dibawah ini yang bukan merupan PPh yang diakui adalah......
a. PPh pasal 21
b. PPh pasal 22
c. PPh pasal 23
d. PPh pasal 26
e. PPh pasal 30
14. Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan diatur dalam PP No.......
a. PP No. 138
b. PP No. 144
c. PP No. 57
d. PP No. 5
e. PP No. 4
15. PP pada soal no 12 dikeluarkan pada tahun......
a. 1995
b. 2000
c. 1996
Modul Administrasi Pajak Kelas XI Semester 2__________________________________________________________________61
LPA mitrabijak Surakarta
Lembaga Pengembangan Administrasi Bisnis, Akuntansi dan Perpajakan Surakarta
d. 2013
e. 2010
Soal Essay
1. Tn. Sohid adalah seorang dosen dan guru besar. Ia setiap bulannya memperoleh penghasilan
sebesar Rp 30.000.000,00. Berapa Penghasilan Kena Pajak Tn. Sohid? Dan berapa besar
PPh yang yang dikenakan oleh Tn. Sohid setiap bulan?
2. UD Cenil pada bulan Januari 2013 mempunyai data sebagai berikut: penjualan bruto sebesar
Rp 200.000.000,00, potongan penjualan Rp 15.000.000,00, dan retur penjualan Rp
10.000.000,00. Selain data tersebut UD Cenil dalam menjalankan operasinya mengeluarkan
biaya sebesar Rp 20.000.000,00. Berapa PPh UD Cenil Pada bulan tersebut?
3. Sebutkan macam-macam pengelompokkan pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui
pihak lain (pemberi penghasilan/pemotongan pajak)? Dan jelaskan!
4. Sebutkan isi pasal 9 ayat 1 huruf e!
5. Sebutkan isi pasal 9 ayat 1 huruf g!
6. UD Rangga pada bulan Januari 2012 mempunyai data sebagai berikut: penjualan bruto
sebesar Rp 250.000.000,00, potongan penjualan Rp 10.000.000,00, dan retur penjualan Rp
30.000.000,00. Selain data tersebut UD Cenil dalam menjalankan operasinya mengeluarkan
biaya sebesar Rp 10.000.000,00, membayar premi asuransi Rp 5.000.000. Berapa
Penghasilan Kena Pajak UD Rangga Pada bulan tersebut?
7. Sebutkan isi pasal 22 ayat 1 UUPP!
8. Sebutkan isi pasal 21 ayat 1 UUPP!
9. Apa yang harus dilakukan saat pelunasan pajak saat sesudah akhir tahun?
10. Orang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam
negeri adalah 4 bulan dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp
255.000.000,00 maka penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya 2013 adalah
BAGIAN KELIMA
PAJAK PENGHASILAN FINAL
1. 20% dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bnetuk Usaha Tetap.
2. 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda berlaku, terhadap Wajib Pajak Luar Negeri.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto adalah:
1. Bank Pembayar Bunga.
2. Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan dan Banka yang menjual kembali
sertifikat BI (SBI) kepada pihak lain yang bukan dana pension yang pendidirannya belum
disahkan Oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong PPh atau diskonto SBI
tersebut.
Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Deposito yangb dikecualikan dari pemotongan PPh adalah:
1. Jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan
bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
Undang 11 Tahun 1992 tentang dana pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan
Bebas (SKB), yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat dana pensiun terdaftar.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjjuk pemerintah dalam rangka pemilihan Rumah
Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana atau Rumah Susun Sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam satu
tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas
pajak yang telah dipotong, dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi).
Pajak Penghasilan Atas Bunga Obligasi Dan Surat Utang Negara
Pengertian
Obligasi merupakan surat utang atau surat utang negara yang berjangka waktu lebih
dari satu tahun atau 12 bulan. Bunga obligasi yaitu imbalan yang diterima dan atau diperoleh
pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat Final.
Objek Pajak dan Pengecualinya
Objek pajak yang dimaksud adalah pendapatan atas bunga obligasi sebagaimana
dalam pengertian di atas. Penghasilan bunga obligasi tersebut bukan merupakan Objek Pajak
jika penerimannya adalah:
1. Wajib Pajak Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 3
huruf h UU PPh.
2. Wajib Pajak Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga obligasi ini adalah:
1. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT, dari jumlah
bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
2. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT, dari jumlah
bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan.
3. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar:
a. 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT, dari jumlah
bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi, dari selisih lebih harga jual atau
nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
4. Bunga dan atau diskonto dari obligasi yang diterima dan atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
sebesar:
a. 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010.
b. 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
c. 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga obligasi adalah:
1. Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan
atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo
Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat
jatuh tempo obligasi.
2. Perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan atau pembeli atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi
Objek Pajak dan Pengecualianya
Setiap bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi merupakan Objek Pajak.Namun demikian, atas penghasilan bunga simpanan yang
jumlahnya tidak melebihi Rp 240.000,00 per bulan tidak dikenakan pajak.
Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga simpanan ini adalah:
1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 per bulan.
2. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp
240.000,00 per bulan.
Pemotong Pajak
Pemotong pajak ini adalah koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan
kepada anggota koperasi orang pribadi.
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Hadiah Undian
Pengertian
Hadiah undian dalam hal ini adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang pemberiannya melalui undian.
Terdapat hadiah lain selain dari undian, seperti hadiah atau penghargaan dari perlombaan,
penghargaan atas suatu prestasi tertentu dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan lain-lain.
Objek Pajak
Objek pengenaan pajak adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan
dalam bentuk apa pun (dapat berupa uang, barang, atau kenikmatan misalnya menginap di
suatu hotel berbintang).
Pengecualian
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah undian yang dikenakan pajak adalah:
1. Hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi.
2. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau
jasa.
Tarif
Besarnya tarif PPh ini adalah 25% dari jumlah Penghasilan bruto dan bersifat final.
Pemungut atau Pemotong
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggaraan undian, baik orang pribadi
atau badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah
mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang mnejual barang atau
jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi midalnya bank, supermarket, toko,
perusahaan, panitia penarikan undian, dan lain-lain.
Pemotong atau pemungut wajib menyetorkan pajak pajak yang telah dipotong ke bank
persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan melaporkannya ke
Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Penghasilan Dari Transaksi Saham Dan Sekuritas Lainnya
Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga
kurang dari 90% dari harga saham pada saat penawaran umum perdana. Termasuk dalam
pengertian saham pendiri adalah:
1. Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran
umum perdana.
2. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Yang tidak termasuk saham pendiri adalah:
1. Saham yang diperoleh pendiri dari pembagian deviden dalam bentuk saham.
2. Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang berasal dari
pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), warrant, obligasi, konversi,
dan efek konversi lainnya.
3. Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksa dana.
Objek Pajak
Objek pengenaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh atau diterima orang pribadi atau
badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Tarif
Besarnya tarif PPh ini adalah:
1. Untuk semua transaksi penjualan saham sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan.
2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh sebesar 0,5% dari jumlah bruto nilai
transaksi atas transaksi penjualan, kecuali penjualan saham pendiri oleh perusahaan
modal venture atas penyertaan modal kepada perusahaan pasangan usahanya.
Tata Cara Pelunasan
Pelunasan pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek dilakukan dengan
pemungutan atau pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang
efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham.Penyetoran pajak dilakukan oleh
pemotong paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi
penjualan saham.Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya setelah
bulan terjadi transaksi penjualan saham.
Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Yang Diperdagangkan Di Bursa
Objek Pajak
Penghasilan yang diterima dan atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebesar
2,5% dari margin awal.
Pemotongan dan Pelaporan
1. Lembaga kliring dan penjamin wajib memungut Pajak Penghasilan ini pada saat menerima
penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa.
2. Lembaga kliring dan penjamin wajib menyetor seluruh pajak yang dipungut kepada kantor
pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Lembaga kliring dan penjamin wajib menyampaikan laporan pemungutan dan penyetoran
Pajak Penghasilan yang dipungut kepada Kantor Pelayanan Pajak.
Penghasilan Dari Pengalihan Harta Berupa Tanah Dan Atau Bangunan
Pengertian
Hal-hal yang termasuk dalam pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan antara lain:
1. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain
yang disepakati sengan pihak lain selian pemerintah.
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan 1% dari jumlah
bruto nilai pengalihan.
Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dilakukan
dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah setiap
pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan
lainnya yang dipenuhi oleh pembeli sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan tersebut.
Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran tersebut wajib dibayar oleh
orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui kantor pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterimanya pembayaran.
Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
sebagai barang dagangan, termasuk pengembangan kawasan perumahan, pertokoan,
pergudangan, industry, kondominimum, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran.
Pelaporan
1. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri Pajak Penghasilan wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuanh Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan atau diterimanya
pembayaran.’
2. Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui
tukar-menukar, yang melakukan pemungutan Pajak Penghasilan wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
Penghasilan Dari Usaha Jasa Kontruksi
Pengertian
1. Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan kontruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan kontruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan
pekerjaan konstruksi.
2. Pekerjaan kontruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan atau pelasksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
3. Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang professional di bidang perencanaan jasa kontruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
4. Pelaksanaan kontruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang professional di bidang pelaksanaan jasa kontruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatanya untuk mewujudakan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bnetuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan kontruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan,
2. Jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif
Pajak Penghasilan dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran tersebut merupakan bagian
dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
Dalam hal terdapat selisih kekurangan pajak penghasilan yang terutang berdasarkan
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah
dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
Dalam hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa,
atas Nilai Kontrak Jasa konstruksi yang tidka di bayar tersebut tidak terutang Pajak
Penghasilan yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak
dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.
Piutang yang tidak dapat ditagih tersebut merupakan piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat 1 pada butir h UU PPh. Dalam hal
piutang yang nyata tidka dapat ditagih ternayata dapat ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Pajak yang dibayar terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan ketentuan undang-undang PPh.
Lain-Lain
1. Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha Jasa
Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang PPh.
2. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk
dalam penghitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
3. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya yang timbul dari
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha selain usaha Jasa
Konstruksi.
Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan
Objek Pajak
Objek pengenaan Pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan dari persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondomium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan
industri.
Tarif
PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final, jika penyewa dan yang mneyewakan
Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap maupun Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri.
Tata Cara Pelunasan
1. Jika penyewa bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak, maka PPh
tersebut wajib dipotong oleh penyewa.
2. Jika penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak, maka PPh yang terutang tersebut wajib
dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
3. Pemotong atau pemungut wajib menyetorkan pajak yang telah dipotong ke bank persepsi
atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib melaporkan kepada
Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
dibayarkan atau diserahkan hadiah tersebut.
Penghasilan Dari Jasa Pelayaran Dalam Negeri
Wajib Pajak pelayaran dalam negeri yaitu perusahaan pelayaran yang bertempat
kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter.
Objek Pajak
Objek Pengenaan Pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari pengangkutan orang dan atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang
dilakukan dari:
1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia.
2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia.
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia.
4. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Tarif
Besarnya PPh bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah 1,2% dari
peredaran bruto. Penghasilan bruto yang dimaksud adalah semua imbalan atau nilai
pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak berdasarkan
perjanjian carter dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan
di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia.
Tata Cara Pelunasan
Pembayaran PPh ini dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang pencarter
tersebut adalah pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan atau Bentuk
Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Kewajiban pemotong atau
pemungut adalah:
1. Memotong PPh pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
2. Menyetorkan hasil pungutannya ke Kantor Pos atau bank persepsi paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya.
3. Melporkan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
Penghasilan Dari Jasa Pelayaran Atau Penerbanganluar Negeri
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri adalah perusahaan
pelayaran atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha
melalui bentuk usaha tetap.
Objek Pajak
Objek pengenaan Pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
pengangkutan orang atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain di
Indonesia atau dari plebuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia. Penghasilan
tersebut tidka termasuk pengangkutan orang dan atau barang dari pelabuhan luar negeri ke
pelabuhan Indonesia.
Tarif
Besarnya PPh bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbagangan luar negeri
adalah 2,64% dari peredaran bruto. Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran
atau penerbagangan luar negeri adlah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang adan atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri.
Tata Cara Pelunasan
1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter dengan
pemotong pajak, maka pelunasan pajak dilakukan melalui pihak yang membayar. Pihak
yang membayar ini selanjutnya disebut sebagai Pemotong Pajak. Kewajiban Pemotong
Pajak adalah:
a. Memotong atau memungut PPh pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan
atau nilai pengganti.
b. Menyetor PPh yang telah dipungut atau dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
c. Melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya.
2. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan bukan dari perjanjian persewaan atau carter,
maka pelunasan pajak harus dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak dengan menyetor PPh
yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos.
Diminta:
1. Hitunglah PPh yang harus dipotong oleh Bank Sohid Syariah pada saat
membayarkan penghasilan.
2. Buatlah bukti potong atas seluruh pembayaran.
3. Setorkan pajak yang telah dipotong dengan menggunakan SSP.
4. Buatlah Surat Pemberitahuan masa PPh Pasal 4 Ayat 2.
PENYELESAIAN
1. Tabel perhitungan PPh yang dipotong
Tarif PPh yang
Wajib Pajak Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Dipotong
Tn. Sigit 6% x Rp 100 juta x 1/12 = Rp 500.000,00 20% Rp 100.000,00
Tn. Rosyid Rp 200.000.000,00 25% Rp 50.000.000,00
PT. SKN Rp 50.000.000,00 4% Rp 2.000.000,00
Tn Isnan Rp 15.000.000,00 10% Rp 1.500.000,00
Total Rp 265.500.000,00 Rp 53.600.000,00
2. Bukti Potong
Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak
Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak
Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK
KPP Pratama Surakarta (1)
N PWP : 1 1 - 2 2 2 - 5 6 1 - 1 - 2 1 1 - 0 0 9 (3)
Alamat : J L L A W E Y A N S U R A K A R T A
No. Jenis Penghasilan Jumlah Penghasilan Bruto PPh yang dipotong DN/LN
N PWP : 0 1 - 6 3 3 - 4 4 5 - 1 - 5 4 2 - 0 0 2
N a ma : J L M A W A R P E R U M T I A R A
A R D I S U K O H A R J O
Perhatian :
1. Jumlah Pajak Penghasilan Bunga Deposito/ Tanda tangan, nama dan cap
Tabungan/Diskonto SBI/Jasa Giro yang dipotong
di atas bukan merupakan kredit pajak dalam Surat SOHIDIN
Pemberitahunan PPh
2. Bukti Pemotongan ini dianggap sah Sohidin SE, Akt. (6)
apabila diisi dengan lengkap dan benar.
F.1.1.33.10
N PWP : 0 0 - 0 0 0 - 0 0 0 - 0 - 5 4 1 - 0 0 1 (3)
Alamat : J L P O N C O W A R N O K U T O W I N A N G U N
No. Jenis Penghasilan Jumlah Penghasilan Bruto Tarif PPh yang dipotong DN/LN
N PWP : 0 1 - 6 3 3 - 4 4 5 - 1 - 5 4 2 - 0 0 2
N a ma : J L M A WA R P E R U M T I A R A
A R D I S U K O H A R J O
Perhatian :
1. Jumlah Pajak Penghasilan Bunga Deposito/ Tanda tangan, nama dan cap
Tabungan/Diskonto SBI/Jasa Giro yang dipotong
di atas bukan merupakan kredit pajak dalam Surat SOHIDIN
Pemberitahunan PPh
2. Bukti Pemotongan ini dianggap sah Sohidin SE, Akt. (6)
apabila diisi dengan lengkap dan benar.
F.1.1.33.09
N PWP : 1 1 - 2 2 2 - 5 6 1 - 1 - 2 1 1 - 0 0 9 (3)
Alamat : J L L A W E Y A N S U R A K A R T A
N PWP : 0 1 - 6 3 3 - 4 4 5 - 1 - 5 4 2 - 0 0 2
N a ma : J L M A WA R P E R U M T I A R A
A R D I S U K O H A R J O
Perhatian :
1. Jumlah Pajak Penghasilan Bunga Deposito/ Tanda tangan, nama dan cap
Tabungan/Diskonto SBI/Jasa Giro yang dipotong
di atas bukan merupakan kredit pajak dalam Surat SOHIDIN
Pemberitahunan PPh
2. Bukti Pemotongan ini dianggap sah Sohidin SE, Akt. (6)
apabila diisi dengan lengkap dan benar.
F.1.1.33.16
N PWP : 1 1 - 2 2 2 - 5 6 1 - 1 - 2 1 1 - 0 0 9 (3)
Alamat : J L L AW E Y A N S U R A K A R T A
Jumlah Bruto Deviden Tarif PPPh yang dipotong PPh yang dipotong
1 2 3 (5)
15.000.000 10%
Terbilang : LIMA BELAS JUTA RUPIHA
N PWP : 0 1 - 6 3 3 - 4 4 5 - 1 - 5 4 2 - 0 0 2
N a ma : J L MA WA R P E R U M T I A R A
A R D I S U K O H A R J O
Perhatian :
1. Jumlah Pajak Penghasilan Bunga Deposito/ Tanda tangan, nama dan cap
Tabungan/Diskonto SBI/Jasa Giro yang dipotong
di atas bukan merupakan kredit pajak dalam Surat SOHIDIN
Pemberitahunan PPh
2. Bukti Pemotongan ini dianggap sah Sohidin SE, Akt. (6)
apabila diisi dengan lengkap dan benar.
F.1.1.33.21
3. SSP
NPWP : 0 1 6 3 3 4 4 5 1 5 4 2 0 0 2
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
Uraian Pembayaran :
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran
SETORAN PPh FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO
4 1 1 1 2 8 4 0 4 ……………………………………………...…………………..…………………………………
……………………………………………...…………………..…………………………………
Masa Pajak
Tahun Pajak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
X 2 0 1 2
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan Diisi Tahun terutangnya Pajak
Nomor Ketetapan : / / / /
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
SOHID
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa "
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
NPWP : 0 1 6 3 3 4 4 5 1 5 4 2 0 0 2
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
Uraian Pembayaran :
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran
SETORAN PPh FINAL ATAS HADIAH UNDIAN
4 1 1 1 2 8 4 0 5 ……………………………………………...…………………..…………………………………
……………………………………………...…………………..…………………………………
Masa Pajak
Tahun Pajak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
X 2 0 1 2
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan Diisi Tahun terutangnya Pajak
Nomor Ketetapan : / / / /
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
SOHID
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa "
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
NPWP : 0 1 6 3 3 4 4 5 1 5 4 2 0 0 2
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
Uraian Pembayaran :
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran
SETORAN PPh FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI
4 1 1 1 2 8 4 0 9 ……………………………………………...…………………..…………………………………
……………………………………………...…………………..…………………………………
Masa Pajak
Tahun Pajak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
X 2 0 1 2
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan Diisi Tahun terutangnya Pajak
Nomor Ketetapan : / / / /
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
SOHID
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa "
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
NPWP : 0 1 6 3 3 4 4 5 1 5 4 2 0 0 2
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
ALAMAT OP : ………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
………….……………………...……………………………………….……………………………………………………………………………
Uraian Pembayaran :
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran
SETORAN PPh FINAL ATAS DEVIDEN YANG DITERIMA WAJIB PAJAK ORANG
4 1 1 1 2 8 4 1 9 ……………………………………………...…………………..………………………………
……………………………………………...…………………..………………………………
Masa Pajak
Tahun Pajak
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
X 2 0 1 2
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan Diisi Tahun terutangnya Pajak
Nomor Ketetapan : / / / /
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
SOHID
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa "
Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut
ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam
Modul Administrasi Pajak Kelas XI Semester 2__________________________________________________________________81
LPA mitrabijak Surakarta
Lembaga Pengembangan Administrasi Bisnis, Akuntansi dan Perpajakan Surakarta
pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun
Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto
tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan
yang terutang.
Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha
cabang, selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya;
b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga,
dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha; dan
d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
dan penari;
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Agen iklan;
g. Pengawas atau pengelola proyek;
h. Perantara;
i. Petugas penjaja barang dagangan;
j. Agen asuransi; dan
k. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun
kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan
tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya
termasuk 6(enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku
tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir
pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena
memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di
beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan
diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A sebesar Rp80.000.000,00;
b. Pasar B sebesar Rp250.000.000,00;
c. Pasar C sebesar Rp400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai
dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar
Rp730.000.000,00 (Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).
Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui
suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan
gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan
perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya
tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:
1. CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau
catatan pada Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013),
memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik
pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen),
karena peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
2. Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan di atas, pada bulan Januari
sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang
diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak
2014) tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu
persen).
3. Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan no.2, pada bulan Januari
sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV
Andik pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4. Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2), pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan
gerabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan
yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai
berikut:
Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00
Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan
dari usaha jasa konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah, meskipun peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1
(satu) tahun tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah), tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
Contoh perlakuan kompensasi kerugian:
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak
2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun
Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini maka
jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan
mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat
dikompensasikan dengan Tahun Pajak berikutnya.
Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak Penghasilan
dengan Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
a. Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
b. Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya
Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan Pemerintah
ini; dan
c. Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun
Pajak pertama, adalah sebagai berikut:
1. PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak. Terdaftar
sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan
Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di
tahun 2014 dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
2. PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya
Peraturan Pemerintah ini. Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut
adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak
melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka
penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah
ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang bersifat
final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November2013. Pada
bulan November 2013 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghasilan bruto bulan November 2013
disetahunkan adalah: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00.
Karena penghasilan bulan November 2013 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai
Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2013 dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
UJI KOMPETENSI
Soal Pilihan Ganda
1. Pajak penghasilan yang pengenaannya sudah berakhir sehingga tidak dapat dikreditkan) dari
total Pajak Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak disebut…..
a. PPh wajib pajak
b. PPh badan
c. PPh pajak pribadi
d. PPh final
e. PPh objek
2. Bentuk imbalan yang diterima dan atau diperoleh pemegang obligasi disebut………
a. Bunga
b. Laba
c. Kupon
d. Dividen
e. Pendapatan lain-lain
3. Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan yang pemberiannya melalui undian disebut……..
a. Bantuan
b. Imbalan
c. Pemungutan pajak
d. Hadiah undian
e. Bunga obligasi
4. Berapa persen dari harga saham yang harus ada agar dapat dikatakan saham pendiri……
a. 10%
b. 20%
c. 50%
d. 70%
e. 90%
5. Berikut ini yang termasuk ke dalam saham pendiri adalah…….
a. Saham yang diperoleh pendiri dari pembagian deviden dalam bentuk saham
11. Besar PPh bagi wajib pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah...
a. 5%
b. 2.64%
c. 3%
d. 2%
e. 1,2%
12. Tarif pajak dibawah ini yang tidak termasuk dalam tarif pajak konstruksi adalah...
a. 5%
b. 2%
c. 3%
d. 4%
e. 1,2%
13. Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apa pun disebut...
a. Objek pengenaan pajak
b. Objek pajak
c. Subjek pengenaan pajak
d. Subjek pajak
e. Tarif pengenaan pajak
14. Berapa tarif bunga dari obligasi yang diterima reksadana yang terdaftar pada BPPM pada
tahun 2009...
a. 5%
b. 2%
c. 0%
d. 4%
e. 1,2%
15. Obligasi merupakan surat utang atau surat utang negara yang berjangka waktu...
Modul Administrasi Pajak Kelas XI Semester 2__________________________________________________________________86
LPA mitrabijak Surakarta
Lembaga Pengembangan Administrasi Bisnis, Akuntansi dan Perpajakan Surakarta
Soal Essay
1. Jelaskan tentang Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri
berdasarkan yang Anda ketahui!
2. Apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan UU PPh Pasl 4 ayat
2?
3. Jelaskan bagaimana tata cara pelunasan pajak PPh final atas jasa pelayaran atau
penerbangan luar negeri!
4. Sebutkan tarif pajak untuk usaha jasa konstruksi!
5. PT. ABC berdiri dan mulai beroperasi pada bulan Maret 2012, pada bulan desember besar
peredaran bruto adalah Rp 500.000.000,00. Maka besar PPh Final adalah?
6. Penghasilan dari transaki derivatif yang diperdagangkan di bursa, sebutkan cara pemotongan
danpelaporannya!
7. Sebutkan penyebab penghasilan bunga bukan merupakan objek pajak!
8. PPh final pasal 15, terdiri dariapa saja?
9. Sebutkan penghasilan yang diakui sebagai penghasilan penyewaan kapal!
10. Sebutkan pengertian dari jasa kontruksi dan pekerjaan kontruksi!