Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
berlaku sejak januari1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami
perubahan dan terakhir kali diubahdengan undang-undang Nomor 36 Tahun
2008.Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak
Penghasilanterhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalamtahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak
apabila menerima atau memperolehpenghasilan, dalam unddang-undang PPh
disebut wajib pajak.Undang-Undang PPh menganut asas Materiil, artinya
penentuan mengenai pajak yangterutang tidak tergantung kepada surat
ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam makalah inikelompok kami
menjabarkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pajak penghasilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan?
2. Apa itu Subjek Pajak Penghasilan?
3. Apa itu Objek Pajak Penghasilan?
4. Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Pajak Penghasilan
2. Untuk Mengetahui Subjek Pajak Penghasilan
3. Untuk Mengetahui Objek Pajak Penghasilan
4. Untuk Mengetahui Cara Menghitung Pajak Penghasilan
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau
perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau dari segi sejarahnya, pajak sudah
ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu pemberiannya sukarela dari rakyat
kepada rajanya. Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian
secaracuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat
dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja
atau penguasa. Saat itu, rakyatmemberikan upetinya kepada raja atau penguasa
berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang,
kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itudigunakan untuk
keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan
atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya
untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena
kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28
TahuN 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah“Kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”

B. Subjek Pajak Penghasilan


Subjek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima ataudiperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengannama dan dalam bentuk apapun.
&ndang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas
penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas
3

setiaptambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak


darimanapun asalnya yangdapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam &ndang-undang PPh tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib
Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan
pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. yang menjadi Subjek Pajak
adalah:
1. Orang pribadi
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2. Badan
Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha.
terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi,
dan lain-lain.
3. Warisan
Warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan
merupakan subjek mengggantikan, mereka yang menang berhak yaitu ahli waris.
4. Bentuk Usaha Tetap
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan,
kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian
sumber alam serta perikanan, peternakan, pertanian dan lain-lain.
Tidak termasuk Subjek Pajak
4

Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:


1. Badan perwakilan Negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat-pejabat lain
dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan
warga Negara Indonesia dan Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
C. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang
pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan
komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang
sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi dan lain-lain.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
5

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,


pemecahan atau pengambilalihan usaha, keuntungan, dan lain-lain.
Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan antara lain:
1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;
2. Harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 UU PPh;
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa, dan lain-lain.
6

D. Cara Menghitung Pajak Penghasilan


Pemerintah telah menerbitkan aturan baru mengenai tarif pajak penghasilan
(PPh) orang pribadi atau karyawan. Penyesuaian tersebut dalam rangka menekan
defisit anggaran dan meningkatkan tax ratio, sehingga pemerintah mengambil
langkah kebijakan fiskal.
Salah satunya kebijakan yang diambil pemerintah adalah dengan melakukan
reformasi di bidang perpajakan. Hal ini telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak
Penghasilan yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2022.
Dalam PP tersebut, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak yang berupa penghasilan merupakan objek pajak.
Artinya, setiap penghasilan yang diterima karyawan baik dari dalam maupun luar
negeri akan dikenai pajak.
Namun untuk warga negara asing yang memiliki keahlian tertentu sesuai
dengan ketentuan perundangan-undangan, maka dikecualikan dari pengenaan
PPh. Seperti yang diketahui, PPh di Indonesia telah mengalami perubahan sejak
adanya UU HPP pada 1 Januari 2022.
Adapun secara lengkap, tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak dibagi menjadi lima layer.
 Pertama, penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif pajak PPh
sebesar 5%. Dengan demikian, karyawan dengan gaji Rp 5 juta per bulan harus
membayar pajak PPh sebesar 5%.
Kedua, penghasilan lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif pajak
PPh 15%. 
Ketiga, penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak
PPh yang dikenakan 25%.
Keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar dikenakan
tarif pajak PPh sebesar 30%.
Kelima, penghasilan di atas Rp 5 miliar dibandrol tarif pajak PPh sebesar 35%.
7

Sebagai catatan, tarif pajak penghasilan yang berlaku tahun 2023 ini
menggantikan lapisan tarif yang sudah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang PPh.
Bedanya adalah terjadi perubahan rentang penghasilan yang kena tarif PPh
5%. Jika semula penghasilan sampai dengan Rp 50 juta setahun dikenai tarif 5%,
maka sekarang tarif 5% dikenakan untuk rentang penghasilan sampai dengan Rp
60 juta setahun.
“Dengan ini kami tegaskan, untuk gaji 5 juta per bulan (60 juta rupiah
setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang
yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif
5%,”  kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi.
Lalu, untuk karyawan gaji Rp 5 juta per bulan, harus bayar pajak penghasilan
berapa?
Dengan gaji Rp 5 juta per bulan, maka jumlah penghasilan bersih dalam
setahun adalah Rp 60 juta (Rp 5 juta x 12 bulan). Dengan penghasilan Rp 60 juta,
maka wajib pajak golongan ini berlaku penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp
54 juta. Walhasil, jumlah penghasilan kena pajak (PKP) adalah Rp 6 juta (Rp 60
juta-Rp 54) juta.
Walhasil, perhitungan PPH terutang adalah 5% x Rp 6 juta = Rp 300.000. Jumlah
PPh terutang ini sama dengan aturan pungutan pajak penghasilan periode
sebelumnya.
8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau
perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28
TahuN 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah“Kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”
Subjek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima ataudiperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Adapun secara lengkap, tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak dibagi menjadi lima layer.
 Pertama, penghasilan sampai dengan Rp 60 juta dikenakan tarif pajak PPh
sebesar 5%. Dengan demikian, karyawan dengan gaji Rp 5 juta per bulan harus
membayar pajak PPh sebesar 5%.
Kedua, penghasilan lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif pajak
PPh 15%. 
Ketiga, penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta tarif pajak
PPh yang dikenakan 25%.
Keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar dikenakan
tarif pajak PPh sebesar 30%.
Kelima, penghasilan di atas Rp 5 miliar dibandrol tarif pajak PPh sebesar 35%.
B. Saran
9

Dengan adanya makalah ini, kami berharap semoga pembaca dapat


mengetahui tentang pajak penghasilan. Setidakmya dengan makalah ini ada
semacam pencerahan intelektual dalam menyuguhkan motivasi yang intrinsik
umtuk segera mempelajari hukum pajak. Tentunya, dalam penulisan makalah ini
akan ditemukan adanya kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan
itu kami berharap adanya masukkan dari pembaca dan kritik sebagai upaya
pembangunan mental untuk peyelesaian.

DAFTAR PUSTAKA
10

Mardiasmo,Perpajakan,edisi 6,Yogyakarta:Andi,1998

Resmi Siti,Perpajakan Teori dan Kasus,Jakarta:salemba empat,2003

Anda mungkin juga menyukai