Anda di halaman 1dari 15

“PAJAK PENGHASILAN”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Pelaporan Korporat

Dosen Pembimbing: Elok Heniwati

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3:
Tio Yudha Dharma (B2092222001)
Nanda Defri Oktavia (B2092222010)
Dede Supriatno (B2092222014)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta ala, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepa
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Atas berkat karunia-Nya, kami telah selesai menyusun makalah yang berjudul “Pajak
Penghasilan”.

Makalah ini kami susun guna menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah Pelaporan
Korporat dengan dosen Elok Heniwati.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian

Pontianak, 02 Mei 2023

Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pajak Penghasilan adalah pajak
yang dibebankan kepada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum
lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan secara progresif, proposional, atau
regresif.

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada objek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. PPH akan selalu dikenakan terhadap orang atau
badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan
jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi
perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran tanpa adanya imbalan langsung
untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya
untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut
memungkinkan.

Bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin


meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih
memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta
transparansi perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan.
B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan?


2. Bagaimana dasar hukum pengaturan dari Pajak Penghasilan?
3. Apa saja subjek dari Pajak Penghasilan?
4. Apa saja objek dari Pajak Penghasilan?
5. D

C. TUJUAN PENULISAN

Dalam makalah ini, memiliki tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pajak Penghasilan.


2. Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum pengaturan dari Pajak Penghasilan.
3. Untuk mengetahui apa sajakah subjek dari Pajak Penghasilan.
4. Untuk mengetahui apa sajakah objek dari Pajak Penghasilan.
5. D
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak
Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No.
36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai
pajak atas penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat
pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan
untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka
memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif menjadi penting.

B. DASAR HUKUM PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh :

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991


 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Mulai Juli 2003 sampain Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak yang
ditanggung pemerintah yang diatur dalam : Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003
dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali
dalam :

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun


pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun
pajak 2006.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah


sebagai berikut :

1. Orang Pribadi
Yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas), atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Harta Warisan Belum Dibagi


Yaitu warisan dari seseorang yang sudah meningal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Badan
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
 Pembiayaanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
 Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negada; dan
4. Bentuk Usaha Tetap
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia , orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

D. OBJEK PAJAK PENGHASILAN

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan


ekonomi yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun.

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas


penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya


penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.
Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan
ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama
memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin.

Objek Pajak Penghasilan yang dapat dipakai untuk konsumsi arau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun
termasuk :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Labah Usaha;
d. Keuntungan karena penjual atau karena pengalihan harta termasuk :

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan


lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseoran, persekutuan, dan badan lainnya;
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hiba, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. Keuntungan kerena penjualan atau pengalihan sebagaian atau seluruhh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntngan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertantu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertantu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaab bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Objek Pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa:


 Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
 Penghasilan dan transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
 Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
 Penghasilan tertantu lainnya, pengenaan pajak diatur dengan peraturan
pemerintah.

Dan yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah sebagai berikut :

a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1 . Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2 . Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
j. Dihapus;
k. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

E. PTKP DAN PKP


1 . PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak
orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto wajib pajak orang pribadi
jumlahnya di bawah PTKP tidak akan terkena pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 dan
apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh pasal 21
maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh pasal 21.
PTKP berbeda untuk status pekerjaan yang berbeda. Sesuai dengan pasal 7 ayat 1,
Undang-undang No.36 Tahun 2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai dengan
Peraturan Mentri Keuangan Nomor 162/PMK.001/2012 tentang Penyusuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah
Rp. 24.300.000.
Catatan: Lihat juga Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER 31/PJ/2012
tentang Pedoman Teknis Tatat Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubung dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
 Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp. 2.025.000 untuk PTKP.
 Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar
Rp. 2.025.000.
 Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke- empat dan seterusnya.
 Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp. 24.300.000.
PERHITUNGAN

STATUS PEKERJA PTKP (Rp)


Belum Kawin 24.300.000
Kawin, anak 0 26.325.000
Kawin, anak 1 28.350.000
Kawin, anak 2 30.375.000
Kawin, anak 3 32.400.000

2. PKP (Penghasilan Kena Pajak)

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar perhitungan untuk menentukan


besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari
pengurangan antara penghasilan bruto wajib pajak dengan pengurangan penghasilan
bruto.

PERHITUNGAN

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif Pajak


Sampai dengan 50 Juta 5%
Di atas 50 Juta sd 250 Juta 15%
Di atas 250 Juta sd 500 Juta 25%
Di atas 500 Juta 30%
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak
Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

2. Dasar Hukum pengaturan Pajak Penghasilan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008


 Mulai Juli 2003 samapai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem
pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam : Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuagan Nomor
483/KMK.03/2003.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun
pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun
pajak 2006.

3. Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak penghasilan adalah


sebagai berikut :

 Orang Pribadi
 Harta Warisan Yang Belum Terbagi
 Bentuk Usaha Tetap
 Badan

4. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan


ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
5. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak
kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto
wajib pajak orang pribadi jumlahnya di bawah PTKP tidak akan terkena pajak
penghasilan (PPh) pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima
penghasilan sebagai ojek PPh Pasal 21 maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21.

6. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya


Pajak Penghasil yang terutang. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari pengurangan
antara penghasilan bruto wajib pajak dengan pengurangan bruto.

B. SARAN

Dari uraian diatas penulisan berharap bagi semua pihak yang berwenang dalam
pemungutan pajak agar pajak yang di dapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus
bisa dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.

Selain itu untuk wajib pajak juga seharusnya lebih sadar bahwa kewajiban untuk
membayar pajak harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, karena pajak bermanfaat sekali
untuk kelancaran hidup bernegara.

Anda mungkin juga menyukai