Anda di halaman 1dari 12

Nama : Adnes Monika Manurung

NIM : 1402210310
Kelas : AK-45-06
TUGAS PERTEMUAN 3 PERPAJAKAN

1. Apa saja yang menjadi Hak dan Kewajiban Wajib Pajak?


Jawab :
Hak-hak Wajib Pajak
Setidaknya ada total enam belas hak dan kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut hak-hak Wajib Pajak yang bisa Anda
dapatkan:

1. Hak dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan


2. Hak mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali
3. Hak atas kelebihan pembayaran pajak
4. Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran
6. Hak kerahasiaan
7. Hak pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB)
8. Hak penundaan pelaporan SPT tahunan
9. Hak pembebasan pajak
10. Hak pengurangan PPh Pasal 25
11. Hak mendapatkan insentif perpajakan
12. Hak mendapatkan pajak ditanggung pemerintah

Di samping berhak melakukan berbagai hal di atas, Wajib Pajak juga harus mematuhi
berbagai kewajiban perpajakan. Berikut ini di antaranya:
1. Kewajiban mendaftarkan diri
2. Kewajiban memberi data
3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak
4. Kewajiban pemeriksaan
Dasar hukum : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Penghasilan.

Sumber : https://ayopajak.com/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak/

2. Apa yang dimaksud dengan wajib pajak ? Persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk
menjadi wajib pajak ?
Jawab :
Wajib Pajak merupakan orang pribadi ataupun badan yang memiliki kewenangan untuk
membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban
yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Salah satu hal yang berkaitan atau hal yang identik dengan Wajib Pajak adalah Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan administrasi
perpajakan, dimana nomor ini dapat dipergunakan oleh Wajib Pajak sebagai tanda pengenal
diri atau identitas diri Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan diberikan kepada Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
(UU). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ini tidak akan berubah sekalipun Wajib Pajak
berpindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat
terdaftar.

Dasar hukum : Dasar konstitusional kewajiban membayar pajak terdapat pada pasal 23
A UUD 1945. Dengan membayar pajak, warga negara telah memenuhi kewajibannya pada
pasal 30 ayat (1) UUD 1945 yaitu kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan
negara
UU Nomor 16 Tahun 2000 tanggal 02 Agustus 2000, tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

Sumber : https://www.pajakku.com/read/60caf50558d6727b1651aae5/Apa-itu-Wajib-
Pajak-dan-Apa-Saja-Kewajibannya?

3. Siapa saja yang menjadi subjek dan bukan subjek pajak ?


Jawab :
Yang menjadi subjek pajak adalah:
 orang pribadi;
 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
 badan;
 dan bentuk usaha tetap.

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah: (Pasal 3 UU Nomor 36 TAHUN 2008)

 kantor perwakilan negara asing;


 pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
 organisasi-organisasi internasional dengan syarat: (Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut;dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
 pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Pejabat perwakilan
organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung
oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan
tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di
Indonesia. (Pasal 1 PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-166/PMK.011/2012)
 Organisasi Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi/
perhimpunan/forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan kerjasama internasional dan dibentuk dengan aturan
tertentu atau kesepakatan bersama. (Pasal 1 PMK-215/PMK.03/2008 stdd
PMK-166/PMK.011/2012)

Dasar hukum : Pasal 2 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang
perubahan keempat atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
PMK-215/PMK.03/2008 (berlaku sejak 16 Desember 2008) stdtd PMK-166/PMK.011/2012
(berlaku sejak 29 Oktober 2012) tentang penetapan organisasi-organisasi internasional dan
pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek PPh
PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Desember 2011) tentang penentuan Subjek Pajak Dalam
Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Sumber : https://sadarpajak.com/subjek-pajak-dan-bukan-subjek-pajak/

4. Apa saja yang menjadi objek pajak dan bukan objek pajak ?
Jawab :
Lalu mengapa penghasilan yang kita peroleh pasti dipotong pajak? Itu terjadi karena
penghasilan, entah itu gaji maupun tunjangan, merupakan objek pajak.
Definisi penghasilan

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
a. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
b. Laba usaha;
c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
e. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
f. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
g. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
j. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
k. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
m. Premi asuransi;
n. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
o. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
p. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
q. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
r. Surplus Bank Indonesia.

Bukan Objek Pajak

Dalam UU tersebut juga diatur mengenai jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak.
Perkara ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh. Menurut aturan itu, berikut ini daftar
bukan objek pajak.
a) . Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan (b). Harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
b) Warisan;
c) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 (UU.
PPh);
e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
f) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat; (1) dividen berasal dari cadangan
laba yang ditahan; dan (2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
g) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan;
i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut; (1) merupakan
perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan (2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
k) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
l) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan,
m) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dasar hukum : Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam UU
tersebut juga diatur mengenai jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Perkara
ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.

Sumber : https://www.pajakku.com/read/5d492eac6fd6cc1a05c6cf56/Apa-sih-Pajak-
Penghasilan-Itu?-Mana-yang-Masuk-Objek-Pajak-dan-Bukan-Objek-Pajak

5. Jelaskan secara lengkap mengenai Pengusaha Kena Pajak


Jawab :
Apa Itu PKP
Sebelum mengenal lebih dalam mengenai aturan dan regulasi PKP, ada dua hal yang harus
diketahui yaitu definisi PKP, dan Pengusaha secara general.

Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud.
Fungsi PKP

PKP untuk para pengusaha memiliki beberapa fungsi antara lain :

 Pengawasan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.


 Identitas PKP yang bersangkutan.
 Pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM).

Kegiatan Usaha PKP


Kegiatan badan usaha atau pribadi yang wajib dan bisa mengajukan PKP adalah :

 Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP).


 Mengimpor atau mengekspor BKP.
 Melakukan usaha perdagangan.
 Memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.
 Melakukan usaha JKP.
 Memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean.

Perbedaan PKP dan Non PKP


Seperti yang sudah dijelaskan di atas, PKP adalah pengusaha baik orang pribadi maupun
badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)
yang dikenakan pajak. Namun perlu diketahui bahwa Pengertian PKP tidak termasuk
pengusaha kecil, terkecuali jika pengusaha kecil tersebut ingin perusahaannya dikukuhkan
sebagai PKP. Sedangkan pengusaha non PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan
sebagai PKP.
Kewajiban, Hak, dan Keuntungan PKP

Ada beberapa hak dan juga kewajiban yang harus dipenuhi setelah dikukuhkan menjadi PKP,
berikut adalah daftar lengkapnya
Hak PKP

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan mendapat hak-hak sebagai berikut ini:

Dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan BKP/JKP


Dapat melakukan restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN yang PKP bayarkan.
Kewajiban PKP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP akan memiliki kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhi sebagai berikut ini:

 Memungut PPN/PPnBM terutang.


 Menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
 Melaporkan/menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang.

Keuntungan PKP
Selain mendapatkan hak dan juga kewajiban. Sebagai PKP, Anda akan mendapatkan
keuntungan sebagai berikut:

 Dianggap memiliki sistem yang baik dan legal di mata hukum.


 Dianggap sebagai perusahaan tertib dalam kewajiban perpajakan.
 Perusahaan dianggap bonafit dan besar
 Dapat melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah.
 Pola produksi dan investasi pengusaha akan lebih membaik karena semua biaya
dibebankan konsumen akhir

Persyaratan Pengajuan PKP


Agar dapat mengajukan sebagai PKP, terdapat beberapa syarat dan ketentuan dasar yang
harus dipenuhi, yaitu :
Kriteria Dasar
Harus mendaftarkan diri dan mendapatkan NPPKP jika peredaran usaha atau omzetnya
dalam 1 tahun telah mencapai lebih dari Rp4.8M
Perusahaan yang omzetnya tidak mencapai Rp4,8 miliar dalam satu tahun tidak
diwajibkan sebagai PKP. Hal ini juga biasa disebut dengan pengusaha kecil.

Persyaratan Administratif
Mengisi Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan melengkapi dokumen
administratif sebagai berikut:

FC KTP bagi Warga Negara Indonesia;


FC Paspor, FC KITAS atau KITAP bagi Warga Negara Asing; dan
Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan kegiatan usaha

Dokumen Tambahan

Dokumen tambahan ini diperuntukan untuk pengusaha yang menggunakan kantor virtual

Menunjukkan kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis antara penyedia jasa Kantor
Virtual dan Pengusaha; dan
Dokumen yang berisi tentang pemberian izin, keterangan usaha, dan juga keterangan dari
instansi maupun pejabat.

Kriteria Tambahan

Melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan selama dua Tahun Pajak terakhir
Tidak mempunyai utang pajak

Prosedur Pengajuan PKP

Permohonan pengukuhan PKP dapat diajukan dengan beberapa metode, antara lain :

Secara langsung;
Melalui pos dengan bukti pengiriman surat
Jasa ekspedisi atau jasa kurir

Pembatalan PKP
Pencabutan status PKP dapat diajukan apabila omzet tidak mencapai Rp4.800.000.000 dalam
1 tahun buku, dan Anda melakukan pengajuan pembatalan PKP. PKP memiliki beberapa
kelebihan dan juga kekurangan, dan juga karena menjadi PKP bukanlah sebuah keharusan
bagi para pengusaha kecil maka keputusan ada di tangan Anda untuk menentukan
Jasa Pengajuan PKP

IZIN.CO.ID adalah sebuah jasa konsultan hukum yang dapat menjadi solusi anda dalam
membuat Pengajuan PKP untuk usaha anda dan juga menyelesaikan perizinan lainya. IZIN
telah berpengalaman lebih dari 7 tahun dan telah membantu lebih dari +4000 klien di seluruh
penjuru Indonesia, dan sebagian besar klien kami adalah perusahaan terbaik di sektornya.

Dasar hukum : Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU
PPN) dan perubahannya.

Sumber : https://izin.co.id/indonesia-business-tips/2021/01/27/pkp-adalah/

Anda mungkin juga menyukai