Anda di halaman 1dari 17

PERPAJAKAN 1

OLEH KELOMPOK 1:

AUDIA FRESHILA (062240552731)


GINNA JUWITA (062240552737)
RISKA KHAIRUNNISA (062240552747)

KELAS 3 ASA
D4 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
PSDKU POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
KABUPATEN SIAK SRI INDRAPURA
TAHUN 2023/2024
DASAR-DASAR PERPAJAKAN

A. PENGERTIAN PAJAK
Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Adriani 1987:2 dalam
Verawati, 2007). Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH tahun 1990, pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-
Undang untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil
kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (natural resource). Dua sumber itu merupakan sumber
terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan tersebut untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Pungutan pajak merupakan penghasilan
masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran
rutin dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan, yang akhirnya digunakan untuk kepentingan
seluruh masyarakat baik yang membayar pajak maupun tidak

definisi pajak, para ahli telah mendefinisikan pajak, seperti yang dikemukakan berikut ini.

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dalam Brotodihardjo, 1993):
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra- prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum

Definisi pajak menurut Prof Edwin R. A. Seligman:

Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incurred in
the common interest of all, without reference to special benefit conferred

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J. Feldmann:


Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum

Definisi pajak menurut Prof Dr. MJH. Smeets:


Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum dan yang
dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual, dimaksud untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Definisi pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani:
Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
yang menyelenggarakan pemerintahan

Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat:


Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan
suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari
negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum

Definisi pajak menurut UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

objek pajak penghasilan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yang akan mengarah pada jenis-jenis
PPh yang menjadi kewajiban wajib pajak, yakni:

a. Penghasilan sebagai Objek Pajak

Objek PPh dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dirincikan sebagai berikut:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang industri, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal
 Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun
 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk industri, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan
 Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak


9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17. Penghasilan dari usaha berbasis industri

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan

19. Surplus Bank Indonesia.

b. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

Sedangkan penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan bersifat final adalah:

 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
 Penghasilan berupa hadiah undian
 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi industri yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
 Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Subjek pajak penghasilan adalah setiap warga wajib pajak

B. Subjek Pajak Penghasilan ( Jenis Subjek PPh )

Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian tahun pajak.Subjek pajak penghasilan artinya
orang yang harus membayar pajak penghasilan dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).Status
sebagai WP ini ditetapkan dengan cara yang bersangkutan mendaftarkan diri terlebih dahulu ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Pendaftaran
diri sebagai WP dilakukan di KPP tersebut harus sesuai dengan wilayah domisili yang
bersangkutan.

Merujuk pada UU PPh, subjek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

1. Subjek PPh Orang Pribadi

Wajib Pajak Orang pribadi adalah subjek pajak penghasilan bagi yang mencakup orang pribadi
yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Subjek PPh Orang Pribadi (OP) ini terdiri terdiri dari:

2. Subjek PPh OP Dalam Negeri

Subjek PPh OP Dalam Negeri ini berlaku bagi yang telah menerima atau memperoleh penghasilan
yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Besar PTKP yang ditetapkan sebesar:

 Rp15.84.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi


 Rp1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
 Rp15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebagaimana dimaksud dalam 8 ayat (1)
 Rp1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang
untuk setiap keluarga
3. Subjek PPh OP Luar Negeri

Subjek PPh OP Luar Negeri ini berlaku bagi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia maupun melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

4. Subjek PPh Warisan yang belum terbagi

Apa maksud dari warisan yang belum terbagi ini sebagai subjek pajak?

Masih merujuk pada UU PPh No. 36/2008, yang dimaksud warisan belum terbagi sebagai subjek
pajak PPh di sini agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal warisan tersebut tetap
dilaksanakan.

“Artinya, warisan yang di tinggalkan oleh subjek pajak dalam negeri ini mengikuti status pewaris.
Katika warisan yang di tinggalkan oleh pewaris tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, bisa saja
memberikan penghasilan meski pewaris tersebut telah meninggal.”
Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan
kewajiban ahli waris yang berhak. Jika warisan itu telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya
beralih kepada ahli waris.

Sedangkan warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak
luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia, maka tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti.

Kenapa? Karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dimaksud melekat pada objeknya.

5. Subjek PPh Badan

Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai satu kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Badan bisa berupa Perseroan Terbatas (PT),
perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lainnya.

Subjek PPh Badan adalah sebagai subjek pajak penghasilan ini terdiri dari:

 Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.


 Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
6. Subjek PPh Badan Usaha Tetap (BUT)

Subjek PPh Bentuk Usaha Tetap adalah subjek pajak penghasilan yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak padan badan dalam negeri.

BUT ini merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang
pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

BUT wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP. Kemudian
menyampaikan SPT sebagai sarana pelaporan besarnya pajak terutang dalam satu tahun pajak.

Selain itu, pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan
tarif pajak BUT umum sebesat 25% seperti yang berlaku pada subjek pajak badan dalam negeri.
2. JENIS PAJAK

Sejarah pajak dimulai sejak diberlakukannya ‘huistaks’ yaitu pada tahun 1816. Huistaks adalah
pajak yang dikenakan bagi suatu warga negara yang mendiami suatu wilayah atau tempat tertentu di
atas bumi. Seperti sewa tanah,bangunan atau yang sekarang dikenal dengan Pajak Bumi dan
Bangunan. Tetapi saat itu, rakyat Indonesia harus menyetornya ke pemerintah Belanda. Berikutnya
menunjukkan bahwa jenis – jenis pajak bertambah lagi, yaitu :

a. Tahun 1920 ada Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting alias Pajak Penghasilan

b. Tahun 1925 ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting alias Pajak Perseroan atau sekarang
dikenal dengan nama Pajak Penghasilan Badan.

Zaman Belanda dan saat penjajahan Jepang, mereka memungut pajak dari berbagai hasil bumi yang
ada di Indonesia. Jauh sebelum itu, kerajaan – kerajaan yang ada di Nusantara ini juga sudah
menerapkan pajak pada masyarakatnya untuk keberlangsungan kerajaan. Hingga saat ini, pajak
sudah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini dapat kita liat dari banyaknya jenis
pajak yang ada.

Jenis pajak dapat dikelompokkan ke dalam 3 bagian, yaitu:

A. JENIS PAJAK

Jenis pajak dapat dikelompokkan ke dalam 3 bagian, yaitu:

1. Pajak menurut golongannya


a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
b. Contoh: Pajak Penghasilan.
c. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain.
d. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Pajak menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dan
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
pajak.
b. Contoh: Pajak Penghasilan.
c. Pajak Objektif yaitu pajak yang berdasarkan objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
d. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
3. Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
b. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
c. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak
daerah terdiri atas:

4. Pajak Provinsi, contoh: Pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan
bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok

5. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak hotel,
pajak restoran, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak hiburan, BPHTB,
dan PBB-P2
Jenis-jenis pajak di Indonesia dikelompokkan berdasarkan cara pemungutan, sifat dan
lembaga pemungutnya. Apa saja jenis-jenis pajak yang dimaksud?

Jenis-jenis pajak berdasarkan cara pemungutannya terdiri dari pajak langsung dan pajak
tidak langsung.

Jenis-jenis pajak berdasarkan sifatnya terdiri dari pajak subjektif dan pajak objektif.

Sementara jenis-jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutannya terdiri dari pajak pusat
dan pajak daerah.

Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pajak langsung dan pajak tidak langsung
merupakan kategori jenis pajak yang dikelompkkan berdasarkan cara pemungutannya.

Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dialihkan kepada orang lain.

Dengan kata lain, proses pembayaran pajak harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak
bersangkutan.

Seorang anak, misalnya, tidak boleh mengalihkan pajak kepada orangtuanya. Begitupun
seorang suami tidak boleh mengalihkan kewajiban pajaknya pada istri.

Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada
pihak lain karena jenis pajak ini tidak memiliki surat ketetapan pajak.

Artinya, pengenaan pajak tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan
tindakan perbuatan atas kejadian sehingga pembayaran pajak dapat diwakilkan kepada pihak
lain.

Pajak Subjektif dan Pajak Objektif

Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan
pajak objektif.

Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif
berpangkal kepada objeknya.

Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang
kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang.

Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.

Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan
pajak.
Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Pajak pusat dan pajak daerah merupakan jenis pajak yang pengelompokannya berdasar pada
lembaga pemungutannya.

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, dalam hal
ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja negara
seperti pembangunan jalan, pembangunan sekolah, bantuan kesehatan dan lain sebagainya.

Proses administrasi yang berkaitan dengan pajak pusat dilaksanakan di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Berbeda dengan pajak pusat/ nasional, pajak daerah merupakan pajak-pajak yang
dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.

Hasil dari pungutan jenis pajak ini kemudian digunakan untuk membiayai belanja pemerintah
daerah.

Proses administasinya dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak
Daerah atau kantor sejenis yang dibawahi oleh pemerintah daerah setempat.

Banyak yang mengira jika pajak pusat dan pajak daerah berdiri sendiri karena hasil dari pajak
pusat dan pajak daerah digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing.

Nyatanya, pajak pusat dan pajak daerah bersinergi satu sama lain dalam membangun
Indonesia secara nasional dari Aceh hingga Papua.

Pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik jika ada kesesuaian program kegiatan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Bea Materai
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB perkebunan, Perhutanan, Pertambangan)

Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah:

1. Pajak provinsi terdiri dari:

 Pajak Kendaraan Bermotor.


 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
 Pajak Air Permukaan.
 Pajak Rokok.

2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

 Pajak Hotel.
 Pajak Restoran.
 Pajak Hiburan.
 Pajak Reklame.
 Pajak Penerangan Jalan.
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
 Pajak Parkir.
 Pajak Air Tanah.
 Pajak Sarang Burung Walet.
 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
 Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Perdesaan dan Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih tetap
merupakan pajak pusat.

3.SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK


Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan sebagai berikut.

a.Official Assessment System

Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk


menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak menurut perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
Ciri-ciri Official Assessment System:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib pajak menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

c.With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan
bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.
4.AZAS PEMUNGUTAN PAJAK
1. Efficiency
Pemungutan pajak harus mudah dan murah dalam penagihannya sehingga hasil
pemungutan pajak lebih besar dari biaya pemungutannya

2. Equity
Pemungutan pajak harus adil di antara satu wajib pajak dengan wajib pajak lainnya.
Pajak dikenakan kepada wajib pajak harus sebanding dengan kemampuannya untuk
membayar pajak tersebut dan manfaat yang diterimanya

3. Economic effects must be considered


Pajak yang dikumpulkan dapat memengaruhi kehidupan ekonomis wajib pajak, hal ini
harus dipertimbangkan ketika merumuskan kebijakan perpajakan. Pajak yang
dikumpulkan, jangan sampai membuat seseorang melarat atau mengganggu kelancaran
produksi perusahaan.
4. Convenience of Payment adalah waktu pemungutan pajak harus tepat, dekat dengan
penghasilan atau keuntungan yang dikenakan oleh pajak.

5.TEORI PAJAK

Beberapa teori yang memberikan pembenaran kepada negara untuk berhak memungut pajak
dari rakyat

1 Teori Asuransi
Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala kepentingannya, yaitu
keselamatan dan keamanan jiwa dan harta bendanya. Oleh sebab itu, pembayaran pajak
dianggap atau disamakan dengan pembayaran premi karena mendapat jaminan perlindungan
dari negara

2.Teori Kepentingan
Teori ini menekankan pembebanan pajak pada penduduk seluruhnya harus didasarkan atas
kepentingan orang masing-masing dalam tugas negara/pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk
juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu serta harta bendanya. Pembayaran pajak dihubungkan
dengan kepentingan orang-orang tersebut terhadap negara, maka semakin besar kepentingan seseorang
terhadap negara semakin besar pajak yang harus dibayar.

3.Teori Daya Pikul


Teori daya pikul mengandung suatu kesimpulan bahwa dasar keadilan dalam pemungutan pajak
adalah terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa
dan harta bendanya. Untuk memenuhi kepentingan tersebut dibutuhkan adanya biaya yang harus dipikul
oleh warga dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok pangkal teori ini adalah asas pajak, yaitu tekanan
pajak itu haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul
seseorang dan untuk mengukur daya pikul dapat dilihat dari penghasilan, kekayaan dan besarnya
pengeluaran seseorang dan memperhatikan besar-kecilnya jumlah tanggungan keluarga

4.Teori Bakti
Teori ini didasarkan pada paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara sebagai
organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Negara mempunyai hak
mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya terhadap negara.
Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara

5.Teori Asas Daya Beli


Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan
maksud untuk memelihara kehidupan masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu, yaitu
kesejahteraan. Jadi penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dianggap sebagai
dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan negara,
melainkan kepentingan- kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.

6.JENIS TARIF PAJAK

Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak
atau jumlah pajak yang terutang. Terdapat empat macam tarif pajak, sebagai berikut.

1. Tarif Tetap
Tarif Tetap yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap berapa pun yang menjadi dasar
pengenaan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
Rp1.000.000 Rp3.000
Rp10.000.000 Rp3.000
Rp20.000.000 Rp3.000
Rp50.000.000 Rp3.000
Misalnya bea meterai untuk cek dan bilyet giro berapapun jumlahnya dikenakan bea meterai
yang sama sebesar Rp3.000.

2. Tarif Sebanding (Proporsional)


Tarif Sebanding (proporsional) yaitu tarif dengan persentase tetap berapa pun jumlah yang
menjadi dasar pengenaan pajak, dan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah secara
proporsional sesuai dengan jumlah yang akan dikenakan.

Contoh:
Dasar Pengenaan Tarif
Utang Pajak
Pajak Pajak
Rp1.000.000 10% Rp100.000
Rp10.000.000 10% Rp1.000.000
Rp20.000.000 10% Rp2.000.000
Rp50.000.000 10% Rp5.000.000

Misalnya PPN dengan tarif 10% dikenakan terhadap penyerahan suatu barang kena pajak.
Dengan jumlah dasar pengenaan pajak semakin besar dengan tarif persentase tetap akan
menyebabkan jumlah utang pajak menjadi lebih besar

3. Tarif Progresif
Tarif progresif yaitu tarif dengan persentase yang semakin meningkat (naik) apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat.

Contoh: Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000 5%
di atas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 15%
di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 25%
di atas Rp500.000.000 30%

Dilihat dari kenaikan tarif, tarif progresif dibagi menjadi beberapa tarif, yaitu:
d. Tarif Progresif Progresif: kenaikan persentase pajaknya semakin besar
e. Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentase pajaknya tetap
Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentase pajaknya semakin menurun

4.Tarif Degresif (Menurun)


Tarif Degresif (menurun) yaitu tarif dengan persentase yang semakin turun apabila jumlah yang
menjadi dasar pengenaan pajak meningkat

7.HAPUSNYA PAJAK

"Hapusnya pajak" dapat diartikan sebagai penghapusan atau pengurangan pajak. Ini bisa menjadi
topik yang kompleks dan kontroversial, tergantung pada konteksnya. Beberapa alasan yang mungkin
diungkapkan untuk mengusulkan atau mendukung penghapusan atau pengurangan pajak termasuk:

1.Stimulasi Ekonomi: Beberapa orang berpendapat bahwa pengurangan pajak dapat merangsang
aktivitas ekonomi dengan memberikan lebih banyak uang kepada individu dan perusahaan untuk
diinvestasikan, dibelanjakan, atau disimpan.2.Peningkatan Daya Saing: Negara-negara atau wilayah
yang memiliki tingkat pajak yang lebih rendah dapat menarik lebih banyak investasi dan bisnis,
meningkatkan daya saing mereka di tingkat global.3.Meningkatkan Konsumsi: Pengurangan pajak
dapat meningkatkan daya beli konsumen karena mereka memiliki lebih banyak uang untuk
dibelanjakan, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.

Namun, perlu diingat bahwa penghapusan pajak juga dapat memiliki dampak negatif, seperti:

1.Kurangnya Pendapatan untuk Pemerintah: Jika pendapatan pajak menurun, pemerintah mungkin
kesulitan untuk menyediakan layanan publik yang diperlukan, seperti pendidikan, perawatan
kesehatan, dan infrastruktur.2.Peningkatan Ketidaksetaraan: Pengurangan pajak yang tidak seimbang
dapat memperburuk ketidaksetaraan ekonomi, karena manfaatnya mungkin lebih besar bagi mereka
yang sudah kaya.3.Ketidakpastian Keuangan: Pengurangan pajak yang tiba-tiba dan signifikan tanpa
sumber pendapatan yang sesuai dapat menyebabkan defisit anggaran dan ketidakpastian keuangan
jangka panjang.

Keputusan untuk menghapus atau mengurangi pajak adalah kebijakan ekonomi yang kompleks dan
harus dipertimbangkan dengan hati-hati, mempertimbangkan dampak jangka pendek dan jangka
panjangnya. Setiap negara atau wilayah mungkin memiliki situasi ekonomi yang berbeda, dan solusi
yang efektif dapat bervariasi

Anda mungkin juga menyukai