Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Definisi Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.

1.2 Pengertian Pajak PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri.

1.3 Siapa Subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21

Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi
yang merupakan :

a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :

a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing
dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Objek pajak penghasilan (PPh) adalah pendapatan yang diterima atau diterima oleh
wajib pajak. Pendapatan ini dihasilkan oleh pembayar pajak dalam dan luar negeri,
misalnya :

a. Penggantian atau kompensasi yang berkaitan dengan pekerjaan atau layanan


yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, pensiun, atau bentuk kompensasi lain kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba operasional.

d. Laba karena penjualan atau karena pengalihan harta seperti laba karena
pengalihan harta kepada perusahaan, kemitraan dan entitas lain sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.

e. Manfaat yang diperoleh oleh perusahaan, kemitraan dan entitas lain karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

f. Keuntungan karena likuidasi, merger, konsolidasi, ekspansi, penyelesaian atau


pengambilalihan bisnis.

g. Manfaat karena pengalihan harta dalam bentuk hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga berdarah dalam garis lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditentukan oleh Menteri

h. Keuangan , sejauh tidak ada hubungan, pekerjaan, kepemilikan atau kendali


antara pihak-pihak yang terkait.

i. Penggantian pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

j. Bunga termasuk premi, diskon, dan hadiah untuk jaminan pembayaran utang.

k. Dividen berdasarkan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan distribusi sisa hasil operasi
koperasi.

l. Royalti.

m. Sewa dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.

n. Menerima atau memperoleh pembayaran berkala.

o. Manfaat karena pengurangan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang


ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
p. Keuntungan karena perbedaan valuta asing. Lebih banyak perbedaan karena
revaluasi aset.

q. Premi asuransi.

r. Kontribusi yang diterima atau diperoleh oleh asosiasi dari anggota yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan bisnis atau pekerjaan gratis.

s. Tambahan kekayaan bersih dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

t. Penghasilan dari bisnis berbasis syariah.

u. Surplus Bank Indonesia.

v. Manfaat bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur


KUP.

w. Objek pajak dikenakan PPh final atas pendapatan dalam bentuk bunga deposito
dan tabungan lainnya.

x. Penghasilan dari transaksi saham dan efek lainnya di bursa efek.

y. Penghasilan dari pengalihan harta dalam bentuk tanah dan atau bangunan.

1.4 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pajak
penghasilan yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak. Subjek Pajak Penghasilan akan
dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
Subjek Pajak Penghasilan yang harus membayar pajak penghasilan disebut Wajib
Pajak. Untuk menjadi Wajib Pajak, maka Subjek Pajak Penghasilan harus
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi domisili
dari Subjek Pajak Penghasilan tersebut untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak). Jenis-Jenis Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Penghasilan
terdiri dari :

1. Orang Pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak penghasilan dapat bertempat
tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri :


a. Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri.
b. Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Luar Negeri.
1) Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak.
2) Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak karena
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yang berhak yaitu ahli waris.Penunjukan warisan yang belum terbagi
sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak
dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh)
mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban
perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang
berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih
kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada
objeknya. Badan Badan sebagai Subjek Pajak Penghasilan terdiri dari :

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap merupakan Subjek Pajak
Penghasilan yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak
Badan. 1 Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat
usaha (placeofbusiness) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung
termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik
atau peralatan otomatis (automatedequipment) yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas
usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan
untuk menjalankan usaha atau melakukankegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau
badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas
nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas,
asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya
dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang
didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk
usaha tetapdi Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti
bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau
bertempat kedudukan di Indonesia.

1.5 Tarif pph

Tarif pajak penghasilan yang dimuat pada PPh Pasal 21 dibebankan kepada Wajib
Pajak yang telah berpenghasilan. Namun, sebelumnya Anda harus mengetahui
terlebih dahulu tentang besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 yang
diatur dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut.

1. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan


Kena Pajak adalah pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) terbaru. Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) terbaru. Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, dikenakan
sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP dalam
satu bulan.

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak


dikenai Pajak Penghasilan seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut
Direktorat Jenderal Pajak, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan
sebagai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta
keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh Pasal 21.
Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan
pajak penghasilan apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih
dari Rp54.000.000,-. Objek Penghasilan Tidak Kena Pajak dipaparkan sebagai
berikut.
1. Rp54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Rp4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp54.000.000,- untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah
digabung dengan penghasilan suami.
4. Rp4. 500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga
dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

1.6 Tarif Penghasilan Pajak Pasal 23

Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yaitu 15% dan
2% tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek atau jumlah
bruto dari yang diberlakukan, pajak yang terkena PPh Pasal 23 yang berlaku di
Indonesia :

1. Dikenakan 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: dividen kecuali
pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
pasal 21.[4] Dikenakan 2% (dua persen) dari
2. jum;ah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas :
a. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa tanah dan atau bangunan; dan Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen,
b. jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
Pajak penghasilan pasal 21. Jasa lain terdiri dari: Jasa penilai (appraisal)
Jasa aktuaris; Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Jasa perancang (design); Jasa pengeboran (drilling) dibidang minyak dan
gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap BUT;
penambangan Jasa penunjang di bidang penambangan migas; Jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
1.7 Perhitungan PPh
Pajak penghasilan pasal 21 (pph 21 ) merupakan pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan brupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan mbayaran lain yang
diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan
lain sebagainya.

Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-
16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut:

1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:

a. Pegawai tetap
b. Penerima pensiun berkala
c. Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
d. Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c)
yang menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang
berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana
dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.

Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan sesuai tarif, melainkan
dikurangi PTKP terlebih dahulu.

1.8 Pelaporan PPh sanksi administrasi

Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) *) atau batas waktu perpanjangan penyampaian
Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dilakukan terhadap:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;


b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak
tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

Penjelasan

Bencana adalah bencana nasional atau bencana yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 3 ayat 3 UU KUP No 28 Tahun 2007 *)
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir
Masa Pajak;
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling
lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Penjelasan

Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang
dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya.

Anda mungkin juga menyukai