1 Definisi Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri.
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi
yang merupakan :
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing
dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Objek pajak penghasilan (PPh) adalah pendapatan yang diterima atau diterima oleh
wajib pajak. Pendapatan ini dihasilkan oleh pembayar pajak dalam dan luar negeri,
misalnya :
c. Laba operasional.
d. Laba karena penjualan atau karena pengalihan harta seperti laba karena
pengalihan harta kepada perusahaan, kemitraan dan entitas lain sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
e. Manfaat yang diperoleh oleh perusahaan, kemitraan dan entitas lain karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
g. Manfaat karena pengalihan harta dalam bentuk hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga berdarah dalam garis lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditentukan oleh Menteri
j. Bunga termasuk premi, diskon, dan hadiah untuk jaminan pembayaran utang.
k. Dividen berdasarkan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan distribusi sisa hasil operasi
koperasi.
l. Royalti.
q. Premi asuransi.
r. Kontribusi yang diterima atau diperoleh oleh asosiasi dari anggota yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan bisnis atau pekerjaan gratis.
w. Objek pajak dikenakan PPh final atas pendapatan dalam bentuk bunga deposito
dan tabungan lainnya.
y. Penghasilan dari pengalihan harta dalam bentuk tanah dan atau bangunan.
Subjek Pajak Penghasilan adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pajak
penghasilan yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak. Subjek Pajak Penghasilan akan
dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
Subjek Pajak Penghasilan yang harus membayar pajak penghasilan disebut Wajib
Pajak. Untuk menjadi Wajib Pajak, maka Subjek Pajak Penghasilan harus
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi domisili
dari Subjek Pajak Penghasilan tersebut untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak). Jenis-Jenis Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Penghasilan
terdiri dari :
1. Orang Pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak penghasilan dapat bertempat
tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap merupakan Subjek Pajak
Penghasilan yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak
Badan. 1 Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat
usaha (placeofbusiness) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung
termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik
atau peralatan otomatis (automatedequipment) yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas
usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan
untuk menjalankan usaha atau melakukankegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau
badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas
nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas,
asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya
dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang
didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk
usaha tetapdi Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai,
perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti
bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
Tarif pajak penghasilan yang dimuat pada PPh Pasal 21 dibebankan kepada Wajib
Pajak yang telah berpenghasilan. Namun, sebelumnya Anda harus mengetahui
terlebih dahulu tentang besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 yang
diatur dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut.
Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yaitu 15% dan
2% tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek atau jumlah
bruto dari yang diberlakukan, pajak yang terkena PPh Pasal 23 yang berlaku di
Indonesia :
1. Dikenakan 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: dividen kecuali
pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
pasal 21.[4] Dikenakan 2% (dua persen) dari
2. jum;ah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas :
a. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa tanah dan atau bangunan; dan Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen,
b. jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
Pajak penghasilan pasal 21. Jasa lain terdiri dari: Jasa penilai (appraisal)
Jasa aktuaris; Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Jasa perancang (design); Jasa pengeboran (drilling) dibidang minyak dan
gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap BUT;
penambangan Jasa penunjang di bidang penambangan migas; Jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
1.7 Perhitungan PPh
Pajak penghasilan pasal 21 (pph 21 ) merupakan pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan brupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan mbayaran lain yang
diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan
lain sebagainya.
Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-
16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut:
a. Pegawai tetap
b. Penerima pensiun berkala
c. Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
d. Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c)
yang menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang
berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana
dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.
Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan sesuai tarif, melainkan
dikurangi PTKP terlebih dahulu.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dilakukan terhadap:
Penjelasan
Bencana adalah bencana nasional atau bencana yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 3 ayat 3 UU KUP No 28 Tahun 2007 *)
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir
Masa Pajak;
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling
lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Penjelasan
Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang
dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya.