Anda di halaman 1dari 86

PRAKTIKUM

PERPAJAKAN
(Pajak Penghasilan)

ERLINA DIAMASTUTI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
2019
Praktikum Perpajakan

BAB I
PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

1. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan Pajak Penghasilan
adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan adalah Undang-undang (UU) Nomor 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mengatur pengenaan
pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan, dalam Undang- Undang ini disebut Wajib
Pajak.Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir
dalam tahun pajak (Pasal 1).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 berisi tentang 4 KELOMPOK PENGHASILAN
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain.

Undang-undang ini mengalami 4 kali perubahan yakni:


1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang perubahan Atas UU No.7/1983
tentang pajak penghasilan
2. Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU
No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.
7/1983 tentang Pajak Penghasilan
4. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.
7/1983 tentang Pajak Penghasilan.
Selain itu pengaturan terbaru tentang Pajak Penghasilan juga dalam UU Cipta
Kerja No 11 tahun 2020 dan melalui UU HPP Nomor 7 tahun 2021 tentang
harmonisasi peraturan perpajakan

Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni:


1. PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas
pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha
2. PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan,
hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri
Praktikum Perpajakan

2. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)

2.1. Subjek PPh


Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian
tahun pajak. Dengan kata lain, subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila
menerima atau memperoleh penghasilan.
Subjek pajak penghasilan artinya orang yang harus membayar pajak penghasilan
dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP). Status sebagai WP ini ditetapkan dengan
cara yang bersangkutan mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pendaftaran
diri sebagai WP dilakukan di KPP tersebut harus sesuai dengan wilayah domisili
yang bersangkutan

2.2. Jenis Subyek Pajak Penghasilan

Merujuk pada UU PPh, subyek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis
antara lain:
1. Subyek Orang pribadi
Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi subjek pajak orang pribadi
dalam negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri.

1.1. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah:


a. Orang pribadi yang tinggal di Indonesia.
b. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
c. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat
tinggal diIndonesia.

1.2. Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah:


Yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.

Yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan


dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.

Keterangan SPDN SPLN


Penghasilan yang Penghasilan dari seluruh Hanya penghasilan dari
dikenai dunia Indonesia.
pajak penghasilan
Pengenaan Pajak Dari Penghasilan neto Dari penghasilan bruto
(PKP)
Tarif Pajak Progresif Tetap.
Kewajiban SPT Wajib menyampaikan Tidak Wajib
SPT
Praktikum Perpajakan

2. Selain Orang Pribadi


 Warisan belum terbagi, dinyatakan sebagai subyek pajak agar penghasilan
yang mungkin diterima/diperoleh dari warisan itu tetap dikenai pajak. Bila
warisan telah terbagi, maka pertanggungjawaban perpajakannya berada di
tangan para ahli waris.
 Badan, dinyatakan sebagai subyek pajak di mana pengertiannya seperti di
KUP. Badan adalah subyek pajak yang merupakan orang dan/atau modal
sebagai satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak
melakukan usaha. Subyek PPh Badan adalah sebagai subyek pajak
penghasilan terdiri dari:
a. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertenpat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap
 Bentuk Usaha Tetap (BUT), merupakan bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi SPLN maupun badan SPLN untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia. Meski tidak secara jelas termasuk
subyek pajak dalam atau luar negeri, kewajiban pajak BUT sama dengan
subyek pajak dalam negeri, khususnya subyek pajak badan. BUT wajib
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP,
kemudian menyampaikan SPT sebagai sarana pelaporan besarnya pajak
terutang dalam satu tahun pajak. Selain itu, pengenaan pajaknya
dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif
umum seperti yang berlaku pada subyek pajak dalam negeri.

3. Pengecualian Subyek Pajak


a) Badan perwakilan negara asing.
b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan dan
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
c) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan lain di
Indonesia.

2.3. Tidak Termasuk Subyek Pajak Penghasilan (Pasal 3)


a. Kantor Perwakilan Negara Asing
Praktikum Perpajakan

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat


lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuaan timbal balik.
c. Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan
syarat:
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3. OBYEK PAJAK PENGHASILAN


Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

1. Penghasilan Yang Termasuk Obyek Pajak Penghasilan (Pasal 4


ayat 1)

Termasuk Obyek Pajak Penghasilan antara lain:


1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan hartaPenerimaan kembali dari
pembayaran pajak
5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
6. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
8. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
9. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
10. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
11. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
12. Premi asuransi.
Praktikum Perpajakan

13. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
14. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
15. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
16. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata car perpajakan

Namun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan Objek
Pajak Penghasilan, di antaranya adalah:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. warisan;
3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
apabila diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu akan menjadi
Penghasilan); dan
4. Penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.

2. Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final (Pasal 4 ayat 2)

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

3. Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan (Pasal 4


ayat 3)

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.


2. Warisan.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau
5. diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau
Praktikum Perpajakan

pemerintah,
6. kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang
dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit).
7. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
8. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.
9. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
10. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud sebelumnya, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat-syarat
tertentu.
13. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
14. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
15. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

4. BIAYA-BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN DIKURANGKAN DARI


PENGHASILAN (DEDUCTIBLE EXPENSES)

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,


termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
Praktikum Perpajakan

tunjangan lain yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti,
biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali PPh.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Metode
penyusutan yang boleh digunakan menurut UU PPh adalah metode
garis lurus (untuk semua harta tetap berwujud) dan metode saldo
menurun (hanya untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan
saja). Penyusutan dapat dimulai pada:
a. Tahun dilakukannya pengeluaran. Untuk harta yang masih dalam
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun pengerjaan harta
tersebut selesai.
b. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada tahun
harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada tahun harta tersebut mulai
menghasilkan.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
 Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi komersial.
 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BPULN) atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan.
 Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
 WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Dirjen Pajak.

5. BIAYA-BIAYA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN DIKURANGKAN


DARI PENGHASILAN (UNDEDUCTIBLE EXPENSES)
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan
untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan SK
Praktikum Perpajakan

Menteri Keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi WP yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP
atau pemerintah kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
pasal 4 ayat 3 UU PPh, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan oleh WP orang pribadi beragama Islam dan atau WP badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah.
8. PPh, dalam hal ini PPh orang pribadi.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan di
bidang perpajakan.

6. KOMPENSASI KERUGIAN
Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang
mengalami kerugian dalam hal pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat
dilakukan pada saat tahun berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.
Apabila wajib pajak mengalami kerugian usaha (fiskal) pada suatu tahun pajak,
kerugian tersebut dapat diperhitungkan (dikompensasikan) dengan laba tahun
pajak berikutnya berturut-turut selama 5 tahun. WP tertentu dapat melakukan
kompensasi kerugian melebihi 5 tahun hingga 10 tahun.
Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang
No.36 tahun 2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai
Pajak Penghasilan yang didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal
tersebut. Ayat pertama yang tercantum itu sendiri membahas tentang
pengurangan yang antara lain:
1. Adanya pengurangan biaya langsung atau tidak terkait dengan kegiatan
usaha.
2. Adanya penyusutan untuk pengeluaran agar mendapat harta berwujud dan
adanya amortisasi untuk pengeluaran agar mendapat hak, serta atas biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun
Praktikum Perpajakan

3. Adanya iuran dana pensiun yang disahkan oleh Menteri Keuangan.


4. Adanya kerugian akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan
dalam hal itu digunakan dalam perusahaan terkait.
5. Adanya kerugian yang diakibatkan karena adanya selisih kurs mata uang
asing.
6. Adanya pengurangan untuk biaya penelitian serta pengembangan atas
perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Adanya biaya beasiswa, pelatihan, serta magang.
8. Adanya Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih.
9. Adanya sumbangan yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana
nasional yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

7. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (Pasal 6)


Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua)
cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1. Cara biasa (Cara Pembukuan), yaitu penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya-biaya yang diperkenankan antara lain :
 Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
 Biaya Penyusutan dan Amortisasi
 Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriaanya disahkan oleh
Menteri Keuangan
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
 Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
 Natura di daerah tertentu
 Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya
litbang yang dilakukan di Indonesia, magang, dan Pelatihan.
2. Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya persentase norma ditentukan berdasarkan keputusan
dirjen pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh digunakan
wajib pajak yang peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000
setahun dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan (Pasal 14).

8. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang
penghasilan neto, yang hanya diberikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
(WPOP) sebagai (WPDN). Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan
diberikan wewenang untuk menetapkan
Praktikum Perpajakan

penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah


dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

No Jenis Penghasilan TKP Setahun Sebulan


A Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp. 54.000.000 Rp. 4.500.000
B Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp. 4.500.000 Rp. 375.000
C Tambahan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan Rp. 54.000.000 Rp. 4.500.000
suami
D Tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah, semenda dalam Rp. 4.500.000 Rp. 4.500.000
garis keturunan lurus (vertikal), serta
anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3
(tiga) orang

Catatan:
 Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP
yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami
memiliki penghasilan).
 Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah
dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap
anggota sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3
(tiga) orang yang masing-masing besarnya Rp 4.500.000 setahun atau
Rp
375.000 sebulan.
 Bagi karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan)
bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan,
diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 4.500.000 setahun atau Rp
375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungannya, paling banyak 3 orang, masing-masing Rp. 4.500.000
setahun atau Rp. 375.000 sebulan.
 Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

Contoh
 Jika Bagus adalah seorang karyawan berstatus kawin dengan dua
tanggungan, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb:

(K/2) Alan status kawin dengan tanggungan 2 orang


PTKP :Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 2 Orang Rp 9.000.000+
Rp. 67.500.000
Praktikum Perpajakan

 Pada tanggal 1 Januari 2019 Bagio berstatus kawin dengan tanggungan dua
orang anak, apabila anak yang ketiga lahir setelah tanggal 1 Januari 2019
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Bagio untuk tahun pajak 2019
tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 2 (dua) orang anak.

9. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN


1. Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga
semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak
penghasilan sebagai berikut :

9.1.1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perorangan)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


Lapisan Kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%

9.1.2. Untuk Wajib Pajak Badan


Tarif umum untuk badan adalah 25% sejak tahun 2010.

10. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)


Yaitu dengan menggunakan pembukuan dengan cara mengurangi
penghasilan bruto dengan biaya yang diperkenankan:
 Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
 Biaya penyusutan dan amortisasi
 Iuran dana pensiun
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
 Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
 Natura untuk daerah tertentu
 Biaya lain seperti biaya perjalanan, administrasi, litbang, magang dan
pelatihan

Berikut tata cara perhitungan dengan cara biasa:

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perseorangan)


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Praktikum Perpajakan

Penghasilan Lain-lain Rp xxx +


Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp xxx
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp xxx +
Penghasilan Netto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp xxx -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx -
PKP Rp xxx

PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

Contoh
Bapak Sofyan (K/2) adalah seorang pengusaha Mebel di Jepara. Data
penjualan Mebel di tahun 2019 menurut pembukuan yang dibuat adalah
sebesar Rp 650.000.000 dengan harga pokok penjualan sebesar Rp
300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi semua jenis mebel meliputi
biaya operasional Rp15.000.000 dan biaya administrasi Rp17.500.000.
Pada tahun 2019 Bapak Sofyan juga menerima penghasilan dari ruko yang
disewakannya sebesar Rp. 20.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan yang terutang apabila masih terdapat sisa kerugian tahun
2016 sebesar Rp25.000.000 ?

Perhitungan PPh Terhutang:


Peredaran Usaha Rp 650.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 300.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 350.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 32.500.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 317.500.000
Penghasilan Lain-lain Rp 20.000.000 +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 337.500.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0+
Penghasilan Netto Rp 337.500.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp 25.000.000 -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 312.500.000
PTKP (K/2) Rp. 67.500.000-
PKP Rp. 245.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang :


5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15 % x Rp 195.000.000 = Rp 36.750.000+
Rp.39.250.000

Untuk Wajib Pajak Badan


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -

Erlina Diamastuti Page 10


Praktikum Perpajakan

Penghasilan Bruto Rp xxx


Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan Lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp xxx
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp xxx +
Penghasilan Netto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp xxx -
PKP Rp xxx

PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

Contoh
PT Satria Komputer adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan
sparepart komputer. Berikut ini adalah data keuangan pada kegiatan usaha
tahun 2019: Penerimaan bruto Rp70.000.000.000, persediaan per 1 Januari
2019 Rp15.000.000.000, persediaan per 31 Desember 2019
Rp12.500.000.000, pembelian selama tahun 2019 Rp20.000.000.000, dan
biaya administrasi & operasional Rp750.000.000. Di luar kegiatan usahanya,
PT. Satria Komputer memperoleh penghasilan dari penyewaan mesin milik
perusahaan sebesar Rp50.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan terutang jika masih terdapat sisa kerugian tahun 2018 senilai
Rp200.000.000!

Penghitungan Harga Pokok Penjualan:


Persediaan awal 1 Januari 2019 Rp. 15.000.000.000
Pembelian Rp. 20.000.000.000 +
Persediaan tersedia dijual Rp. 35.000.000.000
Persediaan akhir 31 Des 2019 Rp. 12.500.000.000 -
Harga Pokok Penjualan Rp. 22.500.000.000

Penghitungan PPh Terhutang:


Peredaran Usaha Rp 70.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 22.500.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 47.500.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 750.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 46.750.000.000
Penghasilan Lain-lain Rp 50.000.000 +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 46.800.000.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0+
Penghasilan Netto Rp 46.800.000.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp 200.000.000 -
PKP Rp 46.600.000.000

Pajak Penghasilan Terhutang :


25% x Rp 46.600.000.000 = Rp 11.650.000
Erlina Diamastuti Page
114
Praktikum Perpajakan

2. Cara Norma Perhitungan Penghasilan Netto


 Besarnya prosentase norma ditentukan berdasarkan keputusan dirjen
pajak
 Norma penghitungan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran
brutonya kurang dari Rp. 4.800.000.000 dalam setahun dengan
ketentuan memberitahukan kepada Dirjen pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan

Bagi Orang Pribadi yang menggunakan pencatatan:


 WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
 Peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000
boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan
 WP yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan
Norma, wajib menyelenggarakan pencatatan
 Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
 WP yang tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan

Contoh
Selain membuka praktek di rumahnya yang berada di daerah Jakarta, Dokter
Saprudin (K/3) memiliki bisnis perdagangan handphone. Diketahui
penghasilan brutonya sebagai seorang dokter selama tahun 2019 adalah
sebesar Rp200.000.000 dan dari bisnis penjualan handphone sebesar
Rp45.000.000. Berapakah pajak penghasilan yang terutang berdasarkan
norma perhitungan jika diketahui prosentase norma untuk dokter 62% dan
penjualan handphone 12%?

Penghitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :


Penghasilan Neto :
 Kegiatan Dokter : 62 % x Rp 200.000.000 Rp 124.000.000
 Penjualan Handphone : 12 % x Rp 45.000.000 Rp 5.400.000+
Jumlah Penghasilan Neto Rp 129.400.000
PTKP (K/3) Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 57.400.000

Pajak Penghasilan yang Terutang :


5 % x Rp 57.400.000 = Rp. 2.870.000

Erlina Diamastuti Page


115
Praktikum Perpajakan

KASUS

1. Bapak Santoso (K/2) adalah seorang pengusaha jamu. Diketahui data


penjualan tahun 2019 menurut pembukuan yang dibuatnya adalah Rp.
550.000.000 sedangkan persediaan barang dagangan pada awal tahun
Rp. 40.000.000. Pembelian yang dilakukan selama tahun 2019 Rp.
150.000.000, persediaan akhirnya sebesar Rp. 40.000.000, dan biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional perusahaan sebesar Rp.
30.000.000. Berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang atas
penghasilan yang diterima Bapak Santoso?

2. Bapak Untung (K/3) mempunyai tiga jenis usaha, yaitu peternakan ayam
di Depok dengan peredaran usaha Rp. 200.000.000 setahun dan
prosentase norma 25%, bisnis restoran di Bandung dengan penerimaan
bruto Rp. 70.000.000 dan prosentase norma 15%, dan percetakan di
Bogor dengan peredaran usaha Rp. 50.000.000 dan prosentase norma
10%. Hitunglah pajak penghasilan terutang atas penghasilan yang
diterima Bapak Untung!

Erlina Diamastuti Page


116
Praktikum Perpajakan

3. Ibu Sarinem (K/2) adalah seorang agen gula pasir. Diketahui data
penjualan pada tahun 2019 menurut pembukuan yang dibuatnya adalah
Rp.900.000.000 dan persediaan barang dagangan pada awal tahun
Rp.150.000.000. Pembelian yang dilakukan selama tahun 2019
Rp.450.000.000 dan persediaan akhirnya sebesar Rp75.000.000. Biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional sebesar Rp.
55.000.000 dan penghasilan dari luar kegiatan usahanya sebesar
Rp.15.000.000. Berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang atas
penghasilan yang diterima Ibu Sarinem jika suaminya bekerja?

Erlina Diamastuti Page


117
Praktikum Perpajakan

4. PT Bingung Aja bergerak di bidang jual beli barang – barang elektronik.


Berdasarkan pembukuan yang dibuatnya pada tahun 2019 diperoleh data
sebagai berikut: Peredaran Usaha Rp 55.000.000.000. Harga Pokok
Penjualan Rp 12.000.000.000. Biaya operasional dan administrasi Rp
750.000.000. Kerugian tahun 2018 Rp 100.000.000. Penghasilan lain
dari luar negeri Rp 1.700.000.000. Berapa besarnya PPh terutang yang
harus dibayar oleh PT. Bingung Aja pada tahun 2019?

Erlina Diamastuti Page


118
Praktikum Perpajakan

5. PT Teka Teki, sebuah perusahaan furniture di Yogyakarta, selama tahun


2019 melakukan peredaran usaha sebesar Rp.60.500.000.000. Dibawah
ini adalah data pembukuannya:
Persediaan per 1 Januari 2019 Rp 20.000.000.000
Pembelian Rp 11.000.000.000
Persediaan per 31 Desember 2019 Rp 15.000.000.000
Biaya operasional Rp 700.000.000
Biaya administrasi dan umum Rp 20.000.000
Biaya penyusutan Rp 150.000.000
Penghasilan dari luar usaha Rp 95.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 103.000.000
Sisa kerugian tahun 2018 Rp 75.000.000

Dari data diatas hitunglah pajak yang harus dilunasi oleh PT Teka Teki atas
penghasilan yang diperoleh selama tahun 2019!

Erlina Diamastuti Page


119
Praktikum Perpajakan

Erlina Diamastuti Page


120
Praktikum Perpajakan

BAB II
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan
sebagai mana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No.17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan PER No. 57
Tahun 2009.

Pajak Penghasilan pasal 21 adalah salah satu cara untuk melakukan


pelunasan pajak di tahun berjalan yang dilakkan oleh pihak lain atau pihak
ke tiga yang memberikan atau membayarkan penghasilan. Pihak ketiga
dalam hal ini diwajibkan oleh undang-undsatuang untuk meotong pajak yang
terutang dari Wajib Pajak dan selanjutnya disetorkan ke Kas Negara.

Bagi Wajib Pajak yang telah dipotong PPh pasal 21 atas penghasilannya
dapat dianggap sebagai pembayaran di muka atas pajak yang nantinya
terutang untuk satu tahun pajak.

2. DASAR HUKUM
a. Undang-undang no 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah
dengan UU no 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No 7
tentang Pajak Penghasilan
b. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang manfaat pension,
Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
c. Perarturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk
pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan orang Pribadi
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tenatng tata cara
pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
e. Peraturan Dirjen Pajak Nomer PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
pasal 21 dan. Atau pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan kegiatan orang pribadi
f. Peraturan Menetri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang
penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang
penetapan bagian sehubungan dengan Pekerjaan dan Pegawai Harian
dan Mingguan seta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang tidak dikenakan
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan

Pemotongan Menimbang Pajak Penghasilan


h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara
Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan
dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena pajak, serta Pemotongan
dan/atau Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi
Pemerintah

3. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pemotong PPh Pasal 21/26 atas Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi, wajib dilakukan oleh:

3.1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun
cabang. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, baik
merupakan pusat ataupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai.
1. Pembayaran lain adalah pembayaran denngan nama apapun
selain gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain
seperti bonus, gratifikasi dan tantiem
2. Bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh penghasilan dan pemberi kerja sehubungan
dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima
atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.
3.2. Bendahara
 Bendaharawan pemerintah.
 Dana pensiun, badan penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan
lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan
Hari Tua (THT).
 Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang
kegiatan.
 BUMN / BUMD, perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak
luar negeri.

3.3. Dikecualikan sebagai Pemotong Pajak


 Kantor perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan
perlakuan yang sama bagi perwakilan Indonesia di negara tersebut.
 Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

4. WAJIB PAJAK
 Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan pengurus.
 Pegawai lepas.
 Penerima pensiun.
 Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa
atau hadiah.
 Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.

Erlina Diamastuti Page 20


Praktikum Perpajakan

Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia
> 183 hari. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN)
dipotong PPh Pasal 26.

4.1. Yang tidak Termasuk Wajib Pajak

5. Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing.


1. Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja
dan bertempat tinggal bersama mereka.
2. Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat :
a. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
b. Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di
Indonesia.
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

6. OBJEK PAJAK

Yang termasuk dalam objek pajak antara lain

1. Penghasilan tetap dan teratur, terdiri dari :


a. Gaji, upah, honorarium
b. Uang pensiun bulanan
c. Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
d. Tunjangan – tunjangan
e. Hadiah, beasiswa
f. Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu
g. Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun

2. Penghasilan tidak tetap dan Tidak Teratur, terdiri dari :


a. Bonus, gratifikasi, tantiem
b. Jasa produksi
c. Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti
d. Premi tahunan
e. Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur

3. Penerima upah, terdiri dari :


a. Upah harian
b. Upah mingguan
c. Upah satuan
d. Upah borongan

4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:


a. Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, Pemain
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan

musik, MC, penyanyi, bintang film


b. Olahragawan
c. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll
d. Agen iklan
e. Peserta perlombaan
f. Petugas dinas luar asuransi
g. Petugas penjaja barang dagangan (sales)
h. Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan
i. Distributor perusahaan MLM direct selling

YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali,
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan
dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan bentuk apapun
yang diberikan oleh Bukan Wajib Pajak.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara
taspen dan jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

7. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO


Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka
penghasilan bruto dikurangi:
a. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan
jumlah maksimum yang diperkenankan Rp6.000.000 setahun atau
Rp500.000 sebulan.
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
badan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan dan badan penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau
Jaminan Hari Tua (JHT) yang dipersamakan dengan dana pensiun.

Catatan:
 Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, maka
penghasilanbruto berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun yang
besarnya 5% dari penghasilan bruto pensiun dengan jumlah maksimum
Rp. 2.400.000 setahun atau Rp. 200.000 sebulan.
 Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

7.1. Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


Sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
Di atas Rp. 50.000.000 sd Rp. 250.000.000 15%
Di atas Rp. 250.000.000 sd Rp. 500.000.000 25%
Di atas Rp. 500.000.000 30%
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan

Keterangan:
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi
20% dari tarif normal

7.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Catatan yang perlu diperhatikan dalam perhitungan PPh 21 Pegawai Tetap?


Dalam pemotongan PPh Pasal 21, pemberi kerja harus memperhatikan jenis apa saja yang
harus dipotong PPh Pasal 21 dan pemberi kerja harus melakukan pengelompokan
penghasilan tersebut dengan benar. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelompokan perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan:

7.3 Penghasilan yang masuk dalam objek pajak PPh 21

1. Penghasilan teratur
a. Gaji

Penghasilan yang diterima oleh karyawan/ non-karyawan sebagai imbal hasil dari
pekerjaan yang dilakukan dan diberikan rutin dalam periode tertentu

b. Tunjangan

Tunjangan adalah sejumlah nilai yang dibayarkan secara rutin oleh perusahaan kepada
karyawan setiap bulannya. Ini merupakan di luar gaji pokok. Ada banyak macam
tunjangan yang biasanya diberikan perusahaan kepada karyawannya, seperti tunjangan
istri bagi karyawan laki-laki yang sudah menikah, tunjangan anak, dan lainnya.

Erlina Diamastuti Page 20


Praktikum Perpajakan

Tunjangan dalam konteks PPh 21 adalah Penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja
kepada pegawai diluar gaji pokok setiap bulannya atas imbal hasil dari pekerjaan yang
dilakukan karyawan. Tunjangan sifatnya hampir selalu diberikan setiap bulan tetapi belum
tentu jumlahnya tetap. contoh tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan makan,
dan tunjangan lainnya.

c. Asuransi

Dalam konteks perhitungan PPh 21, asuransi yang masuk dalam penghitungan atau
penambah penghasilan adalah Jaminan Keselamatan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM)
dan asuransi lainnya yang diakui sebagai penambah penghasilan PPh 21 dan diatur dalam
peraturan perpajakan.

2. Penghasilan tidak teratur:

a. Bonus

Bonus adalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan atau pemberi kerja kepada
pegawai atas imbal hasil kinerja pegawai/karyawan dan diberikan satu atau dua kali dalam
satu tahun buku diluar gaji. Biasanya bonus diberikan perusahaan sebagai apresiasi
perusahaan kepada karyawan.

b. THR

Tunjangan Hari Raya (THR) adalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan atau
pemberi kerja kepada pegawai dalam rangka perayaan hari raya keagaamaan yang diatur
dalam peraturan ketenagakerjaan. Biasanya perusahaan memberikan THR 1 kali dalam
satu periode tahun buku.

c. Penghasilan tidak teratur lainnya

Penghasilan tidak teratur lainnya dalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan
kepada karyawan hanya satu atau dua kali dalam satu periode buku (tidak rutin).

3. Pengurang Penghasilan dalam PPh 21

a. Biaya Jabatan

Biaya jabatan adalah biaya yang dikenakan terhadap semua karyawan tanpa
mempertimbangan tingkatan jabatan karaywan tersebut. Jadi, semua karyawan, apapun
jabatan dan tingkatannya, akan dikenakan biaya jabatan
Dalam kontek PPh 21, biaya jabatan adalah pengurang terhadap pengasilan pegawai atau
karyawan sebagai biaya atas mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan
pegawai/karyawan. Biaya Jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto karyawan dengan
nilai maksimal sebesar 500.000/bulan dan 6.000.000/ tahun.

b. Biaya/ Iuran Pensiun / Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)

Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan dalam perhitungan PPh 21 karyawan tetap.
Biaya pensiun/JHT merupakan potongan dari penghasilan bruto pegawai tetap yang
disetorkan oleh pemberi kerja/ perusahaan kepada lembaga yang diatur dalam Peraturan
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan

Menteri Keuangan. Iuran pensiun dipotong dari gaji karyawan sebesar 2% dengan nilai
maksimal 200.000/bulan atau 2.400.000/tahun.

c. Asuransi lainnya

Asuransi yang dipotong dari penghasilan pegawai tetap yang dalam peraturan perpajakan
bisa dijadikan pengurang dalam perhitungan PPh 21.

d. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah pengurang atas penghasilan pegawai dalam
periode tertentu. PTKP merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan keringanan
kepada wajib pajak yang berpenghasilan rendah untuk tidak dikenakan pajak.

7.4. Upah Bulanan, Harian/Mingguan, Satuan dan Borongan

Erlina Diamastuti Page 20


Praktikum Perpajakan

7.5. Bukan Pegawai

7.6. Peserta Kegiatan

Erlina Diamastuti Page 20


Praktikum Perpajakan

CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21

A. Pegawai / Karyawan Tetap yang Memperoleh Gaji / Upah Bulanan


Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang memperoleh
gaji bulanan
Rahmat adalah seorang pegawai di perusahaan PT. Ting Ting, berstatus
menikah dan belum memiliki anak. Ia memperoleh gaji sebulan Rp
5.000.000, tunjangan transport Rp.500.000, dan tunjangan makan
Rp750.000. PT. Ting ting mengikuti program jamsostek dimana premi
jaminan kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,5% dan 0,4% dari gaji dan
juga setiap bulannya menanggung iuran pensiun untuk Ting ting sebesar
Rp.100.000, serta iuran jaminan hari tua sebesar 3,7% dari gaji. Setiap
bulan Ting ting membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gajinya
dan iuran pensiun sebesar Rp. 50.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan Rahmat di tahun 2019 tiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000
Tunjangan makan Rp 750.000
Tunjangan transport Rp 500.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 15.000
Premi Jaminan Kematian Rp 12.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 6.277.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 6.277.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 313.850
Iuran JHT Rp 100.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah pengurang Rp 463.850 -

Erlina Diamastuti Page 20


Praktikum Perpajakan

Penghasilan neto sebulan Rp 5.813.150


Penghasilan neto setahun Rp 69.757.800

PTKP (K/0)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan 0 =0 +
Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.257.800

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp 11.257.800 = Rp 562.890


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 562.890 / 12 = Rp 46.907

Catatan:
Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki
kewajiban subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti
bekerja pada pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka
perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya tidak perlu
disetahunkan, hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja
dari karyawan yang bersangkutan.
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilannya
tersebut harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya
lihat contoh berikut:

Contoh kasus 2:

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai /


berhenti pada pertengahan tahun
Tn. Pramono (K/2) bekerja pada PT Takasihmurah pada bulan April 2019.
PT. Takasihmurah setiap bulannya membayar gaji untuk Tn. Pramono
sebesar Rp 7.000.000, tunjangan transport dan tunjangan makan masing-
masing Rp350.000 dan Rp1.750.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar
Rp. 55.000 dan Rp. 35.000. Setiap bulan Tn. Pramono membayar iuran THT
sebesar Rp. 200.000 dan iuran pensiun sebesar Rp. 225.000. Berapakah
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tn. Pramono setiap
bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 7.000.000
Tunjangan makan Rp 1.750.000
Tunjangan transport Rp 350.000
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp 55.000

Erlina Diamastuti Page 21


Praktikum Perpajakan

Premi asuransi kematian Rp 35.000 +


Total Penghasilan Bruto Rp 9.190.000

Pengurang :
Biaya jabatan (5% x Rp 6.190.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 309.500
Iuran THT Rp 200.000
Iuran pensiun Rp 225.000 +
Jumlah pengurang Rp 734.500 -
Penghasilan neto sebulan Rp 8.455.500
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 8.455.500 = Rp76.099.500

PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan 2 = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.599.500
PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp 8.599.500 = Rp 429.975
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 429.975 / 9 = Rp 47.775

Contoh Kasus 3:

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang menerima gaji


bulanan bagi orang asing yang menjadi WPDN yang mulai /
berhenti bekerja pada pertengahan tahun

Tuan Lucas (K/0) adalah warga negara Belanda yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 2 Juni 2016 pada PT Tebar Angin dan mendapat gaji sebulan
sebesar Rp 10.000.000, tunjangan jabatan Rp 1.400.000, dan tunjangan
keluarga Rp
1.200.0. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi kematian masingmasing sebesar Rp 575.000 dan Rp 500.000, sementara
itu setiap bulan Tuan Lucas membayar iuran THT sebesar Rp 5% dari gaji
pokoknya dan iuran pensiun sebesar Rp 400.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan Tuan Lucas di tahun 2016?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 1.400.000
Tunjangan Keluarga Rp 1.200.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 575.000
Premi Asuransi Kematian Rp 500.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 13.675.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 13.675.000) Rp 500.000 (maks)

Erlina Diamastuti Page 22


Praktikum Perpajakan

Iuran THT Rp 500.000


Iuran Pensiun Rp 400.000 +
Jumlah pengurang Rp 1.400.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp 12.275.000

Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 12.275.000 Rp 147.300.000


PTKP (K/0)
 Wajib Pajak Rp 54.000.000
 Status Kawin Rp .4.500.000 +
Rp 58.500.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 88.800.000

PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x Rp 50.000.000 = Rp. 2.500.000


15% x Rp. 38.800.000 = Rp 5.820.000+
Rp 8.320.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 8.320.000/ 12 = Rp 690.333

Catatan :
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan Pajak. Perbedaannya
adalah :
 Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak
tersebut merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan
harus ditambahkan kedalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan
perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
 Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan
penghasilan dari karyawan yang bersangkutan sehingga tidak
ditambahkan kedalam penghasilan bruto karyawan tersebut. Dengan
syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan itu
juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi perusahaan.

Contoh Kasus 4:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh


gaji bulanan dan tunjangan pajak
Tn. Sarju masih bujangan dan tinggal bersama ayahnya yang seorang
tunadaksa. Ia bekerja pada PT Cahaya Cemerlang dengan gaji sebesar Rp
6.500.000 dan tunjangan pajak sebesar Rp 150.000 per bulan. Iuran pensiun
yang dibayar Tn. Sarju setiap bulannya sebesar Rp75.000. Berapakah PPh Pasal
21 yang ditanggung Tn. Sarju?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 6.500.000
Tunjangan Pajak Rp 150.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 6.650.000

Erlina Diamastuti Page 23


Praktikum Perpajakan

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 6.650.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 332.500
Iuran Pensiun Rp 75.000 +
RP 407.500
Penghasilan neto sebulan Rp 6.242.500

Penghasilan neto setahun 12 x Rp 6.242.500 Rp 74.910.000


PTKP (TK/1)
 Wajib Pajak Rp 54.000.000
 Tanggungan 1 Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 16.410.000

PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x 24.645.000 = Rp 820.500


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 820.500 / 12 = Rp 68.375
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 18.375 (Rp
68.375 –Rp 50.000) ditanggung oleh pegawai tersebut dengan
dipotongkan dari penghasilannya per bulan.

B. Pegawai / Karyawan yang memperoleh Gaji / Upah Bulanan dan


Mendapat Bonus
Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian
lain yang bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun
dapat dilihat pada contoh berikut:

Contoh Kasus 5:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang memperoleh Gaji


dan Bonus
Bapak Sholeh (K/3) memperoleh gaji sebulan sebesar Rp10.000.000 dan
mendapat tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga masing-masing
Rp1.250.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian
dibayarkan oleh pemberi kerja masing-masing Rp350.000 dan Rp150.000.
Setiap bulan Bapak Sholeh harus membayar iuran THT dan iuran pensiun
masing- masing sebesar Rp100.000 dan Rp 140.000. Pada bulan Juli ia
mendapat bonus sebesar Rp15.000.000. Berapa besarnya pajak yang terutang
atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Sholeh? (Diasumsikan Bapak Sholeh
adalah seorang pegawai tetap)

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus

Penghasilan gaji sebulan Rp 10.000.000


Tunjangan Jabatan Rp 1.250.000
Tunjangan Keluarga Rp 1.250.000

Erlina Diamastuti Page 24


Praktikum Perpajakan

Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000


Premi Asuransi Kematian Rp 150.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 13.000.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp156.000.000
Bonus Rp 15.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 184.000.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 184.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 6.600.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 177.400.000

PTKP (K/3)
 Wajib Pajak Rp 54.000.000
 Status Kawin Rp 4.500.000
 Tanggungan 3 Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak RP 105.400.000

PPh 21 setahun (Gaji + Bonus) : 5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000


: 15% x Rp. 55.400.000 = Rp. 8.310.000
Rp.10.810.000

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :


Penghasilan gaji sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 1.250.000
Tunjangan Keluarga Rp 1.250.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 150.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 13.000.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp156.000.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 184.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 6.600.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp.149.400.000

PTKP (K/3)
 Wajib Pajak Rp 54.000.000

Erlina Diamastuti Page 25


Praktikum Perpajakan

 Status Kawin Rp 4.500.000


 Tanggungan 3 Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 77.400.000

PPh 21 atas gaji setahun 5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000


15% x Rp. 27.400.000 = Rp. 4.110.000+
Rp. 6.610.000

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp.10.810.000
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp. 6.610.000
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp. 4.200.000

C. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli


Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli, antara lain :
1. Pengacara
2. Notaris
3. Akuntan
4. Penilai
5. Arsitek
6. Aktuaris
7. Konsultan
8. Tenaga ahli lain pemberi jasa profesi

Sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal
17 dari perkiraan penghasilan neto dari masing-masing tenaga ahli dengan
menggunakan norma perhitungan sebesar 50% untuk semua jenis pekerjaan
tenaga ahli (Tarif pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto)

Contoh kasus 6:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang dibayarkan


kepada tenaga ahli
Prof. Sugeng adalah seorang peneliti yang juga berprofesi sebagai
pengacara.Pada bulan April 2016 ia menerima fee Rp100.000.000 dari kliennya
sebagai imbalan pemberian jasa yang telah dilakukan dan pada bulan desember
di tahun yang sama menerima pelunasan fee sebesar Rp.230.000.000.

Bulan Penghasilan Dasar Dasar Tarif PPh Pasal 21


Bruto Pemotongan Pemotongan Pasal terutang
PPh Ps 21 PPh 21 21
(Kumulatif)
(1) (2) (3)=(2) x (4) (5) (6)=(3)x(5)
50%

Erlina Diamastuti Page 26


Praktikum Perpajakan

April 100.000.000 50.000.000 50.000.000 5% 2.500.000


September 230.000.000 115.000.000 165.000.000 15% 17.250.000
Total 165.000.00 19.750.000
0

Contoh kasus 7:

dr. Sartono merupakan dokter spesialis penyakit jantung yang melakukan


praktik di RS Harap Sehat Kembali dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa
dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit
sebagai penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter
tersebut akan dibayarkan kepada dr. Sartono pada setiap akhir bulan. Berikut
ini adalah jasa dokter yang diterima dr. Sartono selama semester pertama di
tahun 2019

Bulan Pembayaran Pasien atas Jasa


Dokter (Rp)
Januari 30.000.000
Februari 30.000.000
April 25.000.000
April 40.000.000
Mei 30.000.000
Juni 25.000.000
Total 180.000.000

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juni


2019:

Bulan Penghasilan Dasar Dasar Tarif PPh Pasal 21


Bruto Pemotongan Pemotongan Pasal Terutang
PPh Ps. 21 PPh Ps. 21
(Kumulatif)
(1) (2) (3)=(2) x 50% (4) (5) (6)=(3)x(5)
Januari 30.000.000 15.000.000 15.000.000 5% 750.000
Februari 30.000.000 15.000.000 30.000.000 5% 750.000
April 25.000.000 12.500.000 42.500.000 5% 626.000
April 15.000.000 7.500.000 50.000.000 5% 375.000
25.000.000 12.500.000 62.500.000 15% 1.875.000
Mei 30.000.000 15.000.000 77.500.000 15% 2.250.000
Juni 25.000.000 12.500.000 90.000.000 15% 1875.000
Total 180.000.000 90.000.000 8.500.000

D. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang


Tebusan Pensiun dan
Uang Pesangon

Erlina Diamastuti Page 27


Praktikum Perpajakan

 pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya (pensiun) atau berhenti


(dengan hormat) dapat diberikan uang tebusan pensiun / pesangon yang
dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang diterima di
masa-masa berikutnya
 Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang
dibayar oleh dana pensiun yang disahkan oleh Menteri Keuangan dan
tunjangan hari tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat final dengan
ketentuan sebagai berikut:

Tarif Uang Pesangon

Penghasilan Bruto Tarif


Sampai dengan Rp. 50.000.000 0%
Di atas Rp. 50.000.000 sd Rp. 100.000.000 5%
Di atas Rp. 100.000.000 sd Rp. 15 %
500.000.000
Di atas Rp. 500.000.000 25 %

Penghasilan Bruto Tarif


Sampai dengan Rp. 50.000.000 0%
Di atas Rp. 50,000.000 5%

Contoh Kasus 8:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang


Pesangon / Tebusan Pensiun

Setelah bekerja selama 15 tahun di PT Acer, Budi berhenti bekerja di


perusahaan tersebut
pada bulan Mei dan mendapat uang pesangon Rp150.000.000. Hitunglah
berapa besarnya
pajak yang dipotong atas pesangon tersebut!

PPh Pasal 21 terhutang


0 % x Rp50.000.000 = Rp. 0
5% x Rp50.000.000 = Rp. 5.000.000
15 % x Rp50.000.000 = Rp. 7.500.000 +
Rp12.500.000
Catatan :
Apabila uang pesangon dibayarkan dalam dua tahap, pertama dibayarkan
sebagai uang muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar
tidak bekerja lagi, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon adalah
dengan cara mengenakan tarif final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan

Erlina Diamastuti Page 28


Praktikum Perpajakan

Menteri Keuangan diatas, setelah dikurangi jumlah yang dikecualikan dari


pemotongan pajak sebesar Rp50.000.000. Sedangkan atas pembayaran tahap
kedua atau sisanya dikenakan PPh Final langsung tanpa mengulangi
pengurangan yang dikecualikan sebesar Rp50.000.000 dengan tarif yang
merupakankelanjutan dari perhitungan PPh Final tahap pertama sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

Page 31
Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. Marbun, seorang ayah dari dua anak adalah seorang pegawai tetap pada
perusahaan pembuat kue sejak tahun 2006. Setiap bulannya ia memperoleh
gaji Rp 6.750.000, tunjangan makan dan tunjangan transport sebesar Rp.
200.000 dan Rp. 250.000. Setiap bulannya Marbun harus membayar iuran
pensiun sebesar Rp20.000 dan iuran THT sebesar 1% dari gaji pokoknya.
Hitunglah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima
Marbun untuk tahun pajak 2019

Page 32
Praktikum Perpajakan

2. Mr. TAKESHIDA, seorang warga negara Jepang, mulai bekerja di PT. Alexis
sejak 1 Juni 2019 dan akan bekerja di Indonesia sampai dengan 31
Desember 2019. Ia menerima gaji sebulan Rp 14.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing sebesar Rp 1.750.000 dan
Rp. 1.200.000. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja
dan premi asuransi kematian masing-masing sebesar Rp 125.000 dan
Rp100.000. Sementara itu setiap bulan Mr. Michael membayar iuran THT
sebesar Rp140.000 dan iuran pensiun Rp120.000. Mr. TAKESHIDA berstatus
menikah dan memiliki 3 orang anak. Hitung besarnya PPh Pasal 21 yang
harus dibayar oleh Mr. TAKESHIDA untuk tahun 2019!

Page 33
Praktikum Perpajakan

3. Fira bekerja pada PT.Bulan Tsabit dengan memperoleh gaji sebesar Rp.
7.900.000 sebulan. Fira sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak
sementara suaminya bekerja pada PT. Bulan Purnama. PT.Bulan Tsabit
mengikuti program askes, premi asuransi kecelakaan dan premi asuransi
kematian yang dibayar oleh pemberi kerja masing-masing Rp. 50.000 dan
Rp. 70.000 sebulan. PT. Bulan Tsabit juga menanggung iuran THT sebesar
Rp. 55.000 sedangkan sendiri membayar iuran THT Rp. 60.000 dan iuran
pensiun sebesar Rp. 50.000. Pada bulan Agustus tahun 2019 Fira
memperoleh bonus Rp 10.000.000. Hitunglah:
1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan bonus untuk tahun 2019
2. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji
3. PPh Pasal 21 yang terutang atas bonus

Page 34
Praktikum Perpajakan

Page 35
Praktikum Perpajakan

4. Daniel bekerja pada perusahaan swasta terkemuka di Jakarta. Setiap


bulannya dia mendapatkan Gaji Pokok Rp. 8.000.000, tunjangan kesehatan
Rp 2.000.000 per bulan, dan tunjangan transportasi Rp.1.500.000 per bulan.
Daniel telah menikah dan memiliki 2 putra. Daniel memiliki istri yang bekerja
pada satu perusahaan dengan penghasilan Rp. 5.000.000 per bulan dan
tunjangan transportasi Rp 500.000 per bulan. NPWP Daniel dan istrinya
menjadi satu. Perhitungan Pajak Penghasilannya adalah:

Page 36
Praktikum Perpajakan

5. Ibu Winda pada bulan Mei 2019 menerima uang pesangon yang dibayarkan
sekaligus karena diberhentikan dengan hormat oleh perusahaan. Uang
pesangon yang diterimanya sebesar Rp. 60.000.000. Berapa PPh Pasal 21
yang terutang atas pesangon yang diterimanya?

6. dr. Toni bekerja pada Rumah Sakit Ibu dan Anak sebagai spesialis anak
menerima penghasilan dari praktiknya dengan perjanjian setiap jasanya
dipotong 30% untuk pihak rumah sakit dan sisanya 70% untuk jasa dokter
yang akan dibayarkan kepada dr. Toni. Dalam semester pertama jasa yang
dibayarkan sebagai berikut:

Bulan Jumlah Jasa Dokter yang dibayar Pasien


(Rupiah
Januari 40.000.000
Februari 35.000.000
Maret 30.000.000
April 40.000.000
Mei 45.000.000
Juni 25.000.000
Total 215.000.000

Bulan Penghasilan Dasar Dasar Tarif PPh Pasal


Bruto Pemotongan Pemotongan PPh Pasal 21 Terutang
PPh Ps. 21 Ps. 21 (Kumulatif)

Page 37
Praktikum Perpajakan

BAB III
PAJAK PENGHASILAN 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu
bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh
pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada
saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh
Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan
mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak
tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.

A. PAJAK PENGHASILAN 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain.

B. SUBJEK PAJAK PPh 22


1. Importir sehubungan dengan impor
2. Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non APBN
3. Konsumen dengan badan tertentu

C. OBJEK PAJAK PPh 22


Adapun objek PPh pasal 22 adalah sebagai berikut :
1. Pembelian
a. Pembelian barang oleh bendaharawan
b. Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari
pedagangan pengepul
2. Impor Barang
3. Penjualan oleh Industri Tertentu
a. Industri baja
b. Industri semen
c. Industri kertas
d. Industri otomotif
4. Penjualan BBM dan Gas oleh PERTAMINA
a. Premium, solar, premix/superTT, minyak tanah, gas/LPG, dan pelumas.
5. Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah
a. Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen
sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll.
Page 38
Praktikum Perpajakan

D. PEMUNGUT PPh 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor
barang
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),
kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau
Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang
yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
mereka dari pedagang pengumpul.

E. MEKANISME PEMUNGUTAN PPh 22


1. Atas Impor
a. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank
Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku
sebagai bukti pungutan pajak
b. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
 Lembar pertama untuk pembeli;
 Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagai lampiran laporan bulanan;
 Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal
22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan
ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil
pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan
selambat- lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,

Page 39
Praktikum Perpajakan

BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke


Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak
(SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus
disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir.

Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
 Lembar pertama untuk pembeli;
 Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagai lampiran laporan bulanan;
 Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh


Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan
SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari
penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina,
dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan
cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan
Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus,
dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.

F. TARIF PPh 22
1. Atas impor :
 yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah
persen) dari nilai impor;
 yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai
impor;
 yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

Nilai Impor
Nilai Impor/NI adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea
Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang–undangan pabean bidang impor. Untuk menghitung Nilai Impor
digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

NI = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lainnya

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,


BUMN/BUMD sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian
tidak termasuk PPN dan tidak final.

Page
310
Praktikum Perpajakan

3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur


Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

Jenis Bahan Bakar SPBI Swastanisasi SPBU (% dari Pertamina)


(% dari penjualan)
Premium 0,3 0,25
Solar 0,3 0,25
Premix/Super TT 0,3 0,25
Minyak Tanah 0,3
Gas LPG 0,3
Pelumas 0

Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari


pedagang pengumpul ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.

G. TIDAK DIKENAKAN PPH PASAL 22


1. Impor barang / penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan
peraturan perundang – undangan tidak terutang pajak penghasilan,
dinyatakan dengan SKB.
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai, yaitu terdiri dari (dilaksanakan oleh DJBC), contoh:
Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
3. Impor sementara yang semata–mata untuk diekspor kembali
(dilaksanakan oleh DJB).
4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah–pecah (tanpa SKB).
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum /PDAM dan benda–benda pos (tanpa SKB).
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran untuk pembelian gabah atau beras oleh BULOG

Page
311
Praktikum Perpajakan

H. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR BARANG


CONTOH 1

PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir mobil
yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil,
dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang
berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah $3.000 dan
$7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan
bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus
dibayar?
Harga Faktur : 50 unit x $ 10.000 $ 500.000
Biaya Asuransi : $ 3.000
Biaya Angkut $ 7.000
CIF $ 510.000
Bea Masuk : 5% x $ 510.000 $ 25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000 $ 102.000 +
Nilai Impor $ 637.500

Nilai Impor dalam rupiah: $637.500 x Rp 9.000 = Rp 5.737.500.000

PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)


2,5% x Rp 5.737.500.000 = Rp 143.437.500

CONTOH 2

PT Cipta Mandiri Bangsa mengimpor barang dari Jepang. PT Cipta Mandiri


Bangsa tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan
yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga
faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah
pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain
yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur 20 x $500 $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000 $ 500
Biaya angkut 10% x $10.000 $ 1.000 +
CIF $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya Rp 22.500.000 +
Nilai Impor Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI

Page
312
Praktikum Perpajakan

PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN INSTANSI TERTENTU

CONTOH 1

Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan


kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh
22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota
Yogyakarta adalah sebagai berikut:

DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000


PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5%
= Rp 3.000.000,-

CONTOH 2
Sebuah perusahaan melakukan penyerahan barang kena pajak kepada suatu
instasi pemerintah seharga Rp1.144.000.000 yang pembayarannya melalui
Kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal 22
Bendaharawan yang harus dipotong bila:

1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM.


2. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah.
3. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (20%).

Perhitungan Pajak:
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM. Harga barang yang
diserahkan Rp1.144.000.000 Pajak Penghasilan pasal 22:
1.5 % x Rp1.144.000.000 Rp 17.160.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp1.126.840.000
2. harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah Harga
barang termasuk PPN (10%) Rp1.144.000.000 adalah
PPN (10%)=Rp1.144.000.000 x 10/110 Rp 104.000.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN Rp1.040.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp1.040.000.000 Rp 15.600.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp1.024.400.000

Page
313
Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

1. PT SMC berkedudukan di Gresik, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi


Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT SMC
melakukan penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar
Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22
yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik?

Page
314
Praktikum Perpajakan

2. PT Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas


menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp300.000.000 (tidak termasuk
PPN) kepada non-SPBU. Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut?

Page
315
Praktikum Perpajakan

3. Berikut beberapa transaksi yang berkaitan dengan PPh pasal 22


dari berbagai Perusahaan

1. Pada bulan Agustus, PT Semen Tonasa menjual hasil produknya kepada


PT Indah Bahagia senilai Rp 825.000.000. harga tersebut sudah
termasuk PPN sebesar 10%.
2. Pada bulan April, PT Gerhana yang bergerak dalam industri kertas
menjual hasil produksinya senilai Rp550.000.000 kepada PT Halilintar.
Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
3. Pada bulan Juli, PT Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT Adi
Karya senilai Rp1.100.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN
sebesar 10%. Hitung PPh pasal 22 pada kasus di atas:

Page
316
Praktikum Perpajakan

4. Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan
harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang
tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang
dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar
10% dari harga faktur. Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing
sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat
itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memilih API (Angka Pengenal Impor) dan jika
tidak memiliki API?

Page
317
Praktikum Perpajakan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga,
royalti, sewa dan penghasilan lain atas penggunaan harta dan imbalan jasa
teknik /manajemen dan jasa lainnya.

B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)

C. PEMOTONG PAJAK
 Badan Pemerintah
 BUMN / BUMD
 Badan Hukum Lainya (PT, Fa, Yayasan, Koperasi, Perhimpunan Kongsi,
BUT, dll)
 Perseoan yang ditunjuk oleh DJP
 WPOP dalam negeri tertentu yang ditunjuk DJP

D. OBJEK PAJAK
 Deviden
 Bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan pengembalian
hutang
 Sewa atas penggunaan harta
 Royalti
 Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

E. YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK


 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
 Sewa yang dibayarkan/terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
 Deviden yang diterima oleh :
* Perseroan terbatas WPDN
* Koperasi
* Yayasan
* Organisasi sejenis
 Bunga obligasi yang diterima/diperoleh perusahaan reksa dana selama
lima tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
 Bagian yang diterima / diperoleh perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi.
 Simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

Page
318
Praktikum Perpajakan

F. TARIF PAJAK (BERSIFAT TIDAK FINAL)


Tarif 15% x jumlah bruto atas:
1. Deviden badan, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang
3. Royalti
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21

Tarif sebesar 2% x jumlah bruto dan tidak termasuk PPN

No Jenis Penghasilan
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.

2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta


selain kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan
tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.

No. Jenis Penghasilan

Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan
jasa lain. No. Jenis Jasa (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008)
1. Jasa Penilai
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, pembukuan, atestasi laporan keuangan
4. Jasa Perancang (design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching service)
12. Jasa perantara dan/atau kegenan
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilaukan oleg Bursa Efek
14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
Page
319
Praktikum Perpajakan

17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,


pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel
19. Jasa perawatan alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan
20. Jasa maklon
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
22. Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
23. Jasa pengepakan
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
25. Jasa pembasmian hama
26. Jasa kebersihan/ cleaning service
27. Jasa catering atau tata boga

Catatan:
Pemotongan pajak penghasilan berdasarkan tarif baru sebesar 2 % ini dikenakan atas jumlah
bruto tidak termasuk PPN sedangkan dalam hal penerima imbalan tidak memiliki NPWP
besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang
berlaku.

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23


1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran,
disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh
bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23

1. Pada tanggal 17 Agustus 2010 PT. Tukang Tagih membayar bunga atas
pinjaman membayarkan bunga kepada PT. Buaya Darat sebesar
Rp70.000.000.PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Tagih
adalah:
PPh Pasal 23: 15 % x Rp70.000.000 = Rp10.500.000

2. PT. Sejahtera membayar tagihan sewa bus (untuk jemputan karyawan)


kepada PO. Tarik Mang sebesar Rp6.600.000 (termasuk PPN 10%).
Hitung PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. Tarik Mang !
Pajak Penghasilan atas Sewa sebesar
15 % x 10% x Penghasilan bruto (tanpa PPN)
1,5% x (100/110 x Rp6.600.000) = Rp 90.000
Page
320
Praktikum Perpajakan

Yang melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 adalah PT. Tarik


Mang

3. PT. Sumber Jaya merupakan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja


yang mendapatkan kontrak dari PT. Sebar Senyum sebanyak 20 orang
dengan imbalan sebesar Rp. 20.000.000. tenaga tersebut selanjutnya
menjadi pegawai PT. Sebar Senyum. Hitung berapa PPh Ps 23 yang
dipotong oleh PT. Sebar Senyum?
PPh pasal 23: 2% x Rp. 20.000.000 = Rp. 400.000

4. PT. Sarana Indo (pihak pertama) melakukan kontrak dengan PT. Santai
Saja selaku perusahaan agen periklanan (pihak kedua) untuk membuat
iklan sekaligus memasang iklan pada perusahaan media (pihak ketiga)
Nilai kontrak yang telah disepakati adalah sebesar Rp. 103.000.000
Rincian tagihan PT. Santai Saja kepada PT. Sarana Indo adalah:
b. Pembelian material untuk pembuatan iklan Rp. 5.000.000
c. Jasa Konsultan (terkait pembuatan iklan) Rp. 5.000.000
d. Fee Agen Rp. 3.000.000
e. Biaya Pemasangan Iklan ke media Rp. 80.000.000

Pemotongan PPh Pasal 23 yang dilakukan PT. Santai Saja atas


pembayaran jasa pemasangan iklan kepada perusahaan media adalah:
2% x Rp. 80.000.000 = Rp. 1.600.000

Pemotongan Pasal 23 yang dilakukan PT. Sarana Indo atas pembayaran


jasa konsultasi dan jasa keagenan pada Pt. Santai Saja adalah:
1) 2% x Rp. 5.000.000 = Rp. 100.000 untuk jasa konsultasi
2) 2% x Rp. 3.000.000 = Rp. 60.000 untuk jasa keagenan

Dalam hal tidak ada bukti pendukung atas rincian di atas maka jumlah
bruto sebagai dasar pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar Rp.
103.000.000 sehingga PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. Sarana
Indo atas pembayarabn kepada PT. Santai Saja adalah sebesar:
2% x Rp. 103.000.000 = Rp. 2.060.000

Page
321
Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

1. Citra Ilmu telah menerbitkan dua buah buku dari dua penulis yang berbeda.
Perusahaan tersebut akan memberikan royalti ke dua penulis tersebut.
Adapun royalti yang diberikan penulis bernama Shinta sebesar 20.000.000
rupiah dan penulis bernama Lolita sebesar 15.000.000. PT Citra Ilmu tidak
memberikan royalti secara penuh ke kedua penulis tersebut karena sebagian
royaltinya harus dipotong pajak. Berapa jumlah pajak yang memotong royalti
kedua penulis tersebut:

Page
322
Praktikum Perpajakan

2. Serasi adalah perusahaan yang mendukung pakaian-pakaian artis ternama


ibu kota. Perusahaan ini memiliki seorang perancang busana bernama Alya.
Alya telah membuat sebuah rancangan baju pengantin untuk seorang artis
bernama Windasari. Honor yang diberikan sebesar 10.000.000 rupiah.
Berapa PPh 23 yang dipunggut

Page
323
Praktikum Perpajakan

3. PT. Untung Selamanya mempunyai data-data dari pembukuannya sbb:


 Dibayar bunga ke luar negeri sebesar Rp 300.000.000
 Dibayar bunga ke PT. Sabar Rp65.000.000
 Dibayar royalti distribusi Ltd Pakistan sebesar 3% dari Rp2.000.000.000
 Dibayar management fee pada Tn. Kim Hwang di Korea sebesar
Rp25.000.000
 Dibayar jasa perawatan alat transportasi ke PT. Maju Mundur sebesar
Rp50.000.000
Hitung PPh 23/26 yang terutang!

Erlina Diamastuti Page 50


Praktikum Perpajakan

4. Sebuah badan dalam negeri membayar deviden kepada Tn. Mhicha Tan
seorang WNA yang berada di Indonesia selama 8 bulan sebesar
Rp65.000.000. Atas pembayaran deviden tersebut hitunglah pajak yang
harus dibayar!

Erlina Diamastuti Page 50


Praktikum Perpajakan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan
subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang berarti orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

C. PEMOTONG PAJAK
 Badan Hukum Lainnya ( PT, Fa, Yayasan, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)
 Perseroan Yang Ditunjuk Oleh DJP

D. OBJEK PAJAK
 Deviden
 Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
 Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
 Hadiah dan PenghargaaN
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta
berupa tanah dan / bangunan
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

E. TARIF (BERSIFAT FINAL)


a. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto :
 Deviden
 Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
 Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
 Hadiah dan Penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Erlina Diamastuti Page 50
Praktikum Perpajakan

b. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto :


 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta
berupa tanah dan / bangunan
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
(Keputusan Menteri Keuangan No.624/KMK.04/1994) yaitu :
- 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di
luar negeri
- 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN
oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
- 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia
c. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau perusahaan
antara conduit company atau spesial purpose pengalihan saham company
yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.

F. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)


Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan
(Both Contracting State), dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur
dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan
pajak berganda.

Catatan :

 Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda


antara pemerintah RI dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan
besarnya PPh 26 didasarkan pada tax treaty tersebut (dibebaskan dari
pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang
lebih rendah).

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26


1. PT. Fast food Indonesia membayarkan royalti kepada PT. Fast food yang
ada di Jepang atas licency yang diberikan sebesar Rp2.500.000.000.
Berapa PPh dipotong atas royalti tersebut?
PPh Pasal 26 yang dipotong : 20% x Rp2.500.000.000 = Rp500.000.000

Erlina Diamastuti Page 50


Praktikum Perpajakan

Erlina Diamastuti Page 50


Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

1. Membayar deviden kepada pemegang saham Stanly Corp., di Singapura


sebesar Rp. 275.000.000. Stanly Corp. Memiliki saham perusahaan sebesar
30% dan terdaftar sebagai wajib pajak Singapura yang dibuktikan dengan
certificate of domicile dari National Tax Agency, Singapura. Berapakan PPh
yang terutang

2. Membayar deviden kepada Bombay Ltd Pty (Perusahaan di India) senialai US


$ 100.000. Tax Treaty Indonesia India menyatakan tarif PPh atas deviden
sebesar 10%. Kurs Menteri Keuangan Rp. 13.500/US$. Berapa PPh terutang

Erlina Diamastuti Page 51


Praktikum Perpajakan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

A. PENGERTIAN PENGENAAN PPh BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000
ditentukan bahwa atas penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa
efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalam ketentuan ini dapat bersifat final

C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
PPh menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh
penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya.

D. OBJEK PAJAK
a. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga
simpanan anggota koperasi.
b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c. Bunga/diskonto obligasi

Erlina Diamastuti Page 52


Praktikum Perpajakan

d. Hadiah undian
e. Jasa konstruksi
f. Persewaan tanah/bangunan
g. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h. Deviden orang pribadi
i. Penghasilan tertentu lainnya

E. JATUH TEMPO PAJAK


 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran
pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut
PPh, wajib menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20
(dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

F. PEMUNGUT PAJAK
1) Penyelenggara bursa dan undian
2) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
3) Bank dan Dana Pensiun
4) Perusahaan Modal Ventura
5) Penerbit Obligasi,Bank,Dana Pensiun,Reksadana
6) Pengguna Jasa Konstruksi

G. TARIF PAJAK BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


 Pajak penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa
giro (final): sebesar 20% x jumlah bruto

Catatan:
Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥Rp7.500.000, bunganya dikenakan PPh
Pasal 4 ayat (2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang <Rp7.500.000 tidak
dikenakan pajak.

 Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham


dibursa efek (final):
f. Bukan saham pendiri = 0,6 % x jumlah bruto nilai transaksi
penjualan
g. Pemilik saham pendiri = 0,15% dari nilai saham perusahaan
h. Penjualan saham milik perusahaan modal ventura: sebesar 0,1%
dari jumlah bruto
i. Pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto
obligasi yang dijual di bursa efek

Erlina Diamastuti Page 53


Praktikum Perpajakan

j. Pajak penghasilan atas hadiah undian (final): Atas hadiah undian


dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah
bruto hadiah atau nilai pasar hadiah.
k. Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan
tanah dana dan atau bangunan (final): 10% (sepuluh persen) dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan
l. Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
BerdasarkanPeraturanPemerintahNomor 51 tahun 2008
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40
tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari
Usaha Jasa Konstruksi, pasal 3 bahwa Jenis-jenis penghasilan dan
tarif pemotongan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat2 diantaranya
adalah:

No Jenis Penghasilan Tarif


1 Jasa Perencanaan//Pengawasan
a.Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
b.Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 6%
2 Jasa Pelaksana Konstruksi
a. Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 3%
c. Penyedia Jasa selain huruf a dan huruf b 4%

Catatan:
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar 20
% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.

Erlina Diamastuti Page 54


Praktikum Perpajakan

KASUS
PASAL 4 (AYAT 1)

1. Tuan Fandi Ahmad sebagai direktur utama PT. Sarangan menyimpan uang di
Bank Syariah Mandiri dengan bagi hasil 16% per tahun sebesar
Rp1.500.000.000 selama 6 bulan. Berapa PPh terutangnya?

2. Bapak Salman adalah seorang pedagang kebab.Pada tanggal 10 Maret 2012


Bapak Salman menyewa sebuah kios untuk usaha kebabnya Rp25.000.000
untuk 2 tahun dari Tuan Todoan yang merupakan juragan kontrakan yang
kaya raya, berapakah pajak yg harus dibayarkan Tuan Todoan?

Erlina Diamastuti Page 55


Praktikum Perpajakan

3. Nyonya Sarita seorang notaris pada tanggal 1 Febuari 2016 menyewa kantor
dengan kontrak sebesar Rp60.000.000 untuk jangka waktu 6 tahun dari PT.
Sambung Rejeki. Berapa pajak yang harus dipotong oleh PT. Sambung
Rejeki?

Erlina Diamastuti Page 56


Praktikum Perpajakan

Erlina Diamastuti Page 57


Praktikum Perpajakan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


Pajak dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh
wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang
terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan
diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan keputusan No. 164/KMK.03/2002. Untuk itu harus
dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).
.
B. BATAS MAKSIMUM KPLN DIAMBIL YANG TERENDAH DARI KETIGA
UNSUR BERIKUT:
1. Jumlah pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2. Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang Penghasilan Kena Pajak
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

Catatan:
 Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut
Undang-Undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengembalian tersebut dilakukan.
 Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
 Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan
tersebut.
 Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak
yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak
dapat:

Erlina Diamastuti Page 58


Praktikum Perpajakan

- Diminta kembali (restitusi)


- Dikompensasikan
- Sebagai pengurang penghasilan

C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI


DALAM NEGERI
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN + PNLN
Catatan:
Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
Jika LN rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung
PKP (diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
3. Cari Pajak yang telah dibayar di luar negeri
4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
5. Bandingkan antara pajak yang telah dibayar di luar negeri (point 3)
dengan KPLN (point 4) , lalu pilih yang terendah.
6. Jumlahkan point 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan.

Catatan: Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Sukses Makmur yang berlokasi di Surabaya selama tahun 2015 memperoleh
penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya
yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri
Rp60.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Hongkong
memperoleh penghasilan Rp10.000.000.000, Korea memperoleh penghasilan
Rp 4.000.000.000, sedangkan di China mengalami rugi Rp5.000.000.000. Pajak
yang telah dibayar diluar negeri sebesar 30% untuk Hongkong, 40% untuk
Korea, dan 25% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk
dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang Dapat Dikreditkan


di Dalam Negeri.
1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 60.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
Hongkong Rp 10.000.000.000
Korea Rp 4.000.000.000+
Rp. 74.000.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar Rp


74.000.000.000 : 25% x Rp 74.000.000.000 = Rp 18.500.000.000

Erlina Diamastuti Page 59


Praktikum Perpajakan

3. Mencari Pajak yang Telah Dibayar atas Penghasilan di Luar Negeri :


 Hongkong :30% x Rp 10.000.000.000 = Rp 3.000.000.000
 Korea :40% x Rp 4.000.000.000 = Rp 1.600.000.000

4. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :


 Hongkong: Rp 10.000.000.000/ Rp 74.000.000.000 x Rp 18.500.000.000
= Rp2.500.000.000
 Korea : Rp 4.000.000.000/Rp 74.000.000.000 x Rp 18.500.000.000
= Rp1.000.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di


Hongkong sebesar Rp2.500.000.000 (Pilih yang terendah) PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar
Rp1.000.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :


Rp 2.500.000.000 + Rp 1.000.000.000 = Rp 3.500.000.000

Erlina Diamastuti Page


510
Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

1. PT. Padi adalah sebuah perusahaan yang memproduksi pakan ternak dan
memiliki cabang di luar negeri, yaitu:
a. Vietnam memperoleh laba sebesar Rp 65.000.000.000 dengan tarif pajak
25%.
b. Malaysia memperoleh laba sebesar Rp. 30.000.000.000 dengan tarif
pajak 30%.
c. Swiss memperoleh laba sebesar Rp. 75.000.000.000 dengan tarif pajak
40%.
Hitunglah berapa besarnya PPh terutang, batas maksimum KPLN dan PPh pasal
24 yang dapat dikreditkan, jika di dalam negeri menderita kerugian
Rp52.000.000.000

Erlina Diamastuti Page 60


Praktikum Perpajakan

2. PT Tabah Selalu adalah perusahaan produsen alat rumah tangga yang terletak
di Semarang Jawa Tengah. Tahun 2012 membuka beberapa cabang di Luar
Negeri. Dan Penghasilan PT. Tabah Selalu pada tahun 2016 adalah
a. Penghasilan dari dalam negeri diperoleh laba sebesar Rp.55.000.000.000.
b. Timor Leste memperoleh kerugian sebesar Rp.1.500.000.000 dengan
tarif pajak 20%
c. Jepang memperoleh laba sebesar Rp.25.000.000.000 dengan tarif pajak
35%.
d. Venezuela memperoleh laba sebesar Rp.13.000.000.000 dengan tarif
pajak 25%.
Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang, batas maksimum
KPLN dan PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri pada tahun 2016!

Erlina Diamastuti Page 61


Praktikum Perpajakan

3. PT. Sarjana adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri Alat Tulis
yang terletak di Tasikmalaya. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, sehingga pada tahun 2012 memutuskan untuk membuka
beberapa cabang di Luar Negeri. Pada tahun 2015 penghasilan yang diperoleh
PT. Sarjana sebagai berikut:
a. Singapura memperoleh laba sebesar Rp. 60.000.000.000 dengan tarif
pajak 40%
b. Brunei memperoleh laba sebesar Rp.23.000.000.000 dengan tarif pajak
35%
c. di Malaysia memperoleh laba sebesar Rp.15.000.000.000 dengan tarif
pajak 20%
Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang, batas maksimum
KPLN dan PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri jika di dalam
negeri mendapat keuntungan Rp 154.000.000.000

Erlina Diamastuti Page 62


Praktikum Perpajakan

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. Pengertian PPh Pasal 25


Angsuran yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan
setiap masa pajak.

B. Cara mencari angsuran pajak penghasilan Pasal 25

PPh terutang menurut SPT Tahunan – Kredit Pajak


12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang
telah dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang
bersangkutan yang meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar
dalam tahun pajak.

C. Cara Menghitung Angsuran PPh Pasal 25


Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx -
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp xxx -
Penghasilan Netto Usaha Rp xxx
PTKP Rp xxx-
PKP Rp xxx

Penghasilan Terutang : PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx


Kredit Pajak Penghasilan :
· PPh Pasal 21 Rp xxx
· PPh Pasal 22 Rp xxx
· PPh Pasal 23 Rp xxx
· PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 tahun ybs=Pajak yang masih harus dibayar sendiri/ 12

Erlina Diamastuti Page 63


Praktikum Perpajakan

Contoh Kasus:
Tn. Satriyo (K/1) mempunyai data penjualan tahun 2016 dengan penghasilan
neto sebesar Rp. 200.000.000 sedangkan ditahun 2013 menderita kerugian
Rp15.000.000. Pajak yang telah dibayar antara lain
PPh Pasal 21 Rp. 2.000.000,
PPh Pasal 22 Rp 100.000,
PPh Pasal 23 Rp 500.000
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000
Berapakah Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2016?
Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:

Penghasilan Neto Rp 200.000.000


Penghasilan Tidak teratur Rp 0-
Penghasilan Teratur Rp 200.000.000
Kompensasi Kerugian tahun (2013) Rp 15.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 185.000.000
PTKP (K/1)
WP : 54.000.000
K : 4.500.000
T/1 : 4.500.000
Rp. 63.000.000
Rp.122.000.000

PPh terutang:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 72.000.000 = Rp.10.800.000
Rp. 13.300.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 2.000.000,
PPh Pasal 22 Rp 100.000,
PPh Pasal 23 Rp 500.000
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000+
Rp. 4.100.000
Pajak Yang Masih harus dibayar Rp. 9.200.000

Anggsuran pasal 25: Rp. 9.200.000/12 = Rp. 766.667

Erlina Diamastuti Page 64


Praktikum Perpajakan

KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

1. Bapak Wawan Setiawan (K/2) mempunyai data penjualan ATK untuk tahun
2016 dengan penghasilan netto sebesar Rp.200.000.000, sedangkan tahun
2012 menderita kerugian Rp.10.000.000. Pajak yang telah dibayar: PPh pasal
21 yang telah dipotong Rp. 2.500.000, PPh pasal 22 Rp. 250.000, PPh pasal
23 Rp.1.200.000, PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp.3.000.000. Berapa
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2016?

Erlina Diamastuti Page 65


Praktikum Perpajakan

2. PT. Cahaya memperoleh penghasilan netto Rp. 5.000.000.000.Pajak yang


telah dibayar: PPh pasal 22 Rp. 700.000.000, PPh pasal 23 Rp.
575.000.000, PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 250.000.000. Masih
terdapat sisa kerugian tahun 2016 sebesar Rp 500.000.000. Berapa
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2019?

Erlina Diamastuti Page 66


Praktikum Perpajakan

3. Bapak Joko (K/1) mempunyai penghasilan netto Rp. 7000.000.000 selama


tahun 2019, pajak yang telah dibayar PPh pasal 21 Rp. 5.200.000, PPh pasal
22 Rp 6.900.000, PPh pasal 23 Rp. 1.500.000, PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan Rp. 11.500.000. Berapa angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2019?

Erlina Diamastuti Page 67


Praktikum Perpajakan

KASUS PENGISIAN SPT FORM 1770 S

DATA WAJIB PAJAK


Nama : Bambang Satria
NPWP : 28.783.472.3-704.000
Alamat Tinggal : Jalan Nginden No. 17, Surabaya
Pekerjaan : Branch Manager
Telepon : 031-5467247

Penghasilan Tn. Bambang Satria perbulan di PT. Hatiku Selalu Tbk.


selama tahun 2016
Gaji tetap Rp. 17. 000.000
Tunjangan transport Rp. 250.000
Tunjangan makan Rp. 150.000
Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Rp. 100.000
Iuran pensiun Rp. 75.000
Bonus pada bulan Desember 2016 Rp. 10.000.000

N0 Penghasilan Telah
dipotong
PPh
1 Bunga deposito dari Bank Sakinah Rp 7.000.000 -
Jakarta
2 Penghasilan sewa rumah dalam setahun Rp 20.000.000 -
3 Hadiah undian “Teh Maya Bagi Berkah” Rp 6.000.000 -
berupa Lemari Es
4 Warisan dari Orang Tua Rp 100.000.000
-
5 Hadiah langsung dari pembelian Mobil Rp 5.000.000 -
bersubsidi berupa android
6 Penjualan tanah Rp 150.000.000
-
7 Penghasilan sewa truk Rp 25.000.000
8 Penghasilan penjualan ke Pemda Gresik Rp 49.700.000 Ya
9 Bunga tabungan dari Penang Bank Rp 5.925.000 Ya
Malaysia (dikenakan tarif P3B 35%)

Erlina Diamastuti Page 68


Praktikum Perpajakan

Daftar Anggota Keluarga yang Menjadi Tanggungan

No Nama Tanggal Lahir Hubungan Pekerjaan


Keluarga
1 Sarita Wardani 1 Februari 1977 Istri Ibu Rumah Tangga
2 Ghafira Aulia 29 Maret 2003 Anak Pelajar
3 Rayhan Maulana 17 Juli 2006 Anak Pelajar

Daftar Harta dan Kewajiban

No Jenis Harta Tahun Harga Keterangan


Perolehan Perolehan

1. Rumah 2000 Rp 500.000.000 Jalan Kebenaran Raya


No. 17 Surabaya
(Luas 500m2)
2. Rumah 2005 Rp 280.000.000 Gresik (Luas 200m2)
3. Mobil 2014 Rp 160.000.000 Toyota Avanza
4. Mobil 2011 Rp 210.000.000 Honda Accord

No. Jenis Kewajiban Tahun Pinjaman Jumlah Keterangan


1. Bank Jatim 2015 Rp Pinjaman
Cabang Gresik 150.000.000

Pajak yang Dipotong dan Diangsur dalam Tahun Berjalan

No Deskripsi Nominal
1. PPh 25 (masa Januari-November 2016) Rp 550.000
2. Fiskal luar negri Rp 210.000
3. STP (termasuk bunga dan denda Rp25.000) Rp 275.000

Keterangan:
 PT. Sejahtera Selalu Tbk
NPWP : 21.078.072.6-415.000
Tanggal : 9 Desember 2016
Nomor Bukti Potong : 000019/PPh21
 Pemerintah Daerah Depok

Erlina Diamastuti Page 69


Praktikum Perpajakan

NPWP : 59.546.273.3-122.000
Tanggal 15 September 2016
Nomor Bukti Potong : 000005/PPh22
 Bunga Tabungan dari Bank Kucing
NPWP : 11.576.121.3-112.000
Tanggal 27 November 2016
Nomor Bukti Potong: 0001130/PPh24

Erlina Diamastuti Page 70

Anda mungkin juga menyukai