PERPAJAKAN
(Pajak Penghasilan)
ERLINA DIAMASTUTI
BAB I
PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Merujuk pada UU PPh, subyek pajak penghasilan terbagi menjadi beberapa jenis
antara lain:
1. Subyek Orang pribadi
Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi subjek pajak orang pribadi
dalam negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri.
13. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
14. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
15. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
16. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata car perpajakan
Namun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan Objek
Pajak Penghasilan, di antaranya adalah:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. warisan;
3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
apabila diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu akan menjadi
Penghasilan); dan
4. Penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
pemerintah,
6. kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang
dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit).
7. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
8. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.
9. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
10. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud sebelumnya, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat-syarat
tertentu.
13. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
14. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
15. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
tunjangan lain yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti,
biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali PPh.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Metode
penyusutan yang boleh digunakan menurut UU PPh adalah metode
garis lurus (untuk semua harta tetap berwujud) dan metode saldo
menurun (hanya untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan
saja). Penyusutan dapat dimulai pada:
a. Tahun dilakukannya pengeluaran. Untuk harta yang masih dalam
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun pengerjaan harta
tersebut selesai.
b. Dengan ijin Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada tahun
harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada tahun harta tersebut mulai
menghasilkan.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi komersial.
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BPULN) atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan.
Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Dirjen Pajak.
Menteri Keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi WP yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP
atau pemerintah kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan dengan SK Menteri Keuangan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
pasal 4 ayat 3 UU PPh, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan oleh WP orang pribadi beragama Islam dan atau WP badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah.
8. PPh, dalam hal ini PPh orang pribadi.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
WP atau orang yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan di
bidang perpajakan.
6. KOMPENSASI KERUGIAN
Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang
mengalami kerugian dalam hal pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat
dilakukan pada saat tahun berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.
Apabila wajib pajak mengalami kerugian usaha (fiskal) pada suatu tahun pajak,
kerugian tersebut dapat diperhitungkan (dikompensasikan) dengan laba tahun
pajak berikutnya berturut-turut selama 5 tahun. WP tertentu dapat melakukan
kompensasi kerugian melebihi 5 tahun hingga 10 tahun.
Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang
No.36 tahun 2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai
Pajak Penghasilan yang didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal
tersebut. Ayat pertama yang tercantum itu sendiri membahas tentang
pengurangan yang antara lain:
1. Adanya pengurangan biaya langsung atau tidak terkait dengan kegiatan
usaha.
2. Adanya penyusutan untuk pengeluaran agar mendapat harta berwujud dan
adanya amortisasi untuk pengeluaran agar mendapat hak, serta atas biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun
Praktikum Perpajakan
Catatan:
Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP
yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami
memiliki penghasilan).
Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah
dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap
anggota sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3
(tiga) orang yang masing-masing besarnya Rp 4.500.000 setahun atau
Rp
375.000 sebulan.
Bagi karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan)
bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan,
diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 4.500.000 setahun atau Rp
375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungannya, paling banyak 3 orang, masing-masing Rp. 4.500.000
setahun atau Rp. 375.000 sebulan.
Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.
Contoh
Jika Bagus adalah seorang karyawan berstatus kawin dengan dua
tanggungan, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb:
Pada tanggal 1 Januari 2019 Bagio berstatus kawin dengan tanggungan dua
orang anak, apabila anak yang ketiga lahir setelah tanggal 1 Januari 2019
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Bagio untuk tahun pajak 2019
tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 2 (dua) orang anak.
Contoh
Bapak Sofyan (K/2) adalah seorang pengusaha Mebel di Jepara. Data
penjualan Mebel di tahun 2019 menurut pembukuan yang dibuat adalah
sebesar Rp 650.000.000 dengan harga pokok penjualan sebesar Rp
300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi semua jenis mebel meliputi
biaya operasional Rp15.000.000 dan biaya administrasi Rp17.500.000.
Pada tahun 2019 Bapak Sofyan juga menerima penghasilan dari ruko yang
disewakannya sebesar Rp. 20.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan yang terutang apabila masih terdapat sisa kerugian tahun
2016 sebesar Rp25.000.000 ?
Contoh
PT Satria Komputer adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan
sparepart komputer. Berikut ini adalah data keuangan pada kegiatan usaha
tahun 2019: Penerimaan bruto Rp70.000.000.000, persediaan per 1 Januari
2019 Rp15.000.000.000, persediaan per 31 Desember 2019
Rp12.500.000.000, pembelian selama tahun 2019 Rp20.000.000.000, dan
biaya administrasi & operasional Rp750.000.000. Di luar kegiatan usahanya,
PT. Satria Komputer memperoleh penghasilan dari penyewaan mesin milik
perusahaan sebesar Rp50.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan terutang jika masih terdapat sisa kerugian tahun 2018 senilai
Rp200.000.000!
Contoh
Selain membuka praktek di rumahnya yang berada di daerah Jakarta, Dokter
Saprudin (K/3) memiliki bisnis perdagangan handphone. Diketahui
penghasilan brutonya sebagai seorang dokter selama tahun 2019 adalah
sebesar Rp200.000.000 dan dari bisnis penjualan handphone sebesar
Rp45.000.000. Berapakah pajak penghasilan yang terutang berdasarkan
norma perhitungan jika diketahui prosentase norma untuk dokter 62% dan
penjualan handphone 12%?
KASUS
2. Bapak Untung (K/3) mempunyai tiga jenis usaha, yaitu peternakan ayam
di Depok dengan peredaran usaha Rp. 200.000.000 setahun dan
prosentase norma 25%, bisnis restoran di Bandung dengan penerimaan
bruto Rp. 70.000.000 dan prosentase norma 15%, dan percetakan di
Bogor dengan peredaran usaha Rp. 50.000.000 dan prosentase norma
10%. Hitunglah pajak penghasilan terutang atas penghasilan yang
diterima Bapak Untung!
3. Ibu Sarinem (K/2) adalah seorang agen gula pasir. Diketahui data
penjualan pada tahun 2019 menurut pembukuan yang dibuatnya adalah
Rp.900.000.000 dan persediaan barang dagangan pada awal tahun
Rp.150.000.000. Pembelian yang dilakukan selama tahun 2019
Rp.450.000.000 dan persediaan akhirnya sebesar Rp75.000.000. Biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional sebesar Rp.
55.000.000 dan penghasilan dari luar kegiatan usahanya sebesar
Rp.15.000.000. Berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang atas
penghasilan yang diterima Ibu Sarinem jika suaminya bekerja?
Dari data diatas hitunglah pajak yang harus dilunasi oleh PT Teka Teki atas
penghasilan yang diperoleh selama tahun 2019!
BAB II
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Bagi Wajib Pajak yang telah dipotong PPh pasal 21 atas penghasilannya
dapat dianggap sebagai pembayaran di muka atas pajak yang nantinya
terutang untuk satu tahun pajak.
2. DASAR HUKUM
a. Undang-undang no 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah
dengan UU no 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No 7
tentang Pajak Penghasilan
b. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang manfaat pension,
Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
c. Perarturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk
pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan orang Pribadi
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tenatng tata cara
pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
e. Peraturan Dirjen Pajak Nomer PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
pasal 21 dan. Atau pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan kegiatan orang pribadi
f. Peraturan Menetri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang
penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang
penetapan bagian sehubungan dengan Pekerjaan dan Pegawai Harian
dan Mingguan seta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang tidak dikenakan
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan
3.1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun
cabang. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, baik
merupakan pusat ataupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai.
1. Pembayaran lain adalah pembayaran denngan nama apapun
selain gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain
seperti bonus, gratifikasi dan tantiem
2. Bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh penghasilan dan pemberi kerja sehubungan
dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima
atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.
3.2. Bendahara
Bendaharawan pemerintah.
Dana pensiun, badan penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan
lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan
Hari Tua (THT).
Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang
kegiatan.
BUMN / BUMD, perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak
luar negeri.
4. WAJIB PAJAK
Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan pengurus.
Pegawai lepas.
Penerima pensiun.
Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa
atau hadiah.
Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia
> 183 hari. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN)
dipotong PPh Pasal 26.
6. OBJEK PAJAK
Catatan:
Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, maka
penghasilanbruto berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun yang
besarnya 5% dari penghasilan bruto pensiun dengan jumlah maksimum
Rp. 2.400.000 setahun atau Rp. 200.000 sebulan.
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Keterangan:
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi
20% dari tarif normal
1. Penghasilan teratur
a. Gaji
Penghasilan yang diterima oleh karyawan/ non-karyawan sebagai imbal hasil dari
pekerjaan yang dilakukan dan diberikan rutin dalam periode tertentu
b. Tunjangan
Tunjangan adalah sejumlah nilai yang dibayarkan secara rutin oleh perusahaan kepada
karyawan setiap bulannya. Ini merupakan di luar gaji pokok. Ada banyak macam
tunjangan yang biasanya diberikan perusahaan kepada karyawannya, seperti tunjangan
istri bagi karyawan laki-laki yang sudah menikah, tunjangan anak, dan lainnya.
Tunjangan dalam konteks PPh 21 adalah Penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja
kepada pegawai diluar gaji pokok setiap bulannya atas imbal hasil dari pekerjaan yang
dilakukan karyawan. Tunjangan sifatnya hampir selalu diberikan setiap bulan tetapi belum
tentu jumlahnya tetap. contoh tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan makan,
dan tunjangan lainnya.
c. Asuransi
Dalam konteks perhitungan PPh 21, asuransi yang masuk dalam penghitungan atau
penambah penghasilan adalah Jaminan Keselamatan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM)
dan asuransi lainnya yang diakui sebagai penambah penghasilan PPh 21 dan diatur dalam
peraturan perpajakan.
a. Bonus
Bonus adalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan atau pemberi kerja kepada
pegawai atas imbal hasil kinerja pegawai/karyawan dan diberikan satu atau dua kali dalam
satu tahun buku diluar gaji. Biasanya bonus diberikan perusahaan sebagai apresiasi
perusahaan kepada karyawan.
b. THR
Tunjangan Hari Raya (THR) adalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan atau
pemberi kerja kepada pegawai dalam rangka perayaan hari raya keagaamaan yang diatur
dalam peraturan ketenagakerjaan. Biasanya perusahaan memberikan THR 1 kali dalam
satu periode tahun buku.
Penghasilan tidak teratur lainnya dalah bentuk penghasilan yang diberikan perusahaan
kepada karyawan hanya satu atau dua kali dalam satu periode buku (tidak rutin).
a. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang dikenakan terhadap semua karyawan tanpa
mempertimbangan tingkatan jabatan karaywan tersebut. Jadi, semua karyawan, apapun
jabatan dan tingkatannya, akan dikenakan biaya jabatan
Dalam kontek PPh 21, biaya jabatan adalah pengurang terhadap pengasilan pegawai atau
karyawan sebagai biaya atas mendapatkan,menagih dan memelihara penghasilan
pegawai/karyawan. Biaya Jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto karyawan dengan
nilai maksimal sebesar 500.000/bulan dan 6.000.000/ tahun.
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan dalam perhitungan PPh 21 karyawan tetap.
Biaya pensiun/JHT merupakan potongan dari penghasilan bruto pegawai tetap yang
disetorkan oleh pemberi kerja/ perusahaan kepada lembaga yang diatur dalam Peraturan
Erlina Diamastuti Page 20
Praktikum Perpajakan
Menteri Keuangan. Iuran pensiun dipotong dari gaji karyawan sebesar 2% dengan nilai
maksimal 200.000/bulan atau 2.400.000/tahun.
c. Asuransi lainnya
Asuransi yang dipotong dari penghasilan pegawai tetap yang dalam peraturan perpajakan
bisa dijadikan pengurang dalam perhitungan PPh 21.
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah pengurang atas penghasilan pegawai dalam
periode tertentu. PTKP merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan keringanan
kepada wajib pajak yang berpenghasilan rendah untuk tidak dikenakan pajak.
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 6.277.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 313.850
Iuran JHT Rp 100.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah pengurang Rp 463.850 -
PTKP (K/0)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan 0 =0 +
Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.257.800
Catatan:
Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki
kewajiban subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti
bekerja pada pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka
perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilannya tidak perlu
disetahunkan, hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja
dari karyawan yang bersangkutan.
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilannya
tersebut harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya
lihat contoh berikut:
Contoh kasus 2:
Pengurang :
Biaya jabatan (5% x Rp 6.190.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 309.500
Iuran THT Rp 200.000
Iuran pensiun Rp 225.000 +
Jumlah pengurang Rp 734.500 -
Penghasilan neto sebulan Rp 8.455.500
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 8.455.500 = Rp76.099.500
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan 2 = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.599.500
PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp 8.599.500 = Rp 429.975
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 429.975 / 9 = Rp 47.775
Contoh Kasus 3:
Tuan Lucas (K/0) adalah warga negara Belanda yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 2 Juni 2016 pada PT Tebar Angin dan mendapat gaji sebulan
sebesar Rp 10.000.000, tunjangan jabatan Rp 1.400.000, dan tunjangan
keluarga Rp
1.200.0. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi kematian masingmasing sebesar Rp 575.000 dan Rp 500.000, sementara
itu setiap bulan Tuan Lucas membayar iuran THT sebesar Rp 5% dari gaji
pokoknya dan iuran pensiun sebesar Rp 400.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan Tuan Lucas di tahun 2016?
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 13.675.000) Rp 500.000 (maks)
Catatan :
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan Pajak. Perbedaannya
adalah :
Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak
tersebut merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan
harus ditambahkan kedalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan
perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh
Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan
penghasilan dari karyawan yang bersangkutan sehingga tidak
ditambahkan kedalam penghasilan bruto karyawan tersebut. Dengan
syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan itu
juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi perusahaan.
Contoh Kasus 4:
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 6.650.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 332.500
Iuran Pensiun Rp 75.000 +
RP 407.500
Penghasilan neto sebulan Rp 6.242.500
Contoh Kasus 5:
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 184.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 6.600.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 177.400.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 3 Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak RP 105.400.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 184.000.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (12 x 10.000) Rp 120.000
Iuran Pensiun (12 x 40.000) Rp 480.000 +
Jumlah pengurang Rp 6.600.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp.149.400.000
PTKP (K/3)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal
17 dari perkiraan penghasilan neto dari masing-masing tenaga ahli dengan
menggunakan norma perhitungan sebesar 50% untuk semua jenis pekerjaan
tenaga ahli (Tarif pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto)
Contoh kasus 6:
Contoh kasus 7:
Contoh Kasus 8:
Page 31
Praktikum Perpajakan
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. Marbun, seorang ayah dari dua anak adalah seorang pegawai tetap pada
perusahaan pembuat kue sejak tahun 2006. Setiap bulannya ia memperoleh
gaji Rp 6.750.000, tunjangan makan dan tunjangan transport sebesar Rp.
200.000 dan Rp. 250.000. Setiap bulannya Marbun harus membayar iuran
pensiun sebesar Rp20.000 dan iuran THT sebesar 1% dari gaji pokoknya.
Hitunglah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang diterima
Marbun untuk tahun pajak 2019
Page 32
Praktikum Perpajakan
2. Mr. TAKESHIDA, seorang warga negara Jepang, mulai bekerja di PT. Alexis
sejak 1 Juni 2019 dan akan bekerja di Indonesia sampai dengan 31
Desember 2019. Ia menerima gaji sebulan Rp 14.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing sebesar Rp 1.750.000 dan
Rp. 1.200.000. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja
dan premi asuransi kematian masing-masing sebesar Rp 125.000 dan
Rp100.000. Sementara itu setiap bulan Mr. Michael membayar iuran THT
sebesar Rp140.000 dan iuran pensiun Rp120.000. Mr. TAKESHIDA berstatus
menikah dan memiliki 3 orang anak. Hitung besarnya PPh Pasal 21 yang
harus dibayar oleh Mr. TAKESHIDA untuk tahun 2019!
Page 33
Praktikum Perpajakan
3. Fira bekerja pada PT.Bulan Tsabit dengan memperoleh gaji sebesar Rp.
7.900.000 sebulan. Fira sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak
sementara suaminya bekerja pada PT. Bulan Purnama. PT.Bulan Tsabit
mengikuti program askes, premi asuransi kecelakaan dan premi asuransi
kematian yang dibayar oleh pemberi kerja masing-masing Rp. 50.000 dan
Rp. 70.000 sebulan. PT. Bulan Tsabit juga menanggung iuran THT sebesar
Rp. 55.000 sedangkan sendiri membayar iuran THT Rp. 60.000 dan iuran
pensiun sebesar Rp. 50.000. Pada bulan Agustus tahun 2019 Fira
memperoleh bonus Rp 10.000.000. Hitunglah:
1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan bonus untuk tahun 2019
2. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji
3. PPh Pasal 21 yang terutang atas bonus
Page 34
Praktikum Perpajakan
Page 35
Praktikum Perpajakan
Page 36
Praktikum Perpajakan
5. Ibu Winda pada bulan Mei 2019 menerima uang pesangon yang dibayarkan
sekaligus karena diberhentikan dengan hormat oleh perusahaan. Uang
pesangon yang diterimanya sebesar Rp. 60.000.000. Berapa PPh Pasal 21
yang terutang atas pesangon yang diterimanya?
6. dr. Toni bekerja pada Rumah Sakit Ibu dan Anak sebagai spesialis anak
menerima penghasilan dari praktiknya dengan perjanjian setiap jasanya
dipotong 30% untuk pihak rumah sakit dan sisanya 70% untuk jasa dokter
yang akan dibayarkan kepada dr. Toni. Dalam semester pertama jasa yang
dibayarkan sebagai berikut:
Page 37
Praktikum Perpajakan
BAB III
PAJAK PENGHASILAN 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu
bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh
pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada
saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh
Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan
mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak
tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.
A. PAJAK PENGHASILAN 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain.
D. PEMUNGUT PPh 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor
barang
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah
Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),
kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau
Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang
yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
mereka dari pedagang pengumpul.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
Lembar pertama untuk pembeli;
Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagai lampiran laporan bulanan;
Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal
22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan
ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil
pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan
selambat- lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Page 39
Praktikum Perpajakan
Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
Lembar pertama untuk pembeli;
Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagai lampiran laporan bulanan;
Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
F. TARIF PPh 22
1. Atas impor :
yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah
persen) dari nilai impor;
yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai
impor;
yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
Nilai Impor
Nilai Impor/NI adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea
Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang–undangan pabean bidang impor. Untuk menghitung Nilai Impor
digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Page
310
Praktikum Perpajakan
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
Page
311
Praktikum Perpajakan
PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA adalah importir mobil
yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil,
dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang
berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah $3.000 dan
$7.000. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan
bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus
dibayar?
Harga Faktur : 50 unit x $ 10.000 $ 500.000
Biaya Asuransi : $ 3.000
Biaya Angkut $ 7.000
CIF $ 510.000
Bea Masuk : 5% x $ 510.000 $ 25.500
Bea masuk tambahan:20% x $510.000 $ 102.000 +
Nilai Impor $ 637.500
CONTOH 2
Page
312
Praktikum Perpajakan
CONTOH 1
CONTOH 2
Sebuah perusahaan melakukan penyerahan barang kena pajak kepada suatu
instasi pemerintah seharga Rp1.144.000.000 yang pembayarannya melalui
Kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal 22
Bendaharawan yang harus dipotong bila:
Perhitungan Pajak:
1. Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM. Harga barang yang
diserahkan Rp1.144.000.000 Pajak Penghasilan pasal 22:
1.5 % x Rp1.144.000.000 Rp 17.160.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp1.126.840.000
2. harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah Harga
barang termasuk PPN (10%) Rp1.144.000.000 adalah
PPN (10%)=Rp1.144.000.000 x 10/110 Rp 104.000.000 -
Harga barang tidak termasuk PPN Rp1.040.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp1.040.000.000 Rp 15.600.000 -
Jumlah uang yang diterima Rp1.024.400.000
Page
313
Praktikum Perpajakan
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Page
314
Praktikum Perpajakan
Page
315
Praktikum Perpajakan
Page
316
Praktikum Perpajakan
4. Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan
harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang
tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang
dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar
10% dari harga faktur. Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing
sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat
itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memilih API (Angka Pengenal Impor) dan jika
tidak memiliki API?
Page
317
Praktikum Perpajakan
B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
C. PEMOTONG PAJAK
Badan Pemerintah
BUMN / BUMD
Badan Hukum Lainya (PT, Fa, Yayasan, Koperasi, Perhimpunan Kongsi,
BUT, dll)
Perseoan yang ditunjuk oleh DJP
WPOP dalam negeri tertentu yang ditunjuk DJP
D. OBJEK PAJAK
Deviden
Bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan pengembalian
hutang
Sewa atas penggunaan harta
Royalti
Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
Page
318
Praktikum Perpajakan
No Jenis Penghasilan
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.
Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan
jasa lain. No. Jenis Jasa (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008)
1. Jasa Penilai
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, pembukuan, atestasi laporan keuangan
4. Jasa Perancang (design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching service)
12. Jasa perantara dan/atau kegenan
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilaukan oleg Bursa Efek
14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
Page
319
Praktikum Perpajakan
Catatan:
Pemotongan pajak penghasilan berdasarkan tarif baru sebesar 2 % ini dikenakan atas jumlah
bruto tidak termasuk PPN sedangkan dalam hal penerima imbalan tidak memiliki NPWP
besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang
berlaku.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
1. Pada tanggal 17 Agustus 2010 PT. Tukang Tagih membayar bunga atas
pinjaman membayarkan bunga kepada PT. Buaya Darat sebesar
Rp70.000.000.PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Tagih
adalah:
PPh Pasal 23: 15 % x Rp70.000.000 = Rp10.500.000
4. PT. Sarana Indo (pihak pertama) melakukan kontrak dengan PT. Santai
Saja selaku perusahaan agen periklanan (pihak kedua) untuk membuat
iklan sekaligus memasang iklan pada perusahaan media (pihak ketiga)
Nilai kontrak yang telah disepakati adalah sebesar Rp. 103.000.000
Rincian tagihan PT. Santai Saja kepada PT. Sarana Indo adalah:
b. Pembelian material untuk pembuatan iklan Rp. 5.000.000
c. Jasa Konsultan (terkait pembuatan iklan) Rp. 5.000.000
d. Fee Agen Rp. 3.000.000
e. Biaya Pemasangan Iklan ke media Rp. 80.000.000
Dalam hal tidak ada bukti pendukung atas rincian di atas maka jumlah
bruto sebagai dasar pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar Rp.
103.000.000 sehingga PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. Sarana
Indo atas pembayarabn kepada PT. Santai Saja adalah sebesar:
2% x Rp. 103.000.000 = Rp. 2.060.000
Page
321
Praktikum Perpajakan
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
1. Citra Ilmu telah menerbitkan dua buah buku dari dua penulis yang berbeda.
Perusahaan tersebut akan memberikan royalti ke dua penulis tersebut.
Adapun royalti yang diberikan penulis bernama Shinta sebesar 20.000.000
rupiah dan penulis bernama Lolita sebesar 15.000.000. PT Citra Ilmu tidak
memberikan royalti secara penuh ke kedua penulis tersebut karena sebagian
royaltinya harus dipotong pajak. Berapa jumlah pajak yang memotong royalti
kedua penulis tersebut:
Page
322
Praktikum Perpajakan
Page
323
Praktikum Perpajakan
4. Sebuah badan dalam negeri membayar deviden kepada Tn. Mhicha Tan
seorang WNA yang berada di Indonesia selama 8 bulan sebesar
Rp65.000.000. Atas pembayaran deviden tersebut hitunglah pajak yang
harus dibayar!
B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang berarti orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
C. PEMOTONG PAJAK
Badan Hukum Lainnya ( PT, Fa, Yayasan, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)
Perseroan Yang Ditunjuk Oleh DJP
D. OBJEK PAJAK
Deviden
Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
Hadiah dan PenghargaaN
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta
berupa tanah dan / bangunan
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Catatan :
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalam ketentuan ini dapat bersifat final
C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
PPh menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh
penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya.
D. OBJEK PAJAK
a. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga
simpanan anggota koperasi.
b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c. Bunga/diskonto obligasi
d. Hadiah undian
e. Jasa konstruksi
f. Persewaan tanah/bangunan
g. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h. Deviden orang pribadi
i. Penghasilan tertentu lainnya
F. PEMUNGUT PAJAK
1) Penyelenggara bursa dan undian
2) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
3) Bank dan Dana Pensiun
4) Perusahaan Modal Ventura
5) Penerbit Obligasi,Bank,Dana Pensiun,Reksadana
6) Pengguna Jasa Konstruksi
Catatan:
Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥Rp7.500.000, bunganya dikenakan PPh
Pasal 4 ayat (2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang <Rp7.500.000 tidak
dikenakan pajak.
Catatan:
Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar 20
% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
KASUS
PASAL 4 (AYAT 1)
1. Tuan Fandi Ahmad sebagai direktur utama PT. Sarangan menyimpan uang di
Bank Syariah Mandiri dengan bagi hasil 16% per tahun sebesar
Rp1.500.000.000 selama 6 bulan. Berapa PPh terutangnya?
3. Nyonya Sarita seorang notaris pada tanggal 1 Febuari 2016 menyewa kantor
dengan kontrak sebesar Rp60.000.000 untuk jangka waktu 6 tahun dari PT.
Sambung Rejeki. Berapa pajak yang harus dipotong oleh PT. Sambung
Rejeki?
Catatan:
Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut
Undang-Undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengembalian tersebut dilakukan.
Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun-tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan
tersebut.
Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak
yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak
dapat:
Contoh Kasus:
PT. Sukses Makmur yang berlokasi di Surabaya selama tahun 2015 memperoleh
penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya
yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri
Rp60.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Hongkong
memperoleh penghasilan Rp10.000.000.000, Korea memperoleh penghasilan
Rp 4.000.000.000, sedangkan di China mengalami rugi Rp5.000.000.000. Pajak
yang telah dibayar diluar negeri sebesar 30% untuk Hongkong, 40% untuk
Korea, dan 25% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk
dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
1. PT. Padi adalah sebuah perusahaan yang memproduksi pakan ternak dan
memiliki cabang di luar negeri, yaitu:
a. Vietnam memperoleh laba sebesar Rp 65.000.000.000 dengan tarif pajak
25%.
b. Malaysia memperoleh laba sebesar Rp. 30.000.000.000 dengan tarif
pajak 30%.
c. Swiss memperoleh laba sebesar Rp. 75.000.000.000 dengan tarif pajak
40%.
Hitunglah berapa besarnya PPh terutang, batas maksimum KPLN dan PPh pasal
24 yang dapat dikreditkan, jika di dalam negeri menderita kerugian
Rp52.000.000.000
2. PT Tabah Selalu adalah perusahaan produsen alat rumah tangga yang terletak
di Semarang Jawa Tengah. Tahun 2012 membuka beberapa cabang di Luar
Negeri. Dan Penghasilan PT. Tabah Selalu pada tahun 2016 adalah
a. Penghasilan dari dalam negeri diperoleh laba sebesar Rp.55.000.000.000.
b. Timor Leste memperoleh kerugian sebesar Rp.1.500.000.000 dengan
tarif pajak 20%
c. Jepang memperoleh laba sebesar Rp.25.000.000.000 dengan tarif pajak
35%.
d. Venezuela memperoleh laba sebesar Rp.13.000.000.000 dengan tarif
pajak 25%.
Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang, batas maksimum
KPLN dan PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri pada tahun 2016!
3. PT. Sarjana adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri Alat Tulis
yang terletak di Tasikmalaya. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, sehingga pada tahun 2012 memutuskan untuk membuka
beberapa cabang di Luar Negeri. Pada tahun 2015 penghasilan yang diperoleh
PT. Sarjana sebagai berikut:
a. Singapura memperoleh laba sebesar Rp. 60.000.000.000 dengan tarif
pajak 40%
b. Brunei memperoleh laba sebesar Rp.23.000.000.000 dengan tarif pajak
35%
c. di Malaysia memperoleh laba sebesar Rp.15.000.000.000 dengan tarif
pajak 20%
Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang, batas maksimum
KPLN dan PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri jika di dalam
negeri mendapat keuntungan Rp 154.000.000.000
Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang
telah dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang
bersangkutan yang meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar
dalam tahun pajak.
Contoh Kasus:
Tn. Satriyo (K/1) mempunyai data penjualan tahun 2016 dengan penghasilan
neto sebesar Rp. 200.000.000 sedangkan ditahun 2013 menderita kerugian
Rp15.000.000. Pajak yang telah dibayar antara lain
PPh Pasal 21 Rp. 2.000.000,
PPh Pasal 22 Rp 100.000,
PPh Pasal 23 Rp 500.000
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000
Berapakah Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2016?
Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
PPh terutang:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 72.000.000 = Rp.10.800.000
Rp. 13.300.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 21 Rp. 2.000.000,
PPh Pasal 22 Rp 100.000,
PPh Pasal 23 Rp 500.000
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000+
Rp. 4.100.000
Pajak Yang Masih harus dibayar Rp. 9.200.000
KASUS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
1. Bapak Wawan Setiawan (K/2) mempunyai data penjualan ATK untuk tahun
2016 dengan penghasilan netto sebesar Rp.200.000.000, sedangkan tahun
2012 menderita kerugian Rp.10.000.000. Pajak yang telah dibayar: PPh pasal
21 yang telah dipotong Rp. 2.500.000, PPh pasal 22 Rp. 250.000, PPh pasal
23 Rp.1.200.000, PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp.3.000.000. Berapa
angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2016?
N0 Penghasilan Telah
dipotong
PPh
1 Bunga deposito dari Bank Sakinah Rp 7.000.000 -
Jakarta
2 Penghasilan sewa rumah dalam setahun Rp 20.000.000 -
3 Hadiah undian “Teh Maya Bagi Berkah” Rp 6.000.000 -
berupa Lemari Es
4 Warisan dari Orang Tua Rp 100.000.000
-
5 Hadiah langsung dari pembelian Mobil Rp 5.000.000 -
bersubsidi berupa android
6 Penjualan tanah Rp 150.000.000
-
7 Penghasilan sewa truk Rp 25.000.000
8 Penghasilan penjualan ke Pemda Gresik Rp 49.700.000 Ya
9 Bunga tabungan dari Penang Bank Rp 5.925.000 Ya
Malaysia (dikenakan tarif P3B 35%)
No Deskripsi Nominal
1. PPh 25 (masa Januari-November 2016) Rp 550.000
2. Fiskal luar negri Rp 210.000
3. STP (termasuk bunga dan denda Rp25.000) Rp 275.000
Keterangan:
PT. Sejahtera Selalu Tbk
NPWP : 21.078.072.6-415.000
Tanggal : 9 Desember 2016
Nomor Bukti Potong : 000019/PPh21
Pemerintah Daerah Depok
NPWP : 59.546.273.3-122.000
Tanggal 15 September 2016
Nomor Bukti Potong : 000005/PPh22
Bunga Tabungan dari Bank Kucing
NPWP : 11.576.121.3-112.000
Tanggal 27 November 2016
Nomor Bukti Potong: 0001130/PPh24