Anda di halaman 1dari 5

Ringkasan BAB 4

“Pajak Penghasilan”

Nama : Antonio Rafael Effendy


Kelas : Manajemen A
No.stambuk : 2011072
Dosen: Dr.Paulus Tangke, S.E., M..Si., Ak.,CA.,CSRS,CSRA.,CSP

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Atma Jaya Makassar
Bagian 1 Pajak Penghasilan Umum
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang pajak penghasilan berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-
undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang
Nomor 36 tahun 2008.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Yang menjadi subjek pajak adalah:
1. Orang pribadi; Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, yang terdiri atas perseroan terbatas, komoditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apa pun, juga bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif.
3. Bentuk usaha tetap (BUT)
Sedangkan yang menjadi subjek pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Subjek pajak dalam negeri:
a. Subjek pajak orang pribadi
b. Subjek pajak badan
c. Subjek pajak warisan
2. Subjek pajak luar negeri:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek Pajak
1. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima , kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan.

Bagian 2 bentuk Usaha Tetap


Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Objek Pajak Penghasilan BUT


1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.

Bagian 3 Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi


Penyusutan
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi 2 golongan:
1. Harta berwujud bukan berupa bangunan
2. Harta berwujud yang berupa Bangunan
Penyusutan dapat dimulai pada saat:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai.
3. Dengan izin dari Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai
digunakan.

Amortisasi
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
Kelompok 1: Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
Kelompok 2: Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
Kelompok 3: Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun.
Kelompok 4: Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.
Kelompok 5: Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.

Revaluasi (Penilaian Kembali Aktiva Tetap)


Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya
perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan.
Untuk mengurangi perbedaan tersebut Wajib pajak perlu diberikan kesempatan untuk melaksanakan
penilaian kembali aktiva tetap.

Bagian 4 Penghasilan pasal 21


PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

Yang Tidak Termasuk Wajib pajak PPh Pasal 21


1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan Warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 1
huruf C Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Bagian 5 Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang
dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah pusat, daerah, instansi atau
lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan
pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
2. Badan-badan tertentu, baik badan Pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang
tertentu antara lain otomotif dan semen.
3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.

Objek dan Tarif PPh Pasal 22


Atas impor;
1. Barang tertentu (lihat lampiran I PMK Nomor 34/PMK.010/2017) dikenakan PPh pasal 22
sebesar 10% dari nilai impor.
2. Barang tertentu lainnya (lihat lampiran II PMK Nomor 34/PMK.010/2017) dikenakan PPh
Pasal 22 sebesar 7,5% dari nilai impor.
3. Kedelai, gandu, dan tepung terigu dikenakan PPh pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai impor
dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
4. Barang lain selain barang tertentu, barang tertentu lainnya, kedelai, gandum, dan tepung terigu
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 2,5% dari
nilai impor.
5. Barang selain barang tertentu, barang tertentu lainnya, kedelai gandum, dan tepung terigu
yang tidak menggunakan Angka Personal Impor (API) dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5%
dari nilai impor.
6. Barang yang tidak dikuasai, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

Bagian 6 Pajak Penghasilan pasal 23


Ketentuan dalam Pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan
jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintahan, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Pemotong PPh Pasal 23


Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas:
1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai Wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjuk dari Dirjen
pajak untuk memotong pajak PPh Pasal 23.

Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23


Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap
yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

Bagian 7 Pajak Penghasilan pasal 24


Pada dasarnya Wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang
dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.
Ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib pajak dalam negeri.
Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar
negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di
Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per
country limitation.

Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis).
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam
Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

Bagian 8 Pajak Penghasilan Pasal 25


Ketentuan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang perhitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak Membayar sendiri (PPh Pasal 250
2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24).
Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU
PPh, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 UU PPh.
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU PPh.

Bagian 9 Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar Negeri

Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar negeri, yang Dikenakan Kewajiban Membayar Pajak
Penghasilan
Yang wajib membayar Pajak Penghasilan adalah Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib pajak dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, termasuk
istri, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak yang bersangkutan.

Bagian 10 Pajak Penghasilan Pasal 26


Ketentuan pasal 26, undang-undang mengatur tentang pemotong atas penghasilan yang bersumber di
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri (baik orang pribadi maupun badan)
selain Bentuk Usaha Tetap.

Wajib pajak PPh Pasal 26


Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah Wajib pajak luar negeri (orang pribadi maupun
badan) selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan.

Bagian 11 Pajak penghasilan Pasal 4 Ayat 2 (PPh yang Bersifat Final)

Pajak Penghasilan Atas Bunga, Sewa dan Imbalan jasa Konsultasi dan Jasa Konstruksi yang
Diatur Dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 ayat 2)
Pasal 4 Ayat 2 Undang-undang Pajak penghasilan menyebutkan, bahwa:
“Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
pemerintah”

Anda mungkin juga menyukai