Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PERPAJAKAN 1

“PAJAK PENGHASILAN (PPh) UMUM”

DISUSUN OLEH ;

1. Ni Kadek Diah Permata Sari (2202622010254 / 03)


2. Ni Putu Niken Ayu Sukmawati (2202622010259 / 08)
3. Made Jorti Vitriani (2202622010262 / 11)
4. Ni Wayan Laksmi Yuniastawati (2202622010266 / 14)
5. A.A Sri Dwipa Yanti (2202622010271 / 19)
6. Made Kinanti Ayu Cahyaningtyas (2202622010282 / 30)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

2022/2023

1
DAFTAR ISI

PAJAK PENGHASILAN (PPh) UMUM

1.1 Pendahuluan ..............................................................................................................3

1.2 Subjek Pajak Dan Wajib Pajak ...................................................................................3

1.3 Kewajiban Pajak Subyektif ........................................................................................6

1.4 Yang Tidak Termasuk Wajib Pajak ............................................................................7

1.5 Obyek Pajak ................................................................................................................8

1.6 Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak .........................................................................10

1.7 Pembukuan Dan Pencatatan .....................................................................................11

1.8 Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak ................13

KESIMPULAN .............................................................................................................16

DAFTAR PUSAKA ......................................................................................................17

2
PAJAK PENGHASILAN (PPh) UMUM

1.1 Pendahuluan

Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan


terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yangditerima atau diperolehnya
dalam Tahun Pajak. Subjek pajak akan dikenai pajak apabila memperoleh penghasilan.
Dalam UU dijelaskan sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas
penghasilannya yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula
dikenai pajak untuk penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Wajib pajak
orang pribadi sebagi penerima upah atau gaji disebut sebagai wajib pajak apabila
penghasilannya di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

UU PPh beberapa kali mengalami perubahan, UU tentang pajak penghasilan yang


dikeluarkan pertam akali adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 dan beberapa kali mengalami
penyempurnaan naskah dengan UU Nomor 7 Tahun 1991, kemudian disempurnakan lagi
dengan UU Nomor 10 Tahun 1994, disempurnakan lagi dengan UU Nomor 17 Tahun
2000 dan yang terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.

1.2 Subjek Pajak Dan Wajib Pajak

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia mengatur pengenaan Pajak


Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu Tahun Pajak sehingga Subjek Pajak akan dikenakan Pajak
Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia selanjutnya disebut “Wajib Pajak”.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.
Termasuk di dalam pengertian Wajib Pajak adalah kewajiban pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu.

Wajib Pajak dikenakan pajak atas Pajak Penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu Tahun Pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian Tahun Pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir dalam Tahun Pajak. Yang dimaksud Tahun Pajak adalah jangka waktu satu
tahun takwim (1 Januarisampai dengan 31 Desember), kecuali apabila Wajib Pajak

3
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku
tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Sedangkan yang dimaksud dengan
bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu

Pengertian Subjek Pajak dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia


meliputi:

a) Orang Pribadi.
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.
c) Badan
Terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau
organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, perusahaan reksa dana,
organisasi massa, organisasi sosial politik, dan bentuk badan usaha lainnya.
d) Bentuk usaha tetap.
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga ) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap dapat berupa :
1) Tempat kedudukan manajemen.
2) Cabang perusahaan.
3) Kantor perwakilan.
4) Gedung kantor.
5) Pabrik.
6) Gudang.

4
7) Bengkel.
8) Ruang untuk promosi dan penjualan.
9) Pertambangan dan penggalian sumber alam.
10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
11) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
12) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan.
13) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas.
15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia.
16) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Subjek pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak
Luar Negeri:

1) Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN)


a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau
Orang Pribadi yang dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertimpat tinggal di Indonesia. Subjek Pajak
Orang Pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima
atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek
Pajak Badan Dalam Negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
2) Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

5
Indonesia, yang menjalan usaha atau melalukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempa tinggal di Indonesia, Orang Pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap Indonesia.

1.3 Kewajiban Pajak Subyektif

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya


melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut
dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu,
dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif menjadi penting. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif tersebut ditentukan sebagai berikut:

a) Bagi orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, kewajiban pajak


subjektifnya dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia, sedangkan bagi orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama orang pribadi
tersebut berada di Indonesia atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Pengertian meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata pada
saat orang pribadi tersebut meninggalkan Indonesia. Apabila pada saat ia
meninggalkan Indonesia terdapat bukti- bukti yang nyata mengenai niatnya untuk
meninggalkan Indonesia selama-lamanya maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi
Subjek Pajak dalam negeri.
b) Bagi badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau

6
bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak
lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
c) Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai
pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia (dimulai pada saat bentuk usaha
tetap tersebut berada di Indonesia), dan kewajiban pajak subjektifnya berakhir
pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia (bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di
Indonesia).
d) Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia, dan kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
e) Bagi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan
yang belum terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewaris sehingga
sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat pada warisan
tersebut. Kewajiban pajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan tersebut
selesai dibagi kepada para ahli warisnya sehingga sejak saat itu pemenuhan
kewajiban perpajakannya beralih kepada para ahli warisnya.
f) Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal
atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak maka
bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.

7
1.4 Yang Tidak Termasuk Wajib Pajak

Yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah:

a) badan perwakilan Negara


b) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada mereka dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik
c) organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan syarat:
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
 tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia;
d) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.

1.5 Obyek Pajak

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008, yang termasuk di dalam pengertian Objek Pajak Penghasilan.

1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yangditerima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam
bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini

8
 hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan
 Laba Usaha
 Keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta termasuk:
 keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal
 keuntungan yang diperoleh perseroan,
persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu atau anggota
 keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha
 keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
 dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
 royalty
 penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
 keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

9
 keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
 selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
 premi asuransi
 iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
 tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak

1.6 Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 terhadap penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak tidak dikenakan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek
Pajak), yaitu:

1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau pengusahaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
3) Warisan
4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal
5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah
6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa

10
7) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
 dividen berasal dari cadangan yang ditahan
 bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif
di luar kepemilikan saham tersebut
8) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai
9) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
10) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi
11) bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha
12) penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
 merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan;
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia

1.7 Pembukuan Dan Pencatatan

Pengertian Pembukuan Dan Pencatatan

11
1) Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modalpenghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
2) Pencatatan
Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto
dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan
pajak yang bersifat final

Ketentuan Umum Pembukuan Dan Pencatatan


1) Ketentuan Umum Pembukuan
Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor
28 tahun 2007, yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:
 Wajib Pajak (WP) Badan
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran
brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00

Sedangkan yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal


28 ayat 2 UU KUP adalah:

 WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang


diperbolehkan meghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
perhitungan penghasilan neto.
 WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

2) Ketentuan Umum Pencatatan


Adapun yang wajib menyelenggarakan pencatatan yaitu:
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau
pekerjaan bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp
4.800.000.000,00 dapat menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat

12
memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak angka waktu 3 bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan.
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan Dan Pencatatan
Adalah untuk mempermudah:
 Pengisian SPT
 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
 Penghitungan PPN dan PPnBM
 Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Pengecualian dari Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan
Adapun pihak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal 28 ayat 2 UU
KUP adalah:
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan
bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto;
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas

1.8 Dasar Pengenaan Pajak Dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Dasar Pengenaan Pajak

Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan
pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi
dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak
luar negeri adalah penghasilan bruto. Dalam bab ini yang akan dibahas hanya Wajib
Pajak dalam negeri saja. Untuk Wajib Pajak luar negeri akan dibahas pada bab PPh pasal
26.

Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar
pengha- silan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara
singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:

13
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan Netto

Penghasilan Kena Pajak (WP Orng Pribadi ) = Penghasilan Netto - PTKP


Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Menggunakan pembukuan.

2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.

Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan


Untuk Wajib Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto,
yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-
Undang PPh Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi besarnya Peng- hasilan Kena Pajak
sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP. Untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak dapat dirumuskan sebagai berikut:

Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)


= Penghasilan netto - PTKP
= (Penghasilan bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh) - PTKP

Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)


= Penghasilan netto
= Penghasilan bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Netto Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya Wajib Pajak
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah
sama besarnya dengan besarnya (persentase) Norma Penghitungan Penghasilan Netto
dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas
setahun.Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-
menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.

14
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun.
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.

Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan Nor- ma
Penghitungan Penghasilan Netto.
Wajib Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 2 orang anak. Ia seorang dokter
bertempat tinggal di Jakarta. Misalnya besarnya persentase norma untuk dok-ter di Jakarta
50%. Penerimaan bruto praktik dokter di rumah di Jakarta setahun Rp 500.000.000,00.
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:
Sebagai seorang dokter: 50% x Rp500.000.000,00. Rp 250.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2). Rp 67.500.000.00
Penghasilan Kena Pajak. Rp 182.500.000,00

15
KESIMPULAN

Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilannya yang diterima atau diperoleh selama
satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan yang diperoleh dalam satu
tahun pajak. Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia mengatur pengenaan Pajak
Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu Tahun Pajak sehingga Subjek Pajak akan dikenakan Pajak
Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan.

Wajib Pajak dikenakan pajak atas Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu Tahun Pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian
Tahun Pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atauberakhirdalam Tahun Pajak.

Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif tersebut ditentukan sebagai
berikut : Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 terhadap penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak tidak dikenakan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek Pajak Pembukuan adalah
suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modalpenghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.

Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan Untuk Wajib


Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang
PPhSedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi besarnya Peng- hasilan Kena Pajak sama
dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP

16
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Heru Tjaraka, Drs. Ak, BKP, M.Si. Pajak Penghasilan (PPh) Umum: Modul 1

http://stafnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/pajak-penghasilan-umum.pdf, diakses
pada 06 maret 2021 pukul 23.17

Mardiasmo.2018.perpajakan edisi terbaru 2018.Andi Yogyakarta

17

Anda mungkin juga menyukai