Anda di halaman 1dari 10

PAJAK PENGHASILAN UMUM

(PPH UMUM)

1. Definisi (Pasal 1)
 Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak

2. Dasar Hukum
 UU No 36 TAHUN 2008 Tentang PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UU NOMOR 7
TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

3. Subjek Pajak (Pasal 2 ayat 2)


 Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

 Subjek pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan domisili pendiriannya atau lamanya
suatu aktivitas bisnis dilakukan di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri bisa berupa
orang perorangan, badan dan warisan yang belum dibagi. Jika orang perorangan lahir di
Indonesia atau telah tinggal selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
atau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat disebut sebagai subjek pajak
pribadi dalam negeri.

 Begitu juga dengan badan. Suatu badan dapat disebut sebagai subjek pajak dalam negeri
ketika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
Namun, unit tertentu dari badan pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau pembiayaannya bersumber dari APBN/APBDdikecualikan
dari ketentuan ini. Badan yang dikecualikan tersebut diatur oleh ketentuan subjek pajak
khusus di bawah kebijakan pemerintah pusat atau daerah. Contoh dari badan yang
dikecualikan tersebut adalah BUMN/BUMD.

 Subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan dan badan usaha tetap yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bisnis di
Indonesia.

 Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
a) Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.  Sedangkan subjek pajak luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
b) Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak
berapa pun nilainya.
c) Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT ) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang
dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan
SPT Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.

 Subjek pajak dalam negeri terbagi menjadi tiga yakni orang pribadi, badan, warisan
yang belum dibagi.
1)  Orang pribadi adalah perseorangan yang tinggal atau tidak tinggal di Indonesia baik
itu WNI/WNA tetapi memiliki penghasilan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan di
Indonesia.
2) Badan adalah semua badan yang berdiri dan berkembang di Indonesia kecuali
badan-badan yang bersifat tidak komersil dan badan yang pembiayaannya berasal
dari APBN/APBD. 
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan adalah harta warisan dari pewaris
yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum mereka membagi-
baginya. Kewajiban pajak bagi ahli waris dimulai saat timbulnya warisan yang
belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha pribadi dari orang yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia seperti WNA atau WNI belum lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan berada di Indonesia, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia. BUT dapat berupa tempat kedudukan manajemen,
cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lain-
lain.
 Tempat Tinggal / Kedudukan Wajib Pajak (Pasal 2 ayat 6)
- Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak  menurut keadaan yang sebenarnya.
- Tujuannya  menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai
yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan tersebut.
- Penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada
pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
- Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut,
antara lain :
a) Domisili,
b) Alamat tempat tinggal,
c) Tempat tinggal keluarga,
d) Tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan

 Kewajiban Pajak Subjektif (Pasal 2A ayat 1, 2, 3, 4, dan 5)


- Pajak Penghasilan  Jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada
Subjek Pajak yang bersangkutan  Tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak
lainnya.
- Perlu diberikan kepastian hukum  penentuan saat mulai dan berakhirnya
kewajiban pajak subjektif menjadi penting.
- Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif tersebut ditentukan sebagai
berikut :
a) Bagi orang pribadi (SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI)
o Yang bertempat tinggal di Indonesia  Kewajiban pajak subjektifnya
dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia,
o Yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia  Kewajiban pajak subjektifnya dimulai
sejak hari pertama orang pribadi tersebut berada di Indonesia atau berniat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
o Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir saat meninggal dunia
atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya (terdapat buktibukti
yang nyata mengenai niatnya untuk meninggalkan Indonesia selama-lamanya
maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi Subjek Pajak dalam negeri).
b) Bagi badan (SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI)
o Yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia  Kewajiban
pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia
o Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.

c) Bagi orang pribadi dan Badan (SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI)


o OP  Yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan,
o Badan  Yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia,
Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat orang pribadi atau
badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia,
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia (dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di
Indonesia),
Kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
(bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia).

d) Bagi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak
Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan yang
belum terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewaris sehingga sejak
saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat pada warisan tersebut.
Kewajiban pajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan tersebut
selesai dibagi kepada para ahli warisnya sehingga sejak saat itu pemenuhan
kewajiban perpajakannya beralih kepada para ahli warisnya.

e) (Pasal 2A ayat 6)
- Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau
yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak  bagian
tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.

 Tidak termasuk Subjek Pajak (Pasal 3)


A) Badan perwakilan negara;
B) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada mereka dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat 
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
C) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia;
D) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan syarat  bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
OBJEK PAJAK

A. Pengertian Objek Pajak


 Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
wajib pajak. Secara sederhana objek pajak adalah Penghasilan yang dikenakan pajak.

 Arti penghasilan sendiri adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan itu berasal dari
Indonesia.
 Objek pajak digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan. Bentuknya dengan nama atau bentuk apapun, penghasilan atau
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak. Penghasilan itu berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia. Beberapa jenis penghasilan ini jika termasuk dalam
jenis golongan dan kriteria objek pajak, akan dikenakan objek pajak yang sesuai dengan
tarif dan jenis pajak yang berlaku.

 Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas


penghasilan dalam pengertian yang luas  Pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari mana pun asalnya
yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
tersebut.
o Tidak memperhatikan adanya panghasilan dari sumber tertentu, tetapi lebih
menekankan pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.
o Semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.

 Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak  ukuran
terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul
biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari
mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat
dikelompokkan menjadi :
1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara
dan sebagainya;
2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3) Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti
bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
4) Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya
 Apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian 
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi
horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
o Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif
yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
o Bersifat Final  tidak bisa dikreditkan dengan PPh terutang akhir tahun dari
wajib pajak, hal ini bertujuan untuk mempermudah administrasi pelaksanaan
pemajakan baik bagi wajib pajak maupun bagi Direktorat Jenderal Pajak.

B. Macam Objek Pajak


- Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008
A) Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini;
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3) Laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
c) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
d) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan;
5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
7) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8) royalti;
9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
12) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14) premi asuransi;
15) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.

B) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,


penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

C. Hal di Luar Objek Pajak


- Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 terhadap penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak tidak dikenakan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek
Pajak), yaitu:
1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak;
- Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau pengusahaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2) Warisan;
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah;
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa;
6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
o Dividen berasal dari cadangan yang ditahan,
o bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut;
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada poin 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
9) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi;
10) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut;
a) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan;
b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP

Berdasarkan pasal 5 undang undang nomor 36 tahun objek pajak berbentuk usaha tetap adalah:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari asset yang
dimiliki atau dikuasai oleh bentuk usaha tetap. Ditinjau dari segi barang yangatau jasa
yang diberikan BUT. Dasar inilah yang sering disebut dengan force of attraction
concept dengan asumsi hukum apabila barang atau jasa dalam transaksi yang
diselenggarakan kantor pusat sama dengan transaksi yang diselenggarakan BUT.oleh
karna itu transaksi yang dilakukan langsung oleh kantor pusat BUT dianggap sebagai
penghasilan dari BUT.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,penjualan barang dan pemberian jasa
di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh BUT di Indonesia. Penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha
atau kegiatan, penjualan barang dan pemberian jasa dan sejenis dengan yang dilakukan
oleh bentuk usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap karena pada
hakikat nya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau
kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh oleh
kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha dan asset atau
kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. Sebagai contoh, X inc menutup
perjanjian lisensi dengan PT.Y untuk mempergunakan merek dagang X inc atas
penggunaan hak terseebut X inc menerima imbalan berupa royalty dari PT.Y melalui
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Penggunaan merek dagang oleh PT.Y
mempunyai hubungan efektif dengan BUT sehingga penghasilan X inc yang berupa
royalty tersebut diperlakukan sebagai penghasilan BUT.

Adapun penghasilan lain yang menjadi Objek Pajak BUT sesuai UU PPh Pasal 26
adalah sebagai berikut:

1. Dividen.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang,
1. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
2. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
3. Hadiah dan penghargaan.
4. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
5. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
6. Keuntungan karena pembebasan utang.

PENENTUAN LABA BENTUK USAHA TETAP

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dan usaha atau
kegiatan,penjualan barang,atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia.
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya
yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT,yang besarnya ditetapkan oleh DJP.
3. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:
A. Royalty atau imbalan sehubungan dengan penggunaan asset,paten atau hak hak
lainnya.
B. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
C. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan perbankan.
PENGHASILAN BUT YANG DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA
Atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia
dikenakan pajak sesuai ketentuan pasal 26 ayat (4) penghasilan dengan tariff sebesar 20%.
Apabila atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan pasal 26 ayat (4)
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong
pajak,dengan syarat:
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi
pajak penghasilan dalam bentuk penyertaan modal.
2. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak atau selambat lambat nya tahun pajak
berikut nya.
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam
jangka waktu 2 tahun
Contoh penghitungan:

Penghasilan kena pajak bentuk usaha:

Tetap di Indonesia tahun 2012 RP. 17.500.000


Pajak penghasilan 25%* rp.17.500.000 Rp. 4.375.000
Penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak Rp.13.125.000

Pajak penghasilan yang dipotong 20%*RP.13.125.000


Apabila penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak tersebut (sebesar
Rp.13.125.0000) ditanamkan kembali di Indonesia.

SUMBER
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/subjek-pajak
Dr. H. Heru Tjaraka, D. A. (n.d.). Modul 1 Pajak Penghasilan Umum.

Resmi, S. (2019). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 11 buku ke 1. Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai