Anda di halaman 1dari 8

Apa Itu Pajak Terutang?

Sebagai Wajib Pajak, pastinya Anda memiliki pajak terutang atau istilah lainnya adalah kewajiban
pajak. Pajak terutang ini merupakan kewajiban pajak yang harus dibayarkan dalam suatu masa pajak,
entah itu masa bulanan atau masa tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. 

Untuk pajak terutang diatur dalam 3 Undang-Undang perpajakan atau hukum dasar pajak terutang,
yaitu:

 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP)

 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada 3 jenis pajak terutang yang menjadi kewajiban
Anda sebagai Wajib Pajak yakni PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan PPnBM
(Pajak Penjualan Barang Mewah).

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

2 Cara Menghitung Pajak Terutang

Untuk dapat mengetahui nilai pajak terutang yang harus Anda bayarkan, maka ada k2 cara sesuai
dengan jenis pajak terutang, yaitu sebagai berikut.

1. Menghitung PPh Terutang

Perhitungan Pajak Penghasilan atau PPh terutang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 17 yang menentukan berapa besar tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berikut ini merupakan besaran tarif pajak terutang PPh,
yaitu:

 Penghasilan bersih yang kurang dari Rp50.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 5%

 Penghasilan bersih antara Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 akan dikenakan tarif pajak
sebesar 15%

 Penghasilan bersih antara Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak
sebesar 25%

 Penghasilan bersih di atas Rp500.000.000 akan dikenakan tarif pajak sebesar 30%

Adapun bagi Wajib Pajak Badan atau mereka yang mempunyai usaha dalam negeri wajib untuk
membayarkan PPh terutang sebesar 28% dari seluruh jumlah penghasilan.

Baca juga: Cara Pembetulan SPT PPN Lebih Bayar

2. Menghitung PPN dan PPnBM Terutang

Cara menghitung PPN dan PPnBM terutang didapat dari total pengalian tarif pajak dengan DPP atau
Dasar Pengenaan Pajak. DPP merupakan harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang
dipakai sebagai dasar dari penghitungan besarnya pajak yang terutang.
Untuk tarif pajak yang dikenakan dari PPN dan PPnBM berbeda. Tarif pajak PPN terutang adalah
sebesar 10% dan untuk tarif PPnBM yang tergolong ke dalam tarif pajak progresif tergantung dengan
jenis barang yang diimpor berkisar mulai dari 10% hingga yang paling tinggi adalah 125%.

Bagaimana Cara Membayarkan Pajak Terutang?

Pembayaran pajak terutang dapat melalui ATM manapun yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau
Anda juga bisa membayar melalui online banking. Alur proses pembayaran ini dimulai dari
pembuatan e-Billing melalui website  DJP Online, kemudian kode e-Billing dibawa untuk kode
pembayaran, lalu simpan bukti pembayaran tersebut untuk nantinya dilaporkan ke kantor pajak atau
melalui DJP Online.

Sekian informasi yang dapat kami sampaikan mengenai cara menghitung pajak terutang. Pastikan
Anda selalu menjadi warga negara Indonesia yang taat dan patuh untuk memenuhi kewajiban dalam
membayar pajak. Jika Anda membutuhkan konsultan pajak untuk mengurus segala keperluan pajak
baik untuk orang pribadi maupun badan, silakan hubungi AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan
diawasi langsung oleh DJP sekarang juga.

https://ayopajak.com/cara-menghitung-pajak-terutang/#:~:text=Berikut%20ini%20merupakan
%20besaran%20tarif%20pajak%20terutang%20PPh%2C,atas%20Rp500.000.000%20akan
%20dikenakan%20tarif%20pajak%20sebesar%2030%25
1. TARIF PAJAK FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA 2012 MOH. SALEH ISMAIL enny,
2008

2. KEBIJAKAN TARIF • Tarif Pajak mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi fajak, yaitu
fungsi budgeter dan fungsi reguleren. • Fungsi budgeter merupakan yang utama dalam
kebijakan pajak. • Fungsi reguleren biasanya merupakan tujuan sampingan. Misalnya : a.
Untuk menarik modal asing dan domestik melalui investasi; b. Untuk menggalakkan kegiatan
ekspor dan mengurangi impor c. Pengenaan cukai yang tinggi terhadap produk minuman
keras d. Untuk membantu pemerataan pendapatan dalam masyarakat e. Memberikan
proteksi terhadap industri dalam negeri atau terhadap produksi barang tertentu. Dan lain-
lain. • Kebijakan tarif itu dilakukan dengan mengkombinasikan penggunaan tarif tinggi dan
tarif rendah enny, 2008

3. MACAM2 TARIF PAJAK A. TARIF SEBANDING (PROPORSIONAL) Tarif berupa persentase yang
tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh : Tarif Pajak yang
dikenakan atas objek PBB adalah = 0,5% B. TARIF TETAP Tarif berupa jumlah yang tetap
(sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang sama. Contoh : Bea Materai Akta-akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap-rangkapnya adalah Rp. 6000,- enny, 2008

4. Lanjutan…. C. TARIF PROGRESIF Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai semakin besar pula. Contoh : Pasal 17 (1) huruf a UU PPh D. TARIF DEGRESIF
Persentase tarif yang dikenakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin
besar. Tarif ini tidak dijumpai dalam praktik, hanya ada dalam teori saja. enny, 2008

5. BESARNYA UTANG PAJAK • Besarnya utang pajak ditentukan oleh dua komponen utama,
yakni jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base)
dan tarif yang diterapkan terhadapnya (tax rates). • Untuk menentukan besarnya pajak
dapat digunakan rumus : T = Tb x Tr T : Besarnya utang pajak (tax) Tb : Dasar pengenaan
pajak (tax base) Tr : Tarif pajak (tax rates) enny, 2008

6. TARIF PPh WP DALAM NEGERI WP DALAM NEGERI Orang Pribadi Badan Karyawan
Pengusaha Omzet <4,8 M Omzet >4,8 M PenghitunganPPh Menghitung Neto Gaji Bersih
Norma/ Perkiraan Pembukuan Pembukuan Menghitung PKP Dikurangi Biaya Pengeluaran
Dikurangi PTKP Menghitung Tarif Tarif Lapisan PKP 25% enny, 2008

7. TARIF PPh WP LUAR NEGERI WP LUAR NEGERI Orang Pribadi BUT Karyawan Pengusaha
Penghasilan Bruto Pemotongan Dibayat Sendiri Tarif 20% (Psl 26 ayat (1) UU PPh) Tarif 25%
(Psl 17 (2) UU PPh)

8. PPh PASAL 26 WP BUT PKP WP BUT sesudah dikurangi PPh sepadan sebesar 25%, masih
dipotong 20% lagi, kecuali penghasilannya ditanamkan kembali di Indonesia. Contoh : PKP
BUT Tahun 2011 = Rp. 5.000.000.000,- PPh BUT tahun 2011 = 25% X Rp. 5.000.000.000,- =
Rp. 1.250.000.000,- PKP setelah Pajak = Rp. 3.750.000.000,- PPh Pasal 26 terutang = 20% X
Rp. 3.750.000.000,- = Rp. 750.000.000,- Pasal 26 ayat (4) UU PPh enny, 2008

9. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) enny, 2008 Psl 7 UU 36/2008_PPh…...

10. WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI enny, 2008


11. PENGURANGAN PENGHASILAN WP OP • Pasal 21 ayat (3) UU PPh dan PMK No.
250/PMK.03/2008 • Bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Dalam pengertian iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau
tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai. • Biaya Jabatan sebesar 5% atau setinggi-
tingginya 6 Juta setahun atau 500 ribu sebulan. • Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang
dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima
tunjangan hari tua atau tabungan hari tua. • Biaya Pensiun sebesar 5 % atau setinggi-
tingginya 2.400.000,- setahun atau 200 ribu sebulan. enny, 2008

12. PENGHITUNGAN NORMA • Persyaratan Penghitungan Norma : • a. Wajib Pajak Orang


Pribadi; • b. Omzet >4,8 M pertahun; • c. Mengajukan Permohonan Tertulis; dan • d. Tetap
wajib membuat catatan atas peredaran usaha. • Apabila persyaratan tidak terpenuhi , maka
wajib dengan Pembukuan • Tarif perkiraan neto (norma) telah ditentukan oleh Ditjen Pajak
menurut bidang usahanya.(Kep-536/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000) • Penghasilan Neto
= Pengasilan Bruto X Tarif Norma enny, 2008

13. CONTOH PENGHITUNGAN NORMA

14. NETO BERDASARKAN PEMBUKUAN • Persyaratan Penghitungan Norma : • a. Wajib Pajak


Orang Pribadi pengusaha dengan omzet • <4,8 M pertahun; • b. Seluruh wajib pajak badan.
• Penghasilan Bruto = penghasilan yang termasuk obyek Pajak • Biaya = biaya yang
diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan enny, 2008

15. BIAYA-BIAYA YANG BOLEHDIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO BIAYA UNTUK


MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA PENGHASILAN TERMASUK : • Biaya yang
secaralangsungatautidaklangsungberkaitandengankegiatanusaha (biayapembelianbahan,
Biaya Gaji,bunga, sewa, danroyalti,biayaperjalanan,biayapengolahanlimbah, premiasuransi,
biayapromosidanpenjualan, biayaadministrasi , dan pajakkecualiPajakPenghasilan) •
Biayapenyusutanfiskaldan/atauamortisasi •
IurankepadadanapensiunygpendiriannyatelahdisahkanolehMenteriKeuangan (OP) •
Kerugiankarenapenjualanataupengalihanharta • Kerugiandariselisihkurs •
Biayapenelitiandanpengembanganperusahaan yang dilakukandi Indonesia • Biayabeasiswa,
magang, danpelatihan

16. Lanjutan… • Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang memenuhi syarat tertentu
dgn Kep Dirjen Pajak • Zakat dan sumbangan wajib keagamaan • Pembentukan dan
pemupukan cadangan piutang tak tertagih khusus untuk usaha bank, leasing, cadangan
untuk usaha asuransi, Penjamin LPS, cad. Penanaman kembali hutan, cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, dan cad. Biaya penutupan limbah. • Kempensasi
kerugian tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun sebelumnya) • Penggantian atau imbalan
dlm bentuk natura dan kenikmatan yang terbatas berupa: • Biaya makan dan minum untuk
seluruh pegawai, atau • Natura dan kenikmatan didaerah terpencil, atau • Natura berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan (baju seragam satpam)

17. Lanjutan… • Sumbangan Khusus untuk : - Bencana Nasional, - Penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia, - Pembangunan infrastruktur sosial, - Fasilitas pendidikan , dan -
Pembinaan olahraga • Untuk biaya kendaraan sedan, sejenis boleh dibebankan 50% • Untuk
biaya telepon seluler dapat dibebankan 50%
18. BIAYA YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO  WP BADAN
PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN BIAYA YG DIBEBANKAN
UTK KEPENTINGAN PRIBADI PEMEGANG SAHAM, SEKUTU, ATAU ANGGOTA PEMBENTUKAN
DANA CADANGAN KECUALI CADANGAN UNTUKJENIS USAHA TERTENTU PENGGANTIAN/
IMBALAN PEKERJAAN/JASA YG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN
KECUALI - PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI - DI DAERAH
TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DITETAPKAN
KEPMENKEU (KMK No. 466/KMK.04/2000)

19. Lanjutan… JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YG DIBAYARKAN KEPADA PEMEGANG


SAHAM ATAU PIHAK YG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA HARTA YG DIHIBAHKAN,
BANTUAN ATAU SUMBANGAN, DAN WARISAN kecuali sumbangan tertentu PAJAK
PENGHASILAN BIAYA YANG DIBEBANKAN/ DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI WP
ATAU ORANG YANG MENJADI TANGGUNGAN GAJI ANGGOTA PERSEKUTUAN, FIRMA,
ATAUPERSEROAN KOMANDITER YG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM SANKSI
ADMINISTRASI DAN PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PPh 39

20. WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DAN BENTUK USAHA TETAP  enny, 2008

21. TAMBAHAN TARIF LAINNYA • Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah =
0,5% • Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 % Dengan Peraturan Pemerintah menjadi
paling rendah = 5 % Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 % Atas ekspor
barang/jasa kena pajak = 0 % • Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Paling
rendah = 10 %Paling tinggi = 200 %Atas ekspor barang kena pajak = 0 % enny, 2008

PPT - TARIF PAJAK PowerPoint Presentation, free download - ID:2320191 (slideserve.com)


Apa itu Norma Penghitungan Penghasilan Neto?

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah norma yang dapat digunakan oleh wajib pajak
dalam penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan PPh Pasal
25/29 terutang. Norma penghitungan ini bertujuan untuk menyederhanakan penghitungan untuk
mencari penghasilan neto. Setelah mendapatkan besaran penghasilan neto, wajib pajak dapat
menghitung besaran PPh terutang untuk kebutuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya.
Bagaimana caranya, dan siapa yang dapat menggunakan norma penghitungan ini? Simak
selengkapnya dalam artikel ini.

Syarat Menggunakan Norma Penghitungan Neto

Dasar hukum norma penghitungan neto ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan pada pasal 14, dan dijelaskan lebih dalam di Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Syarat wajib pajak
untuk menggunakan norma penghitungan ini adalah:

1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto dalam 1 tahunnya kurang dari Rp4,8 miliar wajib menyelenggarakan
pencatatan, kecuali jika yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan. Jika
lebih dari Rp4,8 miliar, wajib pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.

2. Wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau
memperoleh penghasilan tidak dikenai pajak penghasilan bersifat final, menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

Mengutip juga dari laman Pajak.go.id, wajib pajak orang pribadi yang boleh menggunakan NPPN
harus memberitahukan ke Ditjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan. Jika tidak, wajib pajak dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. 

Jika wajib pajak badan atau orang pribadi yang melakukan pembukuan, tidak atau tidak sepenuhnya
melakukan hal tersebut serta tidak bersedia memperlihatkan pembukuan maupun bukti-bukti
pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan NPPN.

Bagaimana jika wajib pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha? Maka penghitungan penghasilan
netonya dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas dengan
memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma. Penghasilan neto wajib pajak yang
memiliki lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis
usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung.

Sekilas Perbedaan Antara Pencatatan dan Pembukuan

Wajib pajak yang dapat menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pencatatan. Sedangkan wajib
pajak yang tidak menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pembukuan. Apa perbedaan antara
pencatatan dan pembukuan?

Mengutip dari Undang-Undang KUP pasal 28 ayat (9), pencatatan adalah data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Sedangkan pembukuan, berdasarkan UU KUP pasal 1 ayat (29), adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut. 

Selengkapnya mengenai pencatatan dan pembukuan, Anda dapat membaca di artikel “Cari Tahu
Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan Pajak di Sini“.

Besaran NPPN

Besaran norma penghitungan penghasilan neto ini tidaklah sama. Jumlah persentase NPPN ini
terbagi atas:

 Persentase NPPN Dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:

1. Sepuluh ibukota provinsi, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak.

2. Ibukota provinsi lainnya.

3. Daerah lainnya.

 Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang menghitung penghasilan neto
menggunakan NPPN.

 Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.

 Persentase NPPN untuk wajib pajak badan yang tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.

Kesemuanya daftar persentase dapat Anda lihat dalam lampiran PER-17/PJ/2015 tentang Norma
Penghitungan Penghasilan Bruto.

Jadi untuk menemukan persentase norma penghitungan penghasilan neto yang tepat, cek kode
klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang cocok dengan SPT, kelompok usaha, dan tarif sesuai wilayah. 

Rumus NPPN dan Contoh Soal

Bagaimana cara menghitung penghasilan neto ini? Secara sederhana, rumusnya adalah:

Penghasilan neto: Peredaran/Penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1
tahun pajak x tarif persentase NPPN

Contoh penghitungannya:

Bapak Setia merupakan seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya. Selama masa tahun
pajak 2019, ia memiliki penghasilan bruto sebesar Rp500 juta. Berapa besaran penghasilan netonya?

Pertama-tama, mari mencari tarif persentase penghitungan netonya. Berdasarkan informasi


pekerjaan dan domisili dari soal, tarif persentase NPPN Bapak Setia adalah 50% sesuai lampiran PER-
17/PJ/2015. Maka, cara menghitungnya sebagai berikut:

Penghasilan neto: Rp500.000.000 x 50% 

Penghasilan neto: Rp250.000.000


Selanjutnya untuk mendapatkan PPh terutang, wajib pajak harus mengalikan penghasilan neto
dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh. 

PPh Terutang: Penghasilan neto x tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh

Khusus untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto tersebut harus dikurangi dengan
penghasilan tidak kena pajak, baru dikalikan dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.

PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi: (Penghasilan neto – penghasilan tidak kena pajak) x tarif
umum Pasal 17 Undang-Undang PPh

Itulah pengertian, syarat, dan rumus norma penghitungan penghasilan neto. Jika memenuhi syarat
sebagai wajib pajak yang dapat menggunakan penghitungan ini, pastikan untuk melakukan
pencatatan atas peredaran bruto Anda, serta menemukan tarif persentase NPPN yang sesuai KLU
dan domisili. Dengan begitu, Anda dapat melaporkan pajak dengan lebih mudah dan akurat.

Coba kemudahan lapor pajak secara online  melalui OnlinePajak. Anda juga dapat hitung dan setor
pajak melalui satu aplikasi yang sama, hanya dengan satu klik. Kemudahan mengelola pajak
membantu Anda memenuhi kewajiban perpajakan sehingga menghindari sanksi pajak yang
merugikan. Daftar sekarang dan nikmati kemudahan mengelola pajak bersama OnlinePajak.

Anda mungkin juga menyukai