Anda di halaman 1dari 8

NAMA:HERSA

NIM:042798529

PRODI:ADMINISTRASI NEGARA

MATA KULIAH:ADMINISTRASI PERPAJAKAN

1. Sebutkanlah penggolongan tarif pajak yang anda ketahui serta


jelaskan secara singkat mengenai perbedaannya dan analisa dari
masing-masing tarif tersebut apakah masih cocok diterapkan dimasa
sekarang serta sebutkan tarif yang sering digunakan dalam
penghitungan perpajakan di Indonesia  !

Jawab: Pengertian Tarif Pajak


Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa
persentase yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis
tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang
berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk
uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak terutang.

Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:

1. Tarif Progresif (a progressive tax rate).


2. Tarif Degresif (a degressive tax rate).
3. Tarif Proporsional (a proportional tax rate).
4. Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).

Tarif Progresif

Tarif progresif adalah tarif yang kenaikan persentasenya akan semakin


besar jika objek pengenaan pajaknya juga besar. Tarif pajak progresif ini
berlaku untuk Pajak Penghasilan (PPh) individu (orang pribadi) dan
kepemilikan kendaraan mobil atau motor yang kedua.
 PPh
Pajak progresif PPh ini tertuang pada UU Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (HPP) Nomor 7 tahun 2021 dibagi menjadi lima lapisan, yaitu:

Penghasilan kena pajak Tarif P

Sampai Rp 60 juta 5%

Diatas Rp 60 juta – Rp 250 juta 15%

Diatas Rp 250 juta – Rp 500 juta 25%

Diatas Rp 500 juta – Rp 5 miliar 30%

Diatas Rp5 miliar 35%

Contoh:
Kiki memiliki penghasilan kena pajak Rp 180 juta per tahun, maka cara
menghitung pajak progresif penghasilannya, adalah:
 Tarif 5%: Rp60 juta x 5% = Rp3 juta
 Tarif 15%: Rp250 juta x 15% = Rp37,5 juta
PPh Terutang: Rp3 juta + Rp37,5 juta = Rp40,5 juta
 Kepemilikan Kendaraan Kedua
Selain itu, tarif pajak proresif ini juga berlaku bagi wajib pajak yang ingin
memiliki kendaraan mobil atau motor kedua dan seterusnya. Dengan
catatan, kepemilikan kendaraan tersebut atas nama yang sama atau masih
tergabung dalam satu Kartu Keluarga (KK) dan tinggal di satu tempat yang
sama.
Peraturan tarif pajak progresif pada kendaraan ini tertuang dalam undang-
undangan Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD) yang isinya Kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor juga
diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan di daerah perkotaan
dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak
progresif untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya.
Berikut tarif pajak progresif kendaraan di DKI Jakarta:
 Kepemilikan kendaraan bermotor pertama = 2%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kedua = 2,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor ketiga = 3%
 Kepemilikan kendaraan bermotor keempat = 3,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kelima = 4%
 Kepemilikan kendaraan bermotor keenam = 4,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh = 5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kedelapan = 5,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kesembilan = 6%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kesepuluh = 6,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kesebelas = 7%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kedua belas = 7,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor ketiga belas = 8%
 Kepemilikan kendaraan bermotor keempat belas = 8,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor kelima belas = 9%
 Kepemilikan kendaraan bermotor keenam belas = 9,5%
 Kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh belas = 10%

Tarif Degresif

Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini
merupakan tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak
akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin
meningkat.

Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut
mengecil. Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajaknya semakin besar.

Jenis Penjelasan

Degresif – Degresif penurunan persentase tarifnya semakin kecil.  

Degresif – Tetap penurunan persentasenya tetap.

Degresif – Progresif penurunan persentase tarifnya makin besar. 

Tarif Proporsional

Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi


perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah
objek pajak, persentasenya akan tetap.

Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari
berapa pun objek pajaknya.

Nia menerima gaji Rp72 juta per tahun. Jika pendapatannya sudah
dikurangi PTKP, maka perhitungan PPn nya:
Rp72 juta x 10% = Rp7,2 juta
Tarif Tetap/Regresif

Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap
tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya.

Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap
sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea Meterai
dengan nilai atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000

Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung

Pajak yang merupakan kategori jenis pajak yang dikelompokkan


berdasarkan pada cara pemungutannya. Pajak Langsung merupakan
jenis pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak
bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Jadi
proses pembayaran pajak harus dilakukan sendiri oleh wajib pajak
bersangkutan.

Sedangkan Pajak Tidak Langsung beban pajaknya dapat dialihkan


kepada pihak lain karena jenis ini tidak memiliki surat ketetapan
pajak. Dimana pengenaan pajak tidak dilakukan secara berkala.
Melainkan pengenaan pajak biasanya dikaitkan dengan tindakan
perbuatan atas kejadian sehingga pembayaran pajak dapat
diwakilkan kepada pihak lain.

Pajak Subjektif dan Pajak Objektif


Pajak yang digolongkan berdasarkan pada sifatnya disebut dengan
pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang
berkaitan dengan subjeknya sedangkan pajak objektif berkaitan
kepada objeknya. Pungutan pajak subjektif perlu untuk
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh jenis pajak ini yaitu
pajak penghasilan (PPh) yang mana memperhatikan tentang
kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan
pendapatan.Sementara itu, pajak objektif merupakan pungutan pajak
yang memperhatikan nilai dari suatu objek pajak. Contoh pajak
objektif yaitu PPN atau pajak pertambahan nilai. Dimana pungutan
pajak akan dikenai atas suatu barang sebagai objek pajak. Konsultan
pajak BSD hadir sebagai solusi bagi wajib pajak yang membutuhkan
bantuan konsultasi pajak.

Pajak Pusat dan Pajak Daerah


Jenis pajak ini didasarkan pada lembaga pemungutan pajaknya.
Dimana pajak pusat dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Dalam hal ini pajak pusat sebagian besar proses pengelolaannya
akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau DJP. Dimana
selanjutnya hasil dari pungutan pajak akan digunakan untuk
membiayai belanja negara. Setiap proses administrasi pajak pusat
perlu untuk dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak.

Sementara pajak daerah adalah pajak yang dipungut dan dikelola


oleh Pemerintah Daerah baik itu di tingkat provinsi maupun
kabupaten atau kota. Dimana kemudian hasil dari pungutan pajak
tersebut digunakan untuk membiayai keperluan belanja pemerintah
daerah. Untuk proses administrasi perpajakannya dilaksanakan di
Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau BAPENDA dan kantor sejenis
yang dibawahi oleh pemerintah daerah setempat.

2. Reformasi perpajakan saat ini sering dilakukan pemerintah


diantaranya membuat sistem administrasi perpajakan modern ?
apakah reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah efektif dalam
meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia ! jelaskan secara ringkas
beserta contohnya aplikasi dari sistem perpajakan yang ada saat ini! 

Jawab: ada tanggal 14 Juli lalu, Indonesia merayakan Hari Pajak Nasional
ke-2 dengan tema “Bersama Dukung Reformasi Perpajakan”. Sejauh
manakah reformasi perpajakan yang telah berlaku di Indonesia? Tujuan
reformasi perpajakan adalah untuk apa? Mari kita simak penjelasan
mengenai Reformasi perpajakan pertama-tama dengan memahami apa itu
reformasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan


secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam
suatu masyarakat atau negara; ekonomi perubahan secara drastis untuk
perbaikan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara.

Reformasi perpajakan adalah sebuah proses mengubah cara


pengumpulan pajak dengan cara melakukan pembenahan asministrasi
perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan dan peningkatan basis pajak.
Pihak yang terkena dampak dari reformasi perpajakan adalah Wajib Pajak,
Pegawai Pajak, Lembaga terkait dan masyarakat. Menurut Direktorat
Jenderal Pajak, terdapat 5 alasan mengapa Reformasi perpajakan perlu
dilakukan.

1. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah


2. Target penerimaan pajak setiap tahun meningkat
3. Jumlah SDM tidak sebanding dengan penambahan jumlah Wajib
Pajak. Kesulitan dalam pengawasan dan penegakan hukum
4. Perkembangan ekonomi digital dan kemajuan teknologi sangat pesat
5. Aturan yang mengantisipasi perkembangan transaksi perdagangan

Reformasi Pajak

Berbicara mengenai penerimaan pajak, tiap tahunnya, pemerintah


menetapkan target pajak dan optimis akan tercapainya target penerimaan
pajak. Nah yang menjadi kendala adalah kendala adalah sulitnya
mengumpulkan pajak dari wajib pajak.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan kepatuhan para wajib
pajak. Untuk itu agar cara pengumpulan pajak menjadi lebih efektif dan
tujuan pajak dapat terlaksana, administrasi perpajakan harus berfungsi
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk memperbaiki hal tersebut,
perlu adanya reformasi perpajakan agar dapat memperbaiki dan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari administrasi perpajakan.

Demikian penjelasan singkat mengenai reformasi perpajakan di


Indoenesia. Reformasi perpajakan merupakan perubahan mendasar yang
perlu dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien.
Tentunya dalam menjalankannya tidak sedikit tantangan yang dialami.
Tantangan ini jangan dihindari melainkan dihadapi.

 Pajak adalah sumber terpenting penerimaan negara, dan oleh karena


itu, reformasi pajak harus dilaksanakan secara objektif dengan target
dan sasaran yang jelas. Reformasi pajak juga harus memperhatikan
aspek keadilan, daya saing ekonomi di dalam negeri ataupun dengan
negara-negara pesaing, kelancaran dan kemudahan dalam
pelaksanaannya, serta dengan biaya yang efisien. Reformasi pajak
tahun 1983, tahun 1994, dan tahun 1997 pada umumnya dinilai
berhasil dan bebas dari muatan politik. Keberhasilan ini dapat diukur
dari tercapai atau tidaknya target-target penerimaan pajak, tax ratio,
dan penerimaan masyarakat WP terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi. Sebaliknya, reformasi pajak pasca 1997 lebih bernuansa
propaganda politik, dikerjakan dengan biaya yang amat mahal oleh
konsultan asing, tetapi tidak atau belum memberikan indikasi
keberhasilannya.

Anda mungkin juga menyukai