Anda di halaman 1dari 2

1.

Sebutkanlah penggolongan tarif pajak yang anda ketahui serta jelaskan secara
singkat mengenai perbedaannya dan analisa dari masing-masing tarif tersebut
apakah masih cocok diterapkan dimasa sekarang serta sebutkan tarif yang
sering digunakan dalam penghitungan perpajakan di Indonesia !
2. Reformasi perpajakan saat ini sering dilakukan pemerintah diantaranya membuat
sistem administrasi perpajakan modern ? apakah reformasi perpajakan yang
dilakukan pemerintah efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia
! jelaskan secara ringkas beserta contohnya aplikasi dari sistem perpajakan yang
ada saat ini!

1. Tarif pajak merupakan cara untukmewujudkan keadilan pemungutan pajak. Dimana tarif terdiri
dari :
Tarif tetap yang merupakan tarif yang jumlah pajaknya dalam rupiah (atau dollar) bersifat tetap
walaupun jumlah objek pajaknya bertambah, Contoh Bea Materai untuk semua transaksi diatas
Rp5.000.000 menggunakan materai Rp10.000.

Tarif Proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap walaupun jumlah objek pajaknya
berubah-ubah, contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dimana semua barang di tingkat akhir
dikenakan tarif PPN sebesar 11% per April 2022 misal harga Ponsel Rp1.000.000 PPN nya berupa
Rp110.000 sebelum April 2022 Tarifnya 10%.

Tarif Progresif adalah tarif pajak yang semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat
Dimana tarif progresif terdiri dari tiga
-Tarif progresif-proporsional, tarif pajak yang persentasenya semakin meningkat dan besarnya
peningkatan dari tarifnya sama besar. Tarif progresif-proporsional terdiri dari absolut dan
berlapis
-Tarif Progresif-progresif merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut juga semakin
meningkat

Tarif Regresif merupakan tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya maka makin rendah
persentase tarifnya contohnya PPh Pasal 17

Tarif Degresif/Menurun merupakan tarif yang persentasenya semakin menurun dengan semakin
besarnya potensi pendapatan wajib pajak / taxable capacity atau kemampuan membayar wajib
pajak. Tarif ini sudah tidak berlaku.

Tarif Betham mirip tarif proporsional yang persentasenya tetap. Diterapkan untuk Penghasilan
Kena Pajak, yakni penghasilan kotor setelah dikurangi potongan-potongan yang dapat
dibiayakan.

Saat ini yang cocok dan masih diterapkan di Indonesia ialah tarif tetap atas Bea Materai, tarif
proporsional atas PPN, Tarif progresif regresif atas Pajak Penghasilan(PPh).
Tarif-tarif tersebut masih digunakan Indonesia karena masih dianggap relevan dengan kondisi
ekonomi di Indonesia. Seperti pengenaan PPN yang hanya dikenakan tarif 11% untuk setiap
transaksi, bea Materai untuk tiap transaksi dengan nominal diatas Rp5.000.000, serta tarif PPh
Pasal 21 yang dimana memberikan keadilan untuk wajib pajak yang berpenghasilan rendah
dikenakan tarif progresif yakni 5 % ( – Rp50.000.000), 15% (Rp50.000.000 – Rp250.000.000),
25%(Rp250.000.000 – Rp500.000.000), 30% (>Rp500.000.000) bila tidak memiliki NPWP
dikenakan tarif 20 persen lebih tinggi dari yang memiliki NPWP contoh tarif lapis pertama PPh
Pasal 21 5% bila tidak memiliki NPWP 20% lebih tinggi dari 5% yakni 6%.

2. Reformasi perpajakan saat ini dianggap cukup efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak di
Indonesia, karena saat ini dengan penyesuaian penerapan tarif seperti Bea Materai menjadi
Rp10.000, PPN menjadi 11% di masa sekarang dapat meningkatkan penerimaan pajak negara,
setelah Indonesia bahkan dunia mengalami krisis ekonomi saat dilanda pandemi Covid-19,
karena menurunnya aktivitas produktif dan banyaknya korban akibat pandemi tersebut.
Pemerintah banyak mengeluarkan APBN dalam penanganan darurat tersebut sehingga
memerlukan suntikan penerimaan negara yang lebih banyak untuk Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) itulah tarif atas pajak yang dilakukan penyesuaian. Dari segi teknologi informasi Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) semakin melakukan pemutakhiran aplikasi guna mendukung kemudahan
wajib pajak dalam pembayaran dan pelaporan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan
negara.
Oleh karena itu di saat pandemi melanda pemerintah juga memberikan insentif Covid-19 yakni
tarif PP23 untuk wajib pajak UMKM dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Sistem
pelaporan yang mulai dilakukan digitalisasi agar wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak untuk
lapor pajak seperti penggunaan E-Filing, E-Form, Web-Faktur, Unifikasi PPh. Sehingga wajib
pajak dapat mengurangi intensitas ke kantor pajak dapat dilakukan dimana saja dan sehubungan
dengan pandemi Covid-19 dapat menghindari kerumunan juga.
Untuk pembayaran pajak, Biling juga dapat diperoleh wajib pajak dengan membuat biling sendiri
menggunakan e-Biling melalui DJP Online. Jadi wajib pajak tidak perlu kekantor pajak untuk
meminta kode pembayaran pajak. Pajak juga sekarang dapat membayar pajak tidak perlu keluar
rumah, yakni dengan melakukan pembayaran melalui pembayaran M-Bankin, SMS Banking, atau
melalui aplikasi online shop.
Saat ini tatap muka di kantor pajak sudah sangat berkurang ini bertujuan untuk percepatan
pemenuhan kewajiban perpajakan. Dimana wilayah Indonesia sangatlah luas, sehingga bila
untuk pemenuhan kewajiban perpajakan seorang wajib pajak tidak perlu lagi jauh-jauh mencari
kantor pajak cukup melalui ponsel nya saja. Ini sejalan dengan salah satu Nilai-nilai Kementerian
Keuangan yakni Perbaikan Terus-Menerus.

Anda mungkin juga menyukai